BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.2 Hasil Penelitian
4.2.3 Fungsi Kejenakaan
4.2.3.3 Fungsi Menghibur
Berikut beberapa tuturan kejenakaan mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang ditemukan dalam penelitian ini tuturan kejenakaan yang dimaksud adalah tuturan kejenakaan yang memiliki fungsi memengaruhi. Fungsi memengaruhi dalam tuturan ini bersifat memiliki makna pragmatik untuk mitra tutur ketika sedang memengaruhi mitra tutur.
Data 43
BJ/M/2019/D16 Konteks:
Percakapan anatara dua orang saat menghadiri suatu kelas dengan later belakang suku yang sama dan umur yang sama. Penutur merasa bahawa kelas yang dihadiri tersebut banyak yang berhalangan hadir walaupun kelas tersebut masih ada beberapa mahasiswa yang hadir.
Tuturan: “Sepi amat kelasnya kayak pemuja sekte sesat”
Penanda: pemuja sekte sesat
Tuturan tersebut memiliki konteks penutur merasa bahawa kelas yang dihadiri tersebut banyak yang berhalangan hadir walaupun kelas tersebut masih ada beberapa mahasiswa yang hadir. Fungsi dari tuturan tersebut hanya untuk menghibur saja. Penutur dan mitra tutur sedang bergurau terkait dengan kondisi keas tersebut. Hal tersebut dapat dilihat melalui kontek tuturan. Penanda kejenakaan “pemuja sekte sesat” tersebut lucu karena penutur menggambarkan kelas seperti kondisi hening atau kondisi tidak gaduh. Penutur mengkomentari kondisi kelas seperti pemuja sekte sesat. Pemuja sekte sesat bukan maksud sebenarnya. Penutur mengandaikan kelas tersebut seperti pemuja sekte sesat yang juga memiliki anggota yang sedikit. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek logika, yakni kiasan. Penutur mengomentari kondisi kelas yang sepi karena hanya sedikit yang dating. Hal tersebut dilakukan penutur kepada mitra tutur hanya sebagai lucu-lucuan saja.
Data 44
BJ/M/2019/D27 Data 27
Konteks:
Percakapan antara dua orang mahasiswa dengan latar suku yang berbeda yaitu Jawa dan Dayak. Mitra tutur
memberikan jawaban kepada penutur tentang rencana setelah lulus kuliah.
Tuturan: “Paling juga setelah lulus mau KKN aja”
Penanda: mau KKN aja
Tuturan tersebut memiliki konteks percakapan antara penutur dan mitra tutur untuk mendiskusikan rencana setelah kuliah. Fungsi dari tuturan tersebut hanya untuk melucu atau menghibur saja dan tidak memiliki maksud lainnya, seperti mengejek, mengkritik, dan lain-lain. Mitra tutur memberikan jawaban kepada penutur tentang rencana setelah lulus kuliah. Penggunaan penanda kejenakaan “mau KKN aja” memiliki kesan kelucuan dikarenakan singkatan ‘KKN’ biasanya ada di obrolan mahasiswa angkatan teratas atau terakhir dan memiliki makna lain. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek bahasa, yakni permainan kata. KKN dalam arti sebenarnya merupakan Kuliah Kerja Nyata. Tetapi, mitra tutur mengatakan bukan KKN yang sebenarnya, melainkan arti Klontang-Klantung Nganggur yang berarti setelah lulus tidak tahu akan bekerja sebagai apa. Penutur berhumor dengan cara menggunakan kata KKN yang diplesetkan.
Data 45
BJ/M/2019/D35 Konteks:
Percakapan antara dua orang perempuan saat sedang di kelas dan berusia 21 tahun dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu suku Dayak dan Jawa. Penutur menanyakan kepada mitra tutur tentang seseorang yang sering-seringan sakit.
Tuturan: “Oudi sakit apa Put? Kayak orang susah aja sakit terus.”
Penanda: Kayak orang susah aja sakit terus.
Tuturan kejenakaan tersebut memiliki konteks penutur menanyakan kepada mitra tutur tentang seseorang yang sering-seringan sakit. Dalam hal ini, penutur mencoba mengejek orang tersebut dengan cara berhumor dan fungsinya hanya untuk hiburan saja dan membuat orang lain tertawa. Penanda kejenakaan dalam tuturan tersebut yakni kalimat “Kayak orang susah aja sakit terus”. Penanda kejenakaan tersebut maksudnya adalah penutur mengejek seseorang seperti orang golongan kurang mampu atau miskin, walaupun sebenarnya seseorang tersebut tidak benar-benar miskin. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek bahasa, yakni sarkasme. Maksud dari orang susah bukan arti yang sesungguhnya, namun penutur menyamakan mitra tutur seperti orang miskin yang sering sakit-sakitan. Dapat diketahui penutur hanya sekedar bergurau saja untuk menciptakan sebuah kelucuan.
Data 46
BJ/M/2019/D44 Konteks:
Percakapan antara dua orang perempuan dan laki-laki saat sedang di luar kelas dan berusia 21 tahun dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu suku Betawi dan Sunda. Penutur merasa bahwa mitra tutur memiliki tidak kecocokan antara umur dan wajahnya. Karena mukanya yang dirasa cukup tua, penutur memandang juga umur mitra tutur dan mencocokan dengan wajahnya.
Tuturan: “Kok mukamu sama
umurmu nggak sesuai yaa pasti kamu edit?”
Penanda: “Kok mukamu sama
umurmu nggak sesuai yaa pasti kamu edit?”
Tuturan tersebut memiliki konteks penutur merasa bahwa mitra tutur memiliki tidak kecocokan antara umur dan wajahnya. Karena mukanya yang dirasa cukup tua, penutur memandang juga umur mitra tutur dan mencocokan dengan wajahnya. Hal tersebut ditandai dengan penanda kejenakaan “Kok mukamu sama umurmu nggak sesuai yaa pasti kamu edit?”. Kalimat tersebut lucu karena penutur mengejek seseorang dan menanyakan apakah wajahnya hasil suntingan atau editan. Penutur membandingkan muka mitra tutur melalui umur. Menurut Berger (2012), penciptaan
humor melalui aspek bahasa, yakni satire. Penutur merasa bahwa muka dan umur harus relevan dan penutur mengejek mitra tutur bahwa muka tersebut mengalami pengeditan layaknya sebuah gambar yang dapat diedit di komputer. Penutur menganggap mitra tutur memiliki wajah yang sangat tua walaupun umur mitra tutur belum sangat tua.
Data 47
BJ/M/2019/D48 Konteks:
Percakapan antara dua orang perempuan dan laki-laki saat sedang di kelas dan berusia 21 tahun dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu suku Betawi dan Jawa. Penutur mengejek mita tutur saat sedang bercanda dan melihat mitra tutur mirip tokoh kartun Jepang berjudul Doraemon.
Tuturan: “Ih… kamu mirip artis jepang tu lho Ve. Itu si Suneo..” Penanda: Itu si Suneo
Tuturan tersebut memiliki konteks yakni penutur mengejek mita tutur saat sedang bercanda dan melihat mitra tutur mirip tokoh kartun Jepang berjudul Doraemon. Fungsi dari tuturan tersebut hanya untuk menghibur saja dengan cara mengejek mitra tutur yang menyebabkan semua orang yang mendengarnya memahami maksud tersebut dan kemudian akan tertawa. Kartun Doraemon sangatlah popular di negara Indonesia yang disukai oleh para anak-anak bahkan orang dewasa. Kartun tersebut memiliki salah satu tokoh yakni Suneo. Dalam tuturan tersebut penanda kejenakaan “Itu si Suneo”. Suneo memiliki fisik berupa bibirnya yang tebal dan maju. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek bahasa, yakni sarkasme. Penutur mengejek mitra tutur seperti Suneo karena mitra tutur memiliki bentuk bibir yang sama mirip dengan kartun Suneo. Hal tersebut menimbulkan kelucuan diantara orang-orang yang ada di sekitar sehingga berfungsi sebagai hiburan.
Data 48
BJ/M/2019/D49 Konteks:
Percakapan antara dua orang laki-laki saat sedang di kantin dan berusia 23 dan 21 tahun dengan latar belakang suku yang sama yaitu suku Jawa. Penutur melihat mitra tutur seperti belum mandi karena muka mitra tutur terlihat kusut dan penuh dengan keringat di wajah.
Tuturan: “Kowe adus nggak e lur? Mukamu kayak welcome”
Penanda: Mukamu kayak welcome
Tuturan tersebut memiliki konteks penutur melihat mitra tutur seperti belum mandi karena muka mitra tutur terlihat kusut dan penuh dengan keringat di wajah. Fungsi dalam tuturan tersebut hanya untuk hiburan saja dengan cara penutur mengejek mitra tutur, sehingga orang yang mendengarkan juga akan ikut tertawa. Dalam tuturan tersebut penanada kejenakaan adalah “Mukamu kayak welcome”. Penanda kejenakaan tersebut digunakan oleh penutur karena mitra tutur diejek sepeti keset karena belum mandi. Welcome dari arti sesungguhnya dalah selamat datang. Namun, penutur menggunakan kata tersebut seperti sebuah nama pada keset atau pengesat kaki. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek logika, yakni perbandingan. Penutur melihat mitra tutur tersebut dan menyamakan dengan sebuah keset karena bentuknya yang kusut dan terlihat belum mandi. Kata tersebut biasanya tidak dimengerti oleh orang lain sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memahaminya.
Data 49
BJ/M/2019/D51 Konteks:
Percakapan antara dua orang perempuan dan laki-laki saat sedang di kantin dan berusia 21 dan 23 tahun dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu suku
Tuturan: “Ehh pasti kamu nggak pernah naik motor terbang yaa? Penanda: nggak pernah naik motor terbang yaa
Betawi dan Jawa. Penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi tentang destinasi wisata yang bagus di Pulau Bali.
Namun, mitra tutur tampaknya belum pernah merasakan naik pesawat terbang dan mitra tutur mengatakan bahwa ia hanya pernah naik kendaraan motor saja.
Tuturan tersebut memiliki konteks penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi tentang destinasi wisata yang bagus di Pulau Bali. Namun, mitra tutur tampaknya belum pernah merasakan naik pesawat terbang dan mitra tutur mengatakan bahwa ia hanya pernah naik kendaraan motor saja. Fungsi dari tuturan tersebut hanya untuk melucu atau menghibur saja dengan cara penutur menanyakan sesuatu hal layaknya sebuah teka-teki yang membuat mitra tutur menjadi bingung. Mitra tutur dibuat bingung dengan perkataan penutur. Penanda kejenakaan tuturan tersebut yakni “nggak pernah naik motor terbang yaa”. Penanda tersebut lucu karena bagi sebagian orang ‘motor terbang’ atau ‘motor mabur’ dalam bahasa Jawa jika disalahartikan akan bermakna lain dan terlihat lucu. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek bahasa, yakni permainan kata. Motor terbang yang dimaksud bukan motor yang bisa terbang melainakan arti dari pesawat itu sendiri. Motor terbang diambil oleh penutur karena mitra tutur hanya pernah naik motor saja dan motor terbang adalah motor mabur dari bahasa Jawa yang berarti pesawat.
Data 50
BJ/M/2019/D69 Data 69
Konteks:
Percakapan antara seorang perempuan dan laki-laki saat sedang di kelas dan berusia 21 tahun dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu suku Sunda dan Jawa. Penutur menyatakan kondisi fisik mitra tutur.
Tuturan: “Iya kamu cantik kok Di. Kan kalau ngeliatnya sambil merem.” Penanada: kalau ngeliatnya sambil merem
Tuturan tersebut memiliki konteks penutur yang menyatakan kondisi fisik dengan cara berhumor. Fungsi menghibur dari tuturan tersebut adalah penutur mengejek mitra tutur karena memiliki wajah yang tidak cantik. Penggunaan penanda “kalau ngeliatnya sambil merem” tersebut lucu kaena merupakan ungkapan ejekan kepada mitra tutur. Maksud tersebut adalah penutur mengatakan kepada mitra tutur bahwa sebenarnya mitra tutur tidak cantik, karena dengan keadaan mata yang tertutup maka penutur tidak dapat melihat apa-apa. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek bahasa, yakni satire. Penutur menggunakan tuturan tersebut untuk berhumor dan bukan untuk menyinggung perasaan itra tutur. Walaupun begitu mungkin berparas cantik jka menurut pandangan orang lain.