• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Alih kode

2.3 Fungsi penggunaan alih kode

Ada delapan fungsi penggunaan alih kode yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Jawa di kelas. Delapan fungsi yang terdapat dalam penelitian ini meliputi: (a) menciptakan komunikasi yang baik, (b) menguatkan perintah, (c) memberikan nasihat, (d) memberi pertanyaan, (e) mengulang makna tuturan, (f) mengingatkan, (g) memperjelas tuturan dan (h) menumbuhkan keakraban.

a. Menciptakan komunikasi yang baik

Menciptakan komunikasi yang baik dalam penelitian ini maksudnya adalah menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa juga sebaliknya. Penggunaan alih kode untuk menciptakan komunikasi yang baik terjadi dalam pembelajaran bahasa Jawa di kelas.

Data [D18/KEM3]

Siswa : Bu, yang mana bu?

Guru :Eyalah, sing mbok waca mau. Diringkes isine nganggo kalimatmu

dhewe. Mudheng?

‘Yang tadi kamu baca. Diringkas isinya menggunakan kalimatmu sendiri. Paham?’

Siswa : Nggih bu. ‘Iya bu.’

Pada kutipan data [D18/KEM3] menunjukkan adanya penggunaan alih kode berwujud bahasa, dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Alih kode dalam kutipan data ini dilakukan oleh siswa. Awalnya siswa menggunakan bahasa Indonesia saat bertanya kepada guru, ditandai dalam kutipan ‘Bu, yang mana bu?’. Kemudian siswa beralih menggunakan bahasa Jawa saat mendengar

penjelasan dari guru. Siswa menjawab tuturan guru yang berbahasa Jawa saat menanyakan apakah sudah paham, jawaban tersebut ditandai pada tuturan ‘Nggih

bu’.Faktor penyebab penggunaan alih kode dalam data ini adalah pengaruh penggunaan bahasa oleh mitra tutur. Dari siswa yang awalnya menggunakan bahasa Indonesia untuk bertanya kepada guru, kemudian dapat beralih menjadi bahasa Jawa karena bahasa yang digunakan guru saat menjelaskan dan bertanya kepada siswa. Fungsi alih kode yang dilakukan oleh siswa dalam data ini adalah menciptakan komunikasi yang baik.

b. Menguatkan perintah

Alih kode memiliki fungsi untuk menguatkan perintah, dalam penelitian ini terjadi saat guru memberikan perintah kepada siswa. Guru beralih kode untuk menguatkan perintah ditandai dengan adanya penggunaan kata kerja dengan maksud memerintah.

Data [D76/SEM3]

Guru : Garapen nang buku! Bukunya dikeluarkan! ‘Kerjakan di buku. Bukunya dikeluarkan!’

Data dalam kutipan di atas merupakan alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Kedua kalimat tersebut menunjukkan adanya perintah yang disampaikan oleh guru. Walaupun sama-sama perintah, namun memiliki makna yang berbeda. Kalimat pertama meminta siswa untuk mengerjakan tugas pada buku, sedangkan kalimat kedua menyuruh siswa untuk mengeluarkan buku. Hal ini disebabkan oleh situasi kelas. Para siswa belum mengeluarkan buku pelajaran saat guru meminta mengerjakan, kemudian guru beralih bahasa untuk menyuruh mereka mengeluarkan buku pelajaran. Fungsinya memberikan peringatan kepada

siswa bahwa guru menyuruh siswa mengerjakan tugas dalam buku, sehingga buku perlu untuk dikeluarkan.

c. Memberikan nasihat

Memberikan nasihat merupakan salah satu fungsi dalam melakukan alih kode. Hal ini terjadi saat guru memberikan nasihat kepada siswa.

Data [D115/SOK6]

Guru : Apa to manfaate dolan? Tidak ada. ‘Apa to manfaatnya bermain? Tidak ada.

Penggunaan alih kode pada kutipan data di atas merupakan alih kode yang berwujud alih bahasa, yaitu dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. awalnya guru bertanya menggunakan bahasa Jawa kepada para siswa mengenai manfaat bermain. Kemudian secara tegas guru menjawab pertanyaannya sendiri menggunakan bahasa Indonesia, bahwa bermain itu tidak memiliki manfaat, yang ditandai dalam tuturan ‘Tidak ada’. Fungsi alih kode dalam data ini untuk memberikan nasihat kepada para siswa bahwa tidak ada manfaat dari bermain, sehingga siswa tidak lagi melalaikan pekerjaan rumah hanya karena bermain.

Data [D5/KEM3]

Guru : Ada apa mbak Yanti? Kok dumal dumil wae, mbak Jesika pindah, ndak mbak yanti nangis wae.

‘Ada apa mbak Yanti? Kok usil, mbak Jesika pindah, nanti mbak Yanti nagis terus.’

Data di atas merupakan penggunaan alih kode berwujud bahasa, dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia untuk bertanya kepada seorang siswa yang di tandai dalam tuturan ‘Ada apa mbak Yanti?’ kemudian saat memberikan nasihat, guru beralih menggunakan bahasa

Jawa. Nasihat dalam data tersebut ditandai dengan tuturan ‘Kok dumal dumil wae,

mbak Jesika pindah, ndak mbak yanti nangis wae’. Tuturan bermaksud nasihat

yang disampaikan guru ditujukan kepada Jesika supaya tidak mengganggu Yanti. Alih kode dalam data ini terjadi karena adanya pengkhususan terhadap mitra tutur, yaitu kepada siswa bernama Jesika.

Data [D16/KEM3]

Guru : Ayo diwaca! Sanese mirengake. Njajal sanese mirengke. Njuk

disimak.

‘Ayo dibaca. Lainnya mendengarkan. Coba lainnya mendengarkan. Lalu menyimak.’

Kutipan data di atas menunjukkan adanya alih kode berwujud bahasa Jawa dari ragam ngoko ke ragam krama. Alih kode dalam data ini dilakukan oleh guru saat pembelajaran bahasa Jawa di kelas. Guru meminta kepada siswa untuk membaca yang ditandai dalam tuturan ‘Ayo diwaca!’. Dalam tuturan tersebut guru menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Situasi kelas yang tidak mendukung mempengaruhi guru untuk memberikan nasihat kepada para siswa, yang ditandai dalam tuturan ‘Sanese mirengake’. Pemberian nasihat tersebut dilakukan oleh guru dengan menggunakan ragam krama.

d. Memberi pertanyaan

Alih kode yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Jawa di kelas memiliki fungsi memberi pertanyaan. Fungsi ini ditandai dengan adanya penggunaan kalimat Tanya.

Data [D98/SOK3]

Guru : Jal sing urung diteliti bu guru mau, salah pira? Sapa sing ora

‘Yang belum diteliti bu guru, salah berapa? Siapa yang tidak benar semua? Siapa yang benar semua? Mbak Rani salah berapa?’ Penggunaan alih kode pada kutipan data di atas merupakan alih kode yang berwujud alih bahasa, yaitu dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Awalnya guru memberikan beberapa kali pertanyaan menggunakan bahasa Jawa untuk menanyakan kepada seluruh siswa didalam kelas mengenai hasil pekerjaan mereka. Pertanyaan pertama menanyakan kepada siswa yang pekerjaannya belum diteliti oleh bu guru mendapatkan salah berapa. Kemudian guru berlanjut menanyakan siapa yang tidak benar semua dan siapa yang benar semua. Namun kemudian guru beralih menggunakan bahasa Indonesia saat bertanya kepada satu siswa, yang ditunjukkan dalam tuturan ‘Mbak Rani salah berapa?’.

Alih kode yang dilakukan oleh guru dalam kutipan data tersebut berfungsi untuk memberikan pertanyaan kepada mitra tutur. Faktor penyebab penggunaan alih kode adalah karena adanya pengkhususan mitra tutur. Nampak saat awalnya guru menggunakan bahasa Jawa untuk bertanya kepada seluruh siswa, namun kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia karena guru bertanya kepada satu siswa.

e. Mengulang makna tuturan

Alih kode terjadi karena memiliki fungsi untuk mengulang makna tuturan. Hal ini ditandai dengan penggunaan bahasa berbeda namun memiliki tuturan dengan makna yang sama.

Data [D33/KEM6]

Guru : Wis mudheng? Sudah jelas semua ya. ‘Sudah paham? Sudah jelas semua ya?’

Data dalam kutipan tersebut merupakan wujud alih kode yang dilakukan oleh guru saat bertanya kepada siswa. Awalnya guru menggunakan bahasa jawa untuk menanyakan pemahaman siswa, namun karena tidak mendapatkan respon akhirnya guru beralih menggunakan bahasa Indonesia dengan pertanyaan yang sama. Fungsi pengulangan kembali suatu tuturan dengan makna yang sama pada data tersebut adalah untuk memperjelas maksud tuturan yang disampaikan oleh guru kepada siswa.

Guru bermaksud untuk segera mendapatkan jawaban dari siswa, sehingga guru mengulang tuturan dengan makna yang sama. Tuturan yang disampaikan guru tidak memiliki penjelasan yang panjang, karena hanya bermaksud untuk bertanya. Pemilihan bahasa Indonesia sebenarnya hanya untuk lebih memperjelas maksud, mengingat siswa juga sering menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.

Data [D34/KEM6]

Guru : Bu guru badhe ngabsen rumiyin, boten manggili

setunggal-setunggal. Sinten rencang ingkang boten mlebet? Sapa kancamu

sing ora mlebu?

‘Bu guru akan mengabsen terlebih dahulu, tidak memanggil satu-satu. Siapa teman yang tidak masuk? Siapa temanmu yang tidak masuk?

Data [D34/KEM6] menunjukkan adanya penggunaan alih kode berwujud ragam dari krama ke ngoko. Alih kode dalam data ini dilakukan oleh guru saat melakukan presensi terhadap siswa. Dalam tuturan tersebut, guru mengatakan bahwa akan melakukan presensi namun tidak memanggil satu-satu, guru langsung menanyakan kepada seluruh siswa adakah yang tidak masuk. Awalnya guru menggunakan ragam krama, kemudian untuk lebih memperjelas pertanyaannya,

guru mengulang tuturannya dengan makna yang sama namun menggunakan ragam berbeda. Guru beralih menggunakan ragam ngoko untuk memperjelas pertanyaannya. Fungsi penggunaan alih kode dalam data ini adalah mengulang tuturan dengan makna yang sama agar tuturan segera mendapat respon dari mitra tutur. Faktor penyebab pengulangan tuturan dengan makna yang sama dengan beralih ragam karena siswa tidak segera memberikan respon kepada guru atas pertanyaan guru.

f. Mengingatkan

Alih kode yang memiliki fungsi mengingatkan dalam pembelajaran bahasa Jawa dilakukan oleh guru saat guru mengingatkan kepada siswa mengenai materi yang pernah disampaikan.

Data [D95/SOK3]

Guru : Mosok siji wae ora kelingan mas Rendi? ‘Masa satu saja tidak ada yang ingat mas Rendi?’ Siswa : Lupa bu.

Guru : Kemarin kan sudah.

Penggunaan alih kode pada kutipan data di atas merupakan alih kode yang berwujud alih bahasa, yaitu dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Awalnya guru memberikan pertanyaan menggunakan bahasa Jawa kepada salah seorang siswa yang nampak dalam tuturan ‘Mosok siji wae ora kelingan mas Rendi?’. Namun siswa tersebut menjawab menggunakan bahasa Indonesia yang menyebabkan guru beralih menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturan berikutnya. Alih kode yang dilakukan oleh guru dipengaruhi oleh penggunaan bahasa oleh mitra tutur yang menjawab menggunakan bahasa Indonesia saat ditanya oleh guru. Fungsi penggunaan alih kode dalam tuturan tersebut adalah mengingatkan kepada mitra

tutur bahwa materi tersebut sudah pernah disampaikan pada pembelajaran sebelumnya.

g. Memperjelas tuturan

Memperjelas tuturan merupakan salah satu fungsi penggunaan alih kode. Penutur menggunakan kode yang berbeda karena ingin memperjelas tuturan sebelumnya.

Data [D67/SEM6]

Guru : Tugas gawea ukara pacelathon, rong ukara. ‘Tugas buatlah percakapan, dua kalimat.’ Siswa : Gimana sih Pak?

Guru : Ora mudheng? ‘Tidak paham?’ Siswa : Boten.

‘ Tidak.’

Guru : Buatlah percakapan, dua kalimat dengan tema kesenengan

atau hobi. Satu tokoh dua kalimat, jadi kalian membuat empat kalimat. Temane kesenengan atau hobi.

Penggunaan alih kode pada data [D67/SEM6] merupakan alih kode yang berwujud alih bahasa, yaitu dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Awalnya guru memberikan tugas menggunakan perintah bahasa Jawa, kemudian seorang siswa menggunakan bahasa Indonesia mengungkapkan kebingungannyan. Dalam hal ini nampak bahwa adanya faktor mitra tutur yang tidak paham dengan bahasa yang digunakan penutur. Faktor tersebut memunculkan penggunaan alih kode oleh penutur, sehingga bahasa yang digunakan guru selanjutnya untuk menjelaskan adalah bahasa Indonesia. Fungsi penggunaan alih kode ke bahasa Indonesia dalam kutipan data ini adalah untuk mempermudah penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan.

h. Menumbuhkan keakraban

Fungsi alih kode untuk menumbuhkan keakraban terjadi dalam pembelajaran bahasa Jawa di kelas. Guru beralih kode untuk lebih mengakrabkan diri dengan para siswanya, namun dalam penelitian ini juga ditemukan adanya alih kode yang dilakukan oleh siswa untuk menjadi akrab dengan gurunya.

Data [D9/KEM3]

Siswa :Bu soalnya di tulis? Guru : Iya ditulis.

Siswa : Rasah ditulis lah bu.

Kutipan data di atas merupakan alih kode berwujud bahasa, dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Awalnya siswa menggunakan bahasa Indonesia untuk bertanya kepada guru, yang ditandai dalam tuturan ‘Bu soalnya di tulis?’. Kemudian siswa beralih menggunakan bahasa Jawa dengan maksud meminta kepada guru untuk tidak menulis soalnya. Penggunaan alih kode dalam data ini dimaksudkan untuk mengakrabkan diri dengan guru.

Data [D48/SOK3]

Guru : Belum bisa membaca? Siswa : Bisa, bu, tapi dieja-eja. Guru : Yowis rapapa. Ayo maju.

‘Iya tidak apa-apa. Ayo maju.’

Pada kutipan data di atas menunjukkan adanya penggunaan alih kode berwujud bahasa, dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia untuk bertanya kepada salah seorang siswa, namun kemudian guru beralih menggunakan bahasa Jawa saat mendengar jawaban dari siswa. Guru bertanya apakah siswa tersebut belum bisa membaca karena saat diperintahkan untuk membaca tidak segera melaksanakan. Mendapat

jawaban dari siswa yang menyatakan bahwa dirinya bisa membaca namun masih belum lancar, guru menjadi beralih ke bahasa Jawa. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan keakraban kepada siswa dan meyakinkan untuk tetap membaca walaupun masih belum lancar.

Berdasarkan analisis, ditemukan fungsi penggunaan alih kode yang meliputi: (a) menciptakan komunikasi yang baik, (b) menguatkan perintah, (c) memberikan nasihat, (d) memberi pertanyaan, (e) mengulang makna tuturan, (f) mengingatkan, (g) memperjelas tuturan dan (h) menumbuhkan keakraban. Fungsi alih kode dalam penelitian paling banyak ditemukan dengan fungsi menciptakan komunikasi yang baik.

B. Pembahasan

Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Penggunaan Campur Kode dan Alih Kode dalam Pembelajaran Bahasa Jawa (Studi Kasus di Sekolah Dasar se-Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah)” dilakukan pada tiga sekolah dasar dengan lingkungan yang berbeda. Penelitian dilakukan pada lingkungan mayoritas pengguna bahasa Jawa, pada lingkungan minoritas pengguna bahasa Jawa, dan pada lingkungan yang dianggap berada pada keduanya. Penelitian menggunakan dua jenjang kelas yang berbeda, yaitu kelas III sebagai perwakilan kelas rendah dan kelas VI sebagai perwakilan kelas tinggi.

Berdasarkan penelitian, ditemukan adanya penggunaan campur kode yang berwujud kata, kata ulang, frasa, dan klausa. Menurut teori yang dikemukakan oleh Suwito (1983:78-80) bahwa campur kode dapat berwujud kata, frasa, baster, perulangan kata, ungkapan/idiom dan klausa. Namun dalam penelitian ini tidak

semua wujud campur kode dapat ditemui. Campur kode yang terjadi lebih banyak ditemukan pada campur kode kata. Campur kode berwujud kata berjumlah 34 data, campur kode berwujud kata ulang 3 data, campur kode berwujud frasa 28 data, dan campur kode berwujud klausa 26 data.

Menurut Wijana dan Muhammad Rohmadi (2011:172-173) terdapat dua jenis yang membedakan peristiwa campur kode, yaitu campur kode ke dalam dan campur kode ke luar. Dalam penelitian ini ditemukan adanya peristiwa campur kode ke dalam dan campur kode ke luar. Campur kode ke dalam adalah peristiwa campur kode yang berasal dari bahasa asli, sedangkan campur kode ke luar adalah campur kode yang berasal dari bahasa asing. Campur kode ke dalam yang ditemukan dalam penelitian ini bersumber dari bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ragam krama, sedangkan campur kode ke luar bersumber dari bahasa Inggris.

Faktor penyebab campur kode menurut Suwito (1983:78) adanya hubungan timbal balik antara penutur, bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Dalam penelitian ditemukan adanya faktor penyebab campur kode yang meliputi: (a) faktor kebiasaan, (b) faktor spontanitas, (c) faktor kesengajaan, (d) materi pembelajaran, dan (e) penguasaan bahasa. Faktor penyebab adanya hubungan timbal balik antara penutur sesuai dengan temuan dalam penelitian ini yaitu adanya faktor kebiasaan, faktor spontanitas dan faktor kesengajaan. Melihat dari bentuk bahasa adanya penggunaan bahasa yang kurang dipahami karena faktor penguasaan bahasa Jawa yang masih kurang baik. Faktor penyebab campur kode karena adanya fungsi bahasa terlihat pada faktor pembelajaran sebagai penyebab guru menggunakan campur kode. Faktor penyebab campur kode dalam penelitian

ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh hamdani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “The Influence of Gender in Determining the

Language Choice of Teenagers: Sundanese versus Bahasa”. Penelitian ini tidak

melihat adanya pengaruh gender dalam penggunaan campur kode, sedangkan

Hamdani (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa gender

mempengaruhi penggunaan campur kode pada kalangan remaja.

Fungsi penggunaan campur kode yang ditemukan dalam penelitian, meliputi: (a) memudahkan penutur menyampaikan maksud, (b) memperjelas tuturan, (c) menjelaskan materi pembelajaran, dan (d) mempertegas tuturan. Fungsi-fungsi yang ditemukan tersebut sama dengan pendapat dari beberapa guru yang telah peneliti wawancara. Menurut Rebisih (informan) penggunaan campur kode berfungsi untuk mempermudah guru memberikan penjelasan. Hal ini dapat diartikan dalam memberikan penjelasan materi pelajaran, menjelaskan tuturan, ataupun untuk memudahkan guru menyampaikan maksud dengan lebih jelas.

Dalam penelitian ini, ditemukan beberapa data yang menunjukkan adanya penggunaan alih kode. Suwito (1983:69) membagi alih kode menjadi dua, yaitu (1) alih kode ektern, alih kode yang apabila terjadi alih bahasa antara bahasa asli dengan bahasa asing, dan (2) alih kode intern, alih kode yang apabila terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, seperti dari bahasa Jawa ngoko berubah ke krama. Kedua alih kode yang dikemukakan oleh Suwito tersebut, ditemukan dalam penelitian ini. Alih kode intern ditemukan dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama, dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa

ragam ngoko, dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, dan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Alih kode ekstern ditemukan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, dan dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab.

Faktor penyebab alih kode meliputi: (a) faktor pengkhususan mitra tutur, (b) pergantian topik, (c) faktor perasaan marah, (d) pengaruh bahasa mitra tutur, (e) situasi kelas, (f) faktor agama, dan (g) faktor penguasaan bahasa. Fungsi penggunaan alih kode, yaitu (a) menciptakan komunikasi yang baik, (b) menguatkan perintah, (c) memberikan nasihat, (d) memberi pertanyaan, (e) mengulang makna tuturan, (f) mengingatkan, (g) memperjelas tuturan dan (h) menumbuhkan keakraban. Holmes (1992:41-52) menjelaskan beberapa faktor penyebab terjadinya alih kode, diantaranya karena faktor perubahan topik pembicaraan dan level kemampuan berbahasa seseorang. Sama halnya hasil penelitian, faktor penyebab alih kode yang ditemukan dari penelitian yaitu karena adanya pergantian topik dan pengaruh bahasa.

Banyaknya temuan-temuan dalam penggunaan campur kode dan alih kode dalam pembelajaran bahasa Jawa, baik dari wujud, faktor penyebab dan fungsi penggunaan, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran bahasa Jawa masih belum murni diajarkan secara penuh menggunakan bahasa Jawa. Bahkan sering ditemukan penggunaan bahasa Indonesia lebih dominan dibandingkan bahasa Jawa itu sendiri. Dengan demikian, hendaknya penggunaan campur kode maupun alih kode dalam pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar sebaiknya digunakan lebih bijaksana. Pemanfaatan untuk mempermudah pembelajaran sebaiknya tidak terlalu dibesarkan, khususnya kepada para pendidik, agar siswa terbiasa

mendengar penggunaaan bahasa Jawa dengan baik sehingga akan lebih mudah bagi para siswa menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Faktor-faktor sosial, budaya, pendidikan menjadi latar belakang terjadinya penggunaan campur kode dan alih kode di kalangan guru dan siswa. Siswa yang berasal dari kalangan keluarga modern lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari mereka, sedangkan siswa yang asli dari lingkungan Jawa masih menggunakan bahasa Jawa namun tidak semua ragam mereka paham. Para siswa lebih terbiasa menggunakan ragam ngoko daripada ragam krama.

Campur kode dan alih kode dalam dunia sosial budaya digunakan untuk memberikan makna yang lebih baik terkait dengan masyarakat yang mereka miliki, sehingga antara pemilik budaya yang satu dengan budaya yang lain dapat berkomunikasi tanpa adanya pembeda. Dapat pula dikatakan bahwa penggunaan campur kode dan alih kode mampu membuat siswa tidak hanya menggunakan bahasa ibu tetapi juga bahasa nasional sebagai bahasa pemersatu bangsa. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Reasons and Motivations for Code-Mixing and Code-Switching”. Kim (2006) melakukan penelitian mengenai alasan dan motivasi penggunaan campur kode dan alih kode. Penelitiannya menemukan banyak faktor penyebab dan motivasi yang bersifat positif dalam penggunaan campur kode dan alih kode, salah satunya sama dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu memperlancar komunikasi sehingga terwujud pembelajaran yang efektif.

Dokumen terkait