• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 6.4 Hasil TBIA perlakuan tanaman kontrol

Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya B. Membran PMWaV -2 dan gambar ulangnya) : Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus

Dari gambar 6 dan tabel 3 dapat dilihat bahwa semua tanaman yang menunjukkan gejala berasosiasi dengan virus PMWaV-2. Hal ini sesuai dengan hasil survei Sether et al. (2001) yang menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi PMWaV-2 100% menunjukkan gejala dan 12% tidak menunjukkan gejala.

Pada tabel berik ut (tabel 4) diperoleh deskripsi gejala layu tanaman nanas uji di rumah kaca akibat terinfeksi PMWaV melalui verifikasi TBIA.

B

A B

Tabel 4 Deskripsi gejala layu yang terinfeksi PMWaV di rumah kaca melalui verifikasi TBIA

Uraian Deskripsi Gambar

Bebas PMWaV Dua tanaman uji berdaun hijau segar, tumbuh sehat tanpa gejala layu PMWaV dan tidak mengandung virus PMWaV

PMWaV-1 1. Delapan tanaman uji berdaun

hijau segar, tumbuh sehat tanpa gejala layu PMWaV, hanya mengandung PMWaV -1

2. Sepuluh tanaman uji tidak bergejala layu, tetapi daun berwarna hijau tak merata dan hanya mengandung PMWaV -1 PMWaV-2 Tidak ada tanaman uji yang hanya

mengandung virus PMWaV-2 saja

- PMWaV-1&PMWaV -2 Terdapat 20 tanaman uji yang

mengandung PMWaV-1 dan PMWaV-2 sekaligus dengan gejala layu PMWaV sbb:

1. Layu merah

2. Curling

3. Mati ujung daun 4. Layu kuning

Studi Hasil Pengamatan Penularan PMWaV di Lapangan

Daerah survei yang ditentukan untuk mengamati penularan PMWaV di lapangan adalah di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang dan di Desa Huta Parhonasan, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten

1 2 3 4 2 1

Simalungun (gambar 7). Di kedua daerah tersebut, nanas yang ditanami kebanyakan adalah nanas varietas Smooth Cayenne, dan disana ditemukan gejala layu yang cukup luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah untuk daerah Subang dan gejala kuning untuk daerah Simalungun.

Gambar 7 Lokasi pertanaman nanas di daerah Subang (a) dan Simalungun (b)

Kultivar Smooth Cayenne ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tinggi batang dan tangkai buah 20-50 cm. Jumlah daun berkisar antara 60-80 helai. Daun berbentuk palung yang dangkal dengan tepi lurus, tidak bergelombang. Buah terdapat pada ujung tangkai buah dengan bagian bawah lebih besar daripada bagian ujung. Buah dengan ukuran berat di atas rata-rata bentuknya meruncing dari dasar ke ujung, sedangkan buah dengan berat di bawah rata-rata bentuknya mendekati silinder. Pada umumnya kandungan gula dan asamnya berkisar antara 12-16% dan 0,5-0,9%. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua dengan tambahan warna merah kecoklatan yang tidak teratur yang disebabkan adanya pigmen antosianin dalam epidermis.

Di lokasi pengamatan Subang, ditemukan adanya gejala layu yang cukup luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah (gambar 8).

Gambar 8 Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas Subang

Cara membedakan gejala layu merah dengan warna merah kecoklatan akibat adanya pigmen antosianin dalam epidermis pada permukaan daun nanas varietas Smooth Cayenne ini adalah dengan mengamati penyebaran warna merah pada daun tanaman nanas tersebut. Gejala layu merah dimulai dari bagian ujung daun yang runcing hingga ke pangkal daun bagian dalam, seperti gambar 9 berikut:

Gambar 9 Perbedaan daun tanaman nanas sehat dan terkena gejala layu a) Daun sehat (merah kecoklatan akibat adanya pigmen antosianin); b) Daun bergejala layu (gejala merah)

Pada tanaman nanas bergejala layu yang diamati di daerah ini ditemukan adanya kolonisasi kutu putih (Dysmicoccus spp) seperti pada gambar 10 berikut:

a

Gambar 10 1 & 2. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu. 3 & 4. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu.

Kutu putih tersebut terdapat pada bagian pangkal daun dekat batang tanaman nanas dan juga terdapat di bagian bawah pangkal batang tanaman nanas dekat dengan akar tanaman nanas. Pada beberapa tanaman nanas yang diamati, ditemukan adanya koloni kutu putih, tetapi tanaman nanas tersebut tidak menunjukkan gejala layu (gambar 10 [1&2]).

Tabel 5 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Subang)

No. Individu tanaman nanas yang diamati Persentase

1 Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih 60 2 Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih - 3 Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan

gejala layu)

5 4 Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih 35 Tabel 6 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu

dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Simalungun)

No. Individu tanaman nanas yang diamati Persentase

1 Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih 30 2 Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih 15 3 Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan

gejala layu)

5 4 Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih 50

3 4

Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel tanaman nanas yang diamati di Desa Bunihayu, Kecamatan Subang dengan menggunakan TBIA, diperoleh hasil bahwa tanaman nanas dengan koloni kutu putih dan menunjukkan gejala layu, positif mengandung virus PMWaV -1 dan PMWaV -2. Sampel daun tanaman nanas dengan koloni kutu putih dan tanpa adanya gejala layu, virus PMWaV tidak dapat dideteksi, dengan kata lain tidak terdapat virus pada tanaman nanas tersebut (gambar 11).

Gambar 11 Hasil TBIA. 1&2: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu; 3&4: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu Keterangan:

: Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus

Dari hasil pengamatan penularan PMWaV di rumah kaca dan di lapangan, diketahui bahwa kutu putih merupakan faktor yang mampu memperparah gejala layu, tetapi kutu putih tersebut bukan merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu pada tanaman nanas. Hal ini didukung, dengan adanya tanaman nanas di lapangan yang terkolonisasi kutu putih tetapi tidak menunjukkan gejala layu pada tanaman nanas tersebut.

Variasi gejala layu tanaman nanas di lapangan dan di rumah kaca, ditemukan agak berbeda dan perbedaan gejala ini mungkin terjadi karena kondisi lingkungan di rumah kaca berbeda dengan kondisi di lapangan, terutama dalam hal intensitas cahaya.

Pengamatan Sebaran Geografi Penyakit Layu Nanas

Pengamatan sebaran penyakit layu oleh kutu putih dilakukan melalui survei ke pertanaman nanas di beberapa sentral produksi nanas di Indonesia, di antaranya Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara.

4 3

2 1

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Barat

Di pertanaman nanas di Subang kebanyakan ditanami nanas varietas

Smooth Cayenne dan di daerah ini ditemukan cukup banyak gejala layu dengan dua variasi gejala layu yaitu gejala layu merah dan gejala layu kuning (gambar 12).

Gambar 12 a) Lokasi pertanaman nanas di Subang, b) Gejala layu merah, c) Gejala layu kuning Di daerah ini, ada tiga kebun yang diamati dan ketiga kebun nanas tersebut terlihat terinfeksi penyakit layu dengan tingkat keparahan penyakit untuk tiap kebun rata-rata 60-70%.

Survei pertanaman nanas di Jawa Barat juga dilakukan di Bogor, di kebun percobaan IPB Pasir Kuda di daerah Ciomas. Di pertanaman nanas tersebut ditanami nanas varietas Smooth Cayenne. Dari lokasi pertanaman nanas di bawah (gambar 13), sudah dapat dilihat adanya gejala layu (tanda panah merah).

Gambar 13 Lokasi pertanaman nanas di daerah Ciomas a

Untuk lebih memperjelas, dapat dilihat pada gambar 14 berikut ini:

Gambar 14 Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas di Ciomas

Di daerah Ciomas, Bogor ditemukan lima jenis variasi gejala layu yakni gejala layu merah, kuning, curling (daun mengeriting), mati ujung daun dan kerdil. Dari hasil pengamatan di kebun percobaan tersebut, dilihat bahwa tingkat kejadian keparahan penyakit sudah hampir mencapai 50%. Kelima variasi gejala layu terseb ut dapat dilihat pada gambar 15 di bawah ini:

Gambar 15 Variasi gejala layu : 1. Merah; 2. Kuning; 3. Kerdil; 4. Curling; 5. Mati ujung daun

1 2

3

Terdapatnya gejala layu pada tanaman nanas, perlu dilanjutkan dengan uji serologi untuk lebih memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di daerah Ciomas Bogor tersebut. Hasil TBIA terhadap kelima variasi gejala yang ditemukan di daerah Ciomas dapat dilihat pada gambar 16 di bawah ini:

Gambar 16.1. Hasil TBIA gejala layu merah di daerah Ciomas, Bogor.

Gambar 16.2. Hasil TBIA gejala kerdil di daerah Ciomas, Bogor .

Gambar 16.3. Hasil TBIA gejala layu kuning di daerah Ciomas, Bogor.

Gambar 16.4. Hasil TBIA gejala layu cur ling di daerah Ciomas, Bogor. A A B B A B A B

Gambar 16.5. Hasil TBIA gejala mati ujung daun di daerah Ciomas, Bogor. Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya

B. Membran PMWaV-2 dan gambar ulangnya : Tidak terdeteksi virus

: Terdeteksi virus

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Timur

Nanas dikembangkan di Kabupaten Blitar sekitar tahun 1955 setelah terjadi letusan Gunung Kelud. Area bekas lahar Gunung Kelud diadakan tanaman penghijauan yang salah satunya adalah tanaman nanas. Pertanaman nanas berlokasi di Desa Kendal Rejo dan Pasir Harjo Kecamatan Talun, kemudian tanaman nanas terus berkembang di wilayah Blitar bagian barat karena adanya gunung meletus lagi sekitar tahun 1966. Pengembangananya berada di Kecamatan Ponggok, Nglegok, Udanawu dan Srengat yang selanjutnya berkembang sampai sekarang.

Tanaman nanas banyak jenisnya, tetapi di Kabupaten Blitar khususnya di Kecamatan Ponggok yang biasa ditanam petani adalah jenis Queen. Jenis Queen bentuk pohonnya tidak terlalu besar, daun berduri, bentuk buahnya juga tidak teralu besar (beratnya sekitar 1 kg), bentuk buah matanya sedang dan agak menonjol serta mempunyai rasa dan aroma yang lebih manis dan enak jika dibandingkan dengan jenis lain.

Di pertanaman nanas Kecamatan Ponggok, Blitar gejala layu sudah sangat banyak ditemukan (gambar 17). Di daerah ini, ada empat kebun yang diamati dan pada keempat kebun nanas tersebut terlihat banyak sekali tanaman nanas yang terinfeksi penyakit layu.

Gambar 17 Lokasi pertanaman nanas di Kecamatan Ponggok

Gejala layu yang paling mencolok adalah gejala layu merah (gambar 18). Sejauh mata memandang, gejala layu merah terlihat di pertanaman nanas di daerah ini. Tingkat keparahan penyakit layu di daerah Blitar ini sudah sangat tinggi, kira-kira sudah mencapai 90%.

Gambar 18 Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas : Tanaman nanas bergejala layu

Selain gejala layu merah, ditemukan tiga jenis variasi gejala layu yakni gejala layu kuning dan mati ujung daun. Ketiga variasi gejala layu tersebut dapat dilihat pada gambar 19 berikut ini:

Gambar 19 Variasi gejala layu: 1. Kuning; 2. Merah; 3. Mati ujung

2 3

Sampel daun tanaman nanas yang bergejala layu, dilanjutkan dengan TBIA untuk memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di Ponggok, Blitar. Hasil TBIA terhadap variasi gejala tersebut dapat dilihat pada gambar 20 di bawah ini:

Gambar 20 Hasil Test Blott Immunoassay (TBIA) , 1) PMWaV-1; 2) PMWaV-2 : Tidak terdeteksi virus

: Terdeteksi virus

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Sumatera Utara

Sumatera Utara, merupakan propinsi penghasil buah-buahan yang cukup banyak dan khas, seperti markisah medan dan jeruk medan. Selain itu juga banyak menghasilkan berbagai jenis buah-buahan diantaranya buah nanas. Perkebunan nanas yang cukup terkenal di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Toba Samosir. Survei pertanaman nanas yang dilakukan adalah di Kabupaten Simalungun di daerah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon yang sering disebut sebagai huta parhonasan. Penduduk kecamatan ini sebagian besar mata pencahariannya adalah petani dan diantaranya adalah petani nanas.

Nanas yang ditanam di kecamatan ini adalah nanas varietas Smooth Cayenne, dengan buah nanas yang besar (beratnya lebih dari 2 kg), rasanya segar agak masam dan daging buahnya penuh dengan serat. Nanas ini lebih sering dikalengkan karena daging buahnya yang tidak mudah hancur.

Di pertanaman nanas ini (gambar 21), gejala layu juga ditemukan cukup banyak. Namun tidak sebanyak di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Di daerah Simalungun ini, ada enam kebun nanas yang diamati dan pada keenam kebun nanas tersebut, dua kebun diantaranya hampir tidak ditemukan gejala layu,

sedangkan pada empat kebun nanas lainnya terlihat banyak sekali tanaman nanas yang terinfeksi penyakit layu.

Gambar 21 Lokasi pertanaman nanas di daerah Girsang Sipangan Bolon

Gejala layu yang paling mencolok adalah gejala layu kuning (gambar 22). Tingkat keparahan penyakit layu di daerah Simalungun ini cukup tinggi, rata-rata mencapai 50-60%.

Gejala layu di daerah ini yang lebih banyak ditemukan adalah pada tanaman nanas fase generatif. Di pembibitan dan tanaman nanas muda jarang ditemukan gejala layu.

Gambar 22 Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas : Tanaman nanas bergejala layu kuning

Di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara ditemukan dua jenis variasi gejala layu yakni gejala layu merah dan layu

kuning. Kedua variasi gejala layu tersebut dapat dilihat pada gambar 23 berikut ini:

Gambar 23 Variasi gejala layu. 1. Merah; 2. Kuning

Pada semua tanaman nanas yang diamati dan yang menunjukkan gejala layu, ditemukan kolonisasi kutu putih pada bagian pangkal batang tanaman nanas dan di ketiak daun bagian bawah (gambar 24).

Gambar 24 Koloni kutu putih (Dysmicoccus spp)

Di daerah ini ditemukan tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu dengan kolonisasi kutu putih, kolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu, tanaman nanas tanpa gejala layu dan tanpa kolonisasi kutu putih serta tanaman dengan gejala layu namun tidak ditemukan kolonisasi kutu putih. Setelah dilakukan pengujian, diperoleh hasil bahwa sampel daun tanaman nanas yang bergejala layu tanpa ada kolonisasi kutu putih tersebut, positif mengandung virus PMWaV-1 dan PMWaV-2, karena itu diduga, kutu putih terdapat dibagian akar tanaman tersebut sehingga tidak terlihat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam CABI (2003) yang menyatakan bentuk partenogenetik Dysmicoccus spp. sebagian besar terdapat pada bagian bawah tanaman nanas, dekat permukaan tanah atau

dibawahnya, (CABI 2003). Sampel tanaman nanas yang tidak mempunyai gejala layu meskipun terdapat kolonisasi kutu putih, hanya terdeteksi PMWaV-1 saja.

Hasil TBIA terhadap sampel daun tanaman nanas yang ditemukan di daerah Simalungun untuk lebih memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di daerah tersebut dapat dilihat pada gambar 25 di bawah ini:

Gambar 25. 1 Gejala Layu Kuning + kolonisasi kutu putih.

Gambar 25. 2 Gejala Layu Kuning

Gambar 25. 3 Sampel daun nanas tanpa gejala layu. Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya

B. Membran PMWaV-2 dan gambar ulangnya : Tidak terdeteksi virus

: Terdeteksi virus

Berikut ini adalah tabel pengamatan kejadian penyakit dan kondisi iklim lapangan pada waktu survei ke daerah sentra produksi nanas:

A B A B A B

Tabel 7 Pengamatan Kejadian Penyakit (KP) pada ke tiga daerah sentra produksi nanas dan pengaruhnya terhadap iklim daerah pengamatan

Daerah sentra produksi nanas yang diamati di atas, ditemukan bahwa insiden penyakit layu yang paling tinggi adalah di daerah Jawa Timur (Blitar) dengan keparahan penyakit mencapai 90%. Hal ini terjadi mungkin karena daerah Blitar berada di ketinggian rata-rata 167 mdpl dengan curah hujan rata-rata 161,3 mm/bln, sehingga dengan ketinggian tempat dan iklim tersebut optimal bagi perkembangan dan penyebaran penyakit layu ini.

Daerah Blitar yang merupakan daerah panas dan kering, merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan kutu putih nanas yang menyukai daerah kering, dan dengan meningkatnya populasi kutu putih nanas, maka tingkat keparahan penyakit layu nanas juga akan semakin tinggi.

Insiden penyakit layu yang lebih rendah dari daerah sentra nanas yang diamati adalah di daerah Sumatera Utara (Simalungun) dengan insiden penyakit layu sekitar 50 -60%. Hal ini karena, daerah Simalungun merupakan daerah yang lebih basah dibandingkan dengan daerah pengamatan lainnya dan pada waktu pengamatan, daerah ini juga sedang mengalami musim penghujan, karena itu populasi kutu putih nanas di daerah ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan daerah pengamatan lainnya. Populasi kutu putih yang rendah di daerah ini menyebabkan insiden penyakit layu nanas juga rendah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Carter 1973 yang menyatakan bahwa temperatur rendah dan hujan dapat mengurangi populasi kutu putih dan hal tersebut juga diketahui sebagai faktor yang mampu mengurangi insiden penyakit layu di Malaysia.

Daerah survei KP (%) Kondisi iklim daerah Iklim pada waktu pengamatan

Blitar 90 Kering Kering

Bogor 50 Kering Sedang Hujan

Simalungun 50-60 Basah Hujan

Hal yang mendukung pernyataan Carter dan hasil penelitian ini, juga didukung oleh (Nur Asbani, komunikasi pribadi), yang menyatakan dalam pengamatan penelitiannya, bahwa kelimpahan populasi kutu putih di lapangan berkaitan dengan kondisi iklim setempat. Asbani meneliti pertanaman nanas di daerah Jawa Barat yaitu Subang dan Bogor. Infestasi kutu putih di Bogor ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan infestasi kutu putih di Subang dengan persentase 69% di daerah Bogor dan 73% di daerah Subang.

Asbani menyebutkan bahwa hal ini dipengaruhi tipe iklim kedua daerah tersebut. Daerah Bogor bertipe iklim lebih basah dibandingkan dengan daerah Subang. Daerah Bogor mengalami hujan yang berkelanjutan sehingga menyebabkan genangan air lebih lama dan cuaca mikro berupa kelembaban yang tinggi juga terjadi cukup lama. Kelembaban yang tinggi dan air yang tergenang menyebabkan kematian kutu putih.

Pengamatan Asbani tersebut, sesuai dengan hasil penelitian ini. Keparahan penyakit di daerah Bogor lebih rendah dibandingkan di daerah Subang, dengan persentas KP di Bogor 50% dan KP di Subang 60-70%. Demikian halnya bila ke- empat daerah survei nanas yang diamati, dibandingkan. Keparahan penyakit di daerah Simalungun lebih rendah dibandingkan dengan ke-tiga daerah survei yang lain, karena iklim di Simalungun lebih basah sehingga menyebabkan populasi kutu putih rendah, sedangkan keparahan penyakit di daerah Blitar lebih tinggi dibandingkan daerah pengamatan lainnya, karena iklim di daerah Blitar lebih kering sehingga populasi kutu putih lebih tinggi.

Dokumen terkait