• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 13 Penampakan anatomi daun Centella asiatica L. Urban secara melin

tang pada perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat (20MST, perbesaran 100 x). (A) Tanpa pupuk kandang sapi dan batuan fosfat (B) 20 t/ha pupuk kandang sapi dan 300 kg/ha batuan fosfat.

Peningkatan tebal daun merupakan salah satu bentuk pertumbuhan yang merupakan hasil dari aktivitas pembelahan dan pemanjangan sel (Raz dan Koornneef 2001). Pembelahan dan pemanjangan sel tanaman dipengaruhi oleh

ketersediaan unsur hara. Hasil penelitian MacAdam et al. (1989) pada tanaman

Festuca arundinacea Screb. menunjukkan bahwa pemanjangan sel epidermis

serta pembelahan sel mesofil dan rasio mesofil:epidermis meningkat dengan meningkatnya pemberian nitrogen. Sementara itu hasil penelitian Kavanova et al. (2006) menunjukkan bahwa defisiensi unsur P menurunkan pembelahan dan pemanjangan sel epidermis daun tanaman Lolium perenne. Hasil penelitian Klinguer et al. (1986) pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) menunjukkan bahwa pemberian unsur K sampai 14.10 mM KNO3 pada media kultur meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi tunas dibanding pada media yang hanya mengandung 4.70 dan 9.40 mM K. Pada penelitian ini, kandungan hara P dan K jaringan tanaman yang dipupuk dengan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipupuk.

Respon Tanaman Terhadap Penggunaan Pupuk Kandang Sapi dan Batuan Fosfat

Secara umum penggunaan pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap karakter agronomi maupun fisiologi. Namun sebenarnya menunjukkan kecenderungan meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk kandang. Jumlah daun, jumlah stolon, dan panjang stolon cenderung meningkat sampai pada dosis 20 t pupuk kandang/ha. Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk kandang sapi pada dosis 30 dan 40 t/ha berpengaruh terhadap persentase penutupan tanaman. Persentase penutupan tanaman yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tanaman saling ternaungi sehingga proses fotosintesis juga akan terhambat. Bobot basah dan bobot kering juga cenderung meningkat sampai pada dosis 20 t pupuk kandang/ha kemudian terjadi penurunan pada dosis 30 t/ha. Terjadinya penurunan pada bobot basah dan bobot kering karena jumlah daun, jumlah stolon, dan panjang stolon yang cenderung menurun pada dosis 30 t/ha. Pupuk kandang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sehingga semakin tinggi pemberian bahan organik terhadap tanah maka akan meningkatkan kandungan bahan organik tanah itu sendiri. Syukur dan Harsono (2008) melaporkan bahwa peningkatan pemberian dosis pupuk kandang berpengaruh

nyata terhadap pH H2O, pH KCL, KTK tanah, dan kandungan bahan organik tanah. Penyebab hal tersebut karena penambahan bahan organik dapat memicu dekomposisi oleh mikroba menghasilkan CO3- dan OH- yang meningkatkan pH H2O. Sarie (2004) menyatakan bahwa hasil proses dekomposisi oleh mikroorganisme antara lain menghasilkan ion CO3- dan OH- sehingga menunjang pada peningkatan kebasaan, yang selanjutnya meningkatkan pH tanah. Selain itu pupuk kandang juga menambah kandungan K+ yang jika bereaksi dengan H2O akan menghasilkan KOH yang akan melepaskan OH

-Produksi asiatikosida dipengaruhi oleh pupuk kandang sapi. -Produksi asiatikosida tertinggi diperoleh pada perlakuan 20 t pupuk kandang sapi/ha. Produksi asiatikosida sangat dipengaruhi oleh kandungan asiatikosida. Senyawa asiatikosida merupakan golongan terpenoid, dimana biosintesisnya melalui lintasan mevalonat dan methylerythrithol phosphate. Menurut Taiz dan Zeiger (2002), nitrogen berperan dalam proses glikolisis untuk menghasilkan asam amino yang akan berperan dalam biosintesis metabolit sekunder. Unsur P berperan dalam siklus Calvin, dimana dalam reaksinya akan menggunakan ATP dan NADPH untuk mengubah CO

, sehingga meningkatkan pH tanah. Menurut Brady (1990); Candra (2003), kotoran sapi yang diberikan ke dalam tanah mengalami dekomposisi yang berakhir dengan mineralisasi dan terbentuknya bahan yang relative resisten yaitu humus. Humus yang tersusun dari selulosa, lignin, dan protein mempunyai kandungan C-organik umumnya sebesar 58% sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian kotoran sapi akan meningkatkan jumlah humus dalam tanah yang pada akhirnya meningkatkan C-organik tanah. Peningkatan C-organik tanah juga meningkatkan bahan organik tanah.

2 menjadi gula dan senyawa organik (metabolit sekunder). Kalium mempunyai peranan utama dalam tanaman sebagai aktivator berbagai enzim. Jumin (2005) peningkatan hara nitrogen dan fosfor akan meningkatkan pula terhadap hara kalium. Adanya kalium tersedia yang cukup dalam tanah akan menjamin ketegaran tanaman, tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan penyakit dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium cenderung mengurangi efek negatif akibat pemupukan nitrogen, penting bagi pembentukan karbohidrat dan proses translokasi gula dalam tanaman, penting

dalam pembentukan klorofil, dan secara umum berperan sebagai lawan dari pengaruh nitrogen dan fosfor.

Soepardi (1979), sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N organik, oleh karena itu pelapukan N organik merupakan proses yang menjadikan N tersedia bagi tanaman. Pelapukan yang merupakan proses biokimia kompleks membebaskan karbondioksida, akhirnya nitrogen dibebaskan dalam bentuk amonium, dan bila keadaan baik maka amonium akan dioksidasikan menjadi nitrit kemudian nitrat. Simanungkalit et al. (2006) menyatakan bahwa proses ini dapat berjalan jika pupuk kandang yang di aplikasikan mempunyai nilai rasio C/N di bawah 20. Rasio C/N merupakan indikator tingkat perombakan bahan organik tanah dan pupuk organik, selain itu juga mengindikasikan proses yang sedang terjadi pada tanah apakah sedang terjadi proses mineralisasi atau immobilisasi. Terjadi mineralisasi jika C/N < 20, sehingga nilai C/N juga akan menggambarkan tingkat ketersediaan hara tanah terutama N. Hasil analisis pupuk kandang sapi pada penelitian ini mempunyai nilai rasio C/N 8. Kandungan hara N jaringan tanaman pada penelitian ini tergolong rendah, menurut Novizan (2001) hal ini dapat disebabkan karena adanya pencucian nitrat. Pencucian nitrat sering terjadi pada tanah-tanah berpasir atau tanah yang sangat gembur. Lahan pada lokasi penelitian mempunyai tekstur pasir liat berlempung dengan kandungan pasir sebesar 70%.

Penggunaan pupuk kandang sapi dapat mempengaruhi pembebasan fosfor yang semula terikat sebagai besi-fosfat. Pada tanah andisol, P tanah umumnya dalam kedaan terfiksasi oleh mineral amorf. Fiksasi fosfor akan lebih rendah pada tanah yang tinggi kadar bahan organiknya (Soepardi, 1979). Hara P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan lebih banyak daripada K. Fosfor diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan adenosin di- dan triphosphate (ADP dan ATP) yang merupakan sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, kecukupan hara P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman, meningkatkan kualitas hasil, dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Havlin

penyusunannya membutuhkan ATP dan NADPH yang terbentuk dari proses fotosintesis (reaksi cahaya).

Penggunaan batuan fosfat secara tunggal maupun interaksi dengan pupuk kandang sapi secara umum juga tidak berpengaruh nyata terhadap karakter agronomi maupun fisiologi. Namun kecenderungannya juga terlihat adanya peningkatan dengan penggunaan batuan fosfat. Hal ini bisa disebabkan karena batuan fosfat merupakan pupuk yang tidak larut dalam air dan lambat tersedia bagi tanaman, umumnya kelarutan fosfat dalam suatu pelarut digunakan sebagai indeks kereaktifan batuan fosfat yang menunjukkan kemudahan batuan itu melepaskan ion fosfatnya bereaksi dengan tanah. Adiningsih et al. (1998) melaporkan bahwa mutu pupuk P-alam dibagi dalam 3 kelas, makin tinggi kaelarutannya dalam asam sitrat 2% berarti reakivitasnya makin tinggi. Hasil analisis batuan fosfat Christmas mempunyai kadar unsur hara fosfat sebagai P2O5

Bobot basah daun berkorelasi nyata dengan jumlah stolon dan panjang stolon, hal ini dapat dikatakan bahwa semakin panjang stolon dan dalam jumlah yang meningkat maka jumlah daun akan meningkat sehingga bobot basah daun juga akan meningkat. Bobot basah tangkai daun berkorelasi nyata dengan jumlah stolon dan bobot basah daun. Bobot basah stolon berkorelasi nyata dengan bobot basah daun dan bobot basah tangkai daun. Bobot basah akar berkorelasi nyata dengan jumlah stolon, bobot basah daun, bobot basah tangkai daun dan bobot basah stolon. Dari fakta tersebut dapat dikatakan bahwa

larut dalam asam sitrat 2% sebesar 11.13%. Nilai ini menurut syarat mutu pupuk fosfat alam termasuk dalam kualitas A. Selain itu kereaktifan batuan fosfat juga dipengaruhi oleh ukuran butir.

Korelasi antara Komponen Pertumbuhan dan Produksi

Komponen produksi yang meliputi bobot basah daun, bobot basah tangkai daun, bobot basah stolon, bobot basah akar, bobot total basah, bobot kering daun, bobot kering tangkai daun, bobot kering stolon, bobot kering akar, bobot total kering, kandungan klorofil daun, serta kandungan hara N dan K jaringan tanaman mempunyai korelasi nyata atau hubungan dengan komponen pertumbuhan (Tabel 16).

meningkatnya bobot basah daun dipengaruhi oleh jumlah stolon dan panjang stolon, karena dengan meningkatnya jumlah stolon dan panjang stolon akan meningkatkan jumlah tangkai daun yang pada akhirnya jumlah daun menjadi meningkat. Bobot basah total berkorelasi nyata dengan jumlah stolon, panjang stolon, bobot basah daun, bobot basah tangkai daun, bobot basah stolon, bobot basah akar, bobot kering tangkai daun, bobot kering stolon, dan serapan P.

Bobot kering daun berkorelasi nyata dengan bobot basah daun dan bobot basah akar. Bobot kering tangkai daun berkorelasi nyata dengan bobot basah daun, bobot basah tangkai daun, bobot basah stolon, bobot basah akar, dan bobot kering daun. Bobot kering stolon berkorelasi nyata dengan bobot basah daun, bobot basah tangkai daun, bobot basah stolon, bobot basah akar, bobot kering daun, dan bobot kering tangkai daun. Bobot kering akar berkorelasi nyata dengan bobot basah akar, bobot kering daun, bobot kering tangkai daun, dan bobot kering stolon. Bagian tanaman khususnya daun pada tanaman Centella

asiatica L. Urban merupakan bagian yang mempunyai nilai ekonomi karena

pada bagian daun mempunyai kandungan senyawa asiatikosida yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian-bagian lain. Meningkatnya bobot kering daun akan berpengaruh terhadap produksi asiatikosida pada tanaman Centella asiatica

L . Urban. Bobot kering total berkorelasi nyata dengan bobot basah daun, bobot basah tangkai daun, bobot basah stolon, bobot basah akar, bobot kering daun, bobot kering tangkai daun, bobot kering stolon, bobot kering akar, bobot basah total, dan serapan P.

Kandungan klorofil daun yang meliputi klorofil a, klorofil b, dan klorofil total berkorelasi satu dengan yang lain, namun dengan komponen pertumbuhan maupun komponen produksi lainnya tidak terdapat adanya korelasi. Kandungan klorofil pada tanaman dipengaruhi oleh adanya cekaman lingkungan, antara lain karena menurunnya intensitas cahaya dan kekurangan air.

Kandungan hara N pada jaringan tanaman berkorelasi dengan kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total dalam hubungan yang negatif. Kandungan hara K pada jaringan tanaman berkorelasi nyata dengan jumlah stolon, panjang stolon, dan indeks luas daun.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Interaksi antara pupuk kandang sapi dan batuan fosfat hanya berpengaruh nyata terhadap karakter fisiologi yaitu kandungan hara P dan K jaringan tanaman. Interaksi keduanya nyata meningkatkan kandungan hara P jaringan tanaman sebesar 62.9% dan K sebesar 137.7%).

2. Penggunaan pupuk kandang sapi sebagai faktor tunggal secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap hampir semua karakter agronomi dan fisiologi, kecuali terhadap produksi asiatikosida. Pupuk kandang sapi 20 t/ha nyata meningkatkan produksi asiatikosida sebesar 88.9% (0.03 t/ha).

3. Penggunaan batuan fosfat sebagai faktor tunggal secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap hampir seluruh karakter agronomi, tetapi berpengaruh nyata terhadap kandungan hara N dan P jaringan tanaman.

Saran

Untuk meningkatkan produksi asiatikosida pegagan dengan menggunakan pupuk kandang sapi sebaiknya menggunakan dosis 20 t/ha. Untuk mengetahui tingkat kereaktifan batuan fosfat perlu diketahui tingkat kelarutan dalam asam sitrat 2% dan ukuran butiran.

Syukur A dan Harsono ES. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Dan NPK Terhadap Beberapa Sifat Kimia Dan Fisika Tanah Pasir Pantai Samas Bantul. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 8, no 2 (2008), p: 138-145.

Adiningsih JS, Kurnia U, Rochayati S. 1998. Prospek dan Kendala Penggunaan P-Alam untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan pada Lahan Marginal. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, 10 Pebruari 1998. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Agil M, Prayogo B, Sutaryadi W. 1992. Pegagan herba multi manfaat yang hampir punah. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2): 44-46

Anonim. 1998. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Arnon DI.1949. Cooper enzymes in isolated chloroplast, polyphenol oxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol 24: 1-15.

Bermawie N, Purwiyanti S, Ma’mun, Mardiningsih TL, Meynarti SDI, Wiakanda A dan Syrayatna. 2006. Karakterisasi dan Evaluasi Plasma Nutfah Pegagan. Laporan Pelaksanaan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Balittro

Boughton T dan Agustono R. 1997. Masalah mutu produk pupuk dan kebijakan yang diperlukan pandangan pemasar. Disampaikan pada Seminar Nasional dan Pertemuan Seluruh Komda Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Universitas Lampung.

Brady CN and Weil RR. 2002. The Nature and Properties of Soils, Thirteent Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey.

Brinkhaus B, Lindler M, Schuppan D, Hahn EG, 1995. Chemical, pharmacological and clinical profile of the East Asian medical plant Centella asiatica. Germany: Friedrich-Alexander University, Erlangen-Nurembe &db=PubMed&list-uids=11081995&dopt=Abstract [Update 15 Pebruari 2008]

Buckman HO and Braddy NC. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan dari Soil Science oleh Soegiman. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 675 p.

Candra NA. 2003. Pengaruh Takaran Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap Perubahan Sifat-Sifat Tanah, Pertumbuhan, dan Hasil Jagung di Tanah Pasir Pantai. Tesis. Program Studi Agronomi Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Dalimarta S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya. 214 hal.

Novpriansyah H, Nugroho SG, Lumbanraja J dan Wibowo H. 1996. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Beberapa Jenis Bahan Organik Terhadap Kelarutan Batuan Fosfat Pada Tanah Uktisol Masam. Jurnal Tanah Tropis No. 3.

Havlin JI, Beaton JD, Tisdale SM, and Nelson WL. 1999. Soil Fertilityand Ferltilizers. An Introduction to Nutrient Management. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. P. 154-194.

Hartatik W dan Adiningsih JS. 1989. Pembandingan efektivitas dan residu sumber pupuk fosfat pada Podsolik Merah Kuning Terbanggi. dalam

Risalah Hasil Penelitian Tanah . Pusat Penelitian Tanah Bogor.

Heyne K. 1987. ”Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III:, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta: 1884 hal. Herbert RB. 1995. Biosintesis Metabolit Sekunder. Terjemahan dari The

Biosynthesis of Secondary Metabolites oleh Srigandono B. Dan Soedarsono Penerbit IKIP Semarang Press. Semarang. 243 h

Hidayat H. 2004. Tanggap Pegagan (Centella asiatica L. Urban) Yang Dibudidayakan Secara Ratoon terhadap Waktu dan Dosis Pemupukan N dan K. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Januwati M. dan Yusron M. 2005. Budidaya Tanaman Pegagan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.

Jumin HS. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kavanova M, Lattanzi FA, Grimoldi AA, Scnyder H. 2006. Phosphorus

defficiency decreases cell division and elongation in grass leaves (Abstract). Plant Physiology 141: 766-775.

Klinguer S, Martin-Tanguy J, Martin C. 1986. K-nutrition, growth bud formation, and amine and hydroxycinnamic acid amide contents in leaf explants of Nicotiana tabacum variety Xanthi n.c. cultivated in vitro. Plant Physiology 82: 561-565.

Kusartuti. 1990. Sumber Pupuk Fosfat serta Penyediaan dan Kebutuhannya di Indonesia. Direktorat Industri Agrokimia. Direktorat Jenderal Kimia Dasar. Departemen Perindustrian.

Lasmadiwati W. dan Indriani H. 2002. Pegagan. Jakarta: Penebar Swadaya. Lawrence GHM. 1963. Taxonomi of Vascular Plants. The Macmillan Comp.

New York. 823 p.

MacAdam JW, Volenec JJ, Nelson CJ. 1989. Effects of nitrogen on mesophyll cell division and epidermal cell elongation in Tall Fescue leaf blades. Plant Physiology 89: 549-556

Maeda C, Ohtani K, Kasai RK, Yamasaki N, Minh Duc N, Thoi Nham and Khac Quynh N.1994. Oleanane and Ursane Glycosides from Schefflera

octophylla. Phytochemistry 37 (4): 1131-1137.

Mattjik AA dan Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Jakarta: Agro Media Pustaka. 114 hal.

Nursyamsi D, Sopandi O, Erfandi D, Sholeh, Widjaja-Adhi IPG. 1995. Penggunaan bahan organik, pupuk P dan K untuk meningkatkan produktivitas tanah Podsolik (Typic Kandiudults). Hlm. 44-52 dalam

Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Pramono S, Ajiastuti D. 2004. Majalah Farmasi Indonesia. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 15(3)2004.

Raz V, Koornneef M. 2001. Cell division activity during apical hook development. Plant Physiology 125: 219-226.

Russel EW. 1973. Soil Conditions and Plant Growth. Longmans, London. 688p. Sabiham S, Soepardi G, Djokosudardjo S. 1982. Pupuk dan Pemupukan.

Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Sarie H. 2004. Pengaruh Frekuensi Pemberian Air dan Takaran Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah dan Pertumbuhan Kacang Tunggak di Tanah Pasir Pantai, Bugel Kulonprogo. Tesis. Program Studi Ilmu Tanah Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. Sarief S. 1984. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana,

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Ed ke-2. Iowa: The Iowa State College Pr.

Scholes MC, Swift OW, Heal PA, Sanchez JSI, Ingram and Duda R. 1994. Soil Fertility research in response to demand for sustainability. In The

biologicalmanagemant of tropical soil fertility (Eds Woomer, Pl. and

Swift, MJ.) John Wiley & Sons. New York.

Sediyarso M, Prawirasumantri J, Adi W, Sudjadi M. 1983. Pengaruh Pupuk Fosfat Alam dan TSP terhadap Hasil Padi Sawah di Jawa. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 2.

Sediyarso M. 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah Dan Agroklimat Bogor

Sell CS. 2005. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. Ashford Kent UK: RS.C Advancing The Chemical Sciences.

Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationship between leaf pigment content and spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and develpoment stages. Remot Sens Environ 81:337-354.

Smith JL, Papendicks RI, Bezdicek DF, and Lynch JM. 1993. Soil organic matter dynamic and crop residue management. In: Soil Microbial Ecology. Application in Agricultural and Environmental Management. FB Meeting, Jr. (Ed). Marcel Dekker, Inc.

Soepandie D. 2006. Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Soegihardjo C dan Koensoemardiyah. 1995. Produksi Asiatikosida dan Senyawa Sekerabat Dengan Kultur Suspensi Sel dari Centella asiatica (L) Urban. Fakultas Farmasi. UGM. 74hal.

Soepardi G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Suriadikarta DA, Prihatini T, Setyorini D, Hartatik W. 2005. Teknologi Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Sutardi. 2008. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella

asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana

Sutedjo MM. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bineka Cipta. Jakarta. 175hal. Staba EJ. 1980. Plant Tissue Culture as A Source of Biochemicals. CRC. Press,

Inc. Boca Raton, Florida. 284p

Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiologi Third Edition. Sinauer Associates Inc. Publishers. Massachussetts. 690p.

Vickery ML and Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The Macmillan Press Ltd. 335p

Wijayakusuma H, Wirian AS, Yaputra T, Dalimarta S, Wibowo B. 1994.

Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid 1. Jakarta:Pustaka Kartini.

Lampiran 1. Jalur biosintesis senyawa asiatikosida (Vickery & Vickery 1981) Fotosintesis Glikolisis Ket: PP = Pyrophospate Squalene Squalene epoxida Cycloartenol Steroid Dammarenediol Lupeol β - amyrin α - amyrin Isopentenyl PP Dimethyl allyl PP Asam mevalonat PP Geranyl PP

CO2 + H2O Glukosa

Asam piruvat Asetil Co-A Asam mevalonat Farnesyl PP 2, 4- methylane cycloartenol Asiaticosida

Lampiran 2. Denah penelitian studi kecukupan hara N, P, K pada pemupukan organik terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida pegagan (Centella asiatica L. Urban) di dataran tinggi

Keterangan:

Rancangan percobaan : Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)

Petak Utama : Taraf dosis pupuk kandang sapi

(tanpa pupuk kandang: K0, 10 ton/ha: K1,

20 ton/ha: K2, 30 ton/ha: K3, dan

40 ton/ha: K4

Anak Petak : Penggunaan batuan fosfat (tanpa batuan fosfat: P0 dan 300 kg/ha: P1)

Luas masing-masing unit percobaan : 1,6 m x 1,5 m Jarak antar petak utama : 0,5 m

Jarak antar anak petak : 0,3 m Jarak antar ulangan : 0,6 m

Jarak tanam : 30 cm x 40 cm Jumlah tanaman/unit percobaan : 20 tanaman

T B K 0 K 1 K 1 K 3 K 0 P 0 P 1 P 1 P 0 P 0 P 1 P 0 P 0 P 1 P 1 K 2 K 3 K 4 K 4 K 2 P 0 P 0 P 1 P 1 P 0 P 1 P 1 P 0 P 0 P 1 K 1 K 0 K 2 K 1 K 3 P 1 P 1 P 0 P 0 P 1 P 0 P 0 P 1 P 1 P 0 K 3 K 4 K 3 K 2 K 1 P 0 P 0 P 0 P 1 P 0 P 1 P 1 P 1 P 0 P 1 K 4 K 2 K 0 K 0 K 4 P 1 P 0 P 1 P 1 P 1 P 0 P 1 P 0 P 0 P 0 Ulangan I II III IV V

Lampiran 3. Metode analisis kandungan klorofil (Metode Sims and Gamon (2002))

Pelarut menggunakan acetris (aseton dan tris 1% pH 8 dengan perbandingan 85 : 15). Tahapan kerja melalui penggerusan sebagai berikut:

- Daun digerus dengan 1 ml Acetris sampai halus - Pindahkan ke dalam eppitube 2 ml

- Tepatkan dengan Acetris sampai tanda tera pada tabung - Centrifuge 14.000 rpm, 10 menit

- Pipet 1 ml larutan ke dalam tabung reaksi - Tambahkan Acetris sampai 3 ml

- Ukur pada panjang gelombang 663 nm dan 647 nm - Ulangi pengukuran pada 470 nm dan 537 nm

Penghitungan kandungan klorofil a dan b menggunakan rumus: Klorofil a = (0.01373 X A663)-(0.000897 X A537)-(0.003046 X A647) Klorofil b = (0.02405 X A647)-(0.004305 X A537)-(0.005507 X A663)

Keterangan: A537, A647, dan A663 adalah nilai absorban pada panjang gelombang masing-masing 537 nm, 647 nm, dan 663 nm

Lampiran 4. Metode analisis kandungan nitrogen total pada jaringan tanaman (Metode Kjedahl)

Ditimbang 0,5 g contoh tanah ukuran < 0,5 mm, lalu dimasukkan tabung digest. Ditambahkan 0,5 g campuran selen dan 3 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga temperatur 350o C (3-4 jam). Setelah sempurna (keluar asap putih) didinginkan lalu diencerkan dengan air bebas ion kira-kira 25 ml.

Untuk penampung destilat disiapkan erlenmeyer 100 ml yang berisi 10 ml H3BO3 1% dan ditambah 3 tetes penunjuk Conway (warna larutan menjadi merah).

Tempatkan penampung sehingga pipa tempat keluar destilat tercelup larutan penampung. Hasil destruksi dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih (gunakan air bebas ion dan labu semprot) hingga didapat lebih kurang 100 ml larutan. Ditambahkan 20 ml NaOH 40%, secepatnya ditutup dengan sumbat penghubung ke alat destilasi. Destilasi dilakukan sampai warna penampung menjadi hijau dan diperoleh volume destilat sekitar 50-75 ml. Destilat dititar

Dokumen terkait