• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI LEMBAGA

B. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem

3. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

Didalam Pasal 34 UU dikatakan bahwa tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.57

Berdasarkan ketentuan didalam Pasal 34 Undang-undang tentang BI beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK akan bertugas mengawasi bank, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang BI, Direktorat Jendral Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi-institusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat.58

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor

Perbankan, OJK mempunyai wewenang, yaitu:59

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

1. pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana

kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akusisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,

produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa;

b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

57

Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 34

58

Afika Yumya., Op.cit.,hal. 15

59

1. likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank;

2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur;

4. pengujian kredit (credit testing); dan 5. standar akuntansi bank;

c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:

1. manajemen risiko;

2. tata kelola bank;

3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan

4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan;

d. pemeriksaan bank

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:60

1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral

dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

60

C. Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga yang Independen

1. Pengertian Independen dan Lembaga Independen

Makna independen tidak sama dengan pengertian netral. Independen bukan berarti netral, demikian pula netral bukanlah sifat dari independen. Kedua kata ini sesungguhnya berbeda satu sama lainnya namun di samping itu terdapat persamaannya yakni dalam hal arti sama-sama menyatakan sifat. Sifat independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Sedangkan sifat netral tidak memihak sama sekali. Mengapa independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat? Pertanyaan ini akan mengarahkan pemikiran terhadap teori konstitusi dan teori negara hukum versi negara kesejahteraan (walfare state) yang digunakan pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya negara yang menganut sistem demokrasi.61

Independen dapat berarti ‘bebas’, ‘merdeka’, atau ‘berdiri sendiri.’62

Lembaga independen adalah lembaga yang bersifat mandiri, bebas dari kekuasaan lainnya dan tidak memiliki hubungan organik ataupun hubungan secara hirarki dengan lembaga negara/instansi pemerintah lainnya. Suatu lembaga atau badan dikatakan independen jika memenuhi kriteria diantaranya kewenangan Pengertian independensi dapat dijelaskan sebagai berikut. Independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terkait dengan pihak manapun. Artinya keberadaan kita adalah mandiri, tidak mengusung kepentingan pihak- pihak tertentu atau organisasi tertentu.

61

Bisdan Sigalingging, Op.cit.,hal. 38

yang dimiliki bukan merupakan derivasi dari kekuasaan lain atau dapat dikatakan kewenangan bersifat atributif. Selain itu bukan merupakan bawahan dari suatu lembaga lain yang lebih tinggi.63

Adapun beberapa undang-undang yang mengamanatkan independen kepada lembaga-lembaga pengawas seperti:

1. Independensi Bank Indonesia;64

2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan;65

3. Independensi Lembaga Penjamin Simpana;66

4. Independensi Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi;67

5. Independensi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan68

Karakteristik pengaturan lembaga independen dapat dilihat dari berbagai undang-undang yang ada (UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU), karakteristik itu diantaranya:

, dan lain-lain

69

1. Pengaturan lembaga independen dibatasi oleh negara yang berarti

tidak bersifat independen murni sebagaimana pada konsep negara penjaga malam

64

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui UU No.3 Tahun

2004 kemudian diubah melalui UU No.6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Pasal 4 ayat 2

65

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.Pasal 1 ayat 1

66

Ibid., Pasal 2 ayat 3

67

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3

68

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 2

69

2. Masuknya unsur pemerintah ke dalam forum lembaga independen

3. Pengaturan lembaga pelaporan dan akuntabilitas dari lembaga

independen dalam UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU, berbeda-beda dilaksanakan laporan lembaga independen tersebut, ada yang diatur bertanggung jawab kepada Presiden, kepada BPK, kepada DPR, dan kepada masyarakat luas.

Menurut Jimly Asshiddiqie welfare state dalam perundang-undangan untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah “negara pengurus”. Negara pengurus dalam konsep negara kesejahteraan berarti terdapat tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan sebagai wujud dalam pelaksanaan fungsi pelayanan umum (publik service)melalui penyediaan intervensi-intervensi pemerintah. Karakter negara kesejahteraan menempatkan lembaga yang bertugas mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kedudukan unsur pemerintah tidak harus selalu dipandang bertentangan secara diametral dengan kedudukan rakyat seperti didalam negara hukum liberal dan negara hukum formal. Adapun pandangan negara kesejahteraan terhadap pemerintah jauh lebih bersahabat daripada negara hukum formal. Pemerintah tidak dianggap sebagai lawan melainkan sebagai rekan kerja dalam mencapai tujuan kesejahteraan umum.70

Namun kewenangan bertindak lembaga-lembaga pemerintah atas inisiatif sendiri dalam negara kesejahteraan menunjukkan suatu proses perubahan pola pikir tujuan negara hukum negara kesejahteraan, dimana tujuan utama negara

70

hukum kesejahteraan adalah kemanfaatan sedangkan tujuan negara hukum formal adalah kepastian hukum yang berdasarkan asas legalitas.71

Uraian diatas menunjukkan hakikat independensi yang sesungguhnya yang merupakan abstraksi dari nilai-nilai yang digali dari perkembangan nilai yang ada didalam masyarakat suatu bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah kedaulatan rakyat dalam pembentukan kebijaksanaan dan kebijakan bukan semata-mata karena kehendak penguasa atau pemerintah.72

Tetapi, pengaturan lembaga independen di Indonesia tidak menunjukkan hakikat independensi yang sesungguhnya sebab lembaga independen yang diatur dalam undang-undang tertentu dikenakan teori yang digunakan di negara Indonesia adalah negara hukum materil atau negara hukum berdimensi pelayanan politik. Sehingga, dalam melayani rakyatnya, pemerintah turut serta dalam menentukan kebijaksanaan (wisdom) dan kebijakan (policy) yang berorientasi pada kepentingan pemerintah dalam berbagai bidang khususnya dalam kegiatan ekonomi yang tidak diserahkan sepenuhnya kepada rakyat, melainkan dilibatkannya partisipasi pemerintah. Seperti yang ada didalam pengaturan lembaga independen didalam UU OJK yang melibatkan peran serta Kemenkeu (Koordinator FKSSK) sebagai wakilnya Pemerintah Republik Indonesia.73

71 Ibid. 72 Ibid.,hal. 48 73 Ibid.

2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan

Ketika masih dalam proses RUU, Bismar Nasution dalam artikelnya di

Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, mengatakan:74

Amanat Pasal 34 UU BI bila dilaksanakan akan mengakibatkan tidak efektifnya Bank Indonesia dalam menciptakan stabilitas nilai rupiah sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 7 UU BI. Tujuan BI sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 tersebut, hanya dapat dilaksanakan secara efektif apabila Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 UU BI.

Sama halnya dengan pendapat dari Ec. Abdul Mongid pada saat sebelum

UU OJK diundangkan mengatakan:75

Rencana pengalihan kewenangan dalam pengawasan bank menunjukan adanya upaya mengurangi kewenangan BI sehingga BI hanya berfungsi dari aspek moneter. Masalahnya adalah kalau kewenangan dalam mengawasi bank dicabut, maka secara otomatis kemampuan BI dalam menjalankan tugas moneternya terganggu karena bank merupakan lembaga keuangan yang sangat dominan dalam transmisi kebijakan moneter.

Menyikapi kedua pandangan diatas, salah satu masalah dalam kekhawatiran ini dapat ditinjau dari sisi penentuan status suatu lembaga. Status BI pada Pasal 4 ayat (2) UU BI menentukan lembaga ini independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lainnya. Sementara status OJK yang ditentukan didalam Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2, UU OJK hanya menentukan independen, bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas

74

Bismar Nasution, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 15

75

dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK. UU OJK tidak menentukan bebas dari campur tangan pemerintah, melainkan hanya menentukan bebas dari campur tangan pihak lain seperti yang dijelaskan diatas. 76

Selanjutnya, didalam Penjelasan Umum antara lain dikemukakan bahwa independensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam 2 hal, yaitu: secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, independensi OJK tampaknya sulit untuk diwujudkan karena:77

1. Proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur

dalam Pasal 10 UU OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi secara ex officio78

2. Pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen,

karena ada yang perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan melalui Mentri Keuangan kepada Presiden dan ada yang langsung kepada Presiden (Pasal 11 dan Pasal 13).

, yaitu 1 dari Bank Indonesia, 1 dari Kementrian Keuangan. Karena ex officio maka masalah jabatan Dewan Komisioner tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya;

76

Ibid.

77

Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3,

2012 hal. 139

78

Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan

Pengaturan mengenai pengisian formasi Dewan Komisioner ini tampaknya perlu dipertimbangkan ulang, agar makna independen dari lembaga ini tidak terkesan menjadi sempit.

Keindependensian OJK akan sepenuhnya efektif, jika terdapat Good Corporate Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena penerapan sistem Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Fungsi pengawasan itu bukan terletak dari dibentuknya lembaga baru atau tidak, tapi dari ada atau tidaknya penerapan good corporate governance.79

Persoalan lain yang mempengaruhi independensi OJK adalah pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak

yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan.80 Penetapan besaran

pungutan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.81

Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga akan lebih baik apabila pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di

79

Wiwin Rahyani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9

No. 3, 2013 hal. 369

80

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 34 ayat

2

81

Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5 tahun pertama, tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu membebani APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki program yang baik untuk pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan manfaat dari lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini.82

Jika dilihat dari UU OJK, didalam Pasal 1 angka 1 diuraikan bahwa:

“Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini.”

Didalam Pasal 2 juga ditegaskan kembali bahwa:

“OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal- hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.”

Independensi OJK tercermin didalam kepemimpinan OJK itu sendiri. Secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan seara tegas diatur dalam Undang- Undang ini. Disamping itu, dalam mendapatkan pimpinan OJK yang tepat, Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu pantia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan.83

82

Ibid.,hal. 369

83

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, penjelasan

Selanjutnya, terkait dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat 2 UU OJK bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini.84 Adanya pengecualian terhadap independensi OJK berlaku pula bagi ketentuan Bank Indonesia. Meskipun Bank Indonesia dan OJK adalah lembaga yang independen, tetapi keindependensiannya tidak berlaku secara absolut ataupun mutlak. Begitu juga dengan lembaga OJK tidak mutlak sebagai lembaga yang independen. Didalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana diubah melaui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disingkat UU BI) menegaskan di Pasal 4 yat 2 UU BI tidak berlaku keindependensian Bank Indonesia secaramurni sebab Pasal ini merupakan Pasal pengecualian. Ketentuan pengecualian ini ditentukan, apabila diatur dengan tegas didalam UU BI. UU OJK juga mengatur ketentuan pengecualian di Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2 yang terdapat pengecualian juga diatur secara tegas menurut UU OJK. 85

Independensi bagi BI dan juga OJK tidak diserahkan kepada kedua lembaga ini secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 UU OJK. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK ketika misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), sebab kondisi ini

84

Ibid., Pasal 2 ayat 2

85

dikategorikan tidak normal sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2 UU OJK. Sehingga independensi dalam pengaturan dan pengawasan perbankan dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu lembaga yang independen.86

3. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Lain

Pengesahan UU OJK pada tanggal 27 Oktober 2011 menandai babak baru industri jasa keuangan di Indonesia. Kehadiran lembaga baru ini diharapkan dapat mengatur dan mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Semakin kompleksnya industri jasa keuangan memang meningkatkan resiko sehingga mennuntut pengawasan lebih. Pengaturan dan pengawasan sejumlah sektor jasa keuangan juga diharapkan menjadi sinergi kebijakan dan produk untuk menurunkan biaya transaksi. Dengan demikian, dapat dibangun arsitektur jasa keuangan yang lebih kuat dan terintegrasi. Oleh karena itu, peran OJK menjadi taruhan agar kondisi jasa keuangan Indonesia lebih berdaya saing. Banyak pelajaran berharga dapat dipetik dari krisis ekonomi 1997-1998 hingga krisis ekonomi di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2010-2011 sampai sejumlah fraud87 oleh sejumlah jasa keuangan besar di Amerika Serikat.88

86 Ibid. 87 Fraud (Penipuan), Oktober 2013) 88

Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum

Membangun industri jasa keuangan Indonesia yang kuat memerlukan totalitas sektor sebagai kesatuan industri misalnya pengaturan perbankan yang bisa berdampak langsung dan tidak langsung pada sektor pasar modal ataupun lembaga pembiayaan lain. Karena OJK hadir ditengah-tengah regulasi dan ketentuan industri yang telah tertanam, tak mengherankan jika harmonisasi kebijakan sektor perlu mendapat perhatian serius. Fungsi harmonisasi ini tidak bisa mengandalkan pada fungsi komisioner dari BI ataupun Kementrian Keuangan dan tim ad hoc89 tetapi jauh lebih penting adalah menentukan desain, struktur dan proses oganisasi OJK yang efisien dan efektif.90

Adapun lembaga keuangan lain seperti yang dijelaskan diatas adalah Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.91

1. Pasar Modal

Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitand engan efek

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.92

2. Perasuransian

Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian

89Ad hoc adalah sesuatu yang diciptakan, atau seseorang yang ditunjuk untuk tujuan

atau jangka waktu tertentu

Oktober 2013)

90

Ibid.,

91

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6

92

asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.93

3. Dana Pensiun

Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pension sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai dana pensiun.94

4. Lembaga Pembiayaan

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan.95

5. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya

Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.96

Dengan keluarnya UU OJK ini, maka tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya akan dilaksanakan oleh OJK.97

Didalam ketentuan peralihan UU OJK mengatakan, sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Mentri

93

Ibid., Pasal 1 angka 7

94

Ibid., Pasal 1 angka 8

95

Ibid., Pasal 1 angka 9

96

Ibid., Pasal 1 angka 10

97

Keuangan dan Badan Pengawas pasar modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.98 Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pejabat dan/atau pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dan pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 4 dialihkan untuk dipekerjakan pada OJK.99

Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: 100

a. kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Bank

Indonesia dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan; dan

b. kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan

Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK.

Penggunaan kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bersama ataukeputusan Menteri Keuangan, Gubernur BankIndonesia, dan Ketua

Dokumen terkait