• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Representasi/Ideasional dalam Teks Berita IV a) Representasi dalam Kosakata

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Representasi Budaya Populer dalam Kolom Parodi di Harian Umum Kompas

1) Fungsi Representasi/Ideasional dalam Teks Berita IV a) Representasi dalam Kosakata

Dalam teks berita 'Siapa Elo?', penulis membicarakan subjek atau diri sebagai efek dari budaya populer. Dimana diri pribadi seseorang dalam masyarakat populer tidak dapat dilepaskan dari nama belakang atau brand sehingga kemudian keramahan misalnya bukan

berasal dari hati nurani, akan tetapi akibat dari brand seseorang tersebut. Yang menarik adalah bagaimana penulis melukiskan masyarakat budaya populer memaknai pekerjaan atau profesi. Profesi tidak lagi merupakan sebuah upaya memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi, profesi adalah masalah problem eksistensial.

Penulis merepresentasikan hal tersebut dengan penggunaan kata ‟nama belakang‟, ‟brand‟, ‟Kompas‟, ‟nama keluarga dan perilaku‟. Penulis kemudian juga mengidentifikasi bahwa budaya populer adalah budaya massa. Hal ini direpresentasikan dengan penggunaan kosa kata ‟Paris Hilton‟, ‟Media‟, ‟ orang kondang‟.

Sementara masyarakat populer yang dimaksudkan penulis adalah masyarakat yang berdomisili di perkotaan. Hal tersebut ditunjukkan penulis dengan penggunaan kata ‟makanan Italia‟, ‟gedung pencakar langit‟, ‟kawasan Sudirman‟, ‟reception‟ dan penggunaan kata ‟gue‟ sebagai pengganti ‘aku/saya‘ yang hanya akan ditemui di perkotaan.

b) Representasi dalam Tata Bahasa

Dalam tingkatan tata bahasa, representasi budaya populer misalnya dapat dilihat dari kalimat ini:

―Karena berbelas tahun melabelkan dan kemudian menjadi kebiasaan, maka ketika si Mbak receptionist mengajukan pertanyaan dari mana, saya kebingungan karena "nama

belakang" saya kini sudah tak ada lagi‖ (Proses: peristiwa; Partisipan: korban).

Dalam teks di atas penulis membahas soal ‗nama belakang‘ yang dimaksudkan sebagai identitas seseorang dalam budaya populer. Penulis merepresentasikan sebuah peristiwa dimana petugas

receptionist, selalu mempunyai kebiasaan menanyakan kepada seorang

yang menjadi tamu, ‗darimana‘. ‗Darimana‘ yang dimaksud adalah

label seseorang yang biasanya menunjuk pada institusi. Penulis merepresentasikan dirinya sebagai korban dalam peristiwa tersebut,

dimana ia kebingungan karena ‗nama belakang‘-nya sudah tidak ada lagi. Peristiwa tersebut kemudian diarahkan penulis kepada peristiwa yang menimpa Paris Hilton, selebriti yang dipenjara:

Beberapa hari setelah kumpul- kumpul di tepi kolam renang, saya melihat tayangan bagaimana sejuta media meliput masuknya Paris Hilton ke penjara. Berbagai media berkomentar ini dan itu. Saya membayangkan bagaimana kalau Paris itu bukan Hilton? Cuma perempuan biasa yang tidak punya kaitan dengan nama belakangnya? Akankah sejuta media mengerumuninya? Siapakah Paris tanpa Hilton? (Proses: peristiwa; Partisipan: nominalisasi).

Dalam teks di atas, penulis melakukan nominalisasi pada peristiwa yang menimpa Paris Hilton. Dari teks di atas dapat diambil dua analisis mengenai representasi budaya populer.

Pertama ialah bagaimana pentingnya nama belakang bagi seseorang sehingga kemudian penulis mempertanyakan bagaimana jika Paris tanpa nama belakang Hilton. Penulis menganggap bukanlah selebritas Paris Hilton yang penting dalam peristiwa tersebut, akan

belakang tersebut maka kasus pemenjaraannya mungkin tidak diliput sejuta media massa.

Analisis kedua ialah penulis menganggap faktor penting budaya populer adalah media massa. Hal ini mengandung pengertian bahwa budaya populer adalah budaya massa. Problem kultural menyangkut eksistensi seseorang disebabkan oleh massifikasi informasi.

c) Representasi dalam Kombinasi Anak Kalimat

Sementara itu representasi budaya populer sebagai budaya yang mereduksi identitas seseorang dapat dilihat dari tipe koherensi kalimat di bawah ini: "Gue bisa aja dapat uang sebanyak itu, tetapi siapa gue

setelah gak kerja di sana?" (Koherensi: perpanjangan kontras).

Dalam teks di atas, penulis menggambarkan bagaimana profesi dimaknai dalam budaya populer. Penulis menganggap bahwa dalam budaya populer, apa yang penting dalam profesi bukanlah masalah

‘uang‘ atau pemenuhan hajat hidup. Hal ini dilakukan penulis dengan membentuk koherensi kalimat dengan perpanjangan kontras; ‘tetapi‘.

Apa yang penting dalam profesi adalah eksistensi seseorang, dimana seseorang dapat merekatkan identitas pribadinya pada institusi tempat ia bekerja. Institusi kerja, dalam budaya populer, tidak dilihat sebagai dominasi modal terhadap pribadi seseorang. Dalam budaya populer, seseorang melakukan penikmatan terhadap kerja. Label institusi adalah instrumen yang mendefinisikan seseorang. Seorang yang bekerja di perusahaan besar, akan mempunyai identitas yang besar pula.

Inti dari problem budaya populer adalah problem eksistensi seseorang yang dijelaskan penulis sebagai predikat dalam kalimat di

bawah ini: ―Ya, siapakah saya ini kalau saya tak punya predikat apa pun, tidak bekerja di bank kondang atau anak orang kondang?‖ (Jenis

Koherensi : penyebab, perpanjangan setara). Dalam teks ini, penulis menggunakan koherensi penyebab ‗kalau‘. Dimana ‗siapa saya‘ dipandang sebagai akibat yang hanya ditentukan oleh sebab berupa

‗predikat saya‘. Selain itu, predikat dijelaskan penulis sebagai ‗bekerja di bank kondang‘ dan ‗anak kondang‘. Predikat tersebut dijelaskan

dengan penggunaan koherensi perpanjangan setara berupa tanda koma

(,) dan kata ‗atau‘.

d) Representasi dalam Kombinasi Antarkalimat

Sementara itu representasi budaya populer sebagai budaya massa dapat dilihat dari kombinasi antar kalimat seperti di bawah ini:

Beberapa hari setelah kumpul- kumpul di tepi kolam renang, saya melihat tayangan bagaimana sejuta media meliput masuknya Paris Hilton ke penjara. Berbagai media berkomentar ini dan itu. Saya membayangkan bagaimana kalau Paris itu bukan Hilton?

Kalimat di atas adalah kalimat setelah penulis menceritakan pengalamannya bersama beberapa temannya. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat „beberapa hari setelah kumpul-kumpul di tepi kolam renang..‘. Penulis kemudian tidak memilih menonjolkan pada fenomena

pengurangan pegawai, akan tetapi pada ide bahwa nama belakang adalah penting.

Penulis kemudian menceritakan kejadian yang menimpa Paris Hilton, selebriti yang terpaksa masuk penjara. Di sini kembali penulis

menonjolkan ‗nama belakang‘ Paris Hilton sebagai sesuatu yang penting. ‗Nama belakang‘ seseorang yang membuat media massa sibuk ‗berkomentar ini dan itu‘. Penulis ingin menegaskan jika bukan karena ‗nama belakang‘, maka media massa tidak akan mengabarkan hal

tersebut. Dengan begitu, media massa dilihat sebagai hal penting bagi perkembangan budaya populer.

Di akhir artikelnya, penulis kemudian mengambil kesimpulan:

―Jadi, memiliki nama besar di belakang yang bukan nama saya sendiri membuat saya seperti ketagihan bak pengguna narkoba. Sekali dilepas, maka saya jadi sakau.” Artinya, fenomena menyandarkan identitas pada nama besar sebagai efek dari budaya populer adalah seperti penggunaan narkoba. Penulis memberi refleksi bahwa hal tersebut adalah negatif. Akan tetapi, diakui oleh penulis bahwa hal tersebut membuat ketagihan, sekali dilepas maka seseorang akan sakau. Penulis menganggap bahwa identitas seseorang dalam budaya populer adalah penting, akan tetapi identitas tersebut disandarkan pada sebuah hal yang negatif.

2) Fungsi Relasional dalam Teks Berita IV

Bagaimana posisi pembaca dan aktor dalam teks dapat diketahui misalnya melalui kalimat berikut ini:

Ya, siapakah saya ini kalau saya tak punya predikat apa pun, tidak bekerja di bank kondang atau anak orang kondang? Saat

saya pindah kerja dari perusahaan besar ke perusahaan ecek- ecek, klien-klien saya yang dahulu baik dan memberikan saya perlakuan istimewa tiba-tiba tak mengenal saya, memberi kesusahan saat meminta janji temu, kalaupun baik, hanya sekadarnya. Harus diakui, saya merindukan untuk kembali memiliki nama belakang, dan tentu saya memilih yang besar dan terkenal kalau perlu.

Relasi yang dibentuk dalam kalimat di atas adalah:  Penulis – klien

 Penulis – pembaca

Penulis merelasikan dirinya dengan kliennya yang menurutnya ‟dahulu baik dan memberikan perlakuan istimewa‘, tiba-tiba tidak mengenal penulis, memberi kesusahan saat penulis coba menemui, atau bertemu dengan sekadarnya. Relasi ini membangun hubungan bahwa penulis adalah korban dari budaya populer yang hanya mementingkan

‘nama besar‘. Selain itu, penulis juga merelasikan dirinya dengan

pembaca melalui kata ‘saya‘. Pembaca diposisikan sebagai pendengar

pasif yang harus mengikuti pola pikir penulis sebagai narator. 3) Fungsi Identitas Pelibat Wacana dalam Teks Berita IV

Sementara itu fungsi identitas dalam teks berita ini dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini:

Siapa gue. Sebuah pertanyaan yang penting sekali tampaknya. Saya kemudian mengingat bahwa kejadian itu juga pernah saya alami. Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan klien saya yang kebetulan dulu pernah menjadi manajer iklan di majalah di mana saya bekerja. Ia kini bekerja di sebuah hotel berbintang. Suatu hari saya bertemu dengannya di kantornya di salah satu gedung pencakar langit di kawasan Sudirman.

Penulis mengidentifikasikan sebagai pelaku dalam fenomena budaya populer tersebut. Ia merupakan bagian dalam ceritanya sendiri. Hal ini membangun gagasan bahwa apa yang diceritakan oleh penulis bukanlah fiksi, melainkan kenyataan, sebuah pengalaman langsung yang dialami oleh penulis.

Jadi, memiliki nama besar di belakang yang bukan nama saya sendiri membuat saya seperti ketagihan bak pengguna narkoba. Sekali dilepas, maka saya jadi sakau. Teman saya dengan polos bertanya, "Mas, jadi sekarang Mas ini siapa?"

Penulis pada akhirnya mengakui bahwa ia sendiri mengalami

masalah ketagihan pada ‗nama besar‘, ia mengalami problem

eksistensial budaya populer. Dengan pengakuan tersebut, narasi dalam teks ini berusaha membangun penegasan akan identitas penulis dalam peristiwa yang terjadi. Penulis pernah melakukan apa yang sedang ia kritik dan ia juga terjebak atau bahkan tidak bisa lepas dari masalah tersebut; karena menurutnya ia seperti pengguna narkoba yang ketagihan. Seakan-akan penulis ingin mengatakan bahwa ‗menjadi

populer‘ sama sekali tidak bermakna, namun ‗menjadi populer‘ juga

e. Analisis Teks Berita V (‘I'm Nobody’, Kompas, Minggu, 13 April 2008)

1) Fungsi Representasi dalam Teks Berita V