• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

B. Informan Biasa

4.5. Fungsi Ugasan Torop Dalam Pengembangan Usaha

Seiring perkembangan jaman maka berkembang pula kebutuhan manusia, yang semula kita bisa mengaplikasikan system Barter pada jaman dahulu sekarang beralih ke sistem penggunaan mata uang. Hal ini juga dialami oleh lembaga Ugasan Torop. Dahulu ketika tidak ada mata uang dan mayoritas pemeluk agama Malim masih petani maka pendirian Ugasan Torop oleh pengikutnya di lakukan dengan padi pilihan, seiring perkembangan jaman maka saat ini di punguan atau cabang-cabang yang terdapat di kota besar menggunakan sistem mata uang, hanya di pusat (Laguboti) masih digunakan sistem padi, karena mayoritas pemeluk agama Malim di sana bermata pencharian bertani.

Dahulu dana yang berada di Ugasan torop hanya digunakan semata-mata untuk kemaslahatan umat Malim saja seperti yang dituliskan oleh Raja Sisingamangaraja, namun seiring perkembangan jaman maka berkembang pula bentuk pengelolaan Ugasan torop, jadi bukan hanya digunakan untuk memberikan bantuan kepada yang kurang mampu saja dan lain sebagainya, namun juga dapat digunakan oleh para pemeluk agama Malim lainnya yang memang sangat membutuhkannya. Untuk membeli sawah bagi keluarga baru yang belum memiliki sawah sendiri, dan dapat juga digunakan untuk modal usaha. Hal ini dituturkan oleh bapak Monang Naipospos,

“Ugasan torop juga dimanfaatkan untuk pembelian sawah bagi suami istri yang belum memiliki sawah sendiri sehingga mereka tidak perlu bekerja kepada orang lain, namun juga dapat digunakan untuk membeli tanah yang dikemudian hari dibutuhkan untuk jadi tempat tinggal. Sehingga tanah tersebut tidak dibeli oleh orang lain”. (wawancara pada oktober 2010)

Di saat ini dimana kebutuhan manusia sudah lebih kompleks, dan mata pencaharian bukan hanya di sector pertanian tapi juga di sektor dagang dan sector lainnya mendorong pemanfaatan Ugasan Torop ke dalam level yang lebih tinggi lagi, yaitu penggunaan dana di Ugasan Torop sebagai modal dagang, atau apapun yang sifatnya bisa membantu dan memakmurkan kehidupan anggotanya.

Seperti yang dialami oleh bapak Mindo Simanjuntak, pada tahun 1981 beliau membuka usaha mejahit di Kota Medan, namun suatu ketika beliau mengalami musibah. Semua peralatan berharganya yang dijadikan alat untuk

menjahit dicuri. Hal ini menjadikan Pak Simanjuntak kehilangan pekerjaannya. Karena dukungan dari keluarga dan teman-teman dekat akhirnya pak Simanjuntak memberanikan diri meminjam dari Ugasan Torop. Akhirnya karena ketulusan dan kerja keras pak Simanjuntak usaha beliau mampu bangkit kembali dan kehidupan beliau pasca peristiwa pencurian tersebut dapat kembali normal (wawancara pada oktober 2010).

Melihat kondisi diatas maka dapat kita katakan betapa sangat berartinya Ugasan Torop ini dalam membantu kehidupan ekonomi masyarakat parmalim. Ketimbang mereka meminjam kepada bank atau rentenir yang mengaplikasikan system bunga dalam pinjamannya, Ugasan Torop terbukti menjadi solusi yang amat berharga bagi Umat parmalim dalam menghadapi masalah perekonomian mereka.

Namun tidak terlepas dari orang-orang yang tertimpa musibah saja yang terbantu karena keberadaan Ugasan torop, anggota Ugasan Torop yang lainnya menuturkan,

“Usaha yang saya geluti adalah berdagang ikan di pajak, kemudian suatu ketika saya membutuhkan tambahan modal untuk usaha saya agar dapat lebih berkembang. Dengan pertimbangan, jika saya meminjam ke Bank prosesnya cukup lama, dan kalau meminjam ke rentenir bunga yang diminta sangat besar pada saat itu bunganya saja bisa mencapai 20% dari jumlah pinjaman. Sangat berat bagi kami. Karena pertimbangan itu akhirnya kami memutuskan untuk meminjam ke Ugasan Torop. Jumlah pinjaman yang saya ajukan adalah sebesar Rp8000.000 dengan kesepakatan akan dikembalikan selama setahun dengan cara cicilan perbulannya. Pinjaman itu disepakati dan syukur dalam waktu setahun saya bisa mengembalikan pinjaman tersebut” (wawancara pada oktober

Masalah permodalan yang dihadapi penganut parmalim terselesaikan dengan keberadaan Ugasan Torop di tengah-tengah kehidupan Masyarakat Parmalim. Hal senada juga di ungkapkan oleh anggota yang lainnya.

“saya adalah seorang pedagang hasil pertanian saya sendiri, sebelumnya saya mengandalakan alat transportasi seperti besak untuk mengangkat barang dagangan saya. Setelah dihitung-hitung saya mengalami kerugian kalau saya tetap menerapkan hal tersebut. Setelah hasil diskusi dengan suami kami akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah sepeda motor dan akan dipasangi becak untuk mengangkat barang dagangan saya, dan jika ada waktu luang suami saya bisa menjual jasa transportasi becak sebagai sampingan, yang menjadi kendala pada kami pada saat itu adalah ketiadaan modal, setelah dihitung-hitung dana yang kami butuhkan adalah sekitar Rp 5000.000. atas keyakinan kami sendiri kami akhirnya memutuskan untuk mengajukan pinjaman kepada Ugasan Torop, dengan janji akan mengembalikan pinjamana kami selama satu tahun. Pinjaman saya dikabulkan, namun ada sedikit masalah yang menyebabkan kami sedikit molor dari waktu yang di janjikan. Kami baru bisa melunasi pinjaman setelah satu setengah tahun”. (wawancara pada oktober 2010) Jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional maka keterlambatan membayar selama setengah tahun bisa berkibat fatal bagi anggota tersebut, namun tidak dalam keanggotaan di Ugasan Torop, ada batas toleransi yang cukup besar yang bisa di kenakan bagi semua anggota. Selama memang masalah yang dihadapi memang kenyataan dan bukan sesuatu yang mengada-ada maka keterlambatan seperti itu masih bisa ditolerir.

Meningkatnya fungsi ini tidak sertamerta mempengaruhi nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, sehingga penggunaan dana bagi yang membutuhkannya tidak menjadi sebuah hal yang sepele dan sembarangan. Hal ini ditemukan melalui wawancara dengan ibu Nurmala, beliau mengatakan,

“Ugasan Torop sangat membantu apabila dapat dimanfaatkan dengan sesungguhnya, tidak dimainkan dan sebagainya. Karena akibat yang dapat ditimbulkannya sangat berat, tidak pun dialami oleh kita sebagai peminjam, akibatnya bisa berimbas kepada anak cucu kita kelak”(wawancara pada oktober 2010).

Dari kalimat ini kita bisa menelaah sedikit bahwa di dalam diri penganut Ugamo Malim tertanam nilai-nilai kejujuran yang sangat tinggi, sehingga mereka benar-benar takut melakukan sesuatu yang tidak benar karena mereka meyakini efek dari tindakan mereka bukan hanya mereka saja yang bisa terkena imbasnya, namun juga bisa mengenai anak cucu mereka kelak.

4.6. Pengelolaan Ugasan Torop Dan Nilai- Nilai Dalam Ugamo Malim

Dokumen terkait