• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem pendidikan nasional indonesia adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Depag RI, 2005: 5). Sebagaimana telah diketahui, bahwa pendidikan merupakan instrumen yang strategis dalam mencapai tujuan bangsa, terutama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai instrumen, pendidikan nasional haruslah merupakan pengejawantahan dari dasar Negara RI, yaitu UUD 1945 dan Pancasila, maka pemikiran, penyusunan, pengembangan, da pembinaan sistem serta programnya harus bersumber dan bertolak dari Pancasila dan UUD 1945 dalam sejarah perkembangan dan

perubahan sistem pendidikan di Indonesia, secara langsung maupun tidak komponen-komponen pendidikan pun akan mengalami berbagai perubahan sesuai dengan perkembangan di Era Reformasi ini. Secara umum menuntut diadakannya berbagai pembenahan dan pembaharuan, termasuk pendidikan didalamnya. Sedangkan dalam pergeseran, adanya perubahan perspektif tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumber daya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subyek pembangunan secara utuh (PPRI No. 19, 2005: 71). sehingga dalam fungsinya (pendidikan ) akan mengalami perubahan juga. Hal itu dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa (Depag RI, 2006: 8). Dengan demikian fungsi pendidikan adalah berusaha mengembangkan kemampuan peserta didik, serta membentuk watak manusia yang bermartabat. Sedangkan untuk mewujudkan hal tersebut di atas, perpaduan kedua sistem pendidikan diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan yang mendasar.

Azzumardi Azra (1996: 3) mengemukakan, bahwa fungsi dasar pendidikan adalah memberikan kaitan peserta didik dengan lingkungan yang selalu cepat mengalami perubahan. Di samping itu pendidikan yang berfungsi sebagai instrumen perubahan sosial secara keseluruhan. Sehubungan itu, Abdul Rahman (1999: 34) mengatakan bahwa, “The are unsupported dialectical relationship between education and societies even so, experience shows that education is more determined by social changes...

Oleh karena itu pendidikan harus terlibat dalam perubahan. Keterlibatan pendidikan diharapkan tidak hanya sebatas mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan, tetapi pendidikan harus mampu berperan sebagai agen perubahan. Pendidikan diharapkan mampu mengembangkan manusia yang berkualitas, yang memiliki kemampuan intelektual, daya nalar tinggi sehingga perkembangan kemampuan itu mampu mengarah dan membentuk watak dan peradaban bangsa.

C. Faktor-Faktor Pendidikan

a. Pendidik (Guru)

Dalam upaya pencapaian hasil sebuah pendidikan, faktor pendidik memiliki peran yang sangat penting. Pendidik adalah seorang penyampai ilmu, pemberi nasehat dan teladan bagi anak didiknya. Seorang guru harus memiliki kemampuan dan mempertahankan penampila sebagai orang yang terbaik di mata anak didiknya. Secara garis besar faktor-faktor yang termuat dalam sistem pendidikan mencakup dasar, tujuan, pendidikan, peserta didik dan kurikulum. Sedangkan dalam dasar dan tujuan telah penulis paparkan di muka. Guru atau pendidik menurut Madyo Ekosusilo dalam Ramayulis (2005: 50). Guru adalah seorang yang bertanggung jawab memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek jasmani maupun rohaninya, agar ia mampu hidup mandiri dan dapat memenuhi tugasnya sebagai makhluk sosial. Sedangkan menurut pengertian yang lain

menyebutkan Guru adalah sebagai pendidik yang menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat dan Negara (Prof Arifin,

1991: 32).

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 39 ayat (2) menyatakan bahwa: “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan, dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan” (Depag RI, 2006: 126)

Pernyataan tersebut menjelaskan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan dalam rangka memenuhi hak warga negara dalam mendapatkan pendidikan yang bermutu. Kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional, maka masalah tenaga pendidik dan kependidikan di atas diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dijelaskan pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha ESA, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jalaludin (2001: 93) berpendapat bahwa, dalam hubungan dengan dimensi akhlak, maka pelaksanaan pendidikan diutamakan kepada upaya pembentukan manusia yang berakhlak. Tujuan di titik beratkan pada pengenalan terhadap nilai-nilai baik dari menginternalisasikannya serta mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam perilaku melalui pembiasan. Sumber utama dari pembentukan akhlak dimaksud adalah ajaran wahyu. Berdasarkan nilai-nilai tersebut diharapkan manusia memiliki kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk, serta mampu mengamalkan dan mempertahankan nilai-nilai akhlak secara berkelanjutan.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, tugas seorang pendidik begitu berat, yang mana harus secara tepat melakukan usaha mentransfer pengetahuan kepada siswa dengan tujuan memberikan pengertian, pemahaman, dan pengamalan pengetahuan yang diajarkanya kepada peserta didik. Dengan demikian peserta didik akan memperoleh pengetahuan melalui pendidikan. Akan tetapi tugas seorang pendidik tidak cukup sampai di situ saja. Untuk mengetahui kemampuan dan pengetahuan peserta didik perlu adanya evaluasi dalam pendidikan. Evaluasi sebagai alat ukur keberhasilan bagi seorang pendidik dalam melaksanakan tangung jawabnya mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dan untuk mengukur standar pendidikan di indonesia diterapkan sistem evaluasi ujian nasional. Keberhasilan peserta didik dalam ujian nasional juga merupakan tangung jawab seorang guru. Di samping para pendidik memberikan pemahaman tentang budi pekerti

mereka juga dituntut untuk mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik agar dapat sesuai dengan standar pendidikan yang berlaku.

Sedangkan menurut Hamzh B Uso (2007: 15). Guru adalah suatu profesi, yang berarti suatu jembatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai seorang guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa, kewajiban orang tua memberikan pendidikan dasar pada anak-anaknya sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab IV Pasal 7 Ayat (2). Namun karena keterbatasan orang tua, maka melimpahkan tangung jawab tersebut kepada orang lain (pendidik/guru) dalam pengertian pendidikan formal.

Sehubungan dengan Zakiah Derajat (1992: 55) berpendapat bahwa, adanya pelimpahan tangung jawab orang tua kepada pendidik disebabkan oleh faktor yang memungkinkan proses pendidikan itu beijalan dengan maksimal. Untuk itu seorang pendidik harus memiliki kualifikasi, kompetensi dan profesional.

Bila mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada masa revolusi ini, maka mensyaratkan kriteria seseorang pendidik sebagai berikut

1. Memiliki kualifikasi akademik yang memperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana.

2. Memiliki beberapa kriteria/komponen yang meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional (Depag RI, 2006: 88)

Dengan demikian pendidik wajib menunjukkan perilaku sebagai seorang yang dapat menjadi contoh anak didiknya, memiliki p en galaman,

memenuhi perkembangan anak didik, dan memberi tauladan di samping harus menjalankan kegiatan pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajarnya serta memberi panduan kepada mereka dalam menghadapi ujian nasional..

b. Peserta didik (siswa)

Anak didik adalah obyek pendidikan, anak didik adalah seseorang yang harus diajar, dibina, diberi pengetauan agar mampu hidup layak dan memiliki pengetahuan serta dilatih untuk mempersiapkan menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, beraklak mulia. Bagaimanapun latar belakang atau kondisi sosial seorang anak, ia menjawab mendapatkan pendidikan yang bermutu. Untuk itu, wajib ditanamkan padanya dasar-dasar pendidikan dan pengetahuan tentang perkembangan teknologi serta mempersiapkan diri untuk melaksanakan evaluasi sebelum mereka tamat dari lembaga pendidikan. Agar peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berpotensi tinggi yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa indonesia.

Keberhasilan untuk merealisasikan tujuan pendidikan secara optimal, faktor peserta didik (siswa) harus menjadi perhatian secara khusus. Peserta didik (siswa) harus dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak mengalami banyak hambatan dalam proses belajar, evaluasi, dan usaha pengembangan potensi anak didik, yaitu manusia yang bersumber daya unggul dalam segala aspek.

Sementara yang dimaksud peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang jenis pendidikan tertentu (Depag RI, 2006: 6). Lebih jauh dijelaskan oleh Abdul Mujib (1993: 177) bahwa, Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologi.

Adanya perubahan paradigma dalam pendidikan (peran manusia). peserta didik merupakan obyek sekaligus sebagai subyek pendidikan, oleh sebab itu dalam memahami hakekat peserta didik, pendidik harus memahami ciri-ciri umum siswa. Sebagaimana tuntunan dari tujuan pendidikan nasional, yaitu pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi sumber daya manusia yang cerdas, berpendidikan berpengetahuan, dan beraklak mulia. Jalaludin (2001: 129) berpendapat bahwa, peserta didik adalah manusia yang membutuhkan pendidikan. Karena pendidikan merupakan bekal untuk melanjutkan hidup di secara mandiri. Dan dengan pendidikan yang baik dan bermutu yang

sesuai dengan tujuan pendidikan manusia akan memperoleh kebahagiaan dunia mereka, seiring dengan perkembangan pendidikan pada anak juga ikut dikembangkanya sistem evaluasi. Karena inti pendidikan dari anak didik adalah keberhasilan mereka dalam evaluasi pada tingkat pendidikan tersebut. Apabila anak dapat berhasil dan lulus dalam evaluasi yang sekarang dikembangkan adalah ujian nasional, maka mereka berhasil dalam proses pendidikan. Untuk itu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan evaluasi pendidikan. Keduanya akan selalu berjalan bersama.

c. Kurikulum Pendidikan Nasional

Kurikulum merupakan salah satu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang dilakukan, termasuk kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan dan pendidikan merupakan dua hal yang saling berkaitan, karena pendidikan tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa adanya kurikulum, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain pendidikan dan kurikulum tidak dapat berjalan sendiri-sendiri.

Menurut Al-Syaibany (1979: 485-486) kurikulum didefinisikan sebagai berikut:

“sejumlah kekuatan, faktor-faktor pada alam sekitar pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luarnya, dan sejumlah pengalaman-pengalaman yang lahir dari interaksi-interaksi dengan kekuatan dan faktor-faktor itu” (Omar Al-Toumy Al-Syaibany, 1979: 485-486)

Pengertian di atas mengandung makna bahwa kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga tercipta interaksi yang sehat antara pendidikan dan masyarakat karena fungsi sekolah mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu, diusahakan agar kurikulum relevan dengan kebutuhan masyarakat Hal ini harus diperhatikan, karena relevansi merupakan salah satu patokan dalam pengembangan kurikulum.

Dalam penyusunan kurikulum pendidikan harus diupayakan untuk mengitregrasi antara ilmu agama dan ilmu umum kurikulum yang bersumber pada ajaran islam (Al-Qur’an) yang dikembangkan secara efektif sesuai dengan kondisi masyarakat. Kurikulum harus dikembangkan dengan menganut prinsip-prinsip tertentu. Yang merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum dan dipakai sebagai landasan agar kurikulum dapat memenuhi apa yang diharapkan, baik oleh tujuan pendidikan nasional, masyarakat sekolah maupun orang tua.

Dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

menyatakan bahwa: “Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia, dengan memperhatikan peningkatan keimanan, ketakwaan, peningkatan akhlak mulia, peningkatan kecerdasan dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah, tuntutan pembangunan potensi daerah dan nasional, tuntutan dunia

kerja, IPTEK, agama, dan seni serta nilai-nilai kebangsaan” (Depag RI, 2006: 25)

Dalam gerak perubahan pendidikan dari bersifat Humanisme Sekuler menuju Humanisme Teoritik, dan semakin jelas lagi dalam rumusan pendidikan pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003, menyebutkan tentang tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan demikian falsafah negara paneasila semakin memberi tempat yang terhormat kepada pendidikan.

Tampak bahwa potensi anak didik menjadi tujuan yang utama pendidikan di indonesia. Mengembangkan potensi bagi para peserta didik, yang nanti akan dihadapkan kepada titik akhir peijalanan pendidikan yaitu dengan melalui evaluasi pendidikan terlebih dahulu. Evaluasi inlay nag menjadi dasar acuan penilaian, berhasil atau tidaknya pendidikan yang dilaksanakan oleh pendidik, peserta didik dan lembaga pendidikan. Apalagi di saat sekarang dengan adanya ujian nasional sebagai alat evaluasi pendidikan yang diterapkan mulai tahun 2003 sampai sekarang, membuat seluruh komponen pendidikan beijuang lebih keras untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Dokumen terkait