• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Kesimpulan

Dari hasil survei di Kabupaten Tapanuli Utara, diketahui bahwa trend perkembangan produksi madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara dari tahun 1987 sampai tahun 2007 adalah stabil.

6.2 Saran

• Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan tentang korelasi antara perkembangan

produksi madu lebah hutan terhadap peningkatan jumlah kelompok pencari madu lebah hutan.

• Mempertahankan keadaan hutan dengan tidak mengkonversi hutan dan tidak

mengeksploitasi hasil hutan secara liar oleh pemerintah, masyarakat maupun pihak tertentu sehingga hutan tetap lestari.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Tapanuli Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Utara. Tarutung.

Dharmestiwi KI. 2007. Perkembangan Produksi Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) di

Kawasan Gunung Tampomas Utara, Kabupaten Sumedang. [Skripsi]. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Free JB. 1970. Insect Pollination of Crops. Academic Press. New York.

Kasno. 2001. Pakan Lebah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. _____. 2001. Budidaya Serangga Berguna : Lebah Madu. Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor. Bogor

Kuntadi Amir H. 2001. Uji Teknik Pemanenan Lebah Hutan Apis dorsata

(Hymenoptera: Apidae). Prosiding Seminar Nasional PEI; Pengelolaan Serangga yang bijaksana menuju Optimasi Produksi Cabang Bogor, 6 November 2001.

Nurdjito WA, Y.R. Suhardjono, Erniwati. 1986. Mengembangkan lebah Madu di Pekarangan. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

Partosoedjono S. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan An Introduction to The Study of Insect. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pavord AV. 1970. Bees and Beekeeping. Cassel Ltd. London.

Shagir KJ. 1998. Perkembangan Potensi Lebah Hutan (Apis dorsata) Di Kecamatan

Kolaka, Kabupaten Kolaka. [Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sulthoni A. 1986. Aspek Biologi Lebah Madu Sebagai Faktor utama Pengembangan Budidaya di Kehutanan. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta. Sumoprastowo R. M. dan R. A. Suprapto. 1980. Beternak Lebah Madu Modern.

Tim Redaksi Trubus. 1999. Beternak Lebah Madu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ungerer T. 1985. Pedoman Teknis Peternakan Lebah Madu. Lembaga penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widhiono I. 1986. Faktor-Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Penambahan Sel Dalam Sisiran Lebah Madu. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

Yatap H. 1998. Perkembangan Pemanenan Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) di

Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan. [Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Lampiran 1 Kuisioner

Kuisioner Pencari Madu Lebah Hutan

Nama : Umur :

Alamat Dusun : Desa :

Kec. : Kab. :

1. Mulai dari kapan menjadi pencari lebah hutan? 2. Dimana sajakah sarang lebah madu Hutan berada? 3. Apakah sarang berpindah-pindah atau menetap?

4. Apakah tempat pengambilan madu tersebut sudah pasti ataukah masih menjadi rebutan dengan orang lain?

5. Berapa jauh jarak dari rumah ke sarang?

6. Waktu pemanenan dilaksanakan pada siang hari atau malam hari? 7. Bagaimanakah prosedur pemanenan madu tersebut?

8. Bagian sarang yang mana saja yang dipanen?

9. Pada musim panen berikutnya, apakah letak sarang masih berada pada tempat yang sama seperti ketika panen terdahulu?

10. Berapa banyak jumlah sarang lebah yang diperoleh pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

11. Berapa banyak jumlah madu yang diperoleh pada tahun1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

12. Berapa harga madu pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

13. Berapa lama waktu tempuh menuju sarang lebah hutan pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

14. Mulai dari kapan memiliki sarang di suatu tempat?

15. Pada tanaman/pohon apa saja yang biasa dipakai oleh lebah hutan untuk bersarang?

17. Pada bulan apakah musim panen tersebut dilakukan? Apakah dalam setahun merata pada setiap bulannya? Berapa kali pemanenan madu dilakukan dalam setahun?

18. Apabila saat sekarang ini jarang ditemui sarang, apakah kemungkinan yang menjadi penyebabnya?

19. Berapa banyak jumlah kelompok pencari madu lebah hutan pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007 ?

20. Bagaimana sistem pembagian hasil dalam satu kelompok? 21. Bagaimana persepsi pencari madu terhadap kondisi hutan?

Lampiran 2 Nama-Nama Responden

No. Kecamatan Desa Dusun Jumlah

anggota kelompok

Nama Perwakilan kelompok

Umur

1 Adian koting Parsingkaman Parsingkaman 3 Bpk. Betty. H 51

2 Parsingkaman Liang godang 5 Nahum 55

3 Parsingkaman Boting 3 Pendi 48

4 Parsingkaman Liang Sitorus 3 Horas 45

5 Parsingkaman Sampuran 4 Maruli 47

6 Parsingkaman Lubuk Nabali 3 Jannes 52

7 Pagar Lambung III Pagar lambung 3 Bpk. Detta 48

8 Pagar Lambung III Pagar Lambung 3 Luhut. H 49

9 Pagar Lambung III Pagar lambung 4 Bpk. Kardi 56

10 Pagar Lambung III Pagar Lambung 4 Bpk. Mawar 47

11 Purbatua Selamat Harambir kongsi 3 Arman Sihombing 46

12 Selamat Harambir kongsi 4 Togos S 47

13 Selamat Holbung 4 Singkat Tambunan 56

14 Selamat Holbung 3 Tahan Sitompul 45

15 Selamat Hutaborbor 3 Mian Sitompul 60

16 Selamat Hutaborbor 3 Pasaribu 49

17 Purbatua Purbatua 4 Bisner 61

18 Purbatua Purbatua 3 Manalu 50

19 Purbatua Purbatua 5 Tunggul Sihombing 49

20 Gorung Gorung 3 Sabar Pasaribu 48

21 Bonani dolok Jatimania 2 S. Matondang 46

22 Huta Tambunan Huta Tambunan 3 Ramlan Tambunan 45

23 Simangumban Dolok Sanggul Hopong 3 Kaspari Tambunan 60

25 Lobusihim Lobisihim 3 S. Siagian 50

26 Simangumban jae Simajambu 3 Husor Nainggolan 58

27 Pahae Julu Sibaganding Sibaganding 3 S. Sitompul 52

28 Sigompulon Sigompulon 4 Hesra 48

29 Pahae jae Parsaoran samosir siburian 5 Maleakhi Sihombing 42

30 Parsaoran samosir siburian 3 J. Siburian 43

31 Sitolu ompu Pagaran 3 K. Sitompul 54

Lampiran 5 Gambar Pohon Beringin Yang Biasa Ditempati Lebah Untuk Bersarang

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan primer di daerah Kabupaten Tapanuli Utara termasuk kawasan yang menyimpan harta karun yang berupa tambang emas yang cukup potensial dan mempunyai banyak manfaat salah satunya adalah sebagai daerah tangkapan air. Perlu dijaga agar kawasan hutan itu tidak mengalami nasib yang serupa dengan kawasan hutan yang hasil tambangnya sedang giat untuk digali. Untuk bisa memberikan ijin pengusahaan hasil tambang di bawah kawasan hutan, Pemerintah Daerah tentu memiliki kewenangan memberikan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat. Diantara pertimbangan yang bisa dijadikan alasan keberatan atas rancangan perijinan penggalian hasil tambang adalah potensi hasil hutannya.

Madu lebah hutan merupakan salah satu jenis hasil hutan yang cukup dikenal dari daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Bagi sebagian kecil masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, madu merupakan sumber pendapatan yang cukup penting. Dari para pemungut madu lebah hutan, masyarakat luas bisa ikut memperoleh manfaat besar dari madu lebah hutan yang dipanen oleh para kelompok kerja pawang lebah hutan.

Manfaat madu lebah hutan memang sudah sangat dikenal oleh masyarakat baik di pedesaan maupun diperkotaan. Kini keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi madu semakin besar sehingga madu menjadi komoditi perdagangan yang penting. Permintaan madu semakin besar pada musim tertentu dimana musim bunga agak kurang, kebutuhan madu di dalam negeri tidak bisa terpenuhi dan bahkan permintaan importer madu dari Malaysia dan dari United Kingdom sama sekali tidak bisa terlayani.

Madu lebah hutan makin dilirik sebagai hasil hutan yang bernilai ekonomi tinggi tetapi data tertulis tentang madu lebah hutan hampir tidak pernah bisa diperoleh di daerah penghasil madu. Fakta ini menunjukkan bahwa selama ini madu belum memperoleh perhatian yang memadai dari dinas teknis terkait. Mengingat semakin pentingnya komoditi madu sebagai bahan perdagangan yang penting maka studi potensi madu lebah hutan dipandang penting untuk dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui trend perkembangan perolehan madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perkembangan produksi madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Apis dorsata

Indonesia merupakan daerah penyebaran lebah-lebah asli seperti Apis cerana, Apis florea, dan Apis dorsata. Jenis Apis dorsata merupakan jenis lebah yang hidup liar di hutan dan sangat ganas. Apis dorsata sering disebut lebah raksasa, karena lebah ini membuat sarang yang sangat besar dan ukuran tubuhnya besar. Lebah ini membuat sarangnya hanya satu lembar. Jumlah anggota koloni dapat mencapai ratusan ribu ekor (Ungerer 1985),

Apis dorsata adalah jenis lebah yang memiliki ukuran tubuh paling besar dan liar sehingga belum pernah ada yang mencoba membudidayakannya dalam stup (Tim Redaksi Trubus, 1999). Selain itu, jenis lebah ini merupakan jenis lebah yang paling produktif di Asia Tropis (Smith 1960 dalam Yatap 1998). Menurut Kuntadi (2001), potensi Apis dorsata sebagai penghasil madu adalah tertinggi diantara jenis-jenis lebah madu lokal lainnya.

Menurut Partosoedjono (1992), secara taksonomi lebah madu diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phyllum : Arthropoda Kelas : Insecta atau Hexapoda Ordo : Hymenoptera

Famili : Apidae Genus : Apis Jenis : Apis florea

Apis cerana Apis mellifera Apis dorsata Apis koschevnikovi Apis adreniformis

Lebah madu termasuk serangga sosial yang dalam hidupnya membentuk koloni dan terdapat pembagian tugas diantara anggotanya. Setiap koloni terdiri dari satu ekor ratu lebah (queen), beberapa puluh sampai beberapa ratus ekor lebah jantan (drone), dan beribu-ribu lebah pekerja (worker).

2.2 Habitat

Lebah madu adalah salah satu serangga yang menguntungkan manusia, terutama karena mampu menghasilkan madu. Di dalam kehidupannya lebah madu seperti organisme lain sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, faktor – faktor lingkungan ini meliputi faktor biotik dan abiotik. Faktor lingkungan ini baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas hidup, keadaan makanan di alam dan perkembangan populasinya (Widhiono 1986).

Daerah penyebaran Apis dorsata hampir sama dengan jenis Apis florea

terdapat di Pakistan bagian barat (dan mungkin sebagian Afghanistan) sampai ke India, Sri Langka, Indonesia, dan daerah-daerah Philipina bagian timur. Daerah penyebaran dari Utara-Selatan ditemukan dari sebelah Selatan China sampai Indonesia, tidak terdapat di New Guinea maupun Ausralia (Akratanakul 1986

dalam Yatap 1998).

Menurut Kasno (2001), sebagaimana dengan jenis makhluk hidup yang lain, lebah madu memerlukan syarat untuk dapat menjalankan kehidupannya. Syarat yang dimaksud adalah :

• Kondisi fisik/cuaca/iklim dalam kisaran kemampuan tubuhnya untuk bisa menerima kondisi fisik.

• Tersedianya makanan (nektar dan polen, termasuk air dan udara/gas oksigen) yang memadai dalam arti kuantitas dan kualitas. • Tersedianya tempat tinggal yang memadai/tempat bersarang. • Suasana yang nyaman dan aman (aman dari ancaman

2.3 Pakan Lebah Madu

Bahan makanan utama lebah adalah nektar, tepungsari, dan air. Nektar merupakan sumber karbohidrat sedangkan tepungsari merupakan sumber protein (Ungerer 1985). Nektar adalah cairan manis yang dihasilkan oleh tanaman, biasanya baunya harum dan mengandung larutan gula yang kadarnya bervariasi (Pavord 1970). Menurut Kasno (2001), tanaman pakan lebah merupakan tanaman/tumbuhan yang menghasilkan pangan bagi lebah madu. Dari definisi ini tersirat bahwa tidak semua tanaman/tumbuhan merupakan sumber pakan bagi lebah madu melainkan sebagian saja dari sekian puluh ribu jenis tanaman/tumbuhan.

Lebah akan mengunjungi bunga untuk mengumpulkan nektar dan polen. Mereka tertarik kepada bunga, dan mengenalnya dari warna, dan aroma (Free 1970). Selanjutnya menurut Kasno (2001), adapun ciri suatu tanaman sebagai tanaman pakan lebah antara lain :

• Adanya lebah-lebah yang datang, hinggap pada bagian tertentu (bunga atau bagian daun) dari tanaman untuk beberapa saat, biasanya dari suatu bagian pindah ke bagian yang lain, kemudian pergi meninggalkan lokasi. Jumlah lebah yang datang ke tanaman dan pergi meninggalkannya lebih dari beberapa ekor, makin banyak memberikan indikasi yang kuat bahwa tanaman yang bersangkutan adalah tanaman pakan lebah.

• Jika dapat mengamati lebih dekat pada lebah yang sedang hinggap atau akan meninggalkan tanaman dapat terlihat pada bagian kaki belakang (kantong polen) adanya muatan yang warnanya biasanya bukan hitam. • Jika dapat melihat dari dekat pada bagian bunga yang sedang mekar

adanya cairan pada salah satu bagian yang membasahi atau menggenang dan jika dicoba untuk dirasakan terasa manis.

• Adanya semut-semut pada bagian bunga atau daun beraktivitas makan cairan manis.

Dari hutan pegunungan di Indonesia lebah madu dapat memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan dari suku Mimosaceae dan Ericaceae. Sedangkan pakan yang sering terdapat dipekarangan adalah tanaman buah-buahan, sayur-sayuran,

bunga-bungaan. Tanaman – tanaman tersebut telah tercatat sebagai tanaman pakan lebah yang baik bunganya tampak dikunjungi oleh lebah madu, tersedia dalam jumlah banyak serta tanaman tersebut mudah ditanam di pekarangan (Noerdjito 1986).

2.4 Teknik Pemanenan

Di Indonesia, lebah hutan Apis dorsata (Hymenoptera: Apidae) sudah lama dieksploitasi untuk diambil madunya. Pemanenan madu umumnya dilakukan dengan mengambil seluruh bagian sarang dari tempatnya. Cara panen seperti ini mengorbankan seluruh anakan lebah, sehingga menghambat proses regenerasi dan perkembangan populasi koloni. Selain itu, koloni lebah umumnya langsung pindah segera setelah panen dilakukan (Kuntadi 2001).

Untuk memperoleh madu dari lebah hutan biasanya dilakukan dengan perburuan. Peralatan yang biasanya digunakan dalam kegiatan pemungutan madu lebah hutan adalah alat-alat untuk mencapai sarang lebah di atas pohon, tali, ember tempat penampungan sarang dan madu, pisau, pengasap, jerigen, dan alat saringan madu (Shagir 1998).

Menurut Kuntadi (2001), pengambilan madu lebah hutan pada umumnya dilakukan pada malam hari, dengan cara memotong seluruh sarang yang telah ditinggalkan lebah karena adanya pengasapan. Cara pemanenan seperti ini dikhawatirkan akan mengancam kelestarian lebah hutan, mengingat proses regenerasi koloni terhambat dengan matinya anakan lebah. Oleh sebab itu cara panen yang aman bagi kelangsungan koloni perlu diupayakan. Panen sunat sebagaimana diterapkan oleh pencari madu di Lampung diduga merupakan cara panen lebah dorsata yang cukup lestari (Kasno dan Darwanto (1994) dalam Shagir (1998)).

Model potong sebagian sarang yang hanya berisi madu dikenal dengan sistem sunat. Teknik pemanenan madu lebah hutan dengan sistem sunat dapat meningkatkan produktifitas hasil apabila dalam kondisi pakan yang cukup, karena lebah madu cenderung berupaya memperbaiki dan memanfaatkan kembali sarang madu, sehingga terbuka kemungkinan dilakukannya panen berganda dari setiap koloni (Kuntadi 2001).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Madu

Faktor yang mempengaruhi produksi madu adalah pakan lebah dan populasi lebah pekerja. Apabila makanan yang disimpan oleh lebah jumlahnya banyak maka madu yang akan dihasilkan juga banyak. Jumlah populasi lebah menentukan produksi madu, semakin banyak lebah yang memanen makanan di lapangan maka makanan yang diperoleh semakin banyak yang kemudian akan diproses menjadi madu. Menurut Achmad (1986), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biologi lebah dan produksi madunya antara lain adalah :

1. Tersedianya jenis-jenis tanaman penghasil nektar dan pollen (beeforage) 2. Iklim yang serasi untuk perkembangan biologi lebah dan beeforage

tersebut

3. Populasi koloni lebah yang tinggi pada saat persediaan nektar paling banyak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Daerah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kawasan penghasil madu hutan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara yaitu pada Kecamatan yang berpotensi sebagai penghasil madu lebah hutan antara lain Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 1 April - 16 Mei 2008.

3.2 Alat dan Bahan

Untuk melaksanakan penelitian ini diperlukan sarana yang berupa alat dan bahan yaitu alat tulis, alat dokumentasi (kamera digital), teropong, dan kuisioner.

3.3 Metode Penelitian 1. Pemilihan Responden

Nama dan alamat pawang lebah madu hutan diperoleh dari aparat desa di masing-masing Kecamatan yaitu Kecamatan Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban, kecuali Kecamatan Adian Koting dimana data dan alamat pawangnya diperoleh dari keterangan penduduk setempat karena tidak terdata di aparat desa tersebut. Responden yang dipilih adalah responden yang telah memenuhi persyaratan yaitu:

• Berdomisili di tempat observasi yaitu Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban

• Berprofesi sebagai pencari madu lebah hutan • Berpengalaman sekurang-kurangnya 20 tahun

Seorang responden hanya perwakilan dari satu kelompok dan dari satu kelompok hanya diambil satu responden. Dari 76 kelompok pencari madu lebah hutan yang memenuhi persyaratan sebagai responden berjumlah 31 orang. Mereka berasal dari kelompok yang berbeda. Data jumlah responden dan jumlah kelompok pencari madu di Kabupaten Tapanuli Utara tercantum pada Tabel 1.

Sedangkan pencari madu yang termasuk dalam 45 kelompok lainnya tidak memenuhi pesyaratan untuk menjadi responden. Sebagian besar responden diwawancarai di kebun, dan ada juga yang di rumah masing-masing.

Tabel 1 Jumlah Responden dan Jumlah Kelompok Pencari Madu di Kabupaten Tapanuli Utara

Kecamatan Desa Jumlah

Responden Jumlah Kelompok pencari madu Intensitas Sampling (IS)

Adian koting Parsingkaman 6 10 60%

Pagar Lambung III 4 9 44,44%

Purbatua Selamat 6 12 50%

Purbatua 3 5 60%

Gorung 1 2 50%

Bonani dolok 1 4 25%

Huta Tambunan 1 3 33,33%

Simangumban Dolok Sanggul 1 4 25%

Lobusihim 2 6 33,33%

Simangumban jae 1 3 33,33%

Pahae Julu Sibaganding 1 6 16,67%

Sigompulon 1 2 50%

Pahae jae Parsaoran samosir 2 7 28,57%

Sitolu ompu 1 3 33,33%

2. Pengambilan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara pada masyarakat pencari madu lebah hutan sebagai responden yang memiliki keterampilan dan pengalaman dibidang eksploitasi madu lebah hutan, agar data yang diperoleh lebih akurat. Kegiatan survei lapangan juga dilakukan untuk mengetahui tempat dan keadaan lokasi lebah bersarang misalnya melihat pohon yang biasanya tempat lebah bersarang. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengikuti pencari madu ke lokasi.

Pengumpulan data sekunder yang mendukung penelitian dilakukan dengan pengutipan dan pencatatan data – data dari Dinas Kehutanan, kantor Kecamatan, Badan Statistik dan instansi-instansi terkait. Data luas, letak astronomis dan administratif diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tapanuli Utara, data cuaca/iklim diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten

Tapanuli Utara dan data luas kawasan hutan diperoleh dari Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara. Selain itu juga melalui studi pustaka dengan cara mengamati, mempelajari atau mengutip laporan yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan berupa data kuantitatif dan data non kuantitatif. Data kuantitatif akan dianalisis dari rata-rata setiap parameter, sedangkan data non kuantitatif dianalisis secara deskriptif. Adapun parameter yang dianalisis adalah :

a. Tempat bersarang lebah hutan b. Jumlah perolehan sarang lebah hutan c. Jumlah perolehan madu lebah hutan

d. Jumlah kelompok pencari madu lebah hutan e. Waktu tempuh dari waktu ke waktu

BAB VI KONDISI UMUM

4.1 Letak dan Luas

Pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara berada di Tarutung. Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 25 daerah Kabupaten dan Kota di provinsi Sumatera Utara, terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara dan berada pada ketinggian antara 300-1500 m di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu yang tergolong datar (3,16 persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen), dan terjal (44,35 persen). Jenis tanah di Tapanuli Utara adalah Litosol, Podsolik, Regosol, Aluvial glei humus organosol.

Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 10 20’ - 20 41’LU dan 980 05’ -990 16’ BT. Sedangkan secara administratif letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan 5 Kabupaten yaitu, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. Letak astronomis dan administratif Kabupaten Tapanuli Utara ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa Kabupaten di provinsi Sumatera Utara.

Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara 3.800,31 km2 terdiri dari luas dataran 3.793,71 km2 dan luas perairan (danau toba) 6,60 km2. Dari 15 Kecamatan yang ada, Kecamatan yang paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kecamatan Garoga 567,58 km2 (14,96 %) dan Kecamatan yang tersempit yaitu Kecamatan Muara dengan luas 79,75 km2 (2,10 %).

Survei potensi madu lebah hutan dilakukan oleh pawang yang berdomisili di lima Kecamatan yakni Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban. Untuk mencapai desa-desa dimana para pawang bertempat cukup susah karena transportasi kurang lancar dan kondisi jalan juga kurang baik.

4.2 Cuaca/Iklim

Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai suhu 170 C - 270 C. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah I, Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai jumlah bulan basah 5 - 6 dan bulan kering < 2. Menurut klasifikasi Oldeman Kabupaten Tapanuli Utara tipe iklim C1.

4.3 Kondisi Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

Sektor pertanian, bagi daerah Kabupaten Tapanuli Utara sampai saat ini masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah. Sektor pertanian juga merupakan penyedia lapangan kerja yang dominan. Jenis tanaman pertanian yang dominan sebagai pemasok bahan pangan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah padi, jagung, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu. Tanaman perkebunan adalah kopi, karet, dan kemenyan dan tanaman buah-buahan yang produksinya besar di daerah ini adalah nenas, jeruk dan durian. Pohon-pohon yang dominan di hutan adalah atur mangan (cemara gunung, Casuarina sp.), sampinur tali (Dacrydium spp.) dan jenis mayang (Palaquium spp.) Diantara jenis – jenis tanaman yang diyakini sebagai tanaman pakan, yang paling dominan adalah durian.

Kecamatan-kecamatan yang termasuk penghasil durian di Kabupaten Tapanuli Utara adalah kecamatan yang merupakan daerah survei yakni Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban. Dimana Luas tanaman (Ha) dan Produksi (Ton) pada setiap kecamatan adalah sebagai berikut : Kecamatan Adian Koting (68,12 Ha / 643,53 Ton) , Purbatua (343,55 Ha / 3.245,52 Ton), Pahae Jae (71,22 Ha / 672,74 Ton), Pahae Julu (10,23 Ha / 96,67 Ton), dan Simangumban (30 Ha / 283,35 Ton).

Kawasan hutan menurut fungsinya dibagi menjadi 4 yaitu hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, hutan lindung, dan hutan konservasi. Sebelum tahun 2003, Kabupaten Tapanuli Utara masih mencakup wilayah Toba Samosir dan Humbang Hasundutan yang sekarang menjadi Kabupaten tersendiri. Luas kawasan hutan sebelumnya masih mencakup semua wilayah tersebut. Akan tetapi

Dokumen terkait