ASIATIKOSIDA PEGAGAN (
Centella asiatica
L. Urban) DI
DATARAN TINGGI
INDARTI PUJI LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Studi Kecukupan Hara N P K pada Pemupukan Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 2010
Organic Fertilization for The Growth and Asiaticoside Production of Centella asiatica L. Urban in High Land. Under direction of MUNIF GHULAMAHDI and SANDRA ARIFIN AZIZ
The purpose of the study was to identify organic nutrient sufficiency through application of cow manure and rock phosphate for the growth and asiaticoside production of Centella asiatica. The study was conducted in August 2008 until March 2009 at Research Station of Institute of Plant Medicine and Aromatic in Gunung Putri (1500 m above sea level). The experiment use 10, 20, 30, 40 ton cow manure/ha). The subplot was the two levels dosages of rock phosphate (0 and 300 kg rock phosphate/ha), with 5 replications. The results of the study showed that the interaction between cow manure and rocks phosphate generally did not affect the growth and asiaticoside production of Centella asiatica L. Urban. The application of 20 ton cow manure/ha significant gave the highest asiaticoside production of 0.03 t/ha.
Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI dan SANDRA ARIFIN AZIZ.
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan terna menahun yang mempunyai batang pendek, bentuk roset, dan stolon-stolon yang merayap dengan panjang (10–80) cm. Tumbuhan ini tersebar di daerah beriklim tropis, di Indonesia ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan ketinggian 2500 m dpl. Pegagan menyukai tanah agak lembab, cukup sinar matahari atau agak terlindung. Pegagan umumnya tumbuh sebagai tumbuhan liar, namun ada juga yang sengaja menanamnya sebagai penutup tanah. Kandungan kimia yang diduga memiliki aktivitas biologis adalah Centella Asiaticoside Selected Triterpenoid (CAST) terutama asam asiatikosida (termasuk golongan glikosida). Asiatikosida merupakan senyawa yang mempunyai khasiat antara lain untuk revitalisasi tubuh dan otak, mengobati darah tinggi, rematik, syphilis, demam, borok, antilepra dan mempercepat penyembuhan luka. Manfaat lain dari Asiatikosida adalah untuk meningkatkan daya ingat dan mengatasi kepikunan (alzheimer). Sampai saat ini umumnya pegagan dipanen dari alam, sehingga untuk pengembangan pegagan dalam skala luas perlu didukung dengan usaha budidaya. Produksi pegagan yang bermutu memerlukan bahan tanaman yang terjamin tingkat produksi dan mutunya dengan menerapkan cara budidaya yang baik dan benar. Pemupukan merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dipenuhi agar tingkat produktivitasnya dapat dipertahankan secara berkelanjutan. Tingginya permintaan pangan organik termasuk obat-obatan herbal menyebabkan industri obat cenderung mensyaratkan bahan baku obat yang bebas dari bahan kimia dan hormon sintetis. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dalam mendukung pertumbuhan dan produksi senyawa asiatikosida pada pegagan. Pupuk yang termasuk kategori pupuk organik diantaranya adalah pupuk kandang dan batuan fosfat (rock fosfat). Penggunaan pupuk kandang sapi didasarkan pada ketersediaan pupuk kandang yang ada di lokasi penelitian umumnya adalah pupuk kandang sapi. Penggunaan batuan fosfat christmas didasarkan pada ketersediaan di lapangan dan kadar P2O5
Petak utama adalah dosis pupuk kandang, terdiri dari lima dosis yaitu tanpa pupuk, 10, 20, 30, 40 t pupuk kandang/ha. Anak petak adalah penggunaan batuan fosfat terdiri dari dua dosis yaitu tanpa 300 kg batuan fosfat/ha. Dari dua faktor perlakuan tersebut terdapat 10 kombinasi perlakuan dan diulang 5 kali, sehingga diperoleh 50 satuan percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam, uji perbandingan nilai tengah perlakuan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui dosis pupuk yang optimal terhadap produksi senyawa bioaktif asiatikosida dan pola respon pegagan dilakukan analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pupuk kandang sapi dan batuan fosfat secara umum tidak berpengaruh nyata terhadap karakter agronomi, tetapi berpengaruh nyata terhadap karakter fisiologi (kandungan hara P dan K jaringan tanaman). Penggunaan pupuk kandang sapi sebagai faktor tunggal secara statisik tidak berpengaruh nyata terhadap hampir semua karakter agronomi dan fisiologi, kecuali pada produksi asiatikosida. Perlakuan pupuk kandang sapi sebesar 20 t/ha menghasilkan produksi asiatikosida sebesar 0.03 t/ha. Penggunaan batuan fosfat sebagai faktor tunggal secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap hampir seluruh karakter agronomi, tetapi berpengaruh nyata terhadap kandungan hara N dan P jaringan tanaman.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PEGAGAN (Centellaasiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI
INDARTI PUJI LESTARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
N a m a : Indarti Puji Lestari NRP : A 252070091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS.
Ketua Anggota
Dr. Ir, Sandra Arifin Aziz, MS
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul Studi Kecukupan Hara N P K Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi dapat diselesaikan.
Selama penelitian sampai dengan tersusunnya karya ilmiah ini banyak pihak yang telah membantu. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura atas bimbingan dan arahan selama melaksanakan penelitian sampai tersusunnya karya ilmiah ini, Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing serta memberikan semangat dan motivasi selama melaksanakan penelitian sampai dengan penyusunan karya ilmiah.
Terima kasih kepada teman-teman AGH angkatan 2007 yang telah membantu dan memberikan semangat serta motivasi selama penelitian sampai dengan tersusunnya karya ilmiah. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah membantu baik di lapangan maupun di laboratorium yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.
Terima kasih kepada yang tercinta Ayahanda Soeparno (alm) dan Ibunda Soekarsi atas segala bimbingan, nasihat, dan doanya sehingga penulis sampai saat ini bisa mengikuti pendidikan di pascasarjana IPB. Tidak lupa juga terima kasih kepada kakak-kakak dan adik yang telah memberikan semangat dan motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilimiah ini.
Penghargaan dan ungkapan terima kasih kepada suami dan anak-anak tercinta atas segala pengorbanan, semangat dan doanya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, 2010
Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah. pada tanggal 9 Maret 1969 dari ayah Soeparno (almarhum) dan ibu Soekarsi. Penulis merupakan anak kesembilan dari sepuluh bersaudara.
Penulis menyelesaikan studi Sarjana Pertanian jurusan Budidaya Pertanian tahun 1995 di Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Tahun 1998 penulis diangkat menjadi PNS di Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian dan ditempatkan pada instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya (BPTP) sampai tahun 2000. Sejak tahun 2000 sampai sekarang penulis sebagai staf peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
DAFTAR TABEL ……… xi
DAFTAR GAMBAR ………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv
PENDAHULUAN ………... 1
Latar Belakang ………... 1
Tujuan Penelitian ………... 3
Hipotesis Penelitian ……… 3
TINJAUAN PUSTAKA Pegagan (Centella asiatica L. Urban) ………. 4
Senyawa Metabolit Sekunder ………. 5
Peranan Pupuk Kandang ……… 8
Peranan Nitrogen, Fosfor, dan Kalium Bagi Tanaman ……….. 9
Batuan Fosfat ... 11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian ... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ... 21
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ... 23
Karakter Agronomi ... 24
Karakter Fisiologi ... 34
Anatomi Daun ... 36
Respon Tanaman Terhadap Penggunaan Pupuk Kandang Sapi dan Batuan Fosfat ... 38
Korelasi antara Komponen Pertumbuhan dan Produksi ... 41
SIMPULAN DAN SARAN ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
1. Kandungan saponin pada tanaman pegagan ... 5
2. Rekapitulasi sidik ragam ... 23
3. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap jumlah
daun Centella asiatica L. Urban ………... 24
4. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap jumlah
stolon Centella asiatica L. Urban ………... 25
5. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap
panjang stolon Centella asiatica L. Urban ………... 26
6. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap indeks luas daun dan persentase penutupan tanaman
Centella asiatica L. Urban ... 28
7. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot basah daun, tangkai daun, stolon, akar, dan bobot total per tanaman
Centella asiatica L. Urban ……… 30
8. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot basah daun dan bobot total basah per petak pada tanaman
Centella asiatica L. Urban ……… 30
9. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot kering daun, tangkai daun, stolon, dan akar Centella astiatica L.
Urban ………. 31
10. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot kering daun dan bobot total kering per petak pada tanaman
Centella asiatica L. Urban ……… 32
11. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan
dan produksi asiatikosida Centella asiatica L. Urban ... 33
12. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan
klorofil daun Centella asiatica L. Urban umur 20 MST ... 35
13. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan Hara nitrogen, fosfor dan kalium jaringan tanaman Centella asiatica
L. Urban umur 20 MST ... 36
36 15. Rata-rata tebal daun Centella asiatica L. Urban umur 20 MST dengan
kombinasi perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat ...
37 16. Matrik korelasi antara komponen pertumbuhan dan produksi
Centella asiatica L. Urban pada perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat ...
43
1. Biosintesis metabolit sekunder tanaman ... 6
2. Biosintesis terpenoid ... 7
3. Rumus bangun senyawa asiatikosida ... 8
4. Sampel daun untuk analisis kandungan asiatikosida ... 16
5. Bibit pegagan umur 1 minggu ... 20
6. Bibit pegagan umur 4 minggu ... 20
7. Diagram curah hujan di Gunung Putri (2008-2009) ... 21
8. Centella asiatica L. Urban umur 16 MST ………... 21
9. Penutupan tanaman tanpa pupuk kandang sapi dan batuan fosfat …... 28
10. Penutupan tanaman dengan perlakuan batuan fosfat ... 28
11 Penutupan tanaman dengan perlakuan 10 , 20, 30, dan 40 t/ha pupuk kandang sapi ………. 29
12. Produksi asiatikosida pada Centella asiatica L Urban umur 20 MST Pada berbagai dosis pupuk kandang sapi ... 33
13. Penampakan anatomi daun Centella asiatica L. Urban ... 37
1. Jalur biosintesis senyawa asiatikosida ... 51
2. Denah penelitian ... 52
3. Metode analisis kandungan klorofil ... 53
4. Metode analisis kandungan nitrogen total pada jaringan tanaman ... 54
5. Metode analisis kandungan fosfor dan kalim pada jaringan tanaman .... 55
6. Metode pembuatan preparat anatomi jaringan tanaman ... 56
7. Rekap tabel sidik ragam ……….. 58
Latar Belakang
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan terna
menahun yang mempunyai batang pendek, bentuk roset, dan stolon-stolon yang
merayap dengan panjang (10–80) cm. Tumbuhan ini tersebar di daerah beriklim
tropis, di Indonesia ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan
ketinggian 2500 m dpl. Pegagan menyukai tanah agak lembab, cukup sinar
matahari atau agak terlindung. Pegagan umumnya tumbuh sebagai tumbuhan
liar, namun ada juga yang sengaja menanamnya sebagai penutup tanah (Heyne
1987; Dalimarta 2000).
Kandungan kimia yang terdapat dalam pegagan yaitu asiatikosida,
thankunisida, isothankunisida, madecassosida, brahmosida, brahminosida, asam
brahmik, asam madasiatik, meso-inositol, centellosa, karotenoid, hydrocotylin,
vellarin, tanin serta garam-garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium,
kalsium, dan besi (Wijayakusuma et al. 1994; Lasmadiwati et al. 2002).
Kandungan kimia yang diduga memiliki aktivitas biologis adalah Centella
Asiaticoside Selected Triterpenoid (CAST) terutama asam asiatikosida
(termasuk golongan glikosida). Asiatikosida merupakan senyawa yang
mempunyai khasiat antara lain untuk revitalisasi tubuh dan otak, mengobati
darah tinggi, rematik, syphilis, demam, borok, antilepra dan mempercepat
penyembuhan luka (Agil et al. 1992; Brinkhaus et al. 1995). Manfaat lain dari
Asiatikosida adalah untuk meningkatkan daya ingat dan mengatasi kepikunan/
alzheimer (Pramono dan Ajiastuti, 2004).
Sampai saat ini umumnya pegagan dipanen dari alam, sehingga untuk
pengembangan pegagan dalam skala luas perlu didukung dengan usaha
budidaya. Produksi pegagan yang bermutu memerlukan bahan tanaman yang
terjamin tingkat produksi dan mutunya dengan menerapkan cara budidaya yang
baik dan benar. Pemupukan merupakan salah satu persyaratan utama yang harus
Beberapa hasil penelitian pemupukan dengan pupuk anorganik pada
pegagan menunjukkan bahwa pemupukan Urea dengan dosis 80 kg N/ha yang
diaplikasikan tiga kali (saat tanam, 4 dan 8 MST) menghasilkan kandungan
asiatikosida tertinggi pada panen umur 14 MST yaitu sebesar 1,01% (Hidayat
2004). Sutardi (2006) melaporkan, pemupukan 108 kg P2O5
Pupuk yang termasuk kategori pupuk organik diantaranya adalah pupuk
kandang dan batuan fosfat (rock fosfat). Pupuk kandang adalah sumber beberapa
hara seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan lainnya. Nitrogen adalah salah satu
hara utama bagi sebagian besar tanaman yang dapat diperoleh dari pupuk
kandang (Simanungkalit et al. 2006). Berdasarkan susunan kimianya, batuan
fosfat digolongkan sebagai kalsium fosfat (Ca-P), kalsium-aluminium (besi)
fosfat (Ca, Al (Fe)-P), dan aluminium (besi) fosfat (Al (Fe)-P) (Sediyarso 1999).
Pengujian penggunaan batuan fosfat pada tanaman pangan dan perkebunan telah
banyak dilakukan. Sediyarso et al. (1983) melaporkan bahwa, pada daerah yang
mempunyai respon tinggi terhadap pemupukan fosfat, penggunaan pupuk fosfat
alam dengan dosis 52,8 kg/ha memberikan hasil padi hampir sama dengan
penggunaan pupuk TSP dosis 13,2 kg/ha. Sopandie (2006) melaporkan, tipe-tipe
tanah dengan kecenderungan terdapat defisiensi P salah satunya adalah tanah /ha menghasilkan
produksi asiatikosida tertinggi pada umur panen 4 bulan, dengan kandungan
senyawa asiatikosida sebesar 1,50%.
Saat ini pegagan merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki
pasar yang cukup potensial. Januwati dan Yusron (2005) melaporkan, salah satu
pabrik jamu memerlukan lebih kurang 100 ton pegagan setiap tahunnya. Dari
sepuluh jenis jamu yang beredar di pasaran, bahan baku pegagan yang
dipergunakan dalam simplisia mempunyai komposisi 15-25% dalam
kemasannya. Hal ini merupakan peluang untuk pengembangan usahatani
pegagan melalui usaha budidaya.
Tingginya permintaan pangan organik termasuk obat-obatan herbal
menyebabkan industri obat cenderung mensyaratkan bahan baku obat yang
bebas dari bahan kimia dan hormon sintetis. Oleh karena itu diperlukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dalam
vulkanis (Andisols). Untuk mencukupi kebutuhan hara fosfor salah satunya
dapat digunakan fosfat alam.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai penggunaan pupuk
organik secara murni pada tanaman pegagan, oleh karena itu penelitian ini perlu
dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di dataran tinggi karena pada
penelitian sebelumnya (Bermawie et al 2006) menunjukkan bahwa tanaman
pegagan yang ditanam di dataran tinggi (1500 m dpl) memberikan respon yang
lebih baik. Penggunaan pupuk kandang sapi didasarkan pada ketersediaan pupuk
kandang yang ada di lokasi penelitian umumnya adalah pupuk kandang sapi.
Penggunaan batuan fosfat christmas didasarkan pada ketersediaan di lapangan
dan kadar P2O5 dalam batuan fosfat.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yaitu: (1) Mengetahui kecukupan hara melalui
penggunaan pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produksi
asiatikosida pegagan, (2) Mengetahui kecukupan hara melalui penggunaan
batuan fosfat terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida pegagan, (3)
Mengetahui kecukupan hara melalui interaksi antara pupuk kandang sapi dan
batuan fosfat terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida pegagan.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Terdapat dosis
pupuk kandang sapi yang mendekati tingkat kecukupan hara N, P, K pada
pegagan, yang memberikan pertumbuhan dan produksi senyawa asiatikosida
yang terbaik, (2) Penggunaan batuan fosfat memberikan pertumbuhan dan
produksi senyawa asiatikosida terbaik, (3) Terdapat interaksi antara penggunaan
pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap pertumbuhan dan produksi
asiatikosida terbaik.
Lawrence (1981) melaporkan, secara taksonomi klasifikasi pegagan
adalah sebagai berikut:
Divisi : Embryophyta Symphonogama
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Anak kelas : Archichlamidae
Ordo : Umbelliflorae (Apiales)
Famili : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Species : Centella asiatica L. Urban
Pegagan merupakan tumbuhan liar yang banyak dijumpai di perkebunan,
ladang, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Tanaman
ini menyukai tanah yang agak lembab dan cukup mendapat sinar matahari atau
teduh, ada yang ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan atau sebagai
tanaman sayuran (sebagai lalap), dan dapat tumbuh sampai ketinggian 2.500 m
dpl (Wijayakusuma et al. 1994).
Tanaman pegagan merupakan herba menahun yang mempunyai batang
pendek, bentuk roset, dan stolon-stolon yang merayap dengan panjang (10-80)
cm. Wijayakusuma et al. (1994) melaporkan, akar pegagan terdapat pada buku
yang menyentuh tanah, akar tunggang bercabang-cabang, akar serabutnya
tumbuh dari buku-buku stolon (geragih). Mempunyai daun tunggal dengan letak
basalis atau rosette dengan 2–10 daun. Daun berbentuk seperti ginjal, ukuran 2–
5 cm x 3-7 cm, tangkai daun tegak dan sangat panjang ukurannya 9-17 cm,
dengan bagian dalam tangkai daun berlubang. Pada tepi daun bergerigi dengan
penampang 1-7 cm dan kadang berambut.
Perbanyakan pegagan dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan
stolon (tunas berakar), selain itu dapat diperbanyak juga dengan menggunakan
berakar, yang disemaikan terlebih dahulu selama 2-3 minggu. Perbanyakan
dengan biji atau benih jarang dilakukan, karena selain ukuran biji sangat kecil
dan sulit untuk mendapatkan biji tersebut (Januwati dan Yusron, 2005)
Kegunaan pegagan sebagai tanaman obat sangat banyak antara lain untuk
revitalisasi tubuh dan otak yang kelelahan karena kerja keras, sebagai obat luka,
rematik, lepra, dan gangguan perut (Agil et al. 1992). Selain itu, Tsurumi (1973)
melaporkan bahwa senyawa asiatikosida dapat digunakan untuk mencegah
kerusakan membran sel hepatosit dan mencegah degradasi lemak karena luka
bakar, serta meningkatkan aktivitas enzim leusin aminopeptidase yang berfungsi
pada regenerasi kulit, sehingga mengurangi kerusakan kulit akibat luka bakar.
Soegihardjo dan Koensoemaediyah 1995 melaporkan krim dari ekstrak daun
pegagan berfungsi untuk memperbaharui kulit dan memenuhi kebutuhan
pertumbuhan kulit bagi lansia. Zafar dan Naaz (2001) melaporkan bahwa
senyawa saponin yang terdapat pada tanaman pegagan adalah senyawa
asiatikosida, madecassosida, centellosida, dan lain-lain seperti terlihat pada Centelloside Centellic acid Glucose, fructose
Centelloside Brahmic acid Rhamnose, arabinose, glucose Brahminoside Brahmic acid Glucose, rhamnose, arabinose
tanaman. Yang membedakan metabolit sekunder dengan metabolit primer adalah
penyebarannya lebih terbatas, terdapat terutama pada tumbuhan dan
mikroorganisme serta memiliki karakteristik untuk tiap genera, species atau
bahwa beberapa golongan senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid,
terpenoid, flavonoid, fenol, glikosida, dan steroid. Metabolit sekunder
dibiosintesis terutama dari banyak metabolit-metabolit primer diantaranya asam
amino, asetil koenzim A, asam mevalonat, dan zat antara (intermediate) dari
jalur shikimat (shikimic acid) (Gambar 1). Hornok (1992) melaporkan bahwa
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi bahan bioaktif pada
tanaman antara lain adalah faktor biotik, tanah dan hara, air, suhu, serta cahaya.
Gambar 1 Biosintesis metabolit sekunder tanaman (Vickery dan Vickery 1981)
Vickery dan Vickery (1981) melaporkan fungsi metabolit sekunder
antara lain adalah sebagai pertahanan tubuh bagi tumbuhan dari mikroorganisme
dan hewan, menarik perhatian hewan pollinator, dan sebagai hormon pengatur
pertumbuhan. Peran dan fungsinya untuk manusia adalah sebagai bahan
obat-obatan, wangi-wangian, pemberi rasa dan aroma pada makanan/minuman, serta
bahan untuk pembuatan kosmetika. Senyawa asiatikosida yang terkandung pada
tanaman pegagan termasuk ke dalam golongan glikosida triterpenoid.
Asiatikosida merupakan golongan triterpenoid turunan dari α–amyrin yang
efektif untuk penyembuhan lepra. Sell (2005) menuliskan bahwa triterpenoid
merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekuler yang mengandung
mempunyai lima atom karbon, sedangkan jumlah atom karbon pada
masing-masing senyawa terpenoid merupakan kelipatan lima karbon (isoprene).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002), biosintesis terpenoid melalui dua lintasan yaitu
lintasan mevalonat dan lintasan methylerythritol phosphate (Gambar 2).
Gambar 2 Biosintesis terpenoid (Taiz dan Zeiger 2002)
Adapun rumus kimia asiatikosida adalah C48H78O19 (Gambar 3) (Maeda
Gambar 3 Rumus bangun senyawa asiatikosida
Peranan Pupuk Kandang
Bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen yang utama dan
berperan cukup besar dalam proses perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi
tanah. Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang sangat diperlukan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang mengandung
unsur hara dengan konsentrasi yang bervariasi tergantung jenis ternak, makanan,
umur, dan kesehatan ternak (Suriadikarta et al. 2005). Secara kuantitatif pupuk
kandang sedikit mengandung unsur hara, tetapi dalam penyediaan hara pupuk
kandang berperan penting. Selain untuk unsur NPK, pupuk kandang juga
merupakan sumber bagi hampir semua unsur lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg,
dan Si. Nursyamsi et al. (1995) melaporkan bahwa pemberian pupuk kandang 10
t/ha dan pupuk hijau Setaria sp. 5 t/ha meningkatkan kandungan C dan
N-organik serta KTK tanah.
Sebagai sumber bahan organik, pupuk kandang penting dalam
mempertahankan kesuburan tanah. Pupuk kandang terdiri atas kotoran padat dan
cair dari hewan ternak yang tercampur dengan sisa-sisa makanan. Jika
dibandingkan dengan pupuk buatan, pupuk kandang merupakan pupuk yang
lambat bereaksi (slow release), karena sebagian besar unsur hara harus
(Sabiham et al. 1982). Penggunaan pupuk kandang akan membebaskan
unsur-unsur yang dikandungnya seperti N, P, K, Ca, Mg, dan lainnya serta
meningkatkan ketersediaannya bagi tanaman. Penyusun bahan organik yang
paling penting dalam pupuk kandang adalah komponen hidup yaitu
mikroorganisme tanah yang sangat berperan aktif dalam proses pelapukan dan
mineralisasi dari bahan organik tersebut (Soepardi 1979).
Bahan organik tanah selain sebagai sumber hara tanah, juga merupakan
salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang berperan sebagai bahan perekat
antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik
penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik
terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan.
Pada tanah berpasir bahan organik diharapkan dapat merubah struktur tanah dari
berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur
dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang
atau kasar (Scholes et al. 1994). Bahan organik dapat juga merubah tanah yang
semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah,
dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat. Sifat fisik yang penting dari
bahan organik adalah kemampuannya dalam mengikat air, sehingga kemampuan
tanah dalam menyediakan air untuk tanaman meningkat. Bahan organik tanah
dapat mengikat air hingga 20 kali beratnya, interaksi antara bahan organik tanah
dan mikroorganisme tanah dapat memperbaiki agregat dan struktur tanah.
(Suriadikarta et al. 2005). Hasil metabolisme mikroorganisme yang berupa
polisakarida dapat bertindak sebagai lem atau perekat antar partikel tanah,
sedangkan senyawa humus berperan sebagai stabilisator untuk memperbaiki
struktur tanah dalam jangka panjang (Smith et al. 1993).
Peranan Nitrogen, Kalium, dan Fosfor bagi Tanaman
Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting dan
dapat tersedia melalui pemupukan. Sutedjo (1987) menyatakan bahwa N
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang umumnya
batang, dan akar. Menurut Russel (1973) kekurangan N akan menyebabkan daun
kecil dan dinding sel menjadi tipis sehingga daun menjadi kasar dan berserat,
warna daun kekuningan (klorosis) dan hijau kemerah-merahan. Sarief (1983)
menyatakan bahwa nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+,
selanjutnya N yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan
protein, dan merupakan bagian integral dari klorofil. Peran penting bagi tanaman
umumnya adalah untuk pembentukan senyawa organik yang mengandung N
seperti asam amino, asam nukleat, enzim, dan sebagai unsur metabolisme yang
menyalurkan energi seperti klorofil, ADP, ATP. Apabila tanaman kekurangan N,
tanaman tidak dapat melakukan metabolismenya untuk membentuk bahan-bahan
tersebut, yang pada akhirnya akan menghentikan proses pertumbuhan dan
reproduksi tanaman.
Fosfor (P) diserap tanaman dalam bentuk H2PO4, HPO42-, dan PO4
2-Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K
,
atau bergantung dari nilai pH tanah. Sebagian besar fosfor di dalam tanah, terikat
secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut dalam
air dan hanya berkisar 1% fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Ketersediaan fosfor di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, namun yang
paling penting adalah pH tanah. Selain pH, faktor lain yang menentukan pasokan
fosfor pada tanah antara lain adalah bahan organik. Dengan bahan organik,
sebagian besar fosfor diambil oleh mikroorganisme tanah untuk
pertumbuhannya, dan fosfor akhirnya diubah menjadi humus. Oleh karena itu
untuk menyediakan cukup fosfor, kondisi tanah yang menguntungkan bagi
perkembangan mikroorganisme tanah perlu diperhatikan (Novizan 2001).
+.
Muatan positif dari kalium
akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif
nitrat, fosfat atau unsur lain. Menurut Buckman dan Brady (1982), kalium
berperan dalam aktivitas fotosintesis, respirasi, sintesis protein, translokasi gula,
mempertahankan turgor, menstimulir pertumbuhan akar, dan meningkatkan
ketahanan terhadap kekeringan. Dalam tanaman unsur ini akan membantu proses
metabolisme yaitu sebagai aktivator dari sejumlah proses enzimatis. Kegunaan K
bagi semua makhluk hidup adalah sebagai aktivator dari sejumlah enzim,
K. K hanya bertindak sebagai kofaktor enzim namun kebutuhannya relatif sangat
besar, apabila K dalam keadaan kahat maka kandungan gula terlarut mula-mula
meningkat dan kandungan asam organik menjadi abnormal. Menurut Dalimarta
(2000), adanya kandungan kalium yang relatif tinggi akan memberikan sifat
yang khas dari daun pegagan yang mempunyai efek diuretika.
Batuan fosfat
Pupuk P-alam (batuan fosfat) merupakan bahan baku pembuatan SP-36
dan superfosfat lainnya. Deposit batuan fosfat merupakan sumberdaya alam
yang sangat penting dalam industri pupuk fosfat untuk pertanian. Berdasarkan
susunan kimianya, batuan fosfat digolongkan sebagai kalsium fosfat (Ca-P),
kalsium-aluminium (besi) fosfat (Ca, Al (Fe)-P), dan aluminium (besi) fosfat (Al
(Fe)-P) (Sediyarso, 1999). Kalsium fosfat merupakan bahan baku utama pupuk P
atau superfosfat.
Pupuk P-alam didominasi oleh mineral apatit (50-90%) dengan bahan
ikutannya berupa kuarsa, liat, besi, dan aluminium oksida, kalsit, dolomit, dan
gipsum. Kalsium apatit yang berasal dari batuan sedimen termasuk pupuk
alam reaktif sehingga dapat langsung digunakan sebagai sumber P. Pupuk
P-alam dikatakan reaktif bila kombinasi sifat pupuk dan sifat tanah dapat
meningkatkan kelarutan P (Deptan 2010).
Pemilihan pupuk P-alam berkualitas baik, yang dapat digunakan secara
langsung agar memberikan manfaat maksimum diperlukan pengetahuan tentang
sifat-sifat mineralogi dan kelarutannya. Kadar P total yang sangat tinggi dalam
pupuk P-alam akan mengakibatkan rendahnya tingkat kelarutan P, karena
rendahnya substitusi PO4 oleh CO3
Deposit-deposit batuan fosfat di Indonesia masih terbatas, maka sebagian
besar keperluan batuan fosfat, baik untuk pupuk fosfat alam maupun pupuk . Besar butir juga menentukan tingkat
reaktivitas pupuk P-alam, makin halus ukuran butir makin tinggi tingkat
kelarutan atau reaktivitasnya. Selain itu reaktivitas dari pupuk P-alam juga
ditentukan oleh makin tinggi kelarutannya di dalam pengekstrak amonium sitrat
fosfat sintetis masih diimpor. Deposit yang sekarang mulai diusahakan banyak
terdapat di pulau Jawa, misalnya di Jawa Barat (Bogor, Ciamis, Tasikmalaya dan
Cirebon); Jawa Tengah (Kebumen dan Pati); Jawa Timur (Surabaya, Lamongan,
Tuban, Sampang, Sumenep dan pulau-pulau dekat Madura); Sumatera (Bada
Aceh dan Medan); Kalimantan (sekitar Banjarmasin); Kepulauan Flores dan
Irian. Deposit yang terdapat di daerah-daerah tersebut berkadar P2O5 antara
1-36% (Kusartuti, 1990).
Christmas Island Rock Phosphate (CIRP) merupakan pupuk P-alam
berasal dari Pulau Christmas, terdiri dari campuran fluor hydroxyapatite yang
reaktif, kalsium besi fosfat dan kalsium aluminium fosfat yang lebih lambat larut
(Boughton dan Agustono, 1997). Hartatik dan Adiningsih (1989) melaporkan
bahwa penelitian efektivitas P-alam di Terbanggi Lampung menunjukkan bahwa
efektivitas P-alam Christmas menyamai atau bahkan lebih baik dari TSP dalam
meningkatkan hasil kedelai dan mempunyai pengaruh residu sampai penanaman
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian di tingkat lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (BALITTRO) yang terletak di
Gunung Putri. Lokasi kebun berada pada ketinggian 1500 m di atas permukaan
laut (dpl). Analisis tanah dan jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium
Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis kandungan senyawa asiatiosida
dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen BALITTRO. Analisis anatomi daun
dilaksanakan di Laboratorium Histologi BIOTROP Bogor. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan tanaman pegagan berasal
dari Boyolali (CASI 016), pupuk kandang sapi, batuan fosfat christmas
(kandungan P2O5 32%). Bahan tanaman berupa bibit tanaman pegagan
diperoleh dari perbanyakan vegetatif dengan umur 4 minggu sejak semai.
Alat-alat yang digunakan terdiri dari perAlat-alatan tanam (cangkul, sekop, ember, pisau,
kored, meteran, sprayer), automatic leaf area meter, timbangan kasar, timbangan
analitik, oven.
Metode Penelitian
Percobaan disusun menggunakan rancangan perlakuan Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design). Petak utama adalah dosis pupuk kandang, terdiri
dari lima dosis yaitu 0 (tanpa pupuk kandang); 10, 20, 30, 40 t pupuk
kandang/ha. Anak petak adalah penggunaan batuan fosfat terdiri dari dua dosis
yaitu tanpa batuan fosfat dan 300 kg batuan fosfat/ha. Dari dua faktor perlakuan
tersebut diperoleh 10 kombinasi perlakuan dan diulang 5 kali, sehingga
Model linier yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + βi + Pj + εij + Rk + (PR)jk + εjk
Yijk = pengamatan pada perlakuan dosis pupuk kandang ke-j, dosis batuan
fosfat ke-k pada kelompok ke- i
μ = rataan umum
βi = pengaruh kelompok ke-i
Pj = pengaruh perlakuan pupuk kandang ke-j
εij = galat pada perlakuan pupuk kandang ke-j dan kelompok ke-i Rk = pengaruh perlakuan batuan fosfat ke-k
(PR)jk = pengaruh interaksi antara perlakuan pupuk kandang ke-j dan batuan
fosfat ke-k
εjk = galat pada perlakuan batuan fosfat ke-k dan interaksi pupuk kandang
dengan batuan fosfat ke-jk
i = jumlah ulangan : 1, 2, 3, 4, 5
j = jumlah perlakuan petak utama : 1, 2, 3, 4, 5
k = jumlah perlakuan anak petak : 1, 2
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam, uji
perbandingan nilai tengah perlakuan menggunakan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui dosis pupuk yang optimal terhadap
produksi senyawa bioaktif asiatikosida dan pola respon pegagan dilakukan
analisis regresi.
Pelaksanaan Percobaan
Pembibitan
Pembibitan dilakukan menggunakan polybag dengan media campuran
tanah dan pupuk kandang perbandingan 2 : 1, ditempatkan pada lokasi yang
ternaungi selama 4 minggu. Bibit yang digunakan adalah dari aksesi Boyolali.
Bagian tanaman yang diambil untuk calon bibit adalah stolon yang telah berakar
Pengolahan tanah dan penanaman
Pengolahan tanah dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang
merata dan gembur, selain itu untuk membersihkan tanah dari gulma dan
sisa-sisa tanaman. Tanah yang sudah diolah kemudian dibuat petakan sebanyak 50
buah dengan ukuran tiap petak 1,6 m x 1,5 m. Jarak antar ulangan 0,6 m, jarak
antara petak utama 0,5 m, dan jarak antara anak petak 0,3 m. Pupuk kandang
sapi diaplikasikan satu minggu sebelum tanam, batuan fosfat diaplikasikan saat
tanam. Bibit pegagan yang telah berumur 4 minggu ditanam dengan jarak tanam
30 cm x 40 cm (20 tanaman/petak).
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman (sampai umur 4 minggu
setelah tanam), penyiraman (disesuaikan kondisi lapangan), penyiangan, dan
pengendalian hama penyakit. Penyiangan dilakukan secara hati-hati, pada saat
penutupan pegagan belum menyeluruh, maka penyiangan dapat dilakukan
dengan menggunakan kored, namun saat penutupan sudah menyeluruh maka
penyiangan dilakukan secara manual dengan tangan. Pengendalian hama
penyakit dilakukan jika telah berada pada ambang batas. Panen dilakukan pada
umur 20 MST (minggu setelah tanam).
Pengamatan
Pengamatan meliputi karakter agronomi (pengamatan pada 5 tanaman
sampel yang dipilih secara acak), karakter fisiologi, dan anatomi daun. Sebagai
data pendukung dilakukan analisis tanah, pupuk kandang, dan batuan fosfat.
Karakter agronomi meliputi:
1. Jumlah daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang
telah terbuka sempurna pada setiap rumpun, pengamatan dilakukan dua
minggu sekali.
2. Jumlah stolon
Pengamatan jumlah stolon dilakukan dengan menghitung jumlah stolon
3. Panjang stolon
Pengamatan panjang stolon dilakukan dengan mengukur panjang stolon
terpanjang pada setiap rumpun, diamati setiap dua minggu sekali
4. Persentase penutupan
Penutupan tanaman diamati pada umur 20 MST .
5. Indeks Luas Daun (ILD)
Pengamatan indeks luas daun dilakukan dengan mengukur luas daun setiap
rumpun menggunakan automatic leaf area meter, kemudian dibagi dengan
luas total lahan tegakan.
6. Bobot basah
Meliputi bobot basah daun, tangkai, stolon, dan akar. Pengukuran dilakukan
pada saat panen dengan cara menimbang bobot basah tanaman (g) pada tiap
tanaman sampel yang diamati.
7. Bobot kering
Meliputi bobot kering daun, tangkai, stolon, dan akar. Pengukuran dilakukan
pada saat panen dengan cara menimbang bobot kering (g) pada tiap tanaman
sampel yang diamati, setelah dioven pada suhu 60o C selama 3 hari. 8. Kandungan bioaktif asiatikosida pada simplisia
Cara pengambilan sampel daun untuk analisis kandungan asiatikosida adalah
sebagai berikut:
Ambil daun pada tanaman induk yang sudah terbuka sempurna, waktu
pengambilan sampel daun adalah pukul 09.00-10.00 WIB. Potong bagian
tangkai daun sehingga diperoleh bagian daun yang bersih dari tangkai daun
(Gambar 4).
Sampel daun yang masih dalam keadaan segar segera di bawa ke
laboratorium untuk dianalisis.
Analisis kandungan bioaktif asiatikosida dilakukan sesuai dengan prosedur
pengujian di Laboratorium Pasca Panen BALITTRO sebagai berikut:
a. Persiapan contoh
Pegagan disortir dan dicuci sampai bersih, dikeringkan dengan blower
(suhu 40o
b. Penetapan contoh
C selama 72 jam). Pegagan kering digiling dan diayak dengan
menggunakan ayakan ukuran 40 mesh. Sebanyak 0,2 g serbuk pegagan
ditambahkan 25 ml methanol p.a, dikocok di atas alat stirrer plate selama
60 menit, cairan ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 dan
ampasnya diambil untuk diekstrak kembali sampai 3 x masing-masing
dengan methanol p.a sebanyak 25 ml. Ekstrak-ekstrak dari ampas
tersebut disatukan dengan ekstrak pertama untuk dimasukkan ke dalam
labu ukur yang sama kemudian diencerkan dengan methanol p.a dan
diimpitkan sampai tanda batas.
Disaring dengan menggunakan kertas saring Whattman no. 42 kemudian
disaring kembali dengan kertas saring millipore ukuran 0,2 μm.
Disuntikkan ke dalam HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) sebanyak 20 μl dengan menggunakan fase gerak
Asetonitril (CH3CN): asam asetat (CH3
c. Pembuatan larutan standar
COOH) 0,6% (57:43) dan
kecepatan eluen 1ml/menit pada panjang gelombang 258 nm.
Ditimbang dengan teliti ekstrak asiatikosida sebanyak 0,0186 g dengan
menggunakan neraca analitis. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
untuk diencerkan dengan methanol p.a dan diimpitkan sampai tanda
batas.
d. Penetapan standar
Disuntikkan larutan standar asiatikosida 186 ppm sebanyak 20 μl ke
dalam HPLC dengan menggunakan fase gerak Asetonitril (CH3CN):
asam asetat (CH3COOH) 0,6% (57:43), jenis kolom: RP-18 (5 μm) dan
e. Perhitungan kadar asiatikosida
[sp]
x [lar std] x fp
[std]
% Asiatikosida = x 100%
Bobot sp x 106
Keterangan:
[sp] : konsentrasi contoh
[std] : konsentrasi standar
[lar std] : konsentrasi larutan standar
fp : faktor pengenceran
Bobot sp : bobot contoh (g)
Karakter fisiologi meliput i:
1. Kandungan klorofil
Analisis meliputi kandungan klorofil a, klorofil b, total klorofil, dan rasio
klorofil a/b. Pengamatan dilakukan di laboratorium RGCI (Research Group
of Crop Improvement) Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas
Pertanian IPB, dengan menggunakan metode Sims dan Gamon et al. (2002).
Pengamatan dilakukan pada akhir percobaan. Prosedur analisis kandungan
klorofil disajikan pada (Lampiran 3).
2. Analisis jaringan tanaman
Analisis terhadap kandungan nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
Analisis kandungan nitrogen total daun dengan metode Kjedahl (Lampiran
4). Analisis kandungan fosfor dan kalium melalui oksidasi basah dengan
HNO3 dan HClO4 (Lampiran 5). Untuk analisis kandungan nitrogen dan
kalium, sampel daun diambil dari daun ke 4 pada tanaman induk umur 20
MST. Analisis kandungan fosfor, sampel diambil dari daun ke 3 pada
tanaman induk umur 20 MST. Analisis dilakukan di Laboratorium Balai
Anatomi daun:
Pembuatan preparat anatomi jaringan dengan metode Sass (1951) pada
Keadaan Umum Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret
2009. Saat persiapan pembibitan (Gambar 3 dan 4), curah hujan di lokasi
penelitian sebesar 151.5 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 5/bulan. Menurut
Oldeman (Kartasapoetra, 1993), bulan ini dikategorikan sebagai bulan kering
dimana kriteria curah hujan yang lebih rendah dari 200 mm/bulan termasuk
bulan kering. Dengan kondisi curah hujan tersebut diperlukan penyiraman bibit
pegagan secara rutin agar bibit pegagan tidak mengalami kekeringan.
Gambar 5 Bibit pegagan umur 1 Gambar 6 Bibit pegagan umur 3
minggu minggu
Pegagan ditanam pada bulan September dimana kondisi curah hujan di
lokasi penelitian tergolong tinggi yaitu dengan curah hujan sebesar 412.5
mm/bulan dan jumlah hari hujan 9/bulan. Bulan ini dikategorikan sebagai bulan
basah, sehingga akar, stolon dan anakan dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik karena suplai air mencukupi. Kondisi curah hujan mulai tanam sampai
dengan panen di lokasi penelitian tergolong tinggi dengan kategori bulan basah.
Diagram curah hujan bulanan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Kondisi seperti ini mendukung pertumbuhan tanaman pegagan, di alam pegagan
mudah dijumpai pada musim hujan karena ketersediaan air cukup dan intensitas
cahaya yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan musim kemarau.
Kondisi tanaman di lapangan pada umur 16 MST dapat dilihat pada Gambar 6.
tempat-tempat yang teduh dan tanah yang lembab serta cukup air, diantaranya di
Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Kimia
Balai Penelitian Tanah, kriteria lahan penelitian tergolong netral dengan pH H2O
6.7. Lahan penelitian mempunyai kelas tekstur tanah pasir liat berlempung
berdasarkan segitiga tekstur tanah, dengan kandungan pasir 70 %. Total bahan
dengan nilai C/N tergolong rendah (7), P tergolong sedang (12 mg/kg), K
tergolong sangat tinggi (113 mg/kg), Ca sangat tinggi (2087 mg/kg), Mg sangat
tinggi (70 mg/kg), Fe sedang (10 mg/kg), pH (H2O= 6.7, KCl= 5.8).
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Rekapitulasi sidik ragam karakter agronomi dan fisiologi Centella
asiatica L. Urban pada perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat dapat
dilihat pada Tabel 2. Karakter agronomi terdiri atas jumlah daun, jumlah stolon,
panjang stolon, indeks luas daun, prosentase penutupan tanaman, bobot basah
(daun, tangkai daun, stolon, akar), bobot kering (daun, tangkai daun, stolon,
akar). Karakter fisiologi terdiri atas kandungan klorofil daun (klorofil a, b, dan
klorofil total) dan kandungan NPK jaringan tanaman.
Interaksi antara pupuk kandang sapi dan batuan fosfat tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap hampir semua karakter agronomi, kecuali pada
jumlah daun umur 16 MST. Untuk karakter fisiologi, interaksi antara pupuk
kandang sapi dan batuan fosfat memberikan pengaruh yang nyata pada
kandungan hara jaringan tanaman (P dan K). Pada umur 16 MST, penambahan
batuan fosfat nyata meningkatkan jumlah daun, fenomena ini disebabkan karena
jumlah stolon yang meningkat sehingga mempengaruhi jumlah daun.
Penggunaan pupuk kandang sebagai faktor tunggal nyata mempengaruhi
Tabel 2. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap karakter agronomi dan fisiologi tanaman Centella
Karakter Agronomi
Perlakuan 6 8 10 12 14 16 20 Jumlah Daun
Pupuk kandang sapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah
daun pada semua umur tanaman. Batuan fosfat memberikan pengaruh nyata
terhadap jumlah daun hanya pada 16 MST (minggu setelah tanam). Interaksi
antara pupuk kandang sapi dan batuan fosfat memberikan pengaruh nyata
terhadap jumlah daun hanya pada umur 16 MST (data disajikan pada Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap jumlah daun
Centella asiatica L. Urban
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata; *: berbeda nyata pada uji F dengan taraf α=5%. Angka-
yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT.
Penggunaan pupuk kandang sapi tidak memberikan pengaruh nyata
secara statistik terhadap jumlah daun yang dihasilkan pada semua umur
tanaman. Namun jika dilihat dari umur 6–20 MST, data yang diperoleh
menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan jumlah daun.
Jumlah daun terbanyak pada dosis pupuk kandang sapi 20 t/ha, kemudian terjadi
penurunan jumlah daun pada dosis 30 dan 40 t/ha.
tn tn tn tn tn * tn
Penggunaan batuan fosfat berpengaruh nyata hanya pada umur 16 MST,
kondisi ini karena didukung oleh jumlah stolon yang meningkat pada umur 16
MST. Jika dilihat data dari umur 6–14 MST terlihat bahwa dengan penggunaan
batuan fosfat 300 kg/ha terdapat kecenderungan peningkatan jumlah daun.
jumlah daun lebih tinggi 9.7, 6.3, 1.7, 6.1, 3.6, dan 9.7% jika dibandingkan
dengan yang tanpa dipupuk batuan fosfat. Perlakuan yang menghasilkan jumlah
daun terendah adalah kombinasi perlakuan 10 t/ha pupuk kandang sapi tanpa
batuan fosfat dan tertinggi adalah kombinasi perlakuan 20 t/ha pupuk kandang
sapi tanpa penggunaan batuan fosfat.
Perlakuan 6 8 10 12 14 16 20 Jumlah Stolon
Penggunaan pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah stolon pada semua umur tanaman. Penggunaan batuan fosfat berpengaruh
nyata terhadap jumlah stolon pada 16 MST (Tabel 4). Interaksi antara pupuk
kandang sapi dan batuan fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah stolon
pada semua umur tanaman.
Tabel 4. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap jumlah stolon
Centella asiatica L. Urban
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT.
tn tn tn tn tn tn tn
Secara statistik, kombinasi perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan
fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah stolon. Namun jika dilihat
sebagai faktor tunggal dari penggunaan pupuk kandang sapi terlihat bahwa dari
data terdapat adanya kecenderungan terjadinya peningkatan jumlah stolon pada
umur 8–20 MST. Jumlah stolon yang dihasilkan pada 8–20 MST mempunyai
dosis 20 t/ha, artinya pada umur 8–20 MST penggunaan pupuk kandang sapi
menghasilkan jumlah stolon terbanyak pada dosis 20 t/ha dan terendah pada
dosis 40 t/ha. Jumlah stolon sebagai akibat dari penggunaan pupuk kandang sapi
cenderung meningkat dengan kisaran antara 13.6-36.9%.
Secara statistik, penggunaan batuan fosfat berpengaruh nyata terhadap
jumlah stolon hanya pada 16 MST. Hal ini disebabkan karena sifat batuan fosfat
yang lambat tersedia oleh tanaman (slow release) sehingga akan berpengaruh
terhadap pola respon oleh tanaman.
Perlakuan 6 8 10 12 14 16 20 Panjang Stolon
Pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang stolon
pada semua umur tanaman. Batuan fosfat berpengaruh nyata terhadap panjang
stolon pada umur 10 dan 14 MST. Interaksi pupuk kandang sapi dengan batuan
fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap panjang stolon pada semua umur
tanaman (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap panjang stolon
Centella asiatica L. Urban
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT.
tn tn tn tn tn tn tn
Penggunaan pupuk kandang sapi dengan dosis 30 t/ha menghasilkan
panjang stolon terpanjang pada umur 6-10 MST. Penggunaan pupuk kandang
12-16 MST, pada 20 MST panjang stolon terpanjang dihasilkan dari penggunaan
pupuk kandang sapi 20 t/ha.
Penggunaan batuan fosfat perpengaruh nyata terhadap panjang stolon
pada umur 10 dan 14 MST. Dengan penggunaan batuan fosfat terjadi
peningkatan panjang stolon yaitu masing-masing 8.1 dan 6.3%. Meskipun secara
statistik penggunaan batuan fosfat hanya berpengaruh terhadap panjang stolon
pada umur 10 dan 14 MST saja, jika dilihat pada umur 8, 12 dan 16 MST
menunjukkan bahwa dengan penggunaan batuan fosfat, panjang stolon
cenderung meningkat masing-masing sebesar 6.7, 4.3 dan 3%.
Indeks Luas Daun (ILD) dan Persentase Penutupan
Nilai ILD pegagan berdasarkan hasil uji statistik tidak memberikan
pengaruh secara nyata. Nilai ILD tertinggi pada perlakuan tanpa penambahan
batuan fosfat diperoleh pada dosis pupuk kandang sapi 40 t/ha yaitu sebesar 1.06
dan terendah kontrol sebesar 0.61 (Tabel 6). Penambahan batuan fosfat, nilai
ILD tertinggi diperoleh pada dosis 40 t/ha (1.1) dan terendah kontrol (0.5)
Persentase penutupan secara statistik berpengaruh nyata, persentase tertinggi
pada dosis 40 ton/ha (tanpa batuan fosfat maupun dengan batuan fosfat) yaitu
masing-masing sebesar 91 dan 95%, dan terendah pada kontrol masing-masing
61 dan 68%. ILD merupakan salah satu peubah yang diperlukan dalam
memprediksi hasil dan pertumbuhan suatu tanaman. Hasil penelitian Booij et al.
(1996) menunjukkan bahwa nitrogen merupakan faktor yang terpenting dalam
mempengaruhi ILD tanaman pada fase pertumbuhan maupun keseluruhan fase
pertumbuhan tanaman. Melalui penggunaan pupuk kandang sapi, nilai ILD
cenderung meningkat, menurut Simanungkalit et al. (2006) hal ini dapat
disebabkan karena nitrogen merupakan salah satu hara utama bagi sebagian
besar tanaman yang dapat diperoleh dari pupuk kandang. Nilai ILD pada dosis
20 t/ha pupuk kandang sapi dan 300 kg/ha batuan fosfat mempunyai nilai yang
cenderung rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh karena ukuran daun yang lebih
kecil tetapi dengan ketebalan daun yang meningkat, sehingga bobot daun
menjadi meningkat.
Tabel 6. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap indeks luas daun dan prosentase penutupan tanaman Centella asiatica L. Urban ________________________________________________________________ Peubah
Perlakuan ILD Prosentase penutupan (%)
Pupuk Kandang (ton/ha)
0 0.61 61 b 10 0.86 75 b 20 0.80 83 a 30 0.86 83 a 40 1.06 91 a
Batuan fosfat (kg/ha)
0 0.85 75.8 b 300 0.82 81.6 a
Interaksi perlakuan
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT.
Prosentase penutupan tanaman dipengaruhi oleh penggunaan pupuk
kandang sapi. Pupuk kandang sapi meningkatkan prosentase penutupan tanaman
sebesar 22.9-49.2%. Prosentase penutupan tanaman juga dipengaruhi oleh
penggunaan batuan fosfat. Dengan penggunaan batuan fosfat, prosentase
penutupan tanaman meningkat.
tn tn
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 11. Penutupan tanaman dengan perlakuan 10 (a), 20 (b), (30), dan 40 t/ha (d)
Bobot Basah
Bobot basah meliputi bobot basah daun, tangkai daun, stolon, akar, dan
bobot total (biomass). Secara statistik, bobot basah tidak dipengaruhi oleh pupuk
kandang sapi, batuan fosfat, maupun interaksi keduanya (data disajikan pada
Tabel 7). Bobot basah daun dan bobot total basah per petak disajikan pada Tabel
Tabel 7. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot basah
Meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata, namun terlihat
bahwa bobot basah daun, tangkai daun, stolon, akar dan bobot total tertinggi
pada perlakuan pupuk kandang sapi dosis 20 t/ha. Demikian juga dengan
penggunaan batuan fosfat terdapat kecenderungan bobot basah pada tangkai
daun, stolon dan bobot total mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi.
Perlakuan Daun Tangkai daun Stolon Akar Bobot total Bobot Kering
Bobot kering meliputi bobot kering bagian daun, tangkai daun, stolon,
akar, dan bobot total. Penggunaan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat, baik
secara tunggal maupun interaksinya tidak mempengaruhi bobot kering Centella
asiatica L. Urban (dapat dilihat pada Tabel 9). Bobot kering daun dan bobot
total kering per petak disajikan pada Tabel 10.
Angka rata-rata pada tabel 9 terlihat bahwa dengan penggunaan pupuk
kandang sapi secara tunggal, bobot kering daun, tangkai daun, stolon, akar dan
total cenderung meningkat sampai pada dosis 20 t/ha. Demikian juga dengan
penggunaan batuan fosfat secara tunggal bobot kering cenderung meningkat
kecuali pada bobot kering akar.
Tabel 9. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot kering daun, tangkai daun, stolon, dan akar Centella asiatica L. Urban
________________________________________________________________ Bagian tanaman
... g/tanaman ... Pupuk Kandang (t/ha)
0 4.60 2.21 3.11 1.48 6.81 10 4.40 2.39 3.08 1.28 6.79 20 5.25 2.81 3.69 1.59 8.05 30 4.52 2.54 3.04 1.57 7.05 40 4.01 2.39 3.13 1.29 6.39
Batuan fosfat (kg/ha)
0 4.52 2.36 3.07 1.45 6.87 300 4.59 2.57 3.35 1.43 7.17
Interaksi perlakuan
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata
Tabel 10. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot kering daun dan bobot total basah per petak pada tanaman Centella asiatica L. Urban
sapi 20 t/ha dengan pemberian batuan fosfat 300 kg/ha, pada perlakuan tanpa
pupuk kandang sapi dan tanpa batuan fosfat mempunyai kandungan asiatikosida
terendah. Produksi asiatikosida secara nyata dipengaruhi oleh penggunaan pupuk
kandang sapi (data disajikan pada Tabel 11).
Kandungan asiatikosida tertinggi mencapai 6.91%. Jika dibandingkan
dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dari semua
perlakuan mempunyai kandungan asiatikosida lebih tinggi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pramono dan Ajiastuti (2004) dan Sutardi (2008), mempunyai
kandungan asiatikosida masing-masing sebesar 1.34 dan 1.5%. Tingginya
kandungan asiatikosida disebabkan karena bagian yang diambil untuk analisis
kandungan asiatikosida adalah daun, sedangkan pada hasil penelitian
sebelumnya analisis kandungan asiatikosida pada semua bagian (terna). Diduga,
Tabel 11. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan dan produksi asiatiosida Centella asiatica L. Urban
________________________________________________________________ Ket: Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada uji DMRT.
Produksi asiatikosida pegagan umur 20 MST pada dosis pupuk kandang
Meningkatnya produksi asiatikosida disebabkan karena kandungan
asiatikosida yang tinggi. Kandungan asiatikosida yang tinggi diduga karena
kandungan hara N jaringan tanaman rendah, tetapi kandungan hara P dan K yang
tinggi. Selain itu diduga bahwa kandungan asiatikosida terbanyak terdapat pada
bagian daun. Kandungan asiatikosida daun pegagan tertinggi pada dosis pupuk
kandang sapi 20 t/ha dengan penambahan batuan fosfat 300 kg/ha dan terendah
pada perlakuan tanpa pupuk kandang sapi dan tanpa batuan fosfat yaitu
masing-masing sebesar 6.91 dan 2.53%. Tingginya kandungan asiatikosida diduga
bahwa dengan penggunaan pupuk kandang sapi, tanaman masih kekurangan
unsur hara (berada dalam keadaan tercekam), kondisi ini yang memacu
terbentuknya senyawa metabolit sekunder.
Karakter Fisiologi Kandungan Klorofil
Interaksi antara pupuk kandang sapi dengan batuan fosfat tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a, klorofil b, maupun total
klorofil. Demikian juga masing-masing faktor secara tunggal tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan klorofil (data disajikan pada Tabel 12). Rata-rata
klorofil a, klorofil b, dan total klorofil terdapat kecenderungan bahwa
penggunaan pupuk kandang sapi sebagai faktor tunggal memberikan nilai
tertinggi pada dosis 20 t/ha. Demikian juga dengan penggunaan batuan fosfat
secara tunggal memberikan kandungan klorofil a, klorofil b, dan total klorofil
yang cenderung lebih tinggi. Nilai yang cenderung tinggi menunjukkan warna
daun yang lebih hijau, dimana daun yang lebih hijau mempunyai efisiensi dalam
Tabel 12. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan
Interaksi antara pupuk kandang sapi dan batuan fosfat berpengaruh nyata
terhadap kandungan hara P dan K pada jaringan tanaman (Tabel 13).
Kandungan hara P tertinggi diperoleh pada dosis pupuk kandang sapi 20 t/ha
dengan batuan fosfat 300 kg/ha, kandungan hara K tertinggi pada dosis 20 t/ha
tanpa batuan fosfat (Tabel 14). Pupuk kandang sapi sebagai faktor tunggal
berpengaruh nyata terhadap kandungan hara K, batuan fosfat sebagai faktor
tunggal berpengaruh nyata terhadap kandungan hara N dan P jaringan tanaman.
Ghulamahdi et al. (2008) melaporkan bahwa dengan penggunaan pupuk
anorganik, kandungan hara N, P, dan K tertinggi masing-masing adalah 3.867,
0.262, dan 4.24% dengan kandungan asiatikosida antara 1-2%. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa kandungan hara N mempunyai nilai yang lebih rendah,
hara P dan K mempunyai nilai yang lebih tinggi (Tabel 1 dan 2) jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Ghulamahdi et al. (2008). Walaupun
kandungan hara N yang masih rendah pada penelitian ini, dari segi kandungan
asiatikosida jauh lebih tinggi yaitu berkisar antara 2-6%. Hasil ini tergolong
Tabel 13. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan hara nitrogen, fosfor dan kalium jaringan tanaman Centella asiatica L. Urban umur 20 MST
_____________________________________________________________________________ Perlakuan N P K
... % bobot kering...
Keterangan: *: berbeda nyata pada uji F dengan taraf α=5%. Angka-angka yang diikuti oleh
huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT.
Tabel 14. Interaksi antara pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan hara fosfor dan kalium pada jaringan tanaman Centella
asiatica umur 20 MST
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT.
Rata-rata tebal daun Centella asiatica L. Urban dapat dilihat pada Tabel
sapi 20 t/ha dengan batuan fosfat 300 kg/ha dan terendah pada perlakuan pupuk
kandang sapi 10 t/ha dan tanpa pemberian batuan fosfat 300 kg/ha.
Tabel 15. Rata-rata tebal daun Centella asiatica L. Urban umur 20 MST dengan kombinasi perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat.
________________________________________________________________
Dari rata-rata tebal daun terlihat bahwa dengan perlakuan pupuk kandang
sapi dan batuan batuan fosfat, tebal daun cenderung lebih tinggi. Peningkatan
tebal daun Centella asiatica L. Urban pada tanaman yang dipupuk disebabkan
oleh peningkatan jumlah sel mesofil baik mesofil bagian atas maupun mesofil
bunga karang (Gambar 16).
A B
Gambar 13 Penampakan anatomi daun Centella asiatica L. Urban secara melin
tang pada perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat (20MST, perbesaran 100 x). (A) Tanpa pupuk kandang sapi dan batuan fosfat (B) 20 t/ha pupuk kandang sapi dan 300 kg/ha batuan fosfat.
Peningkatan tebal daun merupakan salah satu bentuk pertumbuhan yang
merupakan hasil dari aktivitas pembelahan dan pemanjangan sel (Raz dan
Koornneef 2001). Pembelahan dan pemanjangan sel tanaman dipengaruhi oleh
ketersediaan unsur hara. Hasil penelitian MacAdam et al. (1989) pada tanaman
Festuca arundinacea Screb. menunjukkan bahwa pemanjangan sel epidermis
serta pembelahan sel mesofil dan rasio mesofil:epidermis meningkat dengan
meningkatnya pemberian nitrogen. Sementara itu hasil penelitian Kavanova et
al. (2006) menunjukkan bahwa defisiensi unsur P menurunkan pembelahan dan
pemanjangan sel epidermis daun tanaman Lolium perenne. Hasil penelitian
Klinguer et al. (1986) pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum)
menunjukkan bahwa pemberian unsur K sampai 14.10 mM KNO3 pada media
kultur meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi tunas dibanding pada media
yang hanya mengandung 4.70 dan 9.40 mM K. Pada penelitian ini, kandungan
hara P dan K jaringan tanaman yang dipupuk dengan pupuk kandang sapi dan
batuan fosfat nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak
dipupuk.
Respon Tanaman Terhadap Penggunaan Pupuk Kandang Sapi dan Batuan Fosfat
Secara umum penggunaan pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata
terhadap karakter agronomi maupun fisiologi. Namun sebenarnya menunjukkan
kecenderungan meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk kandang. Jumlah
daun, jumlah stolon, dan panjang stolon cenderung meningkat sampai pada dosis
20 t pupuk kandang/ha. Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk kandang
sapi pada dosis 30 dan 40 t/ha berpengaruh terhadap persentase penutupan
tanaman. Persentase penutupan tanaman yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
tanaman saling ternaungi sehingga proses fotosintesis juga akan terhambat.
Bobot basah dan bobot kering juga cenderung meningkat sampai pada dosis 20 t
pupuk kandang/ha kemudian terjadi penurunan pada dosis 30 t/ha. Terjadinya
penurunan pada bobot basah dan bobot kering karena jumlah daun, jumlah
stolon, dan panjang stolon yang cenderung menurun pada dosis 30 t/ha. Pupuk
kandang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sehingga semakin
tinggi pemberian bahan organik terhadap tanah maka akan meningkatkan
kandungan bahan organik tanah itu sendiri. Syukur dan Harsono (2008)
nyata terhadap pH H2O, pH KCL, KTK tanah, dan kandungan bahan organik
tanah. Penyebab hal tersebut karena penambahan bahan organik dapat memicu
dekomposisi oleh mikroba menghasilkan CO3- dan OH- yang meningkatkan pH H2O. Sarie (2004) menyatakan bahwa hasil proses dekomposisi oleh
mikroorganisme antara lain menghasilkan ion CO3- dan OH- sehingga menunjang pada peningkatan kebasaan, yang selanjutnya meningkatkan pH
tanah. Selain itu pupuk kandang juga menambah kandungan K+ yang jika bereaksi dengan H2O akan menghasilkan KOH yang akan melepaskan OH
-Produksi asiatikosida dipengaruhi oleh pupuk kandang sapi. -Produksi
asiatikosida tertinggi diperoleh pada perlakuan 20 t pupuk kandang sapi/ha.
Produksi asiatikosida sangat dipengaruhi oleh kandungan asiatikosida. Senyawa
asiatikosida merupakan golongan terpenoid, dimana biosintesisnya melalui
lintasan mevalonat dan methylerythrithol phosphate. Menurut Taiz dan Zeiger
(2002), nitrogen berperan dalam proses glikolisis untuk menghasilkan asam
amino yang akan berperan dalam biosintesis metabolit sekunder. Unsur P
berperan dalam siklus Calvin, dimana dalam reaksinya akan menggunakan ATP
dan NADPH untuk mengubah CO
,
sehingga meningkatkan pH tanah. Menurut Brady (1990); Candra (2003),
kotoran sapi yang diberikan ke dalam tanah mengalami dekomposisi yang
berakhir dengan mineralisasi dan terbentuknya bahan yang relative resisten yaitu
humus. Humus yang tersusun dari selulosa, lignin, dan protein mempunyai
kandungan C-organik umumnya sebesar 58% sehingga dapat dikatakan bahwa
pemberian kotoran sapi akan meningkatkan jumlah humus dalam tanah yang
pada akhirnya meningkatkan C-organik tanah. Peningkatan C-organik tanah juga
meningkatkan bahan organik tanah.
2 menjadi gula dan senyawa organik
(metabolit sekunder). Kalium mempunyai peranan utama dalam tanaman sebagai
aktivator berbagai enzim. Jumin (2005) peningkatan hara nitrogen dan fosfor
akan meningkatkan pula terhadap hara kalium. Adanya kalium tersedia yang
cukup dalam tanah akan menjamin ketegaran tanaman, tanaman menjadi lebih
tahan terhadap serangan penyakit dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium
cenderung mengurangi efek negatif akibat pemupukan nitrogen, penting bagi