• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Psikologis

E. Fungsi Keluarga

8. Fungsi Psikologis

Fungsi psikologis atau fungsi afeksi keluarga menunjuk pada kebutuhan rasa aman, kasih sayang, ketenangan batin, dan ungkapan-ungkapan emosi yang lain yang bisa didapatkan di dalam keluarga. Fungsi ini merupakan suatu perwujudan bahwa pada hakekatnya manusia membutuhkan rasa mencintai, dicintai, dan mengasihi sesama anggota keluarga dan kemudian untuk mengasihi masyarakat dimana mereka berada. Contoh nya adalah empati, akrab, adil, pemaaf, pengorbanan, suka menolong, tanggung jawab, setia kawan, dan ungkapan emosiaonal lainnya.

Umumnya, sebuah keluarga terbentuk karena jalinan cinta kasih antara ayah dan ibu. Kenyataan ini sudah lebih dari cukup untuk menyatakan bahwa keluarga merupakan sumber kasih sayang. Maksudnyadi dalam keluargalah seorang anak merasakan kasih sayang dan belajar bagaimana mengekspresikan dan menyatakan perasaan cinta kasih kepada orang lain, bahkan bagaimana mencitai orang lain. Apabila keluarga gagal menjadi sumber kasih sayang, anak pun akan

mengalami kegagalan dalam hal mengasihi orang lain. Sebaliknya, apabila keluarga mampu memenuhi kebutuhan anak akan kasih, anak tak akan mencari kasih sayang di luar rumah yang bisa saja berpotensi menjerumuskan dirinya ke hal-hal yang tidak diinginkan. Disamping itu, anak juga mampu menyayangi orang lain dengan cinta kasih yang diperolehnya dalam keluarga.

Di dalam keluarga setiap anggota keluarga mendapatkan tempat untuk memperoleh rasa aman, kasih sayang, perlindungan, dan mencurahkan emosi sesuai dengan kebutuhannya agar memperoleh kebahagiaan psikologis. Anggota keluarga yang muda mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari anggota keluarga yang lebih senior. Sedangkan anggota keluarga yang lebih senior mendapatkan kesih sayang dan penghormatan dari yang lebih muda. Bahkan tidak jarang di dalam keluarga pula emosi kemarahan, kejengkelan, dan rasa tidak enak ditumpahkan dengan menceritakan kepada anggota keluarga yang lebih mampu secara psikologis. Dalam relasi orang tua dan anak atau kekek-nenek dan cucu, bukan hanya anak-anak yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang, anggota keluarga yang lebih seniorpun membutuhkan kasih saying dan rasa hormat yang berangkali tidak didapatkan di luar rumah. Kasih sayang yang didapat di keluarga lebih abadi.

Sekali lagi hanya dari keluarga yang sehat dapat melahirkan generasi yang cerdas. Anak berkomunikasi dengan lingkunganya, juga berkomunikasi dengan orang tuanya, tidak hanya dengan mata dan telinganya, melainkan anak berkomunikasi dengan keseluruhan pribadinya. Terutama pada anak saat masih kecil yang masih menghayati dunianya secara global dan belum terdiferensiasikan. Pada saat anak masih kecil ini terutama perasaanya memegang peranan penting. Secara intiutif ia dapat merasakan atau menangkap suasana perasaan yang meliputi orang tuanya pada saat anak berkomunikasi dengan mereka. Dengan perkataan lain anak akan peka terhadap iklim emosional yang meliputi keluarganya. Kehangatan yang terpancar dari keseluruhan gerakan, ucapan, mimik, serta perbuatan orang tua merupakan bumbu pokok dalam pelaksanaan dalam pendidikan anak dalam keluarga.

Hal ini dapat mengandung implikasi bahwa dalam menghadapi dan bergaul dengan anak, hendaknya memahami, menangkap, dan

turut merasakan apa yang anak rasakan serta bagaimana persepsi anak dan tentang iklim dimana ia hidup. Ia masih anak belum dewasa dan karenya ia menangkap dan mempersepsi dunia dan lingkunganya secara kekanak-kanakan dimana perasaan dan fantasi sangat berperan. Oleh karena itu tidak sewajarnya bila kita menghadapi anak dan memperlakukannya seperti mengahadapi dan memperlakukan orang dewasa, serba lugas, penuh pertimbangan rasional dan intelektual.

Cara menghadapi anak seperti inilah yang kadang menimbulkan salah paham antara anak terhadap orang tua, dan memandang orang tua bersikap egoistis, tidak memperhatikan dan tidak mengasihi anaknya (betapapun orang tua menghadiahinya dengan pakain indah, perlengkapan serba lengkap, uang jajan lebih dari cukup). Makna kasih orang tua terhadap anak tidak tergantung dari banyaknya hadiah yang dilimpahkan kepadanya, melainkan lebih atas dasar seberapa jauh kasih itu dipersepsi atau dihayatinya.

Akan tetapi perlu diingat, bahwa ”dosis” kehangatan itu harus tepat. Terlalu banyak pencurahan efeksi dalam hubungan orang tua dengan anak dapat menyebabkan anak tenggelam dalam lautan perasaanya, sehingga ia sukar menghadapi dan menghidupi dunia nyata secara ril. Sebaliknya kekurangan kehangatan dan kasih sayang oleh anak, dia kurang dapat menimbulkan rasa aman yang sangat diperlukan anak. Disamping itu akan dirasakan kehidupan ini kering-gersang. Yang penting dalam hal ini bukan semata-mata kuantitas ataupun frekuensi iklim perasaan itu melainkan kualitasnya dan intensitas penghayatan anak secara tepat. Dalam pada itu, kekurangan penghayatan kasih sayang oleh anak akan terlaludini mengahdapkanya kepada dunia secara dingin dan lugas. Anak menghadapi dunianya dan berkomunikasi denganya masih banyak dengan perasaanya. Untuk mengahadapi dunianya secara rasional dan intelektual semata, pada saat ini anak belumlah mampu. Situasi kehidupan keluarga yang miskin akan perasaan akan terlalu pagi menghadapkan anak kepada dunia obyektif dan membiarkanya lebih tidak berdaya serta tidak membantu berkembangnya kehidupan perasaanya.

Dalam rangka pembinaan keutuhan kehidupan keluarga, fungsi efeksi ini sangat vital, sebab keutuhan kehidupan keluarga itu tidak langsung muncul dengan berkumpulnya anggotaanggota kaluarga dalam suatu rumah tinggal yang sama. Disamping berkumpulnya

mereka dalam suatu rumah tinggal, masih diperlukan tumbuh-kukuhnya suatu rasa kebersamaan, rasa keseikatan dan keakraban yang menjiwai berkumpulnya anggota-anggota keluarga itu. Rasa inilah yang seolah-olah menembus batas-batas ke-aku-an masing-masing, sehingga kumpulan ke-aku-an yang memang dimilik setiap orang saling mendekat dan saling memadu, dan kemuadian berkembang menjadi suatu “kita”.

Bila anggota-anggota keluarga telah dijiwai rasa ke-kita-an ini, maka keutuhan keluarga tidak pertama-tama muncul saat kumpulnya seluruh anggota keluarga pada suatu tempat yang sama, melainkan karena kehadiranya secara laten dalam pribadi masing-masing. Jarak berjauhan diantara tempat sesama anggota keluarga tidak harus menjadi jurang pemisah dan pemecah diantara mereka, malahan justru mempererat keakraban dan rasa kekeluargaan, walaupun diakui memang berjauhanya dua orang dapat saja merenggangkan hubungan. Jarak berjauhan antara dua pihak dapat diibaratkan angin bagi nyala api, yang memang dapat memadamkanya, akan tetapi juga dapat menyala dan menggelorakan kobaranya. Dalam kaitan ini dapat dipahami betapa berjauhanya dua kekasih atau berjauhanya orang tua dan anak seperti saat anak atau ayah studi dan bertugas di tempat jauh justru mengobarkan rasa rindu diantara mereka.

Dalam pelaksanaan fungsi perasaan itu terutama ibulah yang memainkan peranan amat penting, lebih-lebih pada saat anak itu masih kecil. Ibulah yang lebih banyak berkomunikasi denganya, ibulah yang memenuhi kebutuhan primernya, menyusui, kebersihan, dan kehangatan. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa fungsi afeksi hanya dapat dihidupkan oleh ibu. Rasa kehangatan, keakraban itu menyangkut semua pihak yang tergolong anggota keluarga yang bersangkutan, sehingga pelaksanaanyapun sebenarnya harus dilakukan bersama. Akan tetapi pada hal ini, ibu menduduki tempat istimewa karena ibu pada umumnya memiliki perasaan halus. Ibu secara tradisional tampil dan berperan sebagai ratu rumah tangga dan dari Rahim ibu anak-anak itu terlahir, sehingga secara potensial ibu memiliki bukan sekedar terkait batin, melainkan pernah terikat secara fisik hingga diputuskanya tali ari-ari saat anak dilahirkan. Karena itu dapat dikatakan bahwa ibu dalam hubunganya, lebih berperan sebagai lambang kasih sayang, dibanding dengan ayah yang lebih berperan sebagai lambang wibawa.

Adapun harapan yang dicapai melalui pelaksanaan fungsi afeksi ialah terbinanya suasana perasaan yang sehat dalam keluarga, yang tercipta berkat kebersihan hati masing-masing anggotanya, bersih dari iri dan dengki dari hasut dan buruk sangka terhadap anggota keluarga. Hubungan intra keluarga dan antar sesama diliputi oleh tenggang rasa, penuh empati dan simpati. Hatinya tidak membeku, keras bagaikan batu, tidak juga meleleh jika tersentuh, tapi tetap tegak dan tegar menghadapi hadangan dan rintangan.