• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Development of Forest Bee (Apis dorsata) Honey’s Yield by Honey Farmers in North Tapanuli Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Development of Forest Bee (Apis dorsata) Honey’s Yield by Honey Farmers in North Tapanuli Regency"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PEROLEHAN MADU

LEBAH HUTAN (

Apis dorsata

) OLEH PEMANEN MADU

DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

LAURA EVELINA HUTAGALUNG

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

LAURA EVELINA HUTAGALUNG. E14204007. Perkembangan Perolehan Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) Oleh Pemanen Madu di Kabupaten Tapanuli Utara. ” Dibimbing oleh KASNO ”.

Madu lebah hutan merupakan salah satu jenis hasil hutan yang cukup dikenal dari daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Bagi sebagian kecil masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, madu merupakan sumber pendapatan yang cukup penting. Kini keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi madu semakin besar sehingga madu menjadi komoditi perdagangan yang penting. Madu lebah hutan semakin dilirik sebagai hasil hutan yang bernilai ekonomi tinggi tetapi data tertulis tentang madu lebah hutan hampir tidak pernah bisa diperoleh di daerah penghasil madu. Fakta ini menunjukkan bahwa selama ini madu belum memperoleh perhatian yang memadai dari dinas teknis terkait. Mengingat semakin pentingnya komoditi madu sebagai bahan perdagangan yang penting maka studi potensi madu lebah hutan dipandang penting untuk dilakukan.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 1 April - 16 Mei 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui trend perkembangan hasil madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara. Untuk mencapai tujuan penelitian, dilakukan wawancara terhadap 31 responden dari 76 kelompok yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun parameter yang dipilih untuk dikaji adalah tempat bersarang lebah hutan, perkembangan perolehan sarang lebah hutan, perkembangan perolehan madu lebah hutan, perkembangan jumlah kelompok pencari madu lebah hutan, perkembangan waktu tempuh dari waktu ke waktu, pemanenan madu lebah hutan.

Adapun hasil yang diperoleh dari kajian ini adalah sebagai berikut, lebah hutan tidak hanya bersarang di dahan-dahan pohon atau pohon yang besar, ditemukan juga sarang lebah pada tebing batu. Keberadaan pohon tempat lebah bersarang tidak banyak berubah selama kurun waktu 20 tahun. Perkembangan jumlah koloni lebah selama kurun waktu 20 tahun di Kabupaten Tapanuli Utara adalah stabil. Keberadaan koloni berpengaruh terhadap perolehan lebah. Banyaknya perolehan madu pada setiap tahun dipengaruhi oleh banyak, ukuran sarang dan berapa kali pemanenan dilakukan dalam satu tahun. Perolehan madu setiap tahun selama kurun waktu 20 tahun adalah stabil. Responden membutuhkan waktu tempuh yang sama dari tahun ke tahun untuk mencapai lokasi sarang. Jumlah kelompok kerja pencari madu di Kabupaten Tapanuli Utara meningkat selama kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan jumlah kelompok pencari madu lebah hutan disebabkan oleh banyaknya anggota kelompok yang membentuk kelompok baru. Dalam kegiatan pemanenan madu lebah hutan peralatan yang digunakan adalah tangga, polang, alat pengasap (tunom), ember, pisau, tali, alat penyaring, dan senter. Teknologi pemanenan madu lebah hutan dan peralatan-peralatan yang digunakan oleh kelompok kerja di Kabupaten Tapanuli Utara tidak mengancam kelestarian koloni lebah. Dari hasil survei di Kabupaten Tapanuli Utara, diketahui trend perkembangan produksi madu lebah hutan dari tahun 1987 sampai tahun 2007 di Kabupaten Tapanuli Utara adalah stabil. Hal ini didukung oleh pakan yang selalu tersedia, habitat tidak terganggu, dan teknik pemanenan yang cukup aman bagi kelestarian lebah.

(3)

SUMMARY LAURA EVELINA HUTAGALUNG. E14204007. The Development of Forest Bee (Apis dorsata) Honey’s Yield by Honey Farmers in North Tapanuli Regency. ” Under supervision of KASNO ”.

Apis dorsata honey is one of forest product that be known at north Tapanuli. A few of people who live surrounding to forest, honey is income for living. Now, honey is needed by people to consume it so honey is to be important commodity of trade. Honey view as forest product that has high economic value but according to available data about honey, It is almost never founded to honey producer. This fact shows that honey does not get enough concern from government connected to it. For now, honey is viewed as important commodity so study of bee honey potency is important to learn.

This research is worked at North Tapanuli regency on 1st April until 16th May 2008. The purpose of this research to know about development of bee honey at north Tapanuli. To reach that, it is worked by interview to 31 respondents from 76 groups that live to north Tapanuli. Parameters chosen to do this research are bee nests, growth of nests required, growth of honey product required, growth of groups who look for honey, growth of time, and harvest of honey.

Result required from this research are bees nest not only in tree branch but also in cliff. Tree that bee place for nesting does not change as long as 20 years in period time. Growth of bee colonies as long as 20 years at north Tapanuli regency is normal. Colony of bee influences honey produced by bee. A lot of honey get in every year is influenced by amount of nests, size of nests, and how many times it is harvested in one year. Honey required in one year is normal. Respondents need same journey time to reach nests. Amount of groups who look for honey increase. Increasing amount of groups is a lot of member group make a new one. In harvesting of honey, equipments needed are ladder, polang, tunom, container, knife, roof, buffer, and light tool. Technology and equipment to harvest in north Tapanuli cannot destroy about sustainability of bee colonies. The result of survey in north Tapanuli regency showed development of honey production in 1987 until 2007 in north Tapanuli normal. This result is supported by available food, safe habitat, and safe harvest technology.

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perkembangan Perolehan Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) Oleh Pemanen Madu di Kabupaten Tapanuli Utara adalah benar-benar hasil kerja saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2008

(5)

Judul Skripsi : Perkembangan Perolehan Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) Oleh Pemanen Madu di Kabupaten Tapanuli Utara

Nama : Laura Evelina Hutagalung NIM : E14204007

Menyetujui; Dosen Pembimbing

Ir. Kasno, M.Sc NIP. 130 891 379

Mengetahui; Dekan Fakultas Kehutanan

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarutung, 5 April 1986 merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Charlie Hutagalung dan Ibu Tiarasi Tobing. Jenjang pendidikan formal dimulai tahun 1992 di SD Negeri 2 Peanajagar Tarutung, tahun 1998 melanjutkan ke SMP Negeri 2 Tarutung dan lulus tahun 2001. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU 2 HKBP Tarutung, dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Fakultas Kehutanan Jurusan Budidaya Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di BKPH Getas, KPH Ngawi, Perhutani Unit II Jawa Timur serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari, Sumatera Utara. Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti beberapa organisasi. Penulis menjadi pengurus PMK IPB sebagai sekretari komisi Diaspora dari tahun 2006-2007. Selain itu penulis juga aktif pada organisasi mahasiswa departemen silvikultur yaitu Tree Grower Community (TGC).

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan penuh rasa hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluargaku tercinta atas doa, kasih sayang dan dukungannya.

2. Bapak Ir. Kasno M.Sc. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Nandi Kosmaryandi MscF selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

4. Ibu Ir. Rita Kartikasari M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan.

5. Dinas kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara, atas bantuannya selama melakukan penelitian.

6. Keluarga besar Departemen Silvikultur, dosen-dosen, staf tata usaha khususnya Bapak Ismail, Ibu Aliyah, Mbak Putri.

7. Rekan-rekan seperjuangan BDH’41 khususnya Eka, Prabu, Rizal, Chandra, Irma, Agus, Dwi, Yoga, Maryo, atas inspirasi dan dukungannya dan semua anak Fahutan 41.

8. Teman-temanku di Perwira 10 atas doa dan dukungannya. 9. Keluarga besar PARTARU atas semangat dan doanya

10. Keluarga besar Komisi Diaspora khususnya Angkatan’41 (Chelou, Neng jugul, dan Nyi iteunk) atas doa, semangat dan bantuannya dalam penyelesaian skrisip ini.

11. Nining, Mona, Maya yang selalu memberiku semangat dan membantuku selama persiapan seminar dan sidang.

12. Lestari Girsang, Merika Sinaga, Nova Tatilu atas doa dan semangatnya. 13. B’Boni untuk doa, semangat, kritik, dan segala bantuannya sampai saat

penyelesaian skripsi.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan baik. Penelitian ini berjudul Perkembangan Produksi Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) di Kabupaten Tapanuli Utara, dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mendukung kehidupan koloni lebah di tempat lebah bersarang dan mengetahui trend potensi hasil madu lebah hutan dari tahun ke tahun di Kabupaten Tapanuli Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Kasno, M. Sc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama, Kakak, Abang, dan Adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

(9)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Apis dorsata ... 3

2.2 Habitat ... 4

2.3 Pakan Lebah Madu ... 5

2.4 Teknik Pemanenan ... 6

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Madu ... 7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas ... 8

3.2 Alat dan Bahan ... 8

3.3 Metode Penelitian ... 8

BAB VI KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Astronomis ... 11

4.2 Cuaca/Iklim ... 12

4.3 Kondisi Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan ... 12

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL ... 14

5.1.1 Tempat Bersarang Lebah Hutan ... 14

5.1.2 Jumlah Perolehan Sarang Setiap Responden... 16

(10)

5.1.4 Waktu Tempuh Menuju Lokasi Pohon Tempat Lebah

Hutan Bersarang ... 19

5.1.5 Jumlah Kelompok Pencari Madu Lebah Hutan ... 20

5.1.6 Pemanenan Madu Lebah Hutan ... 21

5.2 PEMBAHASAN ... 24

5.2.1 Tempat Bersarang Lebah Hutan ... 24

5.2.2 Jumlah Perolehan Sarang Setiap Responden... 25

5.2.3 Perolehan Madu Lebah Hutan ... 27

5.2.4 Waktu Tempuh Menuju Lokasi Pohon Tempat Lebah Hutan Bersarang... 29

5.2.5 Jumlah Kelompok Pencari Madu Lebah Hutan... 29

5.2.6 Pemanenan Madu Lebah Hutan ... 31

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 33

6.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jumlah Responden dan Jumlah Kelompok Pencari Madu

di Kabupaten Tapanuli Utara... 9 2. Luas kawasan Hutan Menurut Kecamatan dan Fungsi Hutan

Tahun 2006 (Ha)... 13 3. Tempat Bersarang Lebah Hutan... 15 4. Perkembangan Jumlah Perolehan Sarang Lebah Hutan

(Sarang/Tahun)... 16 5. Perkembangan Jumlah Perolehan Madu Lebah Hutan

(Botol/Tahun)... 18 6. Perkembangan Waktu Tempuh Menuju Lokasi Pohon Tempat Lebah

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Diagram Perolehan Sarang Lebah Hutan di Kab. Tapanuli Utara

Selama Kurun Waktu 1987 – 2007 ... 17 2. Trend Perkembangan Perolehan Madu Lebah Hutan di Kabupaten

Tapanuli Utara (Botol/Tahun)... 18 3. Grafik Perkembangan Waktu Tempuh ... 20 4. Alat Untuk Memanjat Pohon (Polang) ... 21 5. Tempat Penampungan Sisiran (Ember) dan Tali Untuk Menaikkan dan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuisioner ... 37

2. Nama-Nama Responden ... 38

3. Gambar Sarang Lebah di Tebing Batu ... 39

4. Peta Kabupaten Tapanuli Utara ... 40

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan primer di daerah Kabupaten Tapanuli Utara termasuk kawasan yang menyimpan harta karun yang berupa tambang emas yang cukup potensial dan mempunyai banyak manfaat salah satunya adalah sebagai daerah tangkapan air. Perlu dijaga agar kawasan hutan itu tidak mengalami nasib yang serupa dengan kawasan hutan yang hasil tambangnya sedang giat untuk digali. Untuk bisa memberikan ijin pengusahaan hasil tambang di bawah kawasan hutan, Pemerintah Daerah tentu memiliki kewenangan memberikan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat. Diantara pertimbangan yang bisa dijadikan alasan keberatan atas rancangan perijinan penggalian hasil tambang adalah potensi hasil hutannya.

Madu lebah hutan merupakan salah satu jenis hasil hutan yang cukup dikenal dari daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Bagi sebagian kecil masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, madu merupakan sumber pendapatan yang cukup penting. Dari para pemungut madu lebah hutan, masyarakat luas bisa ikut memperoleh manfaat besar dari madu lebah hutan yang dipanen oleh para kelompok kerja pawang lebah hutan.

Manfaat madu lebah hutan memang sudah sangat dikenal oleh masyarakat baik di pedesaan maupun diperkotaan. Kini keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi madu semakin besar sehingga madu menjadi komoditi perdagangan yang penting. Permintaan madu semakin besar pada musim tertentu dimana musim bunga agak kurang, kebutuhan madu di dalam negeri tidak bisa terpenuhi dan bahkan permintaan importer madu dari Malaysia dan dari United Kingdom sama sekali tidak bisa terlayani.

(15)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui trend perkembangan perolehan madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara.

1.3 Manfaat Penelitian

(16)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Apis dorsata

Indonesia merupakan daerah penyebaran lebah-lebah asli seperti Apis cerana, Apis florea, dan Apis dorsata. Jenis Apis dorsata merupakan jenis lebah yang hidup liar di hutan dan sangat ganas. Apis dorsata sering disebut lebah raksasa, karena lebah ini membuat sarang yang sangat besar dan ukuran tubuhnya besar. Lebah ini membuat sarangnya hanya satu lembar. Jumlah anggota koloni dapat mencapai ratusan ribu ekor (Ungerer 1985),

Apis dorsata adalah jenis lebah yang memiliki ukuran tubuh paling besar dan liar sehingga belum pernah ada yang mencoba membudidayakannya dalam stup (Tim Redaksi Trubus, 1999). Selain itu, jenis lebah ini merupakan jenis lebah yang paling produktif di Asia Tropis (Smith 1960 dalam Yatap 1998). Menurut Kuntadi (2001), potensi Apis dorsata sebagai penghasil madu adalah tertinggi diantara jenis-jenis lebah madu lokal lainnya.

(17)

Lebah madu termasuk serangga sosial yang dalam hidupnya membentuk koloni dan terdapat pembagian tugas diantara anggotanya. Setiap koloni terdiri dari satu ekor ratu lebah (queen), beberapa puluh sampai beberapa ratus ekor lebah jantan (drone), dan beribu-ribu lebah pekerja (worker).

2.2 Habitat

Lebah madu adalah salah satu serangga yang menguntungkan manusia, terutama karena mampu menghasilkan madu. Di dalam kehidupannya lebah madu seperti organisme lain sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, faktor – faktor lingkungan ini meliputi faktor biotik dan abiotik. Faktor lingkungan ini baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas hidup, keadaan makanan di alam dan perkembangan populasinya (Widhiono 1986).

Daerah penyebaran Apis dorsata hampir sama dengan jenis Apis florea

terdapat di Pakistan bagian barat (dan mungkin sebagian Afghanistan) sampai ke India, Sri Langka, Indonesia, dan daerah-daerah Philipina bagian timur. Daerah penyebaran dari Utara-Selatan ditemukan dari sebelah Selatan China sampai Indonesia, tidak terdapat di New Guinea maupun Ausralia (Akratanakul 1986

dalam Yatap 1998).

Menurut Kasno (2001), sebagaimana dengan jenis makhluk hidup yang lain, lebah madu memerlukan syarat untuk dapat menjalankan kehidupannya. Syarat yang dimaksud adalah :

• Kondisi fisik/cuaca/iklim dalam kisaran kemampuan tubuhnya untuk bisa menerima kondisi fisik.

• Tersedianya makanan (nektar dan polen, termasuk air dan udara/gas oksigen) yang memadai dalam arti kuantitas dan kualitas. • Tersedianya tempat tinggal yang memadai/tempat bersarang. • Suasana yang nyaman dan aman (aman dari ancaman

(18)

2.3 Pakan Lebah Madu

Bahan makanan utama lebah adalah nektar, tepungsari, dan air. Nektar merupakan sumber karbohidrat sedangkan tepungsari merupakan sumber protein (Ungerer 1985). Nektar adalah cairan manis yang dihasilkan oleh tanaman, biasanya baunya harum dan mengandung larutan gula yang kadarnya bervariasi (Pavord 1970). Menurut Kasno (2001), tanaman pakan lebah merupakan tanaman/tumbuhan yang menghasilkan pangan bagi lebah madu. Dari definisi ini tersirat bahwa tidak semua tanaman/tumbuhan merupakan sumber pakan bagi lebah madu melainkan sebagian saja dari sekian puluh ribu jenis tanaman/tumbuhan.

Lebah akan mengunjungi bunga untuk mengumpulkan nektar dan polen. Mereka tertarik kepada bunga, dan mengenalnya dari warna, dan aroma (Free 1970). Selanjutnya menurut Kasno (2001), adapun ciri suatu tanaman sebagai tanaman pakan lebah antara lain :

• Adanya lebah-lebah yang datang, hinggap pada bagian tertentu (bunga atau bagian daun) dari tanaman untuk beberapa saat, biasanya dari suatu bagian pindah ke bagian yang lain, kemudian pergi meninggalkan lokasi. Jumlah lebah yang datang ke tanaman dan pergi meninggalkannya lebih dari beberapa ekor, makin banyak memberikan indikasi yang kuat bahwa tanaman yang bersangkutan adalah tanaman pakan lebah.

• Jika dapat mengamati lebih dekat pada lebah yang sedang hinggap atau akan meninggalkan tanaman dapat terlihat pada bagian kaki belakang (kantong polen) adanya muatan yang warnanya biasanya bukan hitam. • Jika dapat melihat dari dekat pada bagian bunga yang sedang mekar

adanya cairan pada salah satu bagian yang membasahi atau menggenang dan jika dicoba untuk dirasakan terasa manis.

• Adanya semut-semut pada bagian bunga atau daun beraktivitas makan cairan manis.

(19)

bunga-bungaan. Tanaman – tanaman tersebut telah tercatat sebagai tanaman pakan lebah yang baik bunganya tampak dikunjungi oleh lebah madu, tersedia dalam jumlah banyak serta tanaman tersebut mudah ditanam di pekarangan (Noerdjito 1986).

2.4 Teknik Pemanenan

Di Indonesia, lebah hutan Apis dorsata (Hymenoptera: Apidae) sudah lama dieksploitasi untuk diambil madunya. Pemanenan madu umumnya dilakukan dengan mengambil seluruh bagian sarang dari tempatnya. Cara panen seperti ini mengorbankan seluruh anakan lebah, sehingga menghambat proses regenerasi dan perkembangan populasi koloni. Selain itu, koloni lebah umumnya langsung pindah segera setelah panen dilakukan (Kuntadi 2001).

Untuk memperoleh madu dari lebah hutan biasanya dilakukan dengan perburuan. Peralatan yang biasanya digunakan dalam kegiatan pemungutan madu lebah hutan adalah alat-alat untuk mencapai sarang lebah di atas pohon, tali, ember tempat penampungan sarang dan madu, pisau, pengasap, jerigen, dan alat saringan madu (Shagir 1998).

Menurut Kuntadi (2001), pengambilan madu lebah hutan pada umumnya dilakukan pada malam hari, dengan cara memotong seluruh sarang yang telah ditinggalkan lebah karena adanya pengasapan. Cara pemanenan seperti ini dikhawatirkan akan mengancam kelestarian lebah hutan, mengingat proses regenerasi koloni terhambat dengan matinya anakan lebah. Oleh sebab itu cara panen yang aman bagi kelangsungan koloni perlu diupayakan. Panen sunat sebagaimana diterapkan oleh pencari madu di Lampung diduga merupakan cara panen lebah dorsata yang cukup lestari (Kasno dan Darwanto (1994) dalam Shagir (1998)).

(20)

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Madu

Faktor yang mempengaruhi produksi madu adalah pakan lebah dan populasi lebah pekerja. Apabila makanan yang disimpan oleh lebah jumlahnya banyak maka madu yang akan dihasilkan juga banyak. Jumlah populasi lebah menentukan produksi madu, semakin banyak lebah yang memanen makanan di lapangan maka makanan yang diperoleh semakin banyak yang kemudian akan diproses menjadi madu. Menurut Achmad (1986), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biologi lebah dan produksi madunya antara lain adalah :

1. Tersedianya jenis-jenis tanaman penghasil nektar dan pollen (beeforage) 2. Iklim yang serasi untuk perkembangan biologi lebah dan beeforage

tersebut

3. Populasi koloni lebah yang tinggi pada saat persediaan nektar paling banyak

(21)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Daerah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kawasan penghasil madu hutan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara yaitu pada Kecamatan yang berpotensi sebagai penghasil madu lebah hutan antara lain Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 1 April - 16 Mei 2008.

3.2 Alat dan Bahan

Untuk melaksanakan penelitian ini diperlukan sarana yang berupa alat dan bahan yaitu alat tulis, alat dokumentasi (kamera digital), teropong, dan kuisioner.

3.3 Metode Penelitian 1. Pemilihan Responden

Nama dan alamat pawang lebah madu hutan diperoleh dari aparat desa di masing-masing Kecamatan yaitu Kecamatan Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban, kecuali Kecamatan Adian Koting dimana data dan alamat pawangnya diperoleh dari keterangan penduduk setempat karena tidak terdata di aparat desa tersebut. Responden yang dipilih adalah responden yang telah memenuhi persyaratan yaitu:

• Berdomisili di tempat observasi yaitu Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban

• Berprofesi sebagai pencari madu lebah hutan • Berpengalaman sekurang-kurangnya 20 tahun

(22)

Sedangkan pencari madu yang termasuk dalam 45 kelompok lainnya tidak memenuhi pesyaratan untuk menjadi responden. Sebagian besar responden diwawancarai di kebun, dan ada juga yang di rumah masing-masing.

Tabel 1 Jumlah Responden dan Jumlah Kelompok Pencari Madu di Kabupaten Tapanuli Utara

Pahae Julu Sibaganding 1 6 16,67%

Sigompulon 1 2 50%

Pahae jae Parsaoran samosir 2 7 28,57%

Sitolu ompu 1 3 33,33%

2. Pengambilan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara pada masyarakat pencari madu lebah hutan sebagai responden yang memiliki keterampilan dan pengalaman dibidang eksploitasi madu lebah hutan, agar data yang diperoleh lebih akurat. Kegiatan survei lapangan juga dilakukan untuk mengetahui tempat dan keadaan lokasi lebah bersarang misalnya melihat pohon yang biasanya tempat lebah bersarang. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengikuti pencari madu ke lokasi.

(23)

Tapanuli Utara dan data luas kawasan hutan diperoleh dari Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara. Selain itu juga melalui studi pustaka dengan cara mengamati, mempelajari atau mengutip laporan yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan berupa data kuantitatif dan data non kuantitatif. Data kuantitatif akan dianalisis dari rata-rata setiap parameter, sedangkan data non kuantitatif dianalisis secara deskriptif. Adapun parameter yang dianalisis adalah :

a. Tempat bersarang lebah hutan b. Jumlah perolehan sarang lebah hutan c. Jumlah perolehan madu lebah hutan

d. Jumlah kelompok pencari madu lebah hutan e. Waktu tempuh dari waktu ke waktu

(24)

BAB VI KONDISI UMUM

4.1 Letak dan Luas

Pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara berada di Tarutung. Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 25 daerah Kabupaten dan Kota di provinsi Sumatera Utara, terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara dan berada pada ketinggian antara 300-1500 m di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu yang tergolong datar (3,16 persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen), dan terjal (44,35 persen). Jenis tanah di Tapanuli Utara adalah Litosol, Podsolik, Regosol, Aluvial glei humus organosol.

Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 10 20’ - 20 41’LU dan 980 05’ -990 16’ BT. Sedangkan secara administratif letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan 5 Kabupaten yaitu, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. Letak astronomis dan administratif Kabupaten Tapanuli Utara ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa Kabupaten di provinsi Sumatera Utara.

Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara 3.800,31 km2 terdiri dari luas dataran 3.793,71 km2 dan luas perairan (danau toba) 6,60 km2. Dari 15 Kecamatan yang ada, Kecamatan yang paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kecamatan Garoga 567,58 km2 (14,96 %) dan Kecamatan yang tersempit yaitu Kecamatan Muara dengan luas 79,75 km2 (2,10 %).

(25)

4.2 Cuaca/Iklim

Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai suhu 170 C - 270 C. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah I, Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai jumlah bulan basah 5 - 6 dan bulan kering < 2. Menurut klasifikasi Oldeman Kabupaten Tapanuli Utara tipe iklim C1.

4.3 Kondisi Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

Sektor pertanian, bagi daerah Kabupaten Tapanuli Utara sampai saat ini masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah. Sektor pertanian juga merupakan penyedia lapangan kerja yang dominan. Jenis tanaman pertanian yang dominan sebagai pemasok bahan pangan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah padi, jagung, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu. Tanaman perkebunan adalah kopi, karet, dan kemenyan dan tanaman buah-buahan yang produksinya besar di daerah ini adalah nenas, jeruk dan durian. Pohon-pohon yang dominan di hutan adalah atur mangan (cemara gunung, Casuarina sp.), sampinur tali (Dacrydium spp.) dan jenis mayang (Palaquium spp.) Diantara jenis – jenis tanaman yang diyakini sebagai tanaman pakan, yang paling dominan adalah durian.

Kecamatan-kecamatan yang termasuk penghasil durian di Kabupaten Tapanuli Utara adalah kecamatan yang merupakan daerah survei yakni Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban. Dimana Luas tanaman (Ha) dan Produksi (Ton) pada setiap kecamatan adalah sebagai berikut : Kecamatan Adian Koting (68,12 Ha / 643,53 Ton) , Purbatua (343,55 Ha / 3.245,52 Ton), Pahae Jae (71,22 Ha / 672,74 Ton), Pahae Julu (10,23 Ha / 96,67 Ton), dan Simangumban (30 Ha / 283,35 Ton).

(26)

hutan produksi seluas 95.436 Ha, hutan produksi terbatas seluas 88.853 Ha, hutan lindung 47.771 Ha dan hutan konservasi seluas 1.834 Ha.

Tabel 2 Luas Kawasan Hutan Menurut Kecamatan Dan Fungsi Hutan Tahun 2006 (Ha)

Adian Koting - 2.183,00 6.703,00 - 8.886,00

Sipoholon - - - -

-Pangaribuan 1.875,00 6.312,50 312,50 39,00 8.539,00

Garoga 4.855,00 - 5.625,00 - 10.480,00

Sipahutar - - 12.525,00 - 12.525,00

Siborong-borong - - - - -

Pagaran 3.880,00 - - - 3.880,00

Muara - - 440,00 - 440,00

Tapanuli Utara 10.610,00 38.779,00 27.792,50 3.239,00 80.420,50

Keterangan = Menurut Kawasan Hutan Register (Sumber : Dinas kehutanan Kabupaten Tapanuli

Utara)

(27)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL

5.1.1 Tempat Bersarang Lebah Hutan

(28)

Tabel 3 Tempat Bersarang Lebah Hutan

Keterangan: ”+” berarti responden pernah menemukan sarang pada tempat yang bersangkutan

(29)

5.1.2 Jumlah Perolehan Sarang

Perolehan sarang setiap responden bervariasi, dimana jumlah sarang yang

paling sedikit ditemukan sebanyak 9 sarang/tahun sedangkan jumlah yang terbesar

sebanyak 180 sarang/tahun. Perolehan sarang pada setiap periode waktu kurang

bervariasi dimana jumlah sarang yang ditemukan hampir sama setiap periode

waktunya.

Tabel 4 Perkembangan Jumlah Perolehan Sarang Lebah Hutan (Sarang/Tahun)

(30)

1271 1232 1255 1248 1245

Dari hasil wawancara, sarang lebah hutan lebih sering ditemukan pada pohon

durian. Akan tetapi berdasarkan keterangan dari responden yang diwawancarai,

jumlah sarang setiap pohonnya lebih banyak pada pohon beringin (Ficus benjamina)

dimana diperoleh 5 – 25 sarang per pohon. Dari hasil wawancara dengan responden,

perkembangan jumlah perolehan sarang adalah stabil (dapat dilihat pada Tabel 4).

Untuk kecenderungan (trend) dari perkembangan jumlah perolehan sarang di lima

kecamatan yang mewakili Kabupaten Tapanuli Utara yaitu kecamatan Kecamatan

Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban tersebut disajikan

pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram Perolehan Sarang Lebah Hutan Selama Kurun Waktu 1987 – 2007.

Dari gambar 1, diketahui bahwa pada periode tahun 1987-1992 jumlah

perolehan sarang menurun sebesar 3,07 %, kemudian mengalami peningkatan pada

periode tahun 1992-1997 yaitu sebesar 1,83 %. Pada periode tahun 1997-2002

menurun sebesar 0,56 %, dan kembali mengalami penurunan pada periode tahun

2002-2007 yaitu sebesar 0,24 %.

5.1.3 Jumlah Perolehan Madu Lebah Hutan

Jumlah perolehan madu lebah hutan setiap responden bervariasi, dimana

(31)

yang terbesar sebanyak 1080 botol/tahun. Berbeda jika dibandingkan dengan

perolehan madu pada setiap periode waktu yang kurang bervariasi. Perkembangan

jumlah perolehan madu adalah stabil, dapat dilihat pada Tabel 5. Untuk

kecenderungan (trend) dari perkembangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 5 Perkembangan Jumlah Perolehan Madu Lebah Hutan (Botol/Tahun)

Kelompok Pemanen

Periode Waktu

1987 1992 1997 2002 2007

Responden 1 300 300 300 300 300

Responden 12 1080 1080 1080 1080 1080

Responden 13 400 375 400 400 400

Jumlah 8350 8103 8280 8240 8215

(32)

8350

Gambar 2 Trend Perkembangan Perolehan Madu Lebah Hutan (Botol/Tahun).

5.1.4 Waktu Tempuh Menuju Lokasi Tempat Lebah Hutan Bersarang

Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh setiap responden untuk

mencapai lokasi sarang dari tempat tinggalnya. Waktu tempuh setiap responden

bervariasi, dimana waktu tempuh yang paling kecil adalah 0,25 jam dan yang terbesar

adalah 3 jam. Waktu tempuh menuju lokasi tempat lebah hutan bersarang pada setiap

periode waktu oleh setiap reponden kurang bervariasi. Data yang diperoleh dari hasil

wawancara menunjukkan perkembangan waktu tempuh yang stabil, dapat dilihat

pada Tabel 6. Untuk kecenderungan (trend) dari perkembangan waktu tempuh dapat

dilihat pada Gambar 3.

(33)

0.53

Gambar 3 Grafik Perkembangan Waktu Tempuh (Jam)

5.1.5 Jumlah Kelompok Pencari Madu Lebah Hutan

Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa jumlah kelompok kerja pencari madu

di Kabupaten Tapanuli Utara meningkat selama kurun waktu 20 tahun terakhir.

Tabel 7 Perkembangan Jumlah Kelompok Pencari Madu Lebah Hutan

Lokasi Responden Jumlah Kelompok Pencari Madu

(34)

Simangumban jae 1 1 2 3 3

Pahae Julu Sibaganding 1 1 3 4 6

Sigompulon 1 1 2 2 2

Pahae jae Parsaoran samosir 2 2 4 6 7

Sitolu ompu 1 1 1 1 3

Jumlah 31 35 48 61 76

Peningkatan jumlah kelompok pencari madu lebah hutan disebabkan oleh

banyaknya anggota kelompok yang membentuk kelompok baru, alasannya adalah

kelompok ini telah mempunyai pengalaman yang cukup baik dalam hal memanen

madu lebah hutan selain mereka juga menyadari keuntungannya.

5.1.6 Pemanenan Madu Lebah Hutan

1. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pemanenan madu lebah hutan

adalah tangga, polang, alat pengasap, ember, pisau, tali, alat penyaring, dan senter.

Peralatan-peralatan tersebut sudah harus disiapkan sebelum kegiatan pemanenan di

mulai. Peralatan – peralatan itu sendiri tidak berubah dari tahun ke tahun.

Tangga terbuat dari kayu yang kuat tetapi lebih sering menggunakan bambu,

yang dipakai sebagai alat bantu untuk mencapai sarang. Biasanya alat ini digunakan

oleh pencari madu yang mengambil madu dari tebing batu sedangkan yang

mengambil madu dari pohon menggunakan polang. Polang sama fungsinya dengan

tangga akan tetapi bentuknya berbeda. Polang terbuat dari ijuk yang dibuat

menyerupai tali, di kedua ujungnya diikatkan masing-masing satu buah kayu. Alat ini

diikatkan pada pohon dengan sedemikian rupa sehingga posisinya kokoh dan siap

(35)

Gambar 4 Alat untuk memanjat pohon (Polang).

Alat pengasap disebut tunom, umumnya terbuat dari sabut kelapa. Alat

pengasap harus terbuat dari bahan yang apabila dibakar banyak menghasilkan asap

tetapi tidak menimbulkan nyala api. Terkadang pencari madu juga menggunakan

akar-akar kayu maupun kain yang diikatkan pada kayu. Tunom biasanya

diayun-ayunkan di sekitar sarang untuk menyingkirkan lebah dari sarangnya.

Sarang yang telah bersih dari lebah kemudian dipotong. Alat pemotongnya

adalah pisau. Pisau yang digunakan adalah pisau yang biasa dipakai di dapur.

Selanjutnya sarang yang dipotong tersebut akan dimasukkan ke ember yang telah

diikat dengan tali untuk bisa dinaikkan maupun diturunkan saat proses pemanenan.

Pemrosesan madu dilakukan dengan cara memeras sisiran madu dan menyaringnya

terlebih dahulu. Saringan madu yang digunakan adalah berupa saringan kain akan

tetapi sering juga menggunakan saringan kelapa. Sebagai tempat penampungan madu

saat proses penyaringan digunakan ember, yang kemudian akan di kemas kembali

dalam botol.

Gambar 5 Tempat penampungan sisiran (Ember) dan tali untuk menaikkan dan menurunkan ember saat proses pemanenan madu.

Dalam kegiatan pemanenan madu alat yang dipakai untuk penerangan adalah senter,

digunakan untuk melihat posisi sarang dan alat penerangan bagi pawang agar tidak

jatuh.

(36)

Menurut keterangan dari responden, pengambilan madu dari sarang lebah

hutan sudah dapat dilakukan 2-3 minggu setelah lebah hutan membuat sarang. Pada

umumnya setelah waktu tersebut lebah sudah menghasilkan madu, dapat juga dilihat

dari warna sarang yaitu sarang yang berisi madu berwarna kuning mengkilat.

Umumnya pemanenan madu lebah hutan dilakukan pada musim bunga

dimana pada saat itu adalah panen buah-buahan, tanaman pertanian dan perkebunan

yaitu 2-3 kali dalam setahun. Kegiatan pengambilan madu dapat dilakukan pada siang

hari maupun malam hari.

3. Tahap-tahap pemanenan madu lebah hutan

a. Persiapan alat

Alat yang diperlukan pada saat pemanenan harus dipersiapkan sebelum

melakukan kegiatan eksploitasi agar kegiatan berjalan dengan lancar. Tunom harus

dalam keadaan siap pakai karena alat ini dibutuhkan dalam mengusir lebah. Sebelum

pengambilan madu, tangga juga sudah dipersiapkan untuk bisa mencapai sarang.

b. Pengasapan, pemotongan sarang, dan penurunan sarang

Setelah tangga dipasang kokoh, pemanen madu lebah hutan memanjat

mencapai sarang. Biasanya yang bertugas untuk itu adalah 1 orang sedangkan

anggota yang lain menunggu dibawah, bertugas untuk mempersiapkan alat

penampung sisiran sarang dan mengambil sisiran sarang yang diturunkan oleh

petugas yang diatas.

Dalam proses pengambilan madu lebah hutan, lebah diusir dengan asap dan

sarangnya dipotong, pengasapan sarang dilakukan dengan menggunakan satu buah

tunom yang telah dibakar dan diayun-ayunkan di sekeliling sarang. Pengasapan ini

dilakukan agar sarang bersih dari koloni lebah. Sebagian kelompok pemanen madu

dari Kecamatan Pahae Jae dan Pahae Julu mempersiapkan dua buah tunom pada saat

kegiatan eksploitasi yaitu tunom yang menghasilkan api dan tunom yang hanya

menghasilkan asap yang banyak. Tunom yang menghasilkan api akan dijatuhkan

(37)

penjelasan dari responden-responden tersebut, lebah yang diganggu akan mengikuti

cahaya api tersebut dan berkumpul di sekitar api sehingga tidak menyerang orang

yang mengambil madu maupun orang yang menunggu di bawah. Anggota kelompok

pemanen madu akan selalu membuat asap dilokasi agar lebah tidak mengganggu

kegiatan eksploitasi.

Setelah sarang bersih, maka dilakukan pemotongan sarang menggunakan

pisau. Sarang yang dipotong dimasukkan ke dalam ember kemudian diturunkan

dengan tali, sisiran akan dipindahkan ke ember yang lain kemudian ember yang

dipakai untuk menampung sisiran sarang dinaikkan lagi. Pembersihan dan

pemotongan sarang tersebut dilanjutkan pada setiap koloni lebah yang ada pada

tempat tersebut.

c. Pemrosesan Hasil

Kegiatan ini meliputi pemerasan sarang dan penyaringan untuk memperoleh

madu. Hasil penyaringan akan ditampung dalam ember, lalu dikemas dalam botol.

Bagian sarang yang lainnya seperti telur, anakan sering dimanfaatkan sebagai bahan

makanan tetapi ada juga sebagian responden yang membuang. Sedangkan ampas dari

hasil penyaringan yaitu berupa gumpalan sarang diberikan atau terkadang dijual

kepada penduduk yang biasa bertenun untuk dipakai melicinkankan benang tenunan.

5.2 PEMBAHASAN

5.2.1 Tempat Bersarang Lebah Hutan

Di Kabupaten Tapanuli Utara lebah hutan tidak hanya bersarang di pohon

akan tetapi di beberapa desa ditemukan lebah bersarang pada tebing batu, dan dari

informasi yang diperoleh sering juga ditemukan sarang di perumahan penduduk. Di

Kecamatan Adian Koting yaitu Desa Parsingkaman selain di pohon ditemukan lebah

bersarang di tebing batu. Dari hasil wawancara dengan responden dikatakan bahwa

lebah bisa saja membangun sarang dimana saja selama tempat tersebut memenuhi

persyaratan yang diperlukan oleh lebah.

Tebing batu tempat lebah bersarang yang ditemukan di lokasi survei berada

pada tempat yang jauh dari pemukiman, jalan raya, dan umumnya berada disekitar

(38)

yang cukup jauh dengan kebun yang lainnya, sehingga apabila ditemui adanya tebing

disekitar kebun itu dianggap milik yang punya kebun terdekat demikian juga halnya

dengan sarang yang ada pada tebing tersebut. Bentuk dari setiap tebing tidak

beraturan, lebah biasanya membangun sarang pada posisi yang benar – benar aman

misalnya pada lubang yang ada pada tebing atau tempat yang mempunyai pelindung

bagi sarang. Hal itu merupakan salah satu cara lebah menjaga koloni dari berbagai

gangguan seperti angin, sinar matahari, curah hujan, pemangsa, dan manusia. Horas,

salah satu dari responden yang mengambil madu dari tebing pernah mengalami

penurunan produksi madu karena tebing yang biasa ditempati lebah rusak.

Dari data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, jenis pohon

yang dipilih lebah untuk bersarang adalah pohon yang mempunyai batang mulus dan

kulit batang tidak cepat mengelupas agar sarang tidak terjatuh, banyak cabang, serta

memiliki tajuk yang lebar untuk melindungi sarang dari gangguan-gangguan

pemangsa. Di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat banyak pohon pinus, dan hasil

wawancara dari beberapa responden tidak pernah ditemukan lebah bersarang pada

pohon pinus dengan alasan batangnya kasar. Penulis setuju dengan responden, pohon

pinus tidak memenuhi syarat tempat lebah bersarang karena pohon pinus memiliki

batang yang kasar dan tajuk yang tidak lebar. Disekitar pohon tempat lebah bersarang

biasanya tersedia banyak sumber pakan. Pohon durian merupakan jenis pohon yang

paling sering ditemui oleh responden sebagai tempat lebah untuk bersarang, dapat

terlihat dari 31 responden hanya 1 orang responden yang tidak pernah memanen

madu dari pohon durian. Pohon beringin juga sangat digemari oleh lebah meskipun

tidak semua responden menemukannya, hal itu disebabkan beberapa responden tidak

berminat lagi untuk mencari sarang ditempat lain karena sudah memiliki sarang

sendiri. Responden yang tidak mempunyai sarang sendiri atau dengan kata lain status

sarang masih rebutan, biasanya selalu datang ketempat untuk menjaga sarang tersebut

sampai sarang siap di panen. Dan biasanya orang lain yang melihat sarang tersebut

tidak akan mengganggu lagi karena menganggap sarang tersebut sudah ada yang

punya, meskipun terkadang ada juga yang tetap mengambil tanpa sepengetahuan

(39)

Keberadaan pohon tempat lebah bersarang tidak banyak berubah, selama

kurun waktu 20 tahun pohon-pohon tersebut selalu tersedia. Hal ini dikarenakan para

pencari madu tidak pernah merusak pohon-pohon tersebut, baik selama proses

eksploitasi maupun di luar kegiatan itu. Penduduk tidak pernah mengganggu pohon

yang sudah biasa digunakan oleh lebah bersarang, pohon-pohon tersebut biasanya

ditandai dengan adanya bekas sarang atau terkadang pohon selalu dikerumuni oleh

lebah meskipun tidak menghasilkan madu.

5.2.2 Jumlah Perolehan Sarang Setiap Responden

Jumlah perolehan sarang yang ada pada setiap tempat tergantung pada

ketersediaan pakan dan keadaan tempat tersebut. Lebah bersarang pada tempat yang

tidak jauh dengan sumber pakan. Sedangkan kenyamanan tempat juga sangat

berpengaruh. Apabila tebing yang ditempati lebah untuk bersarang rusak maka

jumlah sarang yang ada akan berkurang dengan alasan lebah tidak merasa nyaman

dengan kondisi tersebut. Kenyamanan bagi lebah juga berarti bebas dari gangguan

pemangsa. Menurut keterangan dari responden, faktor pengganggu tidak terlalu

mempengaruhi perkembangan jumlah sarang karena sejauh ini mereka selalu

menemukan sarang dengan jumlah yang hampir sama setiap tahun meskipun disekitar

sarang ditemukan semut-semut yang mengerumuni sarang. Pada setiap pohon juga

jumlah sarang yang ditemui bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk tajuk, ukuran

dan banyaknya jumlah cabang. Pohon dengan tajuk yang lebar dan jumlah cabang

yang banyak serta berukuran besar cenderung mempunyai sarang yang banyak.

Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), lebah akan meninggalkan

sarang dan pindah ke tempat lain yang lebih sesuai karena beberapa kemungkinan,

yaitu kekurangan air, kekurangan sumber makanan, iklim mikro yang tidak nyaman,

serangan penyakit, dan gangguan lain. Kesimpulannya untuk semua jenis lebah

madu, kalau segalanya telah tercukupi, maka koloni tidak akan meninggalkan

tempatnya.

Menurut keterangan responden, setelah kegiatan pemanenan madu, koloni

(40)

tidak akan menghasilkan madu. Tetapi setelah musim bunga dan persediaan pakan

melimpah, maka lebah akan bersarang kembali ditempat tersebut. Berdasarkan hasil

wawancara dengan responden, pemanenan biasanya dilakukan 2-3 kali dalam setahun

yaitu pada bulan Juni, Agustus, dan November tetapi beberapa responden juga sering

melakukan pemanenan pada bulan April, dimana bulan-bulan tersebut banyak

tersedia bunga dari tanaman durian, dan tanaman lainnya yang juga menghasilkan

bunga.

Perolehan sarang setiap responden bervariasi dikarenakan lokasi yang dicapai

responden berbeda satu sama lainnya yang artinya jumlah sarang dan penyebarannya

juga berbeda. Perolehan sarang pada setiap periode waktu kurang bervariasi karena

setiap responden bekerja pada daerah masing-masing dimana lokasi dan jumlah

sarang sama pada setiap periode waktu.

Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 1 dapat diketahui bahwa perkembangan

jumlah koloni lebah selama kurun waktu 20 tahun di lima kecamatan yakni

Kecamatan Adian Koting, Purbatua, Pahae Jae, Pahae Julu, dan Simangumban yang

mewakili Kabupaten Tapanuli Utara adalah tetap atau stabil. Hal ini dikarenakan

sumber pakan selalu tersedia, selain dari tanaman musiman juga dari tanaman yang

selalu ada di kebun maupun pekarangan penduduk sekitar seperti kelapa,

buah-buahan dan rumput serta bunga. Selain pakan yang selalu tersedia sepanjang tahun,

teknik pemanenan yang diterapkan oleh pencari madu di Kabupaten Tapanuli utara

tidak membunuh koloni saat pengambilan madu melainkan hanya mengusir saja

sehingga lebah juga mau untuk kembali membentuk sarang ditempat tersebut.

5.2.3 Jumlah Perolehan Madu Lebah Hutan

Perkembangan jumlah koloni lebah akan mempengaruhi hasil madu yang

akan didapatkan oleh pencari madu. Apabila terdapat banyak sarang dengan ukuran

setiap sarang besar maka dapat dipastikan perolehan madu akan besar. Ukuran sarang

akan seimbang dengan banyaknya madu. Sarang yang besar akan menghasilkan madu

yang banyak karena pada sarang terdapat persediaan makanan yang banyak yang

(41)

Dari hasil wawancara dengan responden, pernah ditemukan sarang yang

sudah berisi madu akan tetapi pada saat akan dipanen hari berikutnya sarang kosong

tanpa madu. Responden tidak dapat menentukan secara pasti alasannya tetapi

beberapa berpendapat madu dimakan anakannya sendiri. Hal ini didukung oleh

pernyataan yang ditulis oleh Sumoprastowo dan Suprapto (1980) mengatakan bahwa

sebab utama pengosongan sarang ialah kekurangan air, sumber makanan di alam

bebas disekitarnya habis, sarangnya terlalu panas, dan karena gangguan penyakit dan

pengganggu terus menerus.

Jumlah madu per sarang yang paling banyak yang pernah ditemui di

Kabupaten Tapanuli Utara adalah 15 botol madu. Botol yang digunakan adalah botol

”Bir Bintang (600 ml)” sedangkan yang paling sedikit itu adalah 3 botol. Banyaknya

perolehan madu pada setiap tahun dipengaruhi oleh banyak, ukuran sarang dan

berapa kali pemanenan dilakukan dalam satu tahun.

Gambar 6 Madu yang Dikemas Dalam Botol

Jumlah perolehan madu lebah hutan setiap responden bervariasi, karena

jumlah dan ukuran sarang yang diperoleh responden berbeda satu sama lainnya.

Perolehan madu pada setiap periode waktu yang kurang variasi dikarenakan jumlah

maupun ukuran sarang yang diperoleh tidak hampir sama.

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden pada Tabel 5

menyatakan bahwa perolehan madu setiap tahun selama kurun waktu 20 tahun adalah

stabil terlihat dari total produksinya yaitu penjumlahan perolehan madu dari setiap

(42)

Utara selama 20 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 2. Dari data perolehan

madu dapat terlihat bagaimana potensi madu yang dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli

Utara.

Potensi madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara sekarang ini, dapat

dilihat dari kondisi tahun 2007 dimana nilai rata-rata per responden sebesar 265 botol.

Responden yang diwawancarai merupakan perwakilan dari 31 kelompok yang terdiri

dari 105 orang anggotanya (Lampiran 2). Dari 31 kelompok tersebut dapat diperoleh

madu sebanyak 27.825 botol. Jadi, Potensi madu di Kabupaten Tapanuli Utara yang

terdiri dari 76 kelompok dapat diprediksi memperoleh madu sebesar 63.600 botol

atau 38.160 liter dengan mengasumsi 45 kelompok lainnya mempunyai 3 orang

anggota setiap kelompoknya.

Perkembangan perolehan madu dapat stabil karena syarat-syarat yang

mendukung kehidupan koloni terpenuhi di Kabupaten Tapanuli Utara. Diantaranya

adalah sumber pakan yang selalu tersedia, teknik pemanenan yang aman bagi koloni

lebah, serangan dari pengganggu tidak terlalu berpengaruh dan didukung oleh

habitatnya tidak mengalami perubahan.

Sumber pakan merupakan faktor yang lebih berpengaruh terhadap produksi

madu. Saat sumber pakan melimpah maka madu yang diperoleh juga akan banyak

karena koloni selalu ditemukan bersarang di daerah tersebut. Demikian halnya

dengan teknik pemanenan yang dilakukan oleh kelompok pencari madu, tidak

membahayakan bagi kehidupan koloni. Keadaan tersebut akan bertahan selama

kondisi hutan dan kawasan perkebunan tetap terjaga.

5.2.4 Waktu Tempuh Menuju Lokasi Pohon Tempat Lebah Hutan Bersarang

Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh setiap responden untuk

mencapai lokasi sarang dari tempat tinggalnya, kegiatan ini dilakukan dengan

berjalan kaki. Setiap responden mempunyai medan yang berbeda, sehingga waktu

yang dibutuhkan juga berbeda.

Untuk mencapai sarang, responden dapat menghabiskan waktu selama 3 jam

(43)

membutuhkan 15 menit (0,25 jam) saja untuk mencapai sarangnya. Untuk waktu

tempuh setiap responden dapat dilihat pada Tabel 6. Responden-responden yang

membutuhkan waktu tempuh banyak biasanya mengambil madu dari hutan bukan

dari lahannya sendiri.

Dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa mereka membutuhkan

waktu tempuh yang sama dari tahun ke tahun. Menurut beberapa responden, hal ini

karena sarang berada pada lahan mereka sendiri, sedangkan yang biasa mengambil

madu di hutan mereka juga membutuhkan waktu yang sama karena sarang selalu

berada di tempat yang sama sewaktu dilakukan pemanenan. Responden 27 pernah

mengalami peningkatan waktu tempuh karena pohon yang biasa dihinggapi lebah

telah ditebang, mereka juga menjelaskan bahwa lebah tetap berada disekitar kawasan

hutan tersebut. Sedangkan Responden 31 tidak mengetahui dengan jelas mengapa

sarang tidak berada ditempat itu lagi.

Selama kurun waktu 20 tahun, waktu tempuh tidak mengalami banyak

perubahan dan dapat dikatakan tetap dimana rata-rata waktu tempuh adalah 0,55 jam,

tetapi pada tahun 2002 waktu tempuh berubah menjadi 0,58 jam. Hal ini dikarenakan

kelestarian dari sarang tetap terjaga, dimana lahan tidak mengalami banyak

perubahan dan didukung kondisi tanaman tetap kontinu yang artinya selalu tersedia

tanaman yang bisa menjadi pakan lebah. Dengan kondisi yang demikian, tidak ada

alasan dari lebah untuk pindah ke tempat yang lain.

5.2.5 Perkembangan Jumlah Kelompok Pencari Madu Lebah Hutan

Para pencari madu lebah hutan tergabung dalam suatu kelompok kerja pada

saat melakukan kegiatan eksploitasi. Setiap kelompok kerja mempunyai anggota 2-5

orang. Tetapi lebih banyak kelompok yang mempunyai anggota yang terdiri dari 3

orang. Biasanya anggota tersebut adalah bukan dari keluarga sendiri. Alasan yang

dilontarkan adalah untuk sama-sama menikmati. Responden yang mempunyai sarang

sendiri juga mempunyai alasan yang sama mengingat lebah bukan dia yang

memelihara akan tetapi datang sendiri membentuk sarang dan menghasilkan madu

(44)

Kecamatan dengan berbagai desa yaitu Kecamatan Adian Koting (Desa

Parsingkaman, Pagar Lambung III), Purbatua (Desa Selamat, Purbatua, Gorung,

Bonani dolok, Huta Tambunan), Simangumban (Desa Dolok Sanggul, Lobusihim,

Simangumban jae), Pahae Julu (Desa Sibaganding, Sigompulon), dan Pahae Jae

(Desa Parsaoran Samosir, Sitolu ompu).

Data tentang perkembangan jumlah kelompok dapat dilihat pada Tabel 7.

Data tersebut menunjukkan bahwa di Kabupaten Tapanuli Utara jumlah kelompok

pencari madu meningkat dari tahun ke tahun. Menurut penuturan responden,

peningkatan tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya masyarakat yang

mengetahui cara pemanenan madu dan beberapa orang menjelaskan tentang

keuntungan yang diperoleh dimana mereka bisa mendapatkan keuntungan tanpa

menanamkan modal. Lebah tidak sengaja dipelihara jadi saat melihat lebah bersarang,

dan akan menghasilkan madu mereka merasa mendapat keuntungan selain bisa

menikmati madu mereka juga bisa menjual madu tersebut.

Peningkatan jumlah kelompok pencari madu lebah hutan disebabkan oleh

banyaknya anggota kelompok yang membentuk kelompok baru, alasannya kolompok

ini telah mempunyai pengalaman yang cukup baik dalam hal memanen madu lebah

hutan selain mereka juga menyadari keuntungannya. Peningkatan jumlah kelompok

selama 20 tahun terakhir juga didukung oleh ketersediaan koloni lebah madu yang

selalu ada, selain itu mengingat madu juga banyak dicari oleh masyarakat sekarang

apalagi madu tersebut adalah madu alam bukan madu ternak. Harga pasar madu

menunjukkan peningkatan, hal ini juga membuat masyarakat ikut tertarik mencari

madu. Harga madu alam tahun terakhir ini adalah + Rp 70.000, - / botol.

Menurut responden, pada setiap pemanenan hasil yang didapatkan yaitu :

madu, anakan, dan sarang lebah. Umumnya hasil yang didapat dibagi rata, akan tetapi

bagi responden yang mempunyai sarang sendiri biasanya mendapat hasil yang lebih

banyak. Biasanya perbandingan pemilik sarang dengan masing-masing anggota

kelompok adalah 2 : 1.

(45)

Responden yang mempunyai sarang sendiri tidak melakukan perburuan lagi,

akan tetapi responden yang lain untuk memperoleh madu dari lebah hutan biasanya

dilakukan dengan perburuan. Dalam kegiatan pemanenan madu lebah hutan peralatan

yang digunakan adalah tangga, polang, alat pengasap, ember, pisau, tali, alat

penyaring, dan senter. Alat-alat tersebut umumnya tidak terkait dengan kelestarian

lebah, kecuali tunom. Pada dasarnya tunom dipakai hanya untuk mengusir

lebah-lebah dari sarangnya untuk sementara bukan untuk mematikan. Akan tetapi terkadang

alat tersebut dapat membahayakan lebah apabila penggunaannya salah dimana alat

pengasap tersebut berubah menjadi alat pembakar yang bisa mematikan koloni.

Pengambilan madu lebah hutan pada umumnya dilakukan pada malam hari,

dengan cara memotong seluruh sarang yang telah ditinggalkan lebah karena adanya

pengasapan. Cara pemanenan seperti ini dikhawatirkan akan mengancam kelestarian

lebah hutan, mengingat proses regenerasi koloni terhambat dengan matinya anakan

lebah. Oleh sebab itu cara panen yang aman bagi kelangsungan koloni perlu

diupayakan, sekarang ini teknik yang aman tersebut disebut panen sunat. Sistem

sunat merupakan model potong sebagian sarang yang hanya berisi madu.

Cara yang digunakan dalam eksploitasi madu lebah hutan di Kabupaten

Tapanuli Utara adalah memotong seluruh sarang, terkadang beberapa responden

memotong bagian sarang yang berisi madu saja tetapi sangat jarang karena menurut

responden lebih praktis dan cepat jika langsung membabat semua sarang. Beberapa

responden yang memotong bagian sarang yang berisi madu memberikan alasan tidak

memerlukan anakan dan sarangnya. Sejauh ini responden menganggap tidak ada

perbedaan antara yang dipanen seluruh sarang dengan sebagian sarang. Menurut

pengalaman mereka, setelah madu diambil dari tempat tersebut, lebah akan kembali

ke tempat itu dan membangun kembali sarangnya. Dalam pengambilan madu lebah

hutan, kelompok pencari lebah hutan tidak pernah merusak pohon tempat lebah

bersarang seperti memotong ranting-ranting pohon tersebut atau membakarnya

sehingga lebah tidak pindah tempat dan produksi madu di Kabupaten ini tidak

(46)

Teknologi pemanenan madu lebah hutan dan peralatan-peralatan yang

digunakan oleh kelompok kerja di Kabupaten Tapanuli Utara tidak mengancam

kelestarian koloni lebah. Namun hal tersebut tidak bisa selamanya menjamin lebah

akan tetap ada. Syarat ketersediaan pakan lebah adalah hal yang sangat berpengaruh.

Sebaik apapun teknik pemanenan apabila tidak tersedia sumber pakan maka lebah

tidak akan betah tinggal di tempat tersebut, pada umumnya akan pindah. Sekalipun

itu adalah teknik panen sunat. Menurut Kuntadi (2001), teknik pemanenan madu

lebah hutan dengan sistem sunat dapat meningkatkan produktifitas hasil apabila

dalam kondisi pakan yang cukup, karena lebah madu cenderung berupaya

memperbaiki dan memanfaatkan kembali sarang madu, sehingga terbuka

(47)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil survei di Kabupaten Tapanuli Utara, diketahui bahwa trend

perkembangan produksi madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara dari tahun

1987 sampai tahun 2007 adalah stabil.

6.2 Saran

• Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan tentang korelasi antara perkembangan

produksi madu lebah hutan terhadap peningkatan jumlah kelompok pencari

madu lebah hutan.

• Mempertahankan keadaan hutan dengan tidak mengkonversi hutan dan tidak

mengeksploitasi hasil hutan secara liar oleh pemerintah, masyarakat maupun

(48)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Tapanuli Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Utara. Tarutung.

Dharmestiwi KI. 2007. Perkembangan Produksi Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) di

Kawasan Gunung Tampomas Utara, Kabupaten Sumedang. [Skripsi]. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Free JB. 1970. Insect Pollination of Crops. Academic Press. New York.

Kasno. 2001. Pakan Lebah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

_____. 2001. Budidaya Serangga Berguna : Lebah Madu. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kuntadi Amir H. 2001. Uji Teknik Pemanenan Lebah Hutan Apis dorsata

(Hymenoptera: Apidae). Prosiding Seminar Nasional PEI; Pengelolaan Serangga yang bijaksana menuju Optimasi Produksi Cabang Bogor, 6 November 2001.

Nurdjito WA, Y.R. Suhardjono, Erniwati. 1986. Mengembangkan lebah Madu di Pekarangan. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

Partosoedjono S. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan An Introduction to The Study of Insect. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pavord AV. 1970. Bees and Beekeeping. Cassel Ltd. London.

Shagir KJ. 1998. Perkembangan Potensi Lebah Hutan (Apis dorsata) Di Kecamatan

Kolaka, Kabupaten Kolaka. [Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sulthoni A. 1986. Aspek Biologi Lebah Madu Sebagai Faktor utama Pengembangan Budidaya di Kehutanan. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

(49)

Tim Redaksi Trubus. 1999. Beternak Lebah Madu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ungerer T. 1985. Pedoman Teknis Peternakan Lebah Madu. Lembaga penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widhiono I. 1986. Faktor-Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Penambahan Sel Dalam Sisiran Lebah Madu. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

Yatap H. 1998. Perkembangan Pemanenan Madu Lebah Hutan (Apis dorsata) di

(50)
(51)

Lampiran 1 Kuisioner

Kuisioner Pencari Madu Lebah Hutan

Nama : Umur :

Alamat Dusun : Desa :

Kec. : Kab. :

1. Mulai dari kapan menjadi pencari lebah hutan? 2. Dimana sajakah sarang lebah madu Hutan berada? 3. Apakah sarang berpindah-pindah atau menetap?

4. Apakah tempat pengambilan madu tersebut sudah pasti ataukah masih menjadi rebutan dengan orang lain?

5. Berapa jauh jarak dari rumah ke sarang?

6. Waktu pemanenan dilaksanakan pada siang hari atau malam hari? 7. Bagaimanakah prosedur pemanenan madu tersebut?

8. Bagian sarang yang mana saja yang dipanen?

9. Pada musim panen berikutnya, apakah letak sarang masih berada pada tempat yang sama seperti ketika panen terdahulu?

10. Berapa banyak jumlah sarang lebah yang diperoleh pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

11. Berapa banyak jumlah madu yang diperoleh pada tahun1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

12. Berapa harga madu pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

13. Berapa lama waktu tempuh menuju sarang lebah hutan pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007?

14. Mulai dari kapan memiliki sarang di suatu tempat?

15. Pada tanaman/pohon apa saja yang biasa dipakai oleh lebah hutan untuk bersarang?

(52)

17. Pada bulan apakah musim panen tersebut dilakukan? Apakah dalam setahun merata pada setiap bulannya? Berapa kali pemanenan madu dilakukan dalam setahun?

18. Apabila saat sekarang ini jarang ditemui sarang, apakah kemungkinan yang menjadi penyebabnya?

19. Berapa banyak jumlah kelompok pencari madu lebah hutan pada tahun 1987, 1992, 1997, 2002, 2007 ?

20. Bagaimana sistem pembagian hasil dalam satu kelompok? 21. Bagaimana persepsi pencari madu terhadap kondisi hutan?

Lampiran 2 Nama-Nama Responden

No. Kecamatan Desa Dusun Jumlah

11 Purbatua Selamat Harambir kongsi 3 Arman Sihombing 46

12 Selamat Harambir kongsi 4 Togos S 47

23 Simangumban Dolok Sanggul Hopong 3 Kaspari Tambunan 60

(53)

25 Lobusihim Lobisihim 3 S. Siagian 50

26 Simangumban jae Simajambu 3 Husor Nainggolan 58

27 Pahae Julu Sibaganding Sibaganding 3 S. Sitompul 52

28 Sigompulon Sigompulon 4 Hesra 48

29 Pahae jae Parsaoran samosir siburian 5 Maleakhi Sihombing 42

30 Parsaoran samosir siburian 3 J. Siburian 43

31 Sitolu ompu Pagaran 3 K. Sitompul 54

(54)
(55)
(56)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan primer di daerah Kabupaten Tapanuli Utara termasuk kawasan yang menyimpan harta karun yang berupa tambang emas yang cukup potensial dan mempunyai banyak manfaat salah satunya adalah sebagai daerah tangkapan air. Perlu dijaga agar kawasan hutan itu tidak mengalami nasib yang serupa dengan kawasan hutan yang hasil tambangnya sedang giat untuk digali. Untuk bisa memberikan ijin pengusahaan hasil tambang di bawah kawasan hutan, Pemerintah Daerah tentu memiliki kewenangan memberikan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat. Diantara pertimbangan yang bisa dijadikan alasan keberatan atas rancangan perijinan penggalian hasil tambang adalah potensi hasil hutannya.

Madu lebah hutan merupakan salah satu jenis hasil hutan yang cukup dikenal dari daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Bagi sebagian kecil masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, madu merupakan sumber pendapatan yang cukup penting. Dari para pemungut madu lebah hutan, masyarakat luas bisa ikut memperoleh manfaat besar dari madu lebah hutan yang dipanen oleh para kelompok kerja pawang lebah hutan.

Manfaat madu lebah hutan memang sudah sangat dikenal oleh masyarakat baik di pedesaan maupun diperkotaan. Kini keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi madu semakin besar sehingga madu menjadi komoditi perdagangan yang penting. Permintaan madu semakin besar pada musim tertentu dimana musim bunga agak kurang, kebutuhan madu di dalam negeri tidak bisa terpenuhi dan bahkan permintaan importer madu dari Malaysia dan dari United Kingdom sama sekali tidak bisa terlayani.

(57)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui trend perkembangan perolehan madu lebah hutan di Kabupaten Tapanuli Utara.

1.3 Manfaat Penelitian

(58)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Apis dorsata

Indonesia merupakan daerah penyebaran lebah-lebah asli seperti Apis cerana, Apis florea, dan Apis dorsata. Jenis Apis dorsata merupakan jenis lebah yang hidup liar di hutan dan sangat ganas. Apis dorsata sering disebut lebah raksasa, karena lebah ini membuat sarang yang sangat besar dan ukuran tubuhnya besar. Lebah ini membuat sarangnya hanya satu lembar. Jumlah anggota koloni dapat mencapai ratusan ribu ekor (Ungerer 1985),

Apis dorsata adalah jenis lebah yang memiliki ukuran tubuh paling besar dan liar sehingga belum pernah ada yang mencoba membudidayakannya dalam stup (Tim Redaksi Trubus, 1999). Selain itu, jenis lebah ini merupakan jenis lebah yang paling produktif di Asia Tropis (Smith 1960 dalam Yatap 1998). Menurut Kuntadi (2001), potensi Apis dorsata sebagai penghasil madu adalah tertinggi diantara jenis-jenis lebah madu lokal lainnya.

(59)

Lebah madu termasuk serangga sosial yang dalam hidupnya membentuk koloni dan terdapat pembagian tugas diantara anggotanya. Setiap koloni terdiri dari satu ekor ratu lebah (queen), beberapa puluh sampai beberapa ratus ekor lebah jantan (drone), dan beribu-ribu lebah pekerja (worker).

2.2 Habitat

Lebah madu adalah salah satu serangga yang menguntungkan manusia, terutama karena mampu menghasilkan madu. Di dalam kehidupannya lebah madu seperti organisme lain sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, faktor – faktor lingkungan ini meliputi faktor biotik dan abiotik. Faktor lingkungan ini baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas hidup, keadaan makanan di alam dan perkembangan populasinya (Widhiono 1986).

Daerah penyebaran Apis dorsata hampir sama dengan jenis Apis florea

terdapat di Pakistan bagian barat (dan mungkin sebagian Afghanistan) sampai ke India, Sri Langka, Indonesia, dan daerah-daerah Philipina bagian timur. Daerah penyebaran dari Utara-Selatan ditemukan dari sebelah Selatan China sampai Indonesia, tidak terdapat di New Guinea maupun Ausralia (Akratanakul 1986

dalam Yatap 1998).

Menurut Kasno (2001), sebagaimana dengan jenis makhluk hidup yang lain, lebah madu memerlukan syarat untuk dapat menjalankan kehidupannya. Syarat yang dimaksud adalah :

• Kondisi fisik/cuaca/iklim dalam kisaran kemampuan tubuhnya untuk bisa menerima kondisi fisik.

• Tersedianya makanan (nektar dan polen, termasuk air dan udara/gas oksigen) yang memadai dalam arti kuantitas dan kualitas. • Tersedianya tempat tinggal yang memadai/tempat bersarang. • Suasana yang nyaman dan aman (aman dari ancaman

(60)

2.3 Pakan Lebah Madu

Bahan makanan utama lebah adalah nektar, tepungsari, dan air. Nektar merupakan sumber karbohidrat sedangkan tepungsari merupakan sumber protein (Ungerer 1985). Nektar adalah cairan manis yang dihasilkan oleh tanaman, biasanya baunya harum dan mengandung larutan gula yang kadarnya bervariasi (Pavord 1970). Menurut Kasno (2001), tanaman pakan lebah merupakan tanaman/tumbuhan yang menghasilkan pangan bagi lebah madu. Dari definisi ini tersirat bahwa tidak semua tanaman/tumbuhan merupakan sumber pakan bagi lebah madu melainkan sebagian saja dari sekian puluh ribu jenis tanaman/tumbuhan.

Lebah akan mengunjungi bunga untuk mengumpulkan nektar dan polen. Mereka tertarik kepada bunga, dan mengenalnya dari warna, dan aroma (Free 1970). Selanjutnya menurut Kasno (2001), adapun ciri suatu tanaman sebagai tanaman pakan lebah antara lain :

• Adanya lebah-lebah yang datang, hinggap pada bagian tertentu (bunga atau bagian daun) dari tanaman untuk beberapa saat, biasanya dari suatu bagian pindah ke bagian yang lain, kemudian pergi meninggalkan lokasi. Jumlah lebah yang datang ke tanaman dan pergi meninggalkannya lebih dari beberapa ekor, makin banyak memberikan indikasi yang kuat bahwa tanaman yang bersangkutan adalah tanaman pakan lebah.

• Jika dapat mengamati lebih dekat pada lebah yang sedang hinggap atau akan meninggalkan tanaman dapat terlihat pada bagian kaki belakang (kantong polen) adanya muatan yang warnanya biasanya bukan hitam. • Jika dapat melihat dari dekat pada bagian bunga yang sedang mekar

adanya cairan pada salah satu bagian yang membasahi atau menggenang dan jika dicoba untuk dirasakan terasa manis.

• Adanya semut-semut pada bagian bunga atau daun beraktivitas makan cairan manis.

(61)

bunga-bungaan. Tanaman – tanaman tersebut telah tercatat sebagai tanaman pakan lebah yang baik bunganya tampak dikunjungi oleh lebah madu, tersedia dalam jumlah banyak serta tanaman tersebut mudah ditanam di pekarangan (Noerdjito 1986).

2.4 Teknik Pemanenan

Di Indonesia, lebah hutan Apis dorsata (Hymenoptera: Apidae) sudah lama dieksploitasi untuk diambil madunya. Pemanenan madu umumnya dilakukan dengan mengambil seluruh bagian sarang dari tempatnya. Cara panen seperti ini mengorbankan seluruh anakan lebah, sehingga menghambat proses regenerasi dan perkembangan populasi koloni. Selain itu, koloni lebah umumnya langsung pindah segera setelah panen dilakukan (Kuntadi 2001).

Untuk memperoleh madu dari lebah hutan biasanya dilakukan dengan perburuan. Peralatan yang biasanya digunakan dalam kegiatan pemungutan madu lebah hutan adalah alat-alat untuk mencapai sarang lebah di atas pohon, tali, ember tempat penampungan sarang dan madu, pisau, pengasap, jerigen, dan alat saringan madu (Shagir 1998).

Menurut Kuntadi (2001), pengambilan madu lebah hutan pada umumnya dilakukan pada malam hari, dengan cara memotong seluruh sarang yang telah ditinggalkan lebah karena adanya pengasapan. Cara pemanenan seperti ini dikhawatirkan akan mengancam kelestarian lebah hutan, mengingat proses regenerasi koloni terhambat dengan matinya anakan lebah. Oleh sebab itu cara panen yang aman bagi kelangsungan koloni perlu diupayakan. Panen sunat sebagaimana diterapkan oleh pencari madu di Lampung diduga merupakan cara panen lebah dorsata yang cukup lestari (Kasno dan Darwanto (1994) dalam Shagir (1998)).

Gambar

Tabel 1 Jumlah Responden dan Jumlah Kelompok Pencari Madu di Kabupaten Tapanuli   Utara
Tabel 2  Luas Kawasan Hutan Menurut Kecamatan Dan Fungsi Hutan Tahun 2006 (Ha)
Tabel 3  Tempat Bersarang Lebah Hutan
Tabel 4 Perkembangan Jumlah Perolehan Sarang Lebah Hutan (Sarang/Tahun)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi ini, tahap awal untuk berkonsultasi mengenai kasus baru tersebut, yaitu tenaga medis nondokter hanya memasukkan gejala yang terdapat pada sistem,

SDM merupakan faktor utama dalam pengawasan karena jika tidak ada SDM yang terjadi adalah tidak akan ada proses pengawasan. Permasalahan SDM di BPKP menjadikan salah satu

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, istilah pengembangan yang dimaksudkan adalah seperangkat usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh USIA melalui aktivitas dakwah untuk

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 77M ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19

Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian.Daerah aliran sungai merupakan lahan yang berfotensi menjadi sumber air .Daerah

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ekologi bivalvia di Ponelo Kepulauan terdiri dari aspek kelimpahan yang diperoleh dengan indeks

3.2 Analisis Galat dan Simulasi Pada penyelesaian analitik persamaan getaran pegas teredam yang telah dipaparkan dalam metode penelitian maka diperoleh solusi pada persamaan 3.8

PT. Santosa Agrindo adalah anak perusahaan dari PT. Japfacomfeed Indonesia yang bergerak di agribisnis peternakan sapi potong, penggemukan sapi potong dan pengolahan