• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus

2.3 Gagal Ginjal Kronik 1 Definis

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerural (LFG) kurang dari 50ml/menit. GGK sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage) atau gagal ginjal terminal adalah tingkat

gagal ginjal yang mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti ginjal (Suhardjono dkk, 2001).

Batasan penyakit ginjal kronik dapat dilihat sebagai berikut:

a. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).

b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium didasarkan atas dasar derajat penyakit (stage), dibuat berdasarkan nilai LFG, yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – umur) x Berat Badan (kg) * 72 x Kreatinin Plama (mg/dl)

)

*)

Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dasar derajat (stage) penyakit (Sudoyo, 2007), dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.

pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2.4 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Didasarkan Atas Dasar Derajat Penyakit

Stage Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal

atau meningkat ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG

ringan 60 – 89

3 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG

sedang 30 – 59

4 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG

berat 15 – 29

2.3.2 Patofisiologi

Etiologi penyakit ginjal kronik ini sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Tabel 2.5 di bawah ini menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat (Sudoyo, dkk., 2007). Tabel 2.5 Penyebab Utama Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Amerika Serikat

Penyebab Insiden

Diabetes mellitus 44%

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%

Glomerulonefritis 10%

Nefritis interstitialis 4%

Kista dan penyakit bawaan lain 3% Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis) 2%

Neoplasma 2%

Tidak diketahui 4%

Penyakit lain 4%

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif. Adanya peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang sistem renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh

progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial (Sudoyo, 2007).

2.3.3 Penegakan Diagnosis

Menurut Sudoyo gambaran klinis pada penyakit ginjal kronik meliputi: a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti DM, infeksi traktus urinarius,

batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurisemia, lupus eritomatosus sistemik (LES) dan lain sebagainya.

b. Sindroma uremia, yang terdiri dari lemah, lethargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

Gambaran hasil laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft- Gault.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. d. Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,

Gambaran pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi: a. Foto polos abdomen, tampak batu radio-opak.

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa e. Pemeriksaan renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.3.4 Terapi

Penatalaksanaan terapi pada penyakit ginjal kronik meliputi: a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi

traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

c. Menghambat perburukan (progression) fungsi ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan di atas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6- 0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gram diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutrama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hidrogen, posfat, sulfat dan ion anorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih akan meningkatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan

intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal.

d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Komplikasi penyakit ginjal kronik dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini. Tabel 2.6 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik

Stage Penjelasan LFG (ml/menit) Komplikasi

1 LFG normal ≥ 90 _

2 Penurunan LFG ringan

60 – 89 Tekanan darah mulai

meningkat 3 Penurunan LFG sedang 30 – 59 - Hiperfosfatemia - Hipokalsemia - Anemia - Hiperparatiroid - Hipertensi - Hiperchomosistinemia 4 Penurunan LFG berat 15 – 29 - Malnutrisi - Asidosis metabolik - Cenderung hiperkalemia - Dislipidemia

5 Gagal ginjal < 15 - Gagal jantung - Uremia

f. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis dan transplantasi ginjal (Sudoyo, 2007).

BAB III

Dokumen terkait