• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Hasil penelitian menyajikan deskripsi data, analisis dan hasil temuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Hasil penelitian menyajikan deskripsi data, analisis dan hasil temuan"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

34 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian menyajikan deskripsi data, analisis dan hasil temuan sesuai dengan permasalahan. Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah, yaitu (1) wujud campur kode dan alih kode, (2) faktor penyebab penggunaan campur kode dan alih kode, dan (3) fungsi penggunaan campur kode dan alih kode. Pemaparan hasil penelitian yang berjudul “Campur Kode dan Alih Kode dalam Pembelajaran Bahasa Jawa (Studi Kasus di Sekolah Dasar se-Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah)” yang berupa wujud, faktor penyebab dan fungsi penggunaan campur kode dan alih kode sebagai berikut.

1. Campur kode

1.1 Wujud campur kode

Wujud campur kode yang terdapat dalam penelitian ini berupa campur kode yang berwujud kata, kata ulang, frasa, dan klausa. Dalam penelitian ini ditemukan 35 data berwujud kata, 3 data berwujud kata ulang, 28 data berwujud frasa, dan 26 data berwujud klausa.

a. Wujud kata

Campur kode yang berwujud kata merupakan pencampuran bahasa dengan memasukkan atau menyisipkan kata. Penyisipan kata tersebut tidak memiliki fungsi sendiri. Penggunaan campur kode berwujud kata dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 43 kata yang terdapat pada 35 data.

Data [D1/KEM3]

(2)

‘Sampai halaman berapa?’ Siswa : Dereng bu.

‘belum bu.’

Guru : Ngagem buku paket mawon, halaman setunggal.

‘Pakai buku paket saja, halaman satu.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode yang berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam. Tuturan yang menandai adanya penggunaan campur kode ditandai dengan kata ‘halaman’ pada kutipan ‘Dugi

halaman pinten?’. Kata ‘halaman’ digunakan oleh guru saat bertanya, dan juga

saat memberikan informasi yang ditandai dalam kutipan ‘Ngagem buku paket mawon, halaman setunggal’. Faktor penyebab penggunaan kata ‘halaman’ adalah faktor kebiasaan. Guru dan siswa biasa menyebut kata ‘halaman’ untuk menunjukkan kata ‘kaca’. Fungsi penggunaan campur kode dalam kutipan data ini adalah untuk mempermudah menyampaikan maksud penutur kepada mitra tutur. Tuturan di atas terjadi pada saat pembelajaran bahasa Jawa di dalam kelas.

Data [D2/KEM3]

Guru : Sampun dijawab. Sakniki point B, halaman kalih kalawingi

sampun wacan.

‘Sudah dijawab. Sekarang point B, kemarin halaman dua sudah

bicara.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode yang berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam. Campur kode ditandai dengan kata ‘dijawab’ dan kata ‘halaman’. Penggunaan kata halaman karena faktor kebiasaan penutur yang lebih sering menggunakan kata halaman untuk menyebut ‘kaca’. Penggunaan kata ‘dijawab’ untuk mempermudah penyampaian maksud kepada mitra tutur dilatarbelakangi penggunaan bahasa Indonesia yang sering digunakan dalam pembelajaran sehari-sehari.

(3)

Data [D10/KEM3]

Siswa : Bu nek diacak, boten urut, boleh bu?

‘Bu kalau diacak, tidak urut, boleh bu?’ Guru : Nggih

‘Ya’

Campur kode pada data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam. Kutipan yang menandai penggunaan campur kode berwujud kata, terdapat pada kata ‘boleh’ yang digunakan oleh siswa saat bertanya kepada guru. Hal tersebut dilatarbelakangi kemampuan bahasa Jawa siswa yang masih kurang baik, sehingga menggunakan campur kode untuk membuat pertanyaanya lebih terasa lebih sopan. Campur kode terjadi dalam situasi kelas saat guru memberikan tugas pada materi pelajaran bahasa Jawa.

Data [D14/KEM3]

Guru : Sampun dereng? ‘Sudah belum?’ Siswa : Dereng bu.

‘Belum bu.’

Guru : Beta buku dimensi sedaya? Sing boten beta barengan ndhisik. ‘Membawa buku dimensi semuanya? Yang tidak membawa bareng temannya dulu.’

Siswa : Kula nggawa bu. Halaman pinten bu?

‘Saya bawa bu. Halaman berapa bu?’

Guru : Halaman nem.

‘Halaman enam.’

Kutipan data [D14/KEM3] merupakan campur kode yang berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam. Data ini menunjukkan adanya penggunaan campur kode berwujud kata yang ditandai dengan kata ‘halaman’. Campur kode berwujud kata ini terjadi karena faktor kebiasaan dari guru dan siswa menggunakan kata ‘halaman’ untuk menyebut kata ‘kaca’. Beberapa siswa mengaku bahwa mereka tidak mengetahui kata ‘halaman’ dalam bahasa Jawa.

(4)

Data [D20/KEM6]

Guru : Dina iki bu guru ngisi pelajaran basa Jawa. Sinten ingkang

boten mlebet?

‘Hari ini bu guru mengisi pelajaran bahasa Jawa. Siapa yang tidak berangkat?’

Siswa : Nihil, bu.

Kutipan data di atas merupakan campur kode yang berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘pelajaran’ dan kata ‘nihil’ yang berasal dari istilah kata bahasa Indonesia. Campur kode yang dilakukan oleh guru karena adanya faktor kebiasaan yang dilakukan oleh guru untuk mempermudah menyampaikan pesan. Campur kode yang dilakukan oleh siswa karena faktor kebiasaan siswa mengatakan masuk semua dengan menggunakan istilah kata ‘nihil’.

Data [D22/KEM6]

Guru : Gawe ukara utawa kalimat, nganggo tembung-tembung sing

dikarepke bu guru.

‘Buat ukara atau kalimat, menggunakan kata-kata yang diberikan

bu guru.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam, yang ditandai dengan kata ‘kalimat’. Penggunaan campur kode ini dilakukan dengan sengaja oleh guru untuk memudahkan siswa memahami penjelasan guru.

Data [D23/KEM6]

Guru : Bu guru njupuk tema olahraga. Nah olahraga apa sing mbok

senengi?

‘Bu guru mengambil tema olahraga. Olahraga apa yang kalian sukai?’

(5)

Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan kata ‘tema’. Penggunaan campur kode ini dilakukan oleh guru secara spontanitas saat pembelajaran bahasa Jawa berlangsung di dalam kelas. Fungsi campur kode dalam kutipan data tersebut mempermudah guru saat pembelajaran, sehingga siswa dapat dengan mudah menangkap materi yang disampaikan oleh guru.

Data [D24/KEM6]

Guru : Olahraga sing paling murah, marai awak sehat yaiku jalan-jalan, tujuane apa?

‘Olahraga yang paling murah, membuat badan sehat yaitu jalan-jalan. Tujuannya apa?’

Siswa : Ben pikirane dadi fresh.

‘Biar pikirannya jadi fresh.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke luar. Campur kode dalam data ini ditandai dengan kata ‘fresh’ yang berasal dari bahasa Inggris. Campur kode dilakukan oleh siswa saat menjawab pertanyaan dari guru. Faktor penyebab penggunaan campur kode oleh siswa dalam data ini adalah adanya pengaruh dari bahasa asing dalam menyebut kata ‘seger’.

Data [D25/KEM6]

Guru : Wacan kanthi irah-irahan Hikking. Irah-irahan yaiku judul.

‘Bacaan dengan judul Hikking. Irah-irahan yaitu judul.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke luar yang ditandai dengan kata ‘hikking’. Dalam kutipan data di atas selain terjadi peristiwa campur kode ke luar, juga terjadi peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘Judul’. Kata ‘hikking’ berasal dari bahasa Inggris sehingga dikatakan mengalami peristiwa

(6)

campur kode ke luar, sedangkan kata ‘judul’ berasal dari bahasa asli sehingga dikatakan mengalami peristiwa campur kode ke dalam. Faktor penyebab penggunaan kata ‘hikking’ karena guru menyesuaikan dengan materi yang berada pada buku. Penggunaan campur kode dengan kata ‘judul’ disebabkan oleh kurangnya pemahaman bahasa Jawa yang dimiliki oleh siswa, sehingga guru malakukan campur kode untuk memudahkan menyampaikan maksud tuturan.

Data [D27/KEM6]

Guru : Yen wis rampung, dicari kesimpulane.

‘Kalau sudah selesai, dicari kesimpulannya.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘dicari’. Dikatakan mengalami peristiwa campur kode ke dalam karena kata tersebut bersumber dari bahasa Indonesia. Faktor penyebab penggunaan campur kode dalam data tersebut adalah faktor spontanitas yang dilakukan oleh guru. Fungsinya untuk memudahkan komunikasi antara guru dengan siswa dalam pembelajaran bahasa Jawa.

Data [D30/KEM6]

Guru : Saiki bu guru ana tugas meneh, tolong digarap kanthi rembugan

utawa diskusi.

‘Sekarang bu guru ada tugas lagi, tolong dikerjakan dengan berembug atau diskusi.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘diskusi’. Penggunaan kata ‘diskusi’ dalam data tersebut dilakukan untuk memperjelas

(7)

tuturan sebelumnya yang menggunakan bahasa Jawa, yaitu kata ‘rembugan’. Faktor yang menyebabkan alih kode dalam data ini adalah faktor kesengajaan guru bercampur kode supaya siswa lebih paham dengan maksud yang disampaikan oleh guru, sehingga pembelajaran bahasa Jawa untuk tugas yang dilakukan secara ‘diskusi’ dapat segera berjalan.

Data [D32/KEM6]

Guru : Saben bocah golek tembung utawa kata, sing magepokan karo

olahraga. Kaya supporter, kipper lan liya-liyane.

‘Setiap anak mencari tembung atau kata yang ada hubungannya

dengan olahraga. Seperti supporter, kipper dan lain-lain.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘kata’. Penggunaan campur kode ke dalam dilakukan secara sengaja oleh guru untuk memperjelas kata ‘tembung’. Dalam data tersebut juga terjadi penggunaan campur kode ke luar dilakukan oleh guru, yang ditandai dengan kata ‘supporter’ dan ‘kipper’. Campur kode ke luar berasal dari bahasa Inggris. Fungsi penggunaan campur kode adalah untuk menjelaskan pelaku-pelaku olahraga sepak bola. Kata-kata tersebut biasa dipakai dan lebih dipahami oleh siswa dibandingakan dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Jawa.

Data [D38/KEM6]

Guru : Iki tugas individu. Saumpama wektune ora cukup, sik liyane

maju ing liya wektu.

‘Ini tugas individu. Seandainya waktu tidak cukup, yang lainnya maju dilain waktu.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam. Penggunaan campur kode berwujud

(8)

kata ini ditandai dengan kata ‘individu’. Kata individu berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode dalam data ini memiliki fungsi mempermudah guru untuk menyampaikan maksud tuturan, bahwa tugas tersebut dikerjakan bukan secara kelompok. Faktor penyebab penggunaan campur kode dalam data ini adalah faktor kebiasaan guru menggunakan kata ‘individu’ yang dimaksudkan tidak secara berkelompok.

Data [D40/KEM6]

Guru : Sing isih kurang cetha bisa ngamati wit lombok iki. Yen ana sing

ngalami kesulitan, ora cetha pareng mundhut pirsa karo bu guru.

‘Yang masih belum jelas bisa mengamati tanaman cabai ini. Kalau ada yang mengalami kesulitan, belum jelas bisa bertanya kepada bu guru.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘kesulitan’. Campur kode tersebut terjadi karena guru tidak memiliki kosakata dalam bahasa Jawa yang menyebutkan istilah kata ‘kesulitan’. Secara spontanitas guru menggunakan kata ‘kesulitan’ dalam tuturannya saat memberikan info yang menyatakan ‘bagi yang mengalami kesulitan dan belum jelas bisa untuk bertanya kepada guru’. Fungsi penggunaan campur kode dalam data ini untuk mempermudah guru menyampaikan info kepada para siswa.

Data [D42/KEM6]

Guru : Sing wis rampung coba dieling-eling, kanggo makili kancane

maju nglaporake hasil pengamatan. Ora kudu plek karo tulisane,

oleh diwolak-walik. Dadi modele ora model ngapalke, tapi

(9)

‘Bagi yang sudah selesai coba diingat-ingat, untuk mewakili temannya melaporkan hasil pengamatan. Tidak harus persis dengan tulisan, boleh dibolak-balik. Jadi modelnya bukan menghafal, tapi memahami.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘model’. Campur kode dalam data ini terjadi karena penggunaan kata ‘model’ dirasa paling pas oleh guru untuk digunakan dalam tuturannya. Fungsi penggunaan kata ‘model’ untuk lebih memudahkan penyampaian tuturan guru saat menjelaskan tugas kepada para siswa.

Data [D50/SOK3]

Guru : Mulai saiki yen bu guru nerangke ana sing guyon dhewe entuk

sanksi. Sanksinya apa?

‘Mulai sekarang kalau bu guru menjelaskan ada yang bercanda sendiri akan mendapat sanksi. Sanksinya apa?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘sanksi’. Kata tersebut berasal dari bahasa Indonesia yang artinya hukuman. Penggunaan campur kode dalam data ini disebabkan adanya faktor guru yang pandai dan paham penggunaan istilah-istilah lain untuk menyebut kata hukuman. Fungsi campur kode yang dilakukan oleh guru untuk menguatkan tuturan yang disampaikan kepada para siswa.

Data [D51/SOK3]

Guru : Critane sampun ngerti napa dereng? ‘Ceritanya sudah mengerti belum?’ Siswa : Sampun.

(10)

Guru : Saiki yen wis ngerti, jawab pitakone bu guru.

‘Sekarang kalau sudah mengerti, jawab pertanyaan bu guru.’ Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘jawab’. Kata ‘jawab’ digunakan dengan alasan kebiasaan guru yang menggunakan kata tersebut untuk mengganti kata ‘wangsuli’ sedangkan siswa lebih paham penggunaan kata ‘jawab’ ketimbang kata ‘wangsuli’. Fungsi campur kode dalam data ini adalah memudahkan guru untuk menyampaikan maksud tuturan kepada para siswa yang berlatar belakang kurangnya penguasaan bahasa Jawa.

Data [D60/SOK6]

Guru : Pelajaran basa Jawa dina iki njupuk tema olahraga. Apa

olahraga ki gur senam tok to?

‘Pelajaran bahasa Jawa hari ini mengambil tema olahraga. Apa olahraga itu hanya senam saja?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai oleh kata ‘pelajaran’ dan kata ‘tema’. Peristiwa campur kode ke dalam dalam data ini bersumber dari bahasa Indonesia. Penyisipan kata tersebut dilakukan secara spontanitas oleh guru untuk menjelaskan materi yang akan diajarkan. Campur kode dilakukan untuk memudahkan guru menyampaikan maksud dalam pembelajaran bahasa Jawa di kelas.

Data [D61/SOK6]

Guru : Wacan sik judule olahraga Hikking disimak ya. Bu guru maos

dhisik.

‘Bacaan yang judulnya olahraga Hikking diperhatikan ya. Bu guru baca dulu.’

(11)

‘Iya, bu.’

Data [D62/SOK6]

Guru : Kui mau kancamu wis makili maca wacan sing judule Hikking.

Saiki goleki tembung-tembung sing kowe durung ngerti tegese, sing urung ngerti artine.

‘Itu tadi temanmu sudah mewakili membaca bacaan yang judulnya Hikking. Sekarang cari kata-kata yang kalian belum paham artinya.’

Kutipan data [D61/SOK6] dan [D62/SOK6] merupakan campur kode

berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke luar yang ditandai dengan kata ‘hikking’. Faktor penyebab penggunaan kata ‘hikking’ karena guru menyesuaikan dengan materi yang berada pada buku. Dalam buku pembelajaran bahasa Jawa kelas enam terdapat bacaan dengan tema olahraga yang berjudul ‘hikking’. Faktor materi pembelajaran yang terdapat dalam buku mengakibatkan terjadinya campur kode ke luar yang dilakukan oleh guru saat pembelajaran bahasa Jawa di kelas. Fungsinya untuk menyampaikan materi pembelajaran bahasa Jawa yang sesuai dengan buku tersebut.

Data [D64/SEM6]

Guru : Sing pertama Hengki dadi Ratno, Tyas dadi Jumari.

‘Yang pertama Hengki jadi Ratno, Tyas jadi jumari.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘pertama’. Campur kode dalam data ini dimaksudkan untuk mengganti kata dalam bahasa Jawa yaitu kata ‘sepisan’. Kata ‘pertama’ biasa digunakan oleh guru untuk menunjukkan siswa yang nomor satu. Faktor kebiasaan menjadi alasan dalam penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru dalam data ini. Fungsi

(12)

campur kode yang dilakukan oleh guru dalam data ini mempermudah guru menyampaikan maksud kepada para siswa, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

Data [D70/SEM3]

Siswa : Halaman pinten bu?

‘Halaman berapa bu?’

Guru : Halaman enem.

‘Halaman enam.’

Data [D89/KEM3]

Siswa : Halaman pinten bu?

‘Halaman berapa bu?’

Guru : Halaman pitu.

‘Halaman tujuh.’

Data [D92/KEM3]

Siswa : Halaman pinten bu?

‘Halaman berapa bu?’

Guru : Halaman sewelas.

‘Halaman sebelas.’

Pada kutipan data [D70/SEM3], [D89/KEM3] dan [D92/KEM3] di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘halaman’. Guru dan siswa biasa menyebut kata ‘kaca’ dengan kata ‘halaman’. Faktor kebiasaan inilah yang menjadi sebab terjadinya penggunaan campur kode. Fungsi campur kode yang terdapat dalam kutipan data tersebut untuk mempermudah penyampaian tuturan, sehingga guru dan siswa dapat menjalin komunikasi dengan baik dalam pembelajaran bahasa Jawa.

Data [D77/SEM3]

(13)

‘Aldo nulisnya jangan dekat-dekat nanti matanya sakit.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘nanti’. Campur kode ini terjadi karena faktor spontanitas saat guru memberikan nasihat kepada salah seorang siswanya untuk tidak menulis dengan jarak mata yang terlalu dekat karena mengakibatkan mata sakit. Fungsi penggunaan campur kode yang terjadi dalam data ini untuk mempermudah guru menyampaikan nasihat kepada siswanya.

Data [D84/SEM3]

Siswa : … biji berapa bu?

‘ … nilai berapa bu?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘berapa’. Siswa melakukan campur kode untuk bertanya kepada guru. Faktor penyebab penggunaan campur kode yang dilakukan oleh siswa ini karena pemahaman bahasa Jawa siswa yang tidak baik sehingga siswa lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia saat bertanya. Fungsi campur kode yang dilakukan oleh siswa dalam data tersebut dimaksudkan untuk memperhalus tuturannya.

Data [D85/KEM6]

Guru : Dina iki bu guru maringi pelajaran bab ngritik. Sapa sing rung

tau krungu tembung ngritik? Sapa sing wis tau ngritik? Saiki sakdurunge bocah-bocah ibu paring penjelasan bab ngritik, coba

menehi saran tumrap awakke dhewe.

‘Hari ini bu guru mengajar pelajaran bab mengkritik. Siapa yang belum pernah mendengar kata mengkritik? Siapa yang pernah

(14)

mengkritik? Sekarang sebelum anak-anak ibu beri penjelasan bab mengkritik, coba berikan saran pada dirinya sendiri.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘saran’. Campur kode yang terjadi dalam data ini dilakukan oleh guru saat memberikan tugas kepada siswa. Kata ‘saran’ dimaksudkan untuk memberikan masukan, kata ini dipilih karena lebih mudah dan lebih singkat untuk mengutarakan maksud tersebut. Fungsi campur kode yang dilakukan oleh guru dalam kutipan data di atas memudahkan guru menyampaikan maksud kepada siswa.

Data [D96/SOK3]

Guru : Lupa kabeh.

‘Lupa semua.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘lupa’. Campur kode dilakukan oleh guru saat mendengar siswanya mengatakan lupa dengan materi yang pernah diajarkan sebelumnya. Faktor penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru adalah faktor spontanitas karena guru mendapatkan siswanya mengatakan lupa. Fungsi campur kode dalam data ini untuk memperjelas tuturan bahwa semua siswanya lupa dengan materi yang sudah diajarkan.

Data [D100/SOK3]

Guru : Khusus kanggo mas Rifan ngapalke nang ngumah, nggih.

Kancane wis apal kabeh ya, ndak ketinggalan. Mbak Fafa nek lali

nggawa buku diingatkan mbak Lala nggih. Mosok saben-saben

(15)

‘Khusus untuk mas Rifan menghafal dirumah ya. Temannya sudah hafal semua, nanti ketinggalan. Mbak Fafa kalau lupa membawa buku diingatkan mbak Lala ya. Masak sering lupa bawa buku.’ Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode ke dalam yang berwujud kata ditandai dengan kata ‘diingatkan’. Faktor penyebab penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru dalam penelitian ini adalah faktor spontanitas guru untuk menegaskan permintaanya kepada salah seorang siswa agar mengingatkan temannya yang sering lupa membawa buku.

Data [D114/SOK6]

Guru : Kukune ora panjang-panjang, ora nggawa senjata tajam ke

sekolah, kui juga kanggo biji. Ora gur pinter leh pelajaran tok.

‘Kukunya tidak panjang-panjang, tidak membawa senjata tajam ke sekolah, itu juga sebagai nilai. Tidak hanya pandai dalam pelajaran saja.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode berwujud kata dalam penelitian ini ditandai dengan kata ‘pelajaran’. Faktor penyebab penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru dalam kutipan data ini adalah faktor spontaniats guru. Kata pelajaran yang dimaksudkan oleh guru adalah bidang akademik atau mata pelajaran. Fungsi penggunaan campur kode dalam data ini untuk mempertegas nasihat guru bahwa bukan hanya kepandaian akademik saja yang menjadi penilaian, tetapi juga kebersihan dan ketertiban siswa dalam melaksanakan peraturan sekolah. Tuturan terjadi saat guru menjelaskan materi pelajaran bahasa Jawa kepada para siswa,

(16)

dan situasi berubah karena ada siswa yang belum selesai mengerjakan. Awalnya guru mengajar dengan santai namun kemudian nadanya berubah menjadi lebih serius, sehingga terjadi tuturan seperti pada data [D114/SOK6].

Data [D116/SOK6]

Guru :Nggih, saiki tak teruske pelajaran dina iki. Tolong yang piket,

dibersihkan papan tulisnya. Saiki bu Endang arep maos wacan,

dimirengke sing tenanan.

‘Ya, sekarang saya teruskan pelajaran hari ini. Tolong yang piket, dibersihkan papan tulisnya. Sekarang bu Endang akan membaca bacaan, didengarkan dengan serius.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode berwujud kata dalam data ini ditandai dengan kata ‘pelajaran’. Faktor penyebab penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru adalah faktor kebiasaan guru yang menyebut ‘piwulang’ dengan ‘pelajaran’. Fungsi campur kode dalam data ini dilakukakan untuk mempermudah guru menyampaikan informasi kepada siswa bahwa guru akan melanjutkan pelajaran.

Data [D121/SOK3]

Guru : Sakniki dibukak buku dimensi kaca nembelas. Kaca kui halaman.

‘Sekarang dibuka buku dimensi halaman enam belas. Kaca itu

halaman.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘halaman’. Campur kode dalam kutipan data ini dilakukan oleh guru saat menjelaskan pengertian ‘kaca’. Faktor kebiasaan guru dan siswa dalam menyebut kata ‘kaca’ dengan kata ‘halaman’ menjadi faktor penggunaan campur kode dalam data ini.

(17)

Guru dengan sengaja bercampur kode untuk memperjelas tuturan sebelumnya agar siswa paham dengan maksud yang disampaikan oleh guru.

Data [D123/SOK3]

Guru : Garwane, bojone prabu Pandhu Dewanata pira mas Rifan?

‘Istrinya prabu Pandhu Dewanata berapa mas Rifan?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang ditandai dengan kata ‘garwane’. Campur kode dalam data ini bersumber dari bahasa Jawa ragam krama. Faktor penyebab penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru adalah faktor kesengajaan guru untuk memberikan penjelasan kepada para siswa dengan bahasa Jawa ragam krama dan ngoko untuk menyebut istilah ‘istri’. Fungsi campur kode dalam data ini, untuk menjelaskan materi pembelajaran dengan lebih jelas dan mudah dipahami oleh siswa.

Data [D128/SEM3]

Guru : Sudah, saiki disimak panggonan kawruh basa, itu yang dulu

kalian tulis dibuku catatan. Kui leh nulis rada cepet ya, dibuku

tumpukan kasih tanggal ya.

‘Sudah, sekarang diperhatikan bab kawruh basa, itu yang dulu

kalian tulis dibuku catatan. Itu nulisnya lebih ceppat ya, dibuku tumpukan kasih tanggal.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode berwujud kata dalam data ini ditandai dengan kata ‘sudah’. Fungsi campur kode yang dilakukan oleh guru dalam data ini untuk mempertegas tuturan. Campur kode tersebut dimaksudkan agar siswa menyudahi pekerjaan sebelumnya dan beralih ke perintah selanjutnya.

(18)

Data [D130/SEM6]

Guru : Tulisane diperhatikan antarane nganggo DH karo D. Coba Lita,

nomer siji.

‘Tulisannya diperhatikan antara menggunakan DH dengan D. coba Lita, nomor satu.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode berwujud kata dalam data ini ditandai dengan kata ‘diperhatikan’. Campur kode yang dilakukan oleh guru dalam data ini dimaksudkan untuk mempertegas penjelasannya kepada siswa supaya memperhatikan tulisan dalam pembelajaran bahasa Jawa. Faktor penyebab penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru karena faktor spontanitas guru saat memberikan penjelasan kepada siswa.

b. Wujud kata ulang

Campur kode yang berwujud kata ulang merupakan campur kode dengan penyisipan kata ulang. Dalam pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar jarang ditemukan campur kode yang berwujud kata ulang. Penggunaan campur kode berwujud kata ulang dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 3 kata ulang yang terdapat pada 3 data.

Data [D24/KEM6]

Guru : Olahraga sing paling murah, marai awak sehat yaiku

jalan-jalan, tujuane apa?

‘Olahraga yang paling murah, membuat badan sehat yaitu jalan-jalan, tujuannya apa?’

Siswa : Ben pikirane dadi fresh. ‘Agar pikiran menjadi fresh.’

(19)

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata ulang dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode dalam kutipan data ini ditandai dengan kata ulang ‘jalan-jalan’. Campur kode yang terjadi dilakukan saat guru bertanya kepada para siswa yang ditandai dalam kutipan ‘Olahraga sing paling murah, marai awak sehat

yaiku jalan-jalan, tujuane apa?’. Faktor penyebab penggunaan campur kode

yang dilakukan oleh guru adalah faktor kebiasaan guru menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap pelajaran, sehingga mempengaruhi spontanitas bahasa yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Jawa. Penggunaan kata ‘jalan-jalan’ dimaksudkan untuk menyebut kata ulang ‘mlaku-mlaku’ dalam bahasa Jawa. Campur kode terjadi saat guru menjelaskan materi bahasa Jawa dengan tema olahraga, hal ini dilakukan agar siswa lebih mudah menangkap materi yang disampaikan oleh guru.

Data [D43/KEM6]

Guru : Ora ana lho sing nggarap santai-santai. Yen ora rampung ya

salahe dhewe. Pun cekap nggih?

‘Tidak ada yang mengerjakan dengan santai-santai. Kalau tidak selesai salahnya sendiri. Sudah selesai ya?’

Siswa : Sampun. ‘Sudah.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata ulang dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode ditandai dengan kata ulang ‘santai-santai’ yang

diucapkan oleh guru dalam kutipan ‘Ora ana lho sing nggarap santai-santai. Yen

ora rampung ya salahe dhewe. Pun cekap nggih?’. Guru bermaksud mengingatkan kepada para siswa untuk tidak mengerjakan tugas dengan

(20)

seenaknya sendiri. Faktor penyebab penggunaan kata ulang ‘santai-santai’ adalah faktor kesengajaan guru untuk memberikan penegasan pada tuturannya.

Data [D114/SOK6]

Guru : Kukune ora panjang-panjang, ora nggawa senjata tajam ke

sekolah, kui juga kanggo biji. Ora gur pinter leh pelajaran tok.

Kukunya tidak panjang-panjang, tidak membawa senjata tajam ke

sekolah, itu juga sebagai nilai. Tidak hanya pintar dalam pelajaran saja.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud kata ulang dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode dalam kutipan data ini ditandai dengan kata ulang ‘panjang-panjang’. Peristiwa campur kode yang terjadi dilakukan oleh guru saat memberikan nasihat kepada para siswa yang ditandai dalam kutipan ‘Kukune ora

panjang-panjang, ora nggawa senjata tajam ke sekolah, kui juga kanggo biji. Ora gur pinter leh pelajaran tok’. Kata ‘panjang-panjang’ digunakan untuk lebih mempertegas tuturan yang dilakukan oleh guru. Faktor yang melatar belakangi penggunaan campur kode oleh guru dalam data ini adalah faktor kesengajaan guru untuk memberikan penekanan pada setiap aturan sekolah yang disampaikan dalam nasihatya.

c. Wujud frasa

Campur kode berwujud frasa merupakan campur kode dengan penyisipan kelompok kata yang tidak berpredikat. Penggunaan campur kode berwujud frasa dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 31 frasa yang terdapat pada 27 data. Penggunaan campur kode berwujud frasa nampak pada penjelasan data-data berikut.

(21)

Data [D21/KEM6]

Guru : Bocah-bocah minggu wingi wis dijelaske bu guru bab pacelathon. Bocah-bocah wis maju, wis mangsuli pitakon. Dina iki bu guru

arep nerangke bab maca, atau membaca.

‘Anak-anak minggu sudah ibu jelaskan bab percakapan. Anak-anak sudah maju, sudah menjawab pertanyaan. Hari ini ibu akan menjelaskan bab membaca.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode ditandai dengan frasa ‘atau membaca’ yang diucapkan oleh guru. Faktor penyebab penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru adalah faktor pemahaman bahasa siswa yang dianggap masih kurang, sehingga guru mengulang tuturan dengan makna yang sama dengan tuturan sebelumnya yang berbentuk frasa. Guru mengatakan ‘bab maca’ kemudian mengatakan hal yang sama dalam bahasa Indonesia berbentuk frasa, yaitu ‘atau membaca’. Campur kode dilakukan untuk memperjelas tuturan guru saat menjelaskan materi pada pembelajaran bahasa Jawa di kelas.

Data [D31/KEM6]

Guru : Terus ditulis, sing nulis sing tulisane paling apik. Jelas nggih?

‘Terus ditulis, yang menulis yang tulisannya paling bagus. Jelas ya?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Guru menggunakan campur kode untuk mengarahkan siswa mengerjakan tugas. Fungsi campur kode yang dilakukan guru dalam kutipan data ini adalah untuk memudahkan guru saat menyampaikan maksud kepada para siswa. Alasan guru menggunakan campur kode karena faktor kebiasaan guru

(22)

menggunakan bahasa Indonesia, sehingga guru masih terpengaruh penggunaan bahasa Indonesia saat mengajar bahasa Jawa.

Data [D35/KEM6]

Guru : Sing nemtoke pengamatan iku apa saja, napa mawon?

‘Yang menentukan pengamatan itu apa saja, apa saja?’

Campur kode berwujud frasa yang ditandai dengan frasa ‘apa saja’ merupakan campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode ini terjadi saat guru bertanya kepada siswa mengenai apa saja yang menjadi penentu pengamatan. Campur kode terjadi dengan guru mengulang frasa ‘apa saja’ dengan frasa berbahasa Jawa ‘napa mawon’ yang memiliki fungsi untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Jawa dengan sering mendengar dan mengetahui artinya. Diharapkan campur kode dengan pengulangan makna yang sama ini dapat membantu siswa belajar berbahasa Jawa. Faktor penyebab campur kode ini karena pemahaman bahasa Jawa yang dimiliki siswa masih kurang.

Data [D36/KEM6]

Guru : kedah wonten objekipun. Barang ingkang badhe dipunamati.

Sakdurunge bocah-bocah nulis hasil pengamatan.

‘Harus ada objeknya. Benda yang akan diamati sebelum kalian menulis hasil pengamatan.’

Campur kode berwujud frasa yang ditandai dengan frasa ‘hasil pengamatan’ merupakan campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode dilakukan oleh guru saat memberikan penjelasan kepada para siswa dalam pelajaran bahasa Jawa. Penggunaan frasa ‘hasil pengamatan’ dipengaruhi oleh penjelasan guru yang menggunakan aturan pengamatan dalam bahasa Indonesia. Faktor kesengajaan yang dilakukan oleh guru dalam melakukan

(23)

campur kode dimaksudkan agar siswa lebih mudah melaksanakan perintah dalam melaksanakan pengamatan.

Data [D42/KEM6]

Guru : Sing wis rampung coba dieling-eling, kanggo makili kancane

maju nglaporake hasil pengamatan. Ora kudu plek karo tulisane,

oleh diwolak-walik. Dadi modele ora model ngapalke, tapi

memahami.

‘Bagi yang sudah selesai coba diingat-ingat, untuk maju mewakili temannya melaporkan hasil pengamatan. Tidak harus persis dengan yang ditulis, boleh dibolak-balik. Jadi modelnya bukan model menghafal, tapi memahami.’

Kutipan data di atas menggunakan campur kode berwujud frasa yang merupakan campur kode ke dalam. Campur kode yang bersumber dari bahasa Indonesia ini ditandai dengan frasa ‘hasil pengamatan’ dan ‘tapi memahami’. Frasa ‘hasil pengamatan’ memiliki faktor penyebab dan fungsi yang sama dengan data [D36/KEM6], yaitu adanya faktor kesengajaan yang dilakukan oleh guru dengan memberikan penjelasan aturan pengamatan dalam bahasa Indonesia untuk mempermudah siswa melaksanakan pengamatan. Frasa ‘tapi memahami’ digunakan oleh guru untuk memperjelas tuturan yang diucapkan oleh guru bahwa model yang digunakan bukan model menghafal, tetapi memahami isi dari hasil pengamatan yang sudah mereka tulis sebelumnya. Faktor penyebab penggunaan campur kode bewujud frasa ‘tapi memahami’ adalah faktor kesengajaan guru memilih frasa tersebut.

Data [D47/SOK3]

Guru : Iya lancar, tapi karena basa Jawa kui beda karo basa Indonesia.

‘Iya lancar, tapi karena bahasa Jawa itu berbeda dengan bahasa Indonesia.’

(24)

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam, yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘tapi karena’. Campur kode terjadi karena seorang siswa tidak biasanya membaca dengan tidak lancar, kemudian guru menjelaskan bahwa membaca bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia itu berbeda. Frasa ‘tapi karena’ sebagai penegas alasan yang disampaikan oleh guru tentang siswa yang membaca teks bahasa Jawa dengan tidak lancar.

Data [D49/SOK3]

Guru : Sapa mau sing ngrasakake maca angel? Ternyata yang

namanya membaca basa Jawa beda karo membaca bahasa Indonesia. bukan ora isa, mung urung kulina.

‘Siapa yang tadi merasakan membaca itu susah? Ternyata yang namanya membaca bahasa Jawa berbeda dengan membaca bahasa Indonesia. bukan tidak bisa, hanya belum terbiasa.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘ternyata yang namanya membaca’ dan ‘membaca bahasa Indonesia’. campur kode yang terjadi dimaksudkan untuk memperjelas penjelasan guru mengenai adanya perbedaan membaca teks bahasa Jawa dengan teks bahasa Indonesia.

Data [D58/SOK6]

Guru : Bocah-bocah mau tangi jam pira? Ana sing ora subuhan, nggih

boten?

‘Anak-anak tadi bangun jam berapa? Ada yang tidak sholat subuh, iya tidak?’

(25)

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Jawa ragam krama. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘nggih boten’ untuk meminta persetujuan dari para siswa bahwa tadi pagi ada yang tidak subuhan. Campur kode yang bersumber dari bahasa Jawa ragam krama ini sengaja dilakukan dengan maksud untuk lebih memperhalus pertanyaan guru kepada siswa bahwa ada yang tidak melaksanakan subuhan.

Data [D59/SOK6]

Siswa : Aku mau tangi turu jam 6, langsung duduk lebare adus, njuk

mangkat sekolah.

‘Aku tadi bangun tidur jam 6, langsung duduk kemudian mandi, lalu berangkat sekolah.’

Campur kode berwujud frasa yang ditandai dengan frasa ‘langsung duduk’ merupakan campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode ini terjadi karena siswa dengan spontan menceritakan kegiatan yang dilaksanakan dari bangun tidur hingga masuk ke dalam kelas tanpa banyak berpikir sehingga kosakata yang ke luar tidak tersusun dengan baik. Hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh siswa yang jarang menggunakan bahasa Jawa secara baik. Tidak hanya pemilihan ragam bahasa Jawa yang kurang baik, namun juga penyisipan bahasa yang kurang pas. Penggunaan campur kode dalam hal ini semata-mata karena penutur, yaitu Bagas tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa sehingga kosakata yang dimiliki terbatas dan terjadilah penggunaan bahasa Indonesia dalam tuturannya. Selain faktor kebiasaan juga karena penutur secara spontanitas menggunakan pemilihan kata yang mudah untuk dimengerti. Fungsi penggunaan campur kode yang dilakukan oleh Bagas yaitu untuk memudahkan

(26)

melaksanakan perintah guru menyampaikan pesan dengan menceritakan hal-hal yang dilakukan dari bangun tidur sampai Bagas masuk ke dalam kelas.

Data [D63/SEM6]

Guru : Kaca sewelas, halaman sebelas.

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘halaman sebelas’. Guru melakukan campur kode dengan mengulang tuturan yang sama dari

frasa berbahasa Jawa ‘kaca sewelas’ menjadi ‘halaman sebelas’. Campur kode

dilakukan agar siswa mengerti bahwa bahasa Jawa dari frasa ‘halaman sebelas’ adalah ‘kaca sewelas’.

Data [D66/SEM6]

Guru :Pacelathon, tanya jawab atau percakapan. Wingi bahasa

Indonesia hobi, saiki nang basa Jawa kesenengan, padha wae ya. ‘Pacelathon, tanya Jawab atau percakapan. Kemarin bahasa Indonesia hobi, sekarang di bahasa Indonesia kesukaan, sama saja ya.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘tanya jawab atau percakapan’ dan ‘bahasa Indonesia hobi’. Pada kutipan frasa yang pertama yaitu frasa ‘tanya jawab atau percakapan’ merupakan penjelasan dari istilah bahasa Jawa ‘pacelathon’. Campur kode pada kutipan frasa yang pertama sengaja dilakukan oleh guru untuk mempermudah penjelasan materi pembelajaran. Campur kode yang terjadi pada frasa kedua yaitu frasa ‘bahasa

(27)

Indonesia hobi’ untuk mengingatkan kepada para siswa bahwa materi bahasa Jawa yang sedang diajarkan tersebut sama dengan materi bahasa Indonesia yang sudah diajarkan kemarin. Guru sengaja melakukan campur kode supaya siswa paham dengan materi yang sedang diajarkan.

Data [D68/SEM6]

Siswa : Pak, kalau lebih dari empat kalimat boleh?

Guru : Ya boleh, malah apik.

‘Ya boleh, malah bagus.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘ya boleh’ saat guru menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Campur kode terjadi karena faktor spontanitas guru saat menjawab pertanyaan dari siswa yang berbahasa Indonesia, sehingga guru terpengaruh dan menggunakan bahasa Indonesia yang berbentuk frasa.

Data [D74/SEM3]

Guru : Wong-wong nang kutha kae biasane libur sabtu minggu, istilahe

weekend digunake kanggo berlibur ke tempat rekreasi. Awakke

dhewe jarang-jarang ya berlibur.

‘Orang-orang yang tinggal di kota biasanya libur sabtu minggu,

istilahnya weekend digunakan untuk berlibur ke tempat rekreasi.

Kita jarang-jarang ya berlibur.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘libur sabtu minggu’, frasa ‘berlibur ke tempat rekreasi’ dan frasa ‘jarang-jarang ya berlibur’. Ketiga campur kode yang berwujud frasa tersebut terjadi karena guru

(28)

secara spontanitas bercerita dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Latar belakang guru yang lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Jawa menjadi salah satu faktor penyebab spontanitas tersebut.

Data [D75/SEM3]

Guru : Biasane apa sing tidak diduga-duga? Kenang rawe ya, yang

hewannya bening kalau kena rasanya kemranyas.

‘Biasanya apa yang tidak diduga-duga? Kena rawe ya, yang hewannya bening kalau kena rasanya kemranyas.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘tidak diduga-duga’. Campur kode terjadi saat guru menanyakan kepada siswa mengenai kejadian yang tidak terduga saat bermain ke laut. Frasa tersebut digunakan agar maksud tuturan yang disampaikan oleh guru dapat dengan mudah diterima oleh siswa.

Data [D81/SEM3]

Guru : Apa wae iku berarti lebih dari satu.

‘Apa saja itu berarti lebih dari satu.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘berarti lebih dari satu’. Campur kode dilakukan oleh guru saat menjelaskan kepada siswa mengenai pertanyaan yang menanyakan dengan kalimat ‘apa wae’. Fungsi campur kode yang dilakukan oleh guru pada kutipan data di atas untuk memperjelas maksud yang ditanyakan oleh siswa.

(29)

Data [D84/SEM3]

Guru : Mentari salah berapa?

Siswa : Betul semua, biji berapa bu?

‘Betul semua, nilai berapa bu?’ Guru : Ya satus.

‘Ya seratus.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘betul semua’ dan frasa ‘berapa bu’. Campur kode terjadi karena siswa secara spontan mencampur bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh tuturan guru dengan bahasa Jawa. Penguasaan bahasa siswa juga mempengaruhi terjadinya campur kode pada kutipan data tersebut.

Data [D88/KEM6]

Guru : Yang mana, sing endi?

Siswa : Nomer sekawan. ‘Nomor empat.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘yang mana’. Campur kode dilakukan oleh guru secara spontan, ketika guru sadar bahwa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, kemudian guru melakukan tuturan dengan arti yang sama namun menggunakan bahasa Jawa untuk mengulang tuturan karena saat itu sedang berlangsung pembelajaran bahasa Jawa di kelas.

(30)

Data [D91/KEM3]

Guru : Apa bedane pasar desa karo pasar kutha? Pasar kutha iku bukak

saben dina, yen pasar desa bukak pada waktu tertentu. Nggih

boten?

‘Apa bedanya pasar desa dengan pasar kota? Pasar kota itu bukanya setiap hari, kalau pasar kota pada waktu tertentu. Iya tidak?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘pada waktu tertentu’ yang digunakan guru untuk menjelaskan pasar kota. Guru melakukan campur kode karena faktor penguasaan bahasa Jawa guru yang diakui oleh dirinya sendiri masih kurang, sehingga memilih mencampur dengan bahasa Indonesia dalam tiap tuturannya.

Data [D99/SOK3]

Guru : Sesuk ki, yen saiki bisa maca nulis aksara Jawa tenanan, besuk

kelas enam wis gampang banget.

‘Kalau sekarang sudah bisa membaca dan menulis aksara Jawa, besuk kelas enam sudah sangat mudah.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘besuk kelas enam’. Campur kode dilakukan oleh guru untuk mempertegas tuturan yang menyatakan bahwa apabila sekarang sudah benar-benar bisa membaca dan menulis aksara Jawa, nanti saat kelas enam sudah tidak kesulitan.

Data [D109/SOK6]

Guru : Apane yang belum selesai? Wis minggu wingi kok. Bu guru kan

wis matur nek ana tugas bali ki njuk digarap. Nek ngene ki ra sinau mau bengi njuk lali to.

(31)

‘Apanya yang belum selesai? Sudah minggu kemarin kok. Bu guru kan sudah bilang kalau ada tugas pulang langsung dikerjakan. Kalau seperti ini semalam tidak belajar kan jadi lupa.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘yang belum selesai’ untuk bertanya kepada para siswa yang mengatakan bahwa pekerjaan rumah mereka belum selesai. Guru bercampur kode dengan sengaja karena pengaruh bahasa yang dipakai oleh siswa yaitu bahasa Indonesia.

Data [D110/SOK6]

Guru : Ada tugas to? Sapa sing wis rampung? Sapa sing rung

rampung? Kenang apa kok urung rampung?

‘Ada tugas kan? Siapa yang sudah selesai? Siapa yang belum selesai? Kenapa belum selesai?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘ada tugas’. Guru melakukan campur kode untuk menyampaikan maksud bertanya kepada siswa yang ditandai dalam kutipan ‘Ada tugas to?’ Faktor kebiasaan guru menggunakan bahasa Indonesia memberikan pengaruh guru bercampur kode saat menyapa siswa dalam pembelajaran bahasa Jawa dikelas. Penggunaan kata ‘to’ sebagai penegas dari kalimat yang menanyakan bahwa ada tugas. Tuturan tersebut menjadi tidak formal karena adanya penggunaan kata ‘to’.

Data [D111/SOK6]

Guru : Buku kok salah, kamu yang salah, alesan kok merga buku salah. Bu Endang kan wis ngandani nek ana PR, ana tugas njuk

(32)

dirampungke sik. Merga kenapa? Mesti lali, njuk ora digarap.

Saiki tak maafkan, nek sesuk tiada ampun bagimu.

‘Buku kok salah, kamu yang salah, alasan kok karena buku salah. Bu Endang kan sudah bilang kalau ada PR, ada tugas langsung diselesaikan. Karena apa? Pasti lupa, lalu tidak dikerjakan. Sekarang tak maafkan, kalau besuk tiada ampun bagimu.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘tak maafkan’ dan frasa ‘tiada ampun bagimu’. Kedua frasa tersebut digunakan oleh guru untuk mempertegas akibat yang didapatkan apabila ada siswa yang tidak mengerjakan tugas. Guru masih memberikan maaf untuk kesalahan sekarang, namun untuk yang akan datang guru tidak akan memberikan ampun, yang artinya bagi siswa yang tidak mengerjakan tugas akan mendapat hukuman.

Data [D113/SOK6]

Guru : Sore belajar untuk mengerjakan tugas hari ini, mengko bengi

belajar untuk besuk pagi. Dadi ra ana buku sing salah. Sing salah ki kowe. Ya Dewi, sing salah kowe, dudu bukune. Hari ini kalian saya beri toleransi, yen besuk wis ora.

‘Sore belajar untuk mengerjakan tugas hari ini, nanti malam belajar untuk besuk pagi. Jadi tidak ada buku yang salah. Yang salah itu kalian. Ya Dewi, yang salah kamu, bukan bukunya. Hari ini kalian saya beri toleransi, kalau besuk sudah tidak.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘belajar untuk besuk pagi’. Frasa ini digunakan guru untuk mempertegas tuturan guru saat memberikan nasihat. Guru mengatakan kepada siswa agar saat sore hari belajar untuk mengerjakan tugas yang tadi diberikan, dan malam hari belajar untuk mata

(33)

pelajaran yang akan diajarkan besuk, sehingga tidak ada lagi yang menyalahkan buku karena salah terbawa. Faktor penyebab campur kode yang dilakukan oleh guru adalah faktor spontanitas guru karena kesal terhadap kelakuan siswa yang tidak mengerjakan tugas rumah.

Data [D114/SOK6]

Guru : Kukune ora panjang-panjang, ora nggawa senjata tajam ke

sekolah, kui juga kanggo biji. Ora gur pinter leh pelajaran tok. ‘Kukunya tidak panjang-panjang, tidak membawa senjata tajam ke sekolah, itu juga untuk nilai. Tidak hanya pintar dipelajaran saja.’ Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘senjata tajamke sekolah’. Campur kode digunakan untuk memberikan penekanan pada aturan-aturan dalam sekolah yang juga mempengaruhi nilai selain kepintaran siswa dalam mata pelajaran. Guru mengatakan bahwa siswa tidak boleh memiliki kuku panjang dan juga tidak boleh membawa senjata tajam ke sekolah.

Data [D115/SOK6]

Guru : Apa to manfaate dolan? Tidak ada. Dolan ki ra marai pinter.

Kalau kamu mau masuk SMP yang bagus, minimal SMP 36 itu

kamu harus dapat nilai yang baik. Syukur mlebu SMP 2 kabeh.

Cita-cita ki sing dhuwur.

‘Apa manfaatnya bermain? Tidak ada. Bermain itu tidak membuat pintar. Kalau kamu mau masuk SMP yang bagus, minimal SMP 36 iu kamu harus dapat nilai yang baik. Syukur masuk SMP 2 semua. Cita-cita itu yang tinggi.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa

(34)

Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘tidak ada’. Guru menggunakan campur kode dengan maksud mempertegas bahwa bermain itu tidak memiliki manfaat apapun, dan tidak menjadikan pintar. Campur kode dilakukan dengan sengaja oleh guru saat memberikan nasihat kepada para siswa.

Data [D117/SOK6]

Guru : Nggih, yang lain? Ayo liyane Bagas. Bu Endang wis bola-bali

ngendika, jangan takut salah, jangan takut mencoba, karena dari salah akan jadi benar, jadi tahu. Nggih?

‘iya, yang lain? Ayo selain Bagas. Bu Endang sudah berkali-kali bicara, jangan takut salah, jangan takut mencoba, karena dari salah akan jadi benar, jadi tahu. Ya?’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud frasa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan frasa ‘yang lain’ yang dimaksudkan untuk menanyakan siswa lain yang akan membuat kalimat seperti Bagas. Fungsi alih kode dalam data tersebut untuk memudahkan guru menyampaikan maksud pertanyaannya kepada para siswa, agar siswa yang lain juga bisa memberikan contoh seperti Bagas.

d. Wujud klausa

Campur kode berwujud klausa merupakan campur kode dengan menyisipkan kelompok kata yang berpotensi untuk menjadi kalimat namun tidak bertanda baca pada penggunaannya. Penggunaan campur kode berwujud klausa dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 26 klausa yang terdapat pada 23 data.

(35)

Penggunaan campur kode berwujud klausa ini nampak pada penjelasan data-data berikut.

Data [D4/KEM3]

Guru : Sinten ingkang suarane seru? ‘Siapa yang suaranya keras?’ Siswa : Mas Ajik, Bu.

Guru : Nggih, coba mas Ajik dibaca.

‘Ya, coba mas Ajik dibaca.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘coba mas Ajik dibaca’. Campur kode dilakukan guru saat meminta seorang siswa untuk membaca. Alasan penggunaan campur kode untuk memudahkan guru menyampaikan maksud kepada siswa, yaitu meminta siswa untuk membaca. Guru menggunakan campur kode dengan sengaja, karena bahasa Indonesia dianggap lebih komunikatif untuk meminta siswa melaksanakan perintah.

Data [D19/KEM3]

Siswa : Bu guru, saya sudah tulis semuanya bu, njuk diringkes ya bu?

‘Bu guru, saya sudah tulis semuanya bu, lalu diringkas ya bu?’

Guru : Iya, pakai bahasanya sendiri, nganggo ukarane dhewe.

Diceritakan kembali dengan bahasamu sendiri. Isinya dari awal sampai akhir, tapi nganggo basamu dhewe.

‘Iya, pakai bahasanya sendiri, pakai kalimatnya sendiri. Diceritakan kembali dengan bahasamu sendiri, isinya dari awal sampai akhir, tapi menggunakan bahasamu sendiri.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data ini dilakukan oleh siswa yang ditandai

(36)

dengan kutipan ‘saya sudah tulis semuanya bu’. Siswa memberikan informasi kepada gurunya bahwa dia telah selesai menulis semuanya. Campur kode yang digunakan siswa dipengaruhi oleh faktor penguasaan bahasa Jawa yang masih kurang baik, sehingga siswa lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia kepada gurunya. Campur kode pada tuturan selanjutnya dilakukan oleh guru yang ditandai pada kutipan ‘iya pakai bahasanya sendiri’ untuk menjawab pertanyaan siswa mengenai langkah selanjutnya setelah siswa selesai menulis. Campur kode yang dilakukan oleh guru dimaksudkan untuk mempermudah guru menyampaikan penjelasan kepada siswa.

Data [D26/KEM6]

Guru : Bu guru arep mbagi lembar kerja, dikerjakan perkelompok ya.

‘Bu guru akan membagikan lembar kerja, dikerjakan perkelompok ya.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘dikerjakan perkelompok ya’ yang dilakukan oleh guru saat memberikan perintah kepada siswa mengerjakan tugas secara berkelompok. Campur kode dilakukan untuk mempertegas perintah yang diberikan oleh guru, sehingga siswa paham dengan perintahnya dan tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakan perintah tersebut.

Data [D41/KEM6]

Guru : Ora usah dinomeri, langsung bentuk proposal saja.

(37)

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘langsung bentuk proposal saja’. Guru meminta siswa untuk tidak perlu memberikan nomor pada pekerjaannya, melainkan langsung dalam bentuk proposal. Penggunaan campur kode dalam data ini digunakan untuk mempertegas perintah supaya siswa langsung membuat laporan dalam bentuk proposal tersebut.

Data [D52/SOK3]

Guru : Sampun? Dibalikake karo kancane, ditulis salah berapa.

‘Sudah? Dikembalikan ketemannya, ditulis salah berapa.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘ditulis salah berapa’. Campur kode dilakukan oleh guru saat memerintahkan siswa menuliskan jumlah salah pada tugas yang telah dikoreksi. Penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru adalah untuk mempertegas perintah kepada para siswa.

Data [D56/SOK6]

Guru : Untuk waktu yang akan datang dikurangi nggih leh jaran

kepang.

‘Untuk waktu yang akan datang dikurangi ya latihan jaran kepang.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘untuk

(38)

waktu yang akan datang dikurangi’. Campur kode dilakukan oleh guru saat memberikan nasihat kepada siswa yang meminta ijin pulang untuk berlatih jaran kepang. Guru meminta kepada siswa untuk mengurangi latihan jaran kepang, dimaksudkan agar siswa tidak terganggu dalam belajar di sekolah, mengingat siswa sudah kelas enam dan sebentar lagi akan menghadapi UAN. Campur kode dilakukan untuk mempertegas nasihat yang disampaikan agar siswa mau mengurangi latihan jaran kepang.

Data [D74/SEM3]

Guru : Wong-wong nang kutha kae biasane libur sabtu minggu, istilahe

weekend digunake kanggo berlibur ke tempat rekreasi. Awakke

dhewe jarang-jarang ya berlibur.

‘Orang-orang di kota biasanya libur sabtu minggu. Istilahnya weekend digunakan untuk berlibur ke tempat rekreasi. Kalau kita jarang-jarang ya berlibur.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘berlibur ke tempat rekreasi’. Tuturan tersebut diucapkan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Jawa di dalam kelas. Guru mengatakan bahwa orang kota biasanya libur pada hari sabtu dan minggu yang digunakan untuk berlibur ke tempat rekreasi. Campur kode digunakan untuk memperjelas tuturan guru tentang hari libur orang kota yang digunakan untuk pergi ke tempat rekreasi.

Data [D78/SEM3]

Guru : Reza, besuk minta tolong ibu, pensile dilancipi ya.

(39)

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘Reza, besuk minta tolong ibu’. Campur kode dilakukan oleh guru untuk meminta Reza meminta tolong kepada ibunya meruncingkan pensil. Campur kode dengan bahasa Indonesia digunakan untuk mempermudah guru menyampaikan perintah kepada siswa bernama Reza.

Data [D80/SEM3]

Guru : Ya digoleki nang kene, kan ini pertanyaan dari jawaban.

‘Ya dicari disini, kan ini pertanyaan dari jawaban.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘ini pertanyaan dari jawaban’. Guru menggunakan campur kode saat menjelaskan bahwa pertanyaan yang sedang mereka cari jawabannya berada pada teks bacaan sebelumnya. Campur kode digunakan untuk menjelaskan tuturan agar lebih mudah dipahami oleh siswa.

Data [D81/SEM3]

Guru : Iya semua ada disitu, nek mau nggatekake, ngematke ya mesti

bisa.

‘Iya semua ada disitu, kalau tadi memperhatikan, cermat ya pasti bisa’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘iya

(40)

semua ada sisitu’. Campur kode dilakukan oleh guru saat menjawab pertanyaan siswa yang menanyakan mengenai jawaban pertanyaan berada pada teks bacaan, guru mengiyakan dengan memberikan pernyataan bahwa kalau tadi memperhatikan dan cermat tentu bisa menjawab pertanyaan dengan mudah karena semua jawabannya ada di teks bacaan tersebut. Campur kode ke dalam bahasa Indonesia pada data ini dilakukan untuk mempertegas bahwa semua jawaban ada di dalam teks. Alasan guru menggunakan campur kode adalah faktor spontanitas yang dimaksudkan agar tuturannya mudah dipahami.

Data [D89/KEM3]

Guru : Yang tidak membawa buku menyesuaikan, bareng karo

kancane ya.

‘Yang tidak membawa buku menyesuaikan, bersama dengan temannya ya’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘yang tidak membawa buku menyesuaikan’. Campur kode yang dilakukan oleh guru berfungsi untuk memberikan penegasan kepada siswa yang tidak membawa buku supaya menyesuaikan diri dengan bergabung kepada teman yang membawa buku.

Data [D97/SOK3]

Guru : Saiki, siapa yang sudah selesai, acung! Mosok durung ana

separo sing rampung.

‘Sekarang, siapa yang sudah selesai, tunjuk jari! Masa belum ada setengah yang selesai.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa

(41)

Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘siapa yang sudah selesai’. Campur kode ke dalam bahasa Indonesia ini dilakukan oleh guru saat bertanya kepada para siswa tentang tugas yang sedang dikerjakan. Fungsi campur kode yang dilakukan oleh guru untuk memberikan tekanan pada tuturan saat bertanya. Penggunaan campur kode dilatarbelakangi oleh penguasaan bahasa Jawa yang dimiliki oleh siswa masih kurang baik, sehingga untuk mempermudah pemahaman para siswa, guru bertanya menggunakan bahasa Indonesia.

Data [D101/SOK3]

Guru : Mbak Fafa nulisnya sudah belum, nulise ora usah diwenehi

garis, bukumu wis ana garise. Sing penting nggantung garis. ‘Mbak Fafa nulisnya sudah belum, nulisnya tidak perlu diberi garis, bukumu sudah ada garisnya. Terpenting menggantung garis.’ Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘mbak Fafa nulisnya sudah belum’. Tuturan pada data tersebut disampaikan oleh seorang guru saat bertanya kepada siswanya tentang pekerjaannya. Pemilihan bahasa Indonesia yang digunakan untuk bertanya memiliki tujuan memudahkan guru menyampaikan maksud tuturan kepada siswa tersebut, mengingat siswa tersebut pindahan dari Jakarta.

Data [D102/SOK3]

Guru : Sakdurunge tata bu guru arep menehi soli. Apa soli? Soli kui nek

bisa bali. Siapkan secarik kertas, barengan karo kancane ora

(42)

‘Sebelum berkemas bu guru akan memberikan soli. Apa soli? Soli itu kalau bisa boleh pulang. Siapkan secarik kertas, berbagi dengan temannya tidak apa-apa.’

Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘siapkan secarik kertas’, klausa tersebut digunakan oleh guru saat memerintahkan siswa menyiapkan kertas untuk menuliskan jawaban dari pertanyaan yang diberikan guru sebagai tiket pulang. Bagi siswa yang bisa menjawab pertanyaan dari guru dan ditulis dalam secarik kertas tersebut, maka siswa tersebut boleh pulang. Campur kode dilakukan oleh guru untuk memberikan penegasan pada tuturan guru yang mengandung perintah.

Data [D108/SOK6]

Guru : Tolong Kholifah untuk sampulnya diganti, sampul coklat

nggih. Aja angry bird kaya ngene. Ya pancen apik, yen nggo kowe rapapa. Tapi sing dikumpulke nang bu guru sampul coklat nggih. ‘Tolong Kholifah untuk sampulnya diganti, sampul warna coklat ya. Jangan angry bird seperti ini. Memang bagus, kalau buat kamu tidak apa-apa. Yang dikumpulkan ke bu guru warna coklat ya.’ Kutipan data di atas merupakan campur kode berwujud klausa dan mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang bersumber dari bahasa Indonesia. Campur kode pada kutipan data di atas ditandai dengan klausa ‘tolong Kholifah untuk sampulnya diganti’. Guru memberitahu seorang siswa bernama Kholifah untuk mengganti sampulnya yang bergambar dengan sampul polos berwarna coklat. Campur kode dilakukan untuk mempertegas perintah guru

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh campuran pasir sungai Lumajang terhadap kualitas batu bata lumpur Lapindo dilakukan dengan cara memberikan penambahan pada bahan baku

Penilaian terhadap pengembangan lembar penilaian kognitif disajikan pada tabel 4.5. Elemen utama yang divalidasi sebanyak 3 elemen meliputi ranah materi, ranah

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang teknik pengumpulan datanya memakai metode

Berdasarkan hasil temuan penelitian temngkap bahwa pelaksanaan supervisi pengawas sekolah dalam pembinaan kinerja guru sekolah luar biasa telah berjalan dan dilaksanakan sesuai

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Getaran

Tahap pengembangan adalah penjabaran dari tahap design (perancangan). Bagian-bagian yang telah dirancang pada tahap design kemudian disusun dan dijabarkan

Pada gambar 4.2 di bawah ini dapat terlihat perbedaan yang signifikan hasil post test kedua kelas yang menjadi sampel penelitian, yaitu kelas eksperimen yang

1) Indikator kemampuan written text, SK-2 mampu menuliskan langkah- langkah untuk menentukan biaya ongkos minimum. 2) Indikator kemampuan komunikasi drawing. SK-2 mampu