• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan tahapan meliputi pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak etanol, uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun titanus dan povidon iodin 10% terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas aeruginosa menggunakan metode

difusi agar, kombinasi antara konsentrasi hambat minimum povidon iodin dengan konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol daun titanus terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas

aeruginosa menggunakan data Kosentrasi Hambat Minimum (KHM) dalam tabel

checkerboard sebagai acuan (Hossain, et al., 2014).

3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah alumunium foil, autoklaf (Webeco), beaker glass, biosafety cabinet (Astec HLF 1200 L), blender (Miyako), cawan

(Memmert), jangka sorong, jarum ose, kapas steril, kertas perkamen, kompor (sharp), lampu bunsen, lemari pendingin (Toshiba), lemari pengering, neraca listrik (Metller Toledo), oven listrik (Fischer scientific), pengaduk, penangas air, pinset, pipet mikro (Eppendorf), rak tabung, rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat destilasi, spatula, stamper, vortex (Health H-MV-300).

3.3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, aquadest steril, BaCl2 1%, etanol 96%, H2SO4 1%, kloralhidrat, nutrient agar (Oxoid), nutrient broth (Oxoid), pencadang kertas berdiameter 6 mm (Oxoid),simplisia daun titanus (Leea aequata L.). Antiseptik povidon iodin 10% (Betadine) yang digunakan, dibeli di Apotek K-24 Iskandar Muda, Jalan Iskandar Muda No. 150-C. Bakteri yang digunakan adalah staphylococcus aureus ATCC 29737, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 25619.

3.4 Penyiapan Bahan Tumbuhan 3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Sampel yang digunakan adalah daun titanus yang masih segar berwarna hijau (tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda), diambil dari Desa Suka Nalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang dari daerah lain.

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

3.4.3 Pengolahan tumbuhan

Sebanyak 4 kg daun titanus dicuci dibawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan, ditimbang berat basah, diperoleh berat basah 4,3 kg, dikeringkan dalam rak pengering selama 5 hari, disortasi kering, ditimbang berat kering dan diperoleh berat 3,2 kg. Sampel dianggap kering apabila sudah rapuh, kemudian sampel diserbukan dan disimpan dalam wadah plastik.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar, ukuran, bau, rasa serta warna dari simplisia.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan meletakkan sejumlah serbuk simplisia diatas objek glass yang telah ditetesi larutan kloralhidrat, ditutupi dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan kadar air 1. Penjenuhan toluen

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam.

Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO, 1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan kedalam labu alas bulat berisi toluen jenuh, dipanaskan selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, setelah semua air tersuling. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Volume dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1998).

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai

kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis. Pijaran dilakukan pada suhu 500-600°C selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1998). 3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan sampai bobot tetap, didinginkan dan ditimbang. Kadar dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 2000).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Titanus Secara Maserasi

Sebanyak 500 g simplisia dimasukkan kedalam wadah gelas berwarna gelap, dituangi 75 bagian cairan penyari (etanol 96%), ditutup, dibiarkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diperas dan dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup dan terlindung dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979). Filtrat diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur 400C sampai diperoleh ekstrak kental.

3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas yang mempunyai presisi dan media pertumbuhan bakteri disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit dan alat-alat gelas lainnya disterilkan didalam oven pada suhu 1700C selama 1 jam. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu bunsen (Ditjen POM, 1995).

3.8 Pembuatan Media

3.8.1 Pembuatan media nutrient agar (NA) Komposisi: Lab-lemco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g Peptone 5,0 g Sodium chloride 5,0 g Agar 15 g Cara Pembuatan:

Sebanyak 28 g media nutrient agar ditimbang dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan air suling sebanyak 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut. Media nutrient agar disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.8.2 Pembuatan media nutrient broth (NB) Komposisi: Lab lemco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g Peptone 5,0 g Sodium chloride 5,0 g Cara Pembuatan:

Sebanyak 13 g media nutrient broth yang sudah jadi ditimbang dan dilarutkan dengan air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Media dimasukkan dalam erlenmeyer steril yang bertututp dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.8.3 Pembuatan agar miring

Sebanyak 3 ml media nutrient agar cair, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diletakkan pada sudut kemiringan 30-45oC dan dibiarkan memadat, kemudian disimpan di lemari pendingin (Lay, 1994).

3.9 Pembiakan Bakteri 3.9.1 Pembuatan stok kultur

3.9.1.1 Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas aeruginosa

Satu koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanamkan pada media nutrient agar (NA) miring dengan cara menggores, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 18 jam (Depkes RI, 1995). Pembuatan stok kultur bakteri Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas aeruginosa sama dengan prosedur untuk bakteri

Staphylococcus aureus.

3.9.1.2Peremajaan bakteri

Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media NA miring dengan cara menggores. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37oC selama 18 jam. Peremajaan ini dilakukan sebanyak 3 kali (Depkes, 1995).

Sebanyak 0,05 ml larutan BaCl2 1% dicampur dengan 9,95 ml larutan H2SO4 1% dan dikocok homogen. Larutan Standart McFarland No.0,5 ini setara dengan suspensi sel bakteri konsentrasi 108 CFU/ml (Difco and BBL Manual, 2009).

3.9.2 Pembuatan inokulum

3.9.2.1 Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas aeruginosa

Koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril, lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan nutrient broth (NB), diinkubasi sampai didapat kekeruhan yang sama dengan

larutan Standar Mc.Farland No.0,5, berarti konsentrasi bakteri adalah 108 CFU/ml. Kemudian dilakukan pengenceran suspensi bakteri dengan memipet 0,1 ml inokulum bakteri dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan nutrient broth (NB) sebanyak 9,9 ml dan divortex hingga homogen maka

suspense bakteri konsentrasinya sama dengan 106 CFU/ml. Pembuatan inokulum bakteri Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas aeruginosa sama dengan prosedur untuk bakteri Staphylococcus aureus(Difco and BBL Manual, 2009).

3.10 Pembuatan Larutan Uji dengan Berbagai Konsentrasi. 3.10.1 Ekstrak Etanol Daun Titanus

Cara kerja :

Ekstrak etanol ditimbang 5 g, dilarutkan dengan dimetil sulfoksida (DMSO) hingga 10 ml, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 500 mg/ml,

kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400, 300, 200, 100, 75, 50, 25, 6,25 dan 3,125 mg/ml.

3.10.2 Larutan Povidon Iodin

Povidon iodin 10% dipipet sebanyak 0,75 ml, dilarutkan dengan aquadest steril hingga 1 ml, divortex hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi povidon iodine 7,5%, kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh povidon iodine dengan konsentrasi 5, 2,5, 1, 0,5 dan 0,25%.

3.11 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Titanus dan Povidon Iodin

Metodeinimenggunakanmediapadatdanpencadang kertas berukuran 6 mm. Penentuan daya hambat pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara mengukur diameter daerah jernih di sekeliling pencadang kertas menggunakan jangka sorong.

Cara kerja :

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar (NA) sebanyak 15 ml dengan suhu 45-500C, lalu dihomogenkan dengan cara cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata dan dibiarkan memadat. Pencadang kertas yang telah ditetesi 0,1 ml larutan ekstrak etanol daun titanus atau povidon iodin dalam berbagai konsentrasi, diletakkan di atas media yang telah memadat, dibiarkan 15 menit, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC selama 18 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Titanus dan Povidon Iodin

Pengujian dilakukan terhadap sampel uji yang menunjukkan KHM paling rendah terhadap bakteri uji dengan menggunakan metode checkerboard difusi agar. Konsentrasi ekstrak etanol daun titanus dan povidon iodin yang digunakan masing-masing adalah 0,5 x Konsentrasi Hambat Minimum; 1 x Konsentrasi Hambat Minimum; dan 2 x Konsentrasi Hambat Minimum. Nilai-nilai Konsentrasi Hambat Minimum tersebut disusun lalu saling disilang menghasilkan kombinasi atau disebut juga metode checkerboard. Ilustrasi kombinasi konsentrasi ekstrak etanol daun titanus dan povidon iodin dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tiap jenis kombinasi dibuat dengan cara mencampurkan larutan ekstrak etanol daun titanus dan povidon iodin kemudian dicukupkan hingga 2 ml (Hossain, et al., 2014).

Tabel 3.1 Ilustrasi kombinasi povidon iodin dan ekstrak etanol daun titanus

2 + 2 1 + 2 0,5 + 2 2 2 x KHM K ons ent ra si P ovi don I odi n 2 + 1 1 + 1 0,5 + 1 1 1 x KHM 2 + 0,5 1 + 0,5 0,5 + 0,5 0,5 0,5 x KHM 2 1 0,5 0 (Blanko) 2 x KHM 1 x KHM 0,5 x KHM

Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Titanus

Keterangan:

2 + 2 : 2xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 2xKHM Povidon Iodin 2 + 1 : 2xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 1xKHM Povidon Iodin 2 + 0,5 : 2xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 0,5xKHM Povidon Iodin 1 + 2 : 1xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 2xKHM Povidon Iodin 1 + 1 : 1xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 1xKHM Povidon Iodin

1 + 0,5 : 1xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 0,5xKHM Povidon Iodin 0,5 + 2 : 0,5xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 2xKHM Povidon Iodin 0,5 + 1 : 0,5xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 1xKHM Povidon Iodin 0,5 + 0,5: 0,5xKHM Ekstrak Etanol Daun Titanus + 0,5xKHM Povidon Iodin

Pengujian aktivitas antibakteri kombinasi menggunakan nilai KHM sebagai parameter. Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian dituangkan media nutrient agar (na) sebanyak 15 ml dengan suhu 45-500C, lalu dihomogenkan dengan cara cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata dan dibiarkan memadat. Dibuat larutan uji ekstrak etanol daun titanus yang memiliki nilai KHM dan larutan uji povidon iodin yang juga memiliki nilai KHM kemudian dibuat larutan campuran sesuai variasi kombinasi sesuai metode checkerboard, pencadang kertas ditetesi 0,1 ml larutan uji selama ± 15 menit. Pencadang kertas yang telah ditetesi, diletakkan pada media yang telah memadat, kemudian didiamkan ± 15 menit, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 20C selama 18 jam. Masing-masing cawan petri diukur diameter hambatnya di sekitar pencadang kertas menggunakan jangka sorong.

3.13 Pengujian Efek Kombinasi Antibakteri

Pengujian efek kombinasi dua antibakteri dilihat dari bentuk zona hambat yang dihasilkan ketika diletakkan berdekatan. Kombinasi diletakkan dengan perhitungan sebagai berikut:

TT=

DTekstrak etanol daun titanus+DTpovidon iodin

2 Keterangan :

DT EEDT : diameter zona hambat tunggal ekstrak etanol daun titanus. DT PI : diameter zona hambat tunggal povidon iodin.

TT : hasil penjumlahan diameter zona hambat tunggal ekstrak etanol daun titanus dan povidon iodin.

Jika diameter zona hambat kombinasi ekstrak etanol daun titanus dan povidon iodin lebih besar daripada diameter zona hambat secara tunggal maka dapat dikatakan kombinasi besifat sinergisme potensiasi (Mulyantono dan Isman, 2008; Tan dan Rahardja, 2007).

Pengujian kedua untuk melihat efek sinergisme dari kombinasi kedua antibakteri dapat juga dilakukan dengan cara Disk Diffusion Testing (DDT) dimana pengujian dilakukan menggunakan cakram, pengujian ini sama dengan metode test Kirby & Bauer. Dibuat larutan uji ekstrak etanol daun titanus yang memiliki nilai KHM dan larutan uji povidon iodin yang juga memiliki nilai KHM. Disk atau cakram terlebih dahulu masing-masing ditetesi 0,1 ml larutan uji tunggal selama ± 15 menit kemudian keduanya ditempatkan pada jarak yang sama dengan jumlah dari jari-jari zona penghambatan agen antimikroba saat diuji secara terpisah atau tunggal, hal ini dilakukan pada semua variasi kombinasi sesuai metode checkerboard. Pencadang kertas yang diletakkan pada media yang telah memadat, kemudian didiamkan ± 15 menit, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 20C selama 18 jam.

Dokumen terkait