• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Wujud Penanda Kejenakaan

4.2.1.2 Wujud dan Penanda dalam Bentuk Frasa

Hasil analisis data dari bahasa humor atau bahasa jenaka tersebut, tidak hanya penanda dalam bentuk kata saja, namun penanada dalam bentuk frasa. Di bawah ini peneliti akan menjawabrkan dan mendeksipsikan bebarapa data yang merupakan penanda kejenakaan dalam bentuk frasa.

Data 4

BJ/M/2019/D 4 Data 4

Konteks:

Percakapan antara dua orang saat sedang bertemu di depan ruangan dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu suku Jawa dan Betawi. Mitra tutur lewat dengan make-up yang terlalu tebal, sehingga penutur mengkritik mitra tutur.

Tuturan: “Met, kalau lu dandan kayak gtu, mukamu jadi boros” Penanda: Mukamu jadi boros

Penggunaan frasa “Mukamu jadi boros” tidak merujuk pada sesuatu yang bersifat habis. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek logika, yakni kiasan yang berarti humor yang diciptakan menggunakan perbandingan atu perumpamaan. Tuturan tersebut lucu karena muka atau wajah oleh penutur disebut boros layaknya sebuah pemakaian yang berlebihan. Namun, penutur mencoba memberikan pemahaman terhadap mitra tutur tentang makeup yang digunakannya karena terlalu tebal, sehingga menyebabkan muka mitra tutur menjadi terlihat tidak natural dan terlihat terlalu tua. Dalam frasa tersebut, penutur dan mitra tutursama-sama sudah mengerti mengenai maksud frasa yang disampaikan, sehingga dalam penyampaiannya

mitra tutur sudah paham dengan apa yang disampaikan oleh penutur dengan konteks yang sedang terjadi.

Data 5

BJ/M/2019/D 5 Konteks:

Percakapan antara dua orang saat sedang makan siang di kantin dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu Jawa dan Betawi. Saat itu mitra tutur berandao-andai memesan sebuah makanan Pizza melalui aplikasi Gojek dan penutur mengejek karena diketahui mitra tutur sering mengeluh karena uang sakunya habis.

Tuturan: “Sok-soakan pesen pizza, beli nasi telur Rp.8000 aja kayak mikir negara”

Penanda: Kayak mikir negara

Dalam tuturan tersebut, penutur menggunakan istilah “Kayak mikir negara” karena mikir negara diandaikan sesuatu yang berat, sehingga mitra tutur disebut seperti sedang memikirkan negara. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek logika, yakni kiasan humor yang diciptakan menggunakan perbandingan atu perumpamaan.Penutur menggunakan frasa tersebut karena mitra tutur berpikir lebih atau berat. Penutur berandai-andai kepada mitra tutur dan membandingkan ketika mitra tutur membeli nasi telur harus berpikir dua kali, apalagi membeli sebuah pizza dengan rentan harga yang jauh lebih tinggi. Konteks dalam tuturan tersebut telah dipahami oleh penutur dan mitra tutur, sehingga penutur dapat memahami maksud yang diutarakan oleh mitra tutur terkait dengan frasa tersebut.

Data 6

BJ/M/2019/D 6 Konteks:

Percakapan antar dua mahasiswa saat sedang mengikuti perkuliahan dengan latar belakang suku yang berbeda. Penutur bertanya kepada mitra tutur tentang gawai baru yang dimiliki mitra tutur.

Tuturan: “Hp kamu tips amat kayak pembalut”

Dalam tuturan tersebut, penutur menggunakan istilah “kayak pembalut” karena penutur mengandaikan sesuatu yang tipis seperti pembalut yang sering diiklankan di televisi. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek logika, yakni kiasan humor yang diciptakan menggunakan perbandingan atu perumpamaan. Penutur menggunakan frasa tersebut karena mitra tutur memiliki gawai yang tipis. Penutur semata-mata tidak menghibur saja tetapi juga mengejek gawai mitra tutur. Dengan mengejek, penutur dapat menghibur mitra tutur dan orang-orang disekirnya sehingga dapat tertawa bersama. Dalam hal ini, konteks dan situasi menjadi penentu keberhasilan suatu humor. Walaupun penutur mengejek gawai mitra tutur, namun mitra tutur sama sekali tidak terseinggung.

Data 7

BJ/M/2019/D 7 Konteks:

Percakapan antara dua orang saat sedang bertemu di tempat fotokopian dengan latar belakang suku yang berbeda yaitu Jawa dan Sunda. Penutur menanyakan kepada mitra tutur tentang laporan magang yang telah dibuat oleh mitra tutur. Mitra tutur diketahui mencetak tidak lebih dari 50 halaman saja.

Tuturan: “Kui laporan opo tissue kering? Tipis banget”

Penanda: Kui laporan opo tissue kering

Dalam tuturan tersebut memiliki konteks penutur menanyakan kepada mitra tutur tentang laporan magang yang telah dibuat oleh mitra tutur. Mitra tutur diketahui mencetak tidak lebih dari 50 halaman saja. Penanda tuturan tersebut adalah “Kui laporan opo tissue kering” yang bermaksud penutur menanyakan kepada mitra tutur tentang laporan yang dibuat hanya sedikit dan penutur berandai-andai bahwa laporan tersebut sama seperti tissue kering karena sangat tipis. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek logika yakni perbandingan. Penanda tersebut

dikatakan memiliki kejenakaan karena penggunaan frasa tissue kering yang disamakan dengan laporan yang sangat sedikit walaupun tidak setipis tissue. Hal itu dijelaskan penutur mengkritik laporan yang dibuat oleh mitra tutur karena terlalu tipis dan sekaligus mengejek laporan tersebut.

Data 8

BJ/M/2019/D 8 Konteks:

Percakapan antara dua orang saat sedang dikantin dengan latar belakang suku yang berbeda yakni Betawi dan Jawa. Penutur mengejek mitra tutur karena memiliki pensil yang panjangnya hanya setengah dari jari kelingking.

Tuturan: “Eeee… miskin amat lu car!”

Penanda: miskin amat lu car

Kata “miskin” bukan memiliki maksud yang sebenarnya. Dalam konteks ini, mitra tutur tidak benar-benar miskin. Hanya saja mitra tutur memang malas membeli pensil lagi. Penutur menggunakan kata tersebut hanya untuk menghibur atau mengejek saja dan bukan merendahkan derajat sosial mitra tutur. Ketika tidak ada konteks, maka tuturan tersebut akan bersifat fatal atau bisa disebut penutur merendahkan mitra tutur karena strata sosial yang rendah. Tanpa adanya konteks, kesalahpahaman dapat terjadi ketika berkomunikasi. Menurut Berger (2012), penciptaan humor melalui aspek bahasa, yakni sarkasme dengan membuat bentuk penggunaan kata-kata untuk mengejek dan menghina atau merendahkan orang lain. Namun, dalam kenyataanya penutur dan mitra tutur paham dengan maksud tersebut. Mitra tutur tidak merasa tersinggung dengan tuturan tersebut karena sudah paham dengan maksud tersebut dan menciptakan suatu kelucuan.

Dokumen terkait