• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gagasan dan Nilai Ko Dalam interaksiny

yang berupa larangan belajar dalam kehidupa Nasional Gunung Halim masyarakat Cipeuteuy u masyarakat yang berupa

1. Larangan memasuki

Saat TNGHS ma masyarakat sudah meng Selain itu, ada aturan ya masyarakat ke dalam ka yang dilarang dimasuki yang dihuni oleh makh masyarakat. Masyaraka diinginkan pada dirinya Akan tetapi tidak ada melakukan pelanggara berdasarkan kesadaran u yang mereka yakini ada langsung oleh makhluk g

Gambar 2 Pa

. HASIL DAN PEMBAHASAN

i Konservasi

nya dengan hutan, masyarakat Cipeuteuy memi n-larangan. Aturan tersebut muncul sebagai ha pan masyarakat. Sosialisasi peraturan dari Ba imun Salak (BTNGHS) kepada masyarakat juga me

untuk mengadopsi peraturan tersebut. Aturan-atu pa larangan-larangan tersebut diantaranya adalah: ki kawasan yang semula ditetapkan sebagai cagar masih berstatus cagar alam yaitu pada tahun 1

ngetahui adanya larangan memasuki kawasan c yang tidak tertulis dalam masyarakat untuk memb kawasan cagar alam. Ada beberapa tempat di da ki masyarakat. Tempat tersebut dianggap tempa

khluk gaib dan tidak boleh dijamah sama s kat meyakini bahwa akan terjadi hal-hal y ya jika memasuki dan merusak tempat kerama a sanksi yang diterapkan masyarakat kepada w ran tersebut. Masyarakat tidak memasuki n untuk melindungi dirinya sendiri dari ancaman

da. Masyarakat beranggapan bahwa sanksi akan k gaib yang tinggal di dalam hutan.

Papan pemberitahuan batas kawasan pelestarian al

miliki aturan hasil proses alai Taman a mendorong aturan dalam ar alam 1953-1992 cagar alam. mbatasi akses dalam hutan pat keramat sekali oleh yang tidak at tersebut. warga yang ki kawasan man-ancaman an diberikan alam

2. Larangan menebang pohon

Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) telah melarang masyarakat menebang pohon yang terdapat di dalam kawasan TNGHS dan mensosialisasikannya kepada masyarakat. Akan tetapi masih ada masyarakat yang menebang pohon di dalam kawsan TNGHS untuk dijual. Sejauh ini, sudah beberapa kali terjadi kasus penangkapan yang dilakukan petugas terhadap warga yang diketahui menebang pohon di kawasan taman nasional, namun masyarakat Cipeuteuy belum menerapkan sanksi apapun untuk warganya yang diketahui menebang pohon walaupun pihak BTNGHS telah menerapkan sanksi berupa proses hukum bagi masyarakat yang melakukan penebangan pohon.

3. Larangan menggarap lahan

Pada tahun 2003 telah terjadi pengalihan fungsi kawasan yang semula hutan produksi Perum Perhutani menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sejak saat itu masyarakat Cipeuteuy tidak lagi diperbolehkan menggarap lahan hutan produksi tersebut. Saat dikelola oleh Perum Perhutani, masyarakat bekerja sama dengan pihak Perhutani dalam mengelola hutan produksi. Masyarakat diperbolehkan menggarap lahan tersebut dengan menanami lahan dengan tanaman lain seperti tanaman pangan dan perkebunan selain tanaman pokok Perhutani. Saat ini masyarakat belum bisa melepaskan lahan garapannya meskipun telah ada aturan yang jelas dari BTNGHS yang melarang masyarakat menggarap lahan. BTNGHS belum memberikan sanksi apapun bagi masyarakat yang tetap menggunakan lahan garapan tetapi memberikan himbaun agar masyarakat mau menanami lahan garapannya dengan tanaman asli taman nasional seperti puspa dan tanaman kayu lainnya tanpa ditebang atau dipanen kembali. Tetapi pada umumnya masyarakat tidak melakukan himbauan yang telah diberikan karena mereka menyadari tidak akan dapat bercocok tanam dengan tanaman lain di lahan tersebut jika tanaman kayu yang ditanam telah tumbuh besar. Beberapa warga hanya menanam tanaman kayu dipinggir-pinggir lahan sebagai tabungan jika sewaktu-waktu diperlukan untuk dijual kayunya.

4. Larangan menjual hasil hutan.

Aturan tidak boleh menjual hasil hutan datang dari BTNGHS sebagai pihak pengelola hutan. Masyarakat Cipeuteuy lebih banyak mengambil hasil hutan dan memanfaatkannya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, hal tersebut timbul dari kesadaran diri sendiri bahwa hutan tidak boleh dieksploitasi dengan mengambil banyak hasil hutan lalu menjualnya ke pihak lain. Masyarakat dengan sendirinya melakukan pembatasan terhadap penggunaan hasil hutan sebagai bentuk upaya dalam melestarikan hutan. Sama halnya dengan beberapa larangan di atas, tidak ada sanksi yang diterapkan oleh masyarakat bagi warganya yang menjual hasil hutan. Sanksi yang diterapkan hanya sanksi dari pihak BTNGHS berupa proses hukum dengan diserahkan kepada pihak kepolisian.

5.1.1 Klasifikasi Larangan

5.1.1.1 Berdasarkan Tingkat Sanksi

Dari keempat bentuk larangan yang ada dalam masyarakat Cipeuteuy, hanya satu larangan yang merupakan aturan yang tumbuh dalam masyarakat dengan sendirinya, yaitu larangan memasuki wilayah cagar alam. Tiga larangan lainnya merupakan proses adopsi masyarakat dari aturan yang telah disosialisasikan oleh BTNGHS. Dilihat dari tingkat sanksinya larangan tersebut terbagi dua, yaitu larangan dengan sanksi keras dan larangan dengan sanksi ringan. Larangan yang termasuk ke dalam sanksi keras yaitu larangan menebang pohon dan menjual hasil hutan. Sanksi bagi larangan tersebut adalah dengan diserahkan kepada pihak berwajib/kepolisian untuk diproses secara hukum, sedangkan yang termasuk larangan kedalam sanksi ringan adalah larangan memasuki kawasan cagar alam dan larangan menggarap lahan. Saat ini masyarakat telah jarang yang tertangkap memasuki kawasan yang semula ditetapkan sebagai cagar alam karena lokasinya yang relatif jauh dan karena kebutuhan masyarakat telah dapat terpenuhi tanpa harus masuk ke dalam kawasan tersebut. Bagi masyarakat yang menggarap lahan tidak diberikan sanksi apapun. BTNGHS hanya memberikan himbauan untuk menanami lahan garapan masyarakat dengan tanaman asli taman nasional.

5.1.1.2 Berdasarkan Jangka Waktu

Dilihat dari jangka waktunya, larangan tersebut ada yang berlaku selama periode waktu tertentu dan ada yang berlaku selamanya. Untuk larangan yang berlaku selama periode waktu tertentu adalah larangan menggarap lahan. Sesuai dengan himbauan dan sosialisasi yang telah dilakukan oleh BTNGHS, masyarakat diperbolehkan menggarap lahan bersamaan dengan menanam tanaman berkayu. Sehingga apabila tanaman berkayu tersebut telah tumbuh dan lahan tidak memungkinkan lagi untuk ditumpangsarikan maka masyarakat dengan sendirinya diharapkan meninggalkan lahan garapan tersebut.

5.1.1.3 Berdasarkan Tempat

Gambar 3 Peta kawasan taman nasional

Pada Gambar 3 dapat dilihat lokasi Desa Cipeuteuy berada di sekitar zona inti TNGHS yaitu zona yang berwarna merah. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan P. 56 /Menhut-II/2006 tentang pedoman zonasi taman nasional, fungsi zona inti yaitu untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, maka tidak boleh terdapat aktivitas pemanfaatan apapun yang dilakukan oleh masyarakat. Pemanfaatan yang boleh dilakukan oleh masyarakat hanya pada zona khusus yang memiliki fungsi untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum ditunjuk dan ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan Iistrik.

Dokumen terkait