DALAM LINGKUNGAN KELUARGA
1. Fungsi Lembaga Dan Pranata Hukum Dalam Perlindungan Korban Pada hakikatnya, perlindungan terhadap korba sebagai janji-janji hukum
oleh sistem peradilan pidana berusaha mewujudkan fungsi primer hukum yang
sebagaimana diungapkan oleh I.S. Susanto dalam tiga hal, yaitu:116
1) Perlindungan, hukum berfungsi untuk melindungi masyarakat dari ancaman
bahaya dan tindakan yang merugikan dari sesama dan kelompok masyarakat termasuk yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan (pemerintah dan negara) dan yang datang dari luar, yang ditujukan terhadap fisik, jiwa, kesehatan, nilai-nilai, dan hak asasinya.
2) Keadilan, hukum menjaga, melindungi dari keadilan bagi seluruh rakyat.
Secara negatif dapat dikatakan bahwa hukum yang tidak adil yaitu apabila hukum yang bersangkutan dipandang melanggar nilai-nilai dan hak-hak yang dipercayai harus dijaga dan dilindungi bagi semua orang.
3) Pembangunan, hukum dipakai sebagai kendaraan baik dalam menentukan
arah, tujuan, dan pelaksanaan pembangunan secara adil. Artinya, hukum sekaligus digunakan sebagai alat pembangunan namun juga sebagai alat kontrol agar prmbangunan dilaksanakan secara adil.
Edmond Canh menganjurkan bahwa dalam rangka memberikan perlindungan bagi pihak-pihak yang harus dillindungi hukum yang disebut
116
Maya Indah S, Perlindungan Korban (Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi),
(Kencana Prenadamedia Group, Jakarta: 2014), hal 71, lihat I.S.Susanto,Kejahatan Korporasi,
sebagai konsumen hukum dalam hal ini korban dan masyarakat luas, maka pandangan antroposentris tentang hukum sangat diperlukan. Pandangan ini merupakan suatu segi pandangan tentang hukum dan pemerintah dimana manusia secara konkret hidup ditengah-tengahnya, sebagai konsumen paling utama dari hukum dan pemerintah. Cara konkret manusia diperlakukan akan menentukan nilai hukum. Dalam perspektif konsumen ini, memiliki cara bekerja sebagaimana
dikemukakan oleh Cohn, sebagai berikut:117
a) Perihal target dan peristiwa yang berkaitan dengan dampak hukum. Arti
penting dari setiap prinsip, aturan atau konsep diteliti dengan mengobservasi target manusiawi yang terkena dampaknya. Metode ini mengungkapkan bahwa rasa ketidakadilan membawa pengaruh vital bagi cara bekerjanya hukum.
b) Perihal konkretisasi manusia. Hukum melindungi keselamatan fisik dan
psikis dari manusia seutuhnya, dan miliknya yang menjadi tempat bergntungnya hukum menjamin nilai sosial, cita-cita, dan kebebasan yang membuat hidup sangat berarti bagi manusia seutuhnya.
c) Perihal proporsi relatif beratnya hal-hal. Meskipun responsif kepada
kepentingan efisiensi interna dan keuntungan, hukum memberikan arti yang jauh lebih besar kepada kebutuhan yang dirasakan oleh rakyat pada umumnya.
d) Perihal perhatian terhadap kasus-kasus tertentu. Tradisi bagi ahli hukum
memakai perspektif resmi untuk membenarkan sistem hukum dalam pengerrtian rata-rata, statistik secara keseluruhan, dan cara bertingkah laku
117
secara keseluruhan. Dalam kenyataanya mengecilkan arti suatu minat terhadap hasil dari kasus-kasus tertentu sebagai tindak ilmiah, tidak seperti ahli hukum.
Sistem mereka bukanlah suatu sistem apabila sifatnya tidak impersonal dan
tidak acuh tak acuh.118
Pengkajian bekerjanya hukum sebagai suatu proses sosial memberikan paradigma bagi penekanan faktor diluar hukum terutama mengenai sikap dan nilai-nilai baik dalam masarakat ataupun dalam individu penengak hukum kedalam bekerjanya peradilan pidana itu sendiri.
Sikap dan nilai-nilai dalam hal ini ditampakkan melalui persepsi dan perilaku, baik dari korban maupun penegak hukum terkait dengan apa yang dinamakan kultur hukum. Friedman menjelaskan kultur hukum bersama-sama dengan sikap dan nilai-nilai yang terkait dengan tingkah laku yang berhubungan dengan hukum dan lembaganya baik secara positif maupun negatif.
Menurut Robert B. Seidmann mengemukakan bekerjanya hukum dalam masyarakat sebagai bukan sesuatu yang abstrak. Hal ini dapat ditenggarai dalam
asumsi berikut:119
“Anggota masyarakat memilih dan bertindak dalam lingkup pembatasan dan dari sumber yang terdapat dalam lingkungan mereka. Peraturan hukum dan tindakan lembaga pelaksana hukum hanya menetapkan mengenai salah satu segi dalam lingkungan tersebut. Suatu perangkat peraturan hukum hanya akan menimbulkan tingkah laku bila peraturan itu ditetapkan berdasarkan
118
Ibid., hal 73, lihat Edmond Cahn, Hukum Dalam Perspektif Konsumen, dalam AAG Peters: Koesriani Siswosoebroto, Hukum Dan Perkembangan Sosial, Buku III. Pustaka Sinar Harapn, 1990, hal 144, 152-154. Hukum dalam perspektif ini diperharapkan pada perspektif resmi yang dikatakan sebagai cara memandang problem kemasyarakatan oleh kepentingan dominan pemegang kekuasaan.
119
kehendak sebagai variabel bebas, sedangkan faktor lain merupakan kondisi. Oleh karena itu, harus diterima sebagai suatu kebenaran bahwa semua unsur non-hukum yang memengaruhi pilihan dan identifikasi perangkat peraturan
hukum suatu variabel operasional atau sebab atau penjelasan.”120
Pemaparan bekerjannya hukum dalam masyarakat oleh Robert. B. Seidmann diatas, menstimulasikan bekerjanya hukum dalam dalam tiga proses,
yaitu: law making proceses, conformity inducing meansures, dan implementing
proceses yang berada dalam satu arena pilihan bagi pemegang peran yang saling memberikan umpan balik. Dalam hal ini, terlihat bahwa Seidmann hanya memberikan kerangka berpikir mengenai efektifitas bekerjanya hukum melalui kepatuhan bagi pemegang peran yang akhirnya memberikan umpan balik dalam proses pembuatan dan penerapan hukum. Bagan Seidmann kurang memberikan penjelasan mengapa dalam proses penerapan hukum maupun pembuatan hukum bisa menimbulkan viktimisasi bagi masyarakat. Fokus Seidmann lebih dititik beratkan pada upaya kepatuhan hukum dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh aktivitas penegak hukum.
Bekerjanya lembaga hukum dalam konteks ini khususnya dalam hukum pidana diproyeksikan bukan hanya atas dasar permintaan yang menyebabkan lembaga tersebut bertindak, melainkan juga atas dasar kemauan lembaga itu sendiri untuk bertindak. Respon dari lembaga penegak hukum khususnya kepolisian untuk menjawab berbagai sinyalemen viktimisasi dalam masyarakat, dengan sikap masyarakat sendiri yang permisif. Dalam hal ini proses sosial
120
Robert B. Seidmann, Law And Proverty: Essays on Third World Perspective in Jurisprudence, Malayan Law Journal, 1984, dalam Ronny, Ronny Hanitijo Soemitro, Politik, Kekuasaan, dan Hukum, (Pendekatan Manajemen Hukum), (Semarang: UNDIP, 1998), 2-3, hal 127.
berkerjanya lembaga penegak hukum selayaknya tidak hanya untuk menanggapi laporan yang ada, tetapi juga berarti membina dan mengayomi masyarakat.
Untuk dapat mengikuti bekerjanya sistem hukum sebagai suatu proses, Lawrence Friedmann mengemukakan dalam tiga komponennya, yaitu struktural, kultural, dan substantif. Ketiga unsur ini berada dalam proses interaksi satu sama
lain dan membentuk totalitas.121
Dalam kondisi masyarakat yang masih mengagungkan kekuasaan, maka bekerjanya aparat penengak hukum menjadi terpengaruh pada karasteristik. Pelaksanaan hukum dalam masyarakat misalnya, ditijukan kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan politik kecil atau bahkan sama sekali tindak biasanya lebih aman dijalankannya daripada pelaksanaan yang ditujukan kepada orang- orang yang memiliki kekuasaan politik besar, sebab dalam kondisi terakhir ini pelaksanaan itu akan berbalik menimbulkan tekanan kepada badan pelaksanaan hukum itu sendiri.
2. Upaya Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Lembaga