• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Nutrien

Makhluk hidup membutuhkan nutrien untuk mengganti sel-sel tubuh yang sudah mati. Nutrien yang dikonsumsi dimanfaatkan oleh tubuh untuk pemeliharaan, produksi, dan reproduksi. Banyaknya nutrien yang dikonsumsi dipengaruhi oleh keadaan ternak itu sendiri, suhu kandang, dan palatabilitas ransum yang diberikan. Air merupakan suatu nutrien yang sangat penting dan berperan dalam proses pencernaan dan absorpsi. Air tidak mensuplai energi, tetapi merupakan media untuk terjadinya reaksi-reaksi kimia selama proses metabolisme di dalam tubuh dan mengatur suhu tubuh. Rataan pH ransum dan konsumsi bahan kering (BK), abu, serta air minum domba garut yang diberi ransum dengan berbagai nilai PKAR disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rataan pH ransum, konsumsi harian bahan kering, abu, dan air minum domba garut yang diberi ransum dengan kation-anion yang berbeda

Peubah Perbedaan kation-anion ransum (meq)

-28 -18 0 +14 +32 pH 4.98+0.35c 5.19+0.32b 4.97+0.26c 5.20+0.51b 6.48+0.36a Konsumsi BK (%BB) 2.43+0.11b 2.95 +0.40ab 2.58+0.21b 3.64+0.59a 2.47+0.66b Abu (g) 63.72+1.78 79.13+8.05 60.86+1.41 77.33+11.49 70.94+21.43 Air (L) 2.78+0.68 2.46+0.25 1.99+0.57 2.74+0.82 2.25+1.10

Keterangan : Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama berarti berbeda (P<0.05) BK = bahan kering; BB = bobot badan

Nilai PKAR sangat berpengaruh (P<0.01) pada pH ransum. Rataan pH tertinggi (P<0.05) pada PKAR +32 meq sebesar 6.48+0.36. Pada waktu penyusunan ransum, ransum dengan nilai PKAR +32 meq mendapat tambahan garam-garam kation (Na2CO3 dan K2CO3). Unsur Na dan K merupakan kation yang bersifat basa sehingga dapat meningkatkan pH. Oleh karena itu, ransum yang mendapat tambahan garam Na2CO3 dan K2CO3, pH-nya menjadi meningkat. Nilai pH pada ransum dengan nilai PKAR -28, -18, dan 0 meq (masing-masing sebesar 4.98+0.35, 5.19+0.32, dan 4.97+0.26) lebih rendah (P<0.05) daripada ransum dengan nilai PKAR +14 meq (5.20+0.51). Pada waktu penyusunan ransum, ransum dengan nilai PKAR -28, -18, dan 0 meq mendapat penambahan

garam anion (CaCl2 dan CaSO4). Unsur Cl- dan S2- merupakan anion yang bersifat asam sehingga dapat menurunkan pH. Ransum yang mendapat garam anion, akan mengalami penurunan pH. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat (r=0.85) antara nilai pH ransum dengan nilai PKAR dengan persamaan Ŷ=4.971+0.017X+0.001X2 (-28;+32meq;R2=0.71;P<0.01). Pertambahan nilai PKAR sebesar satu satuan akan menurunkan kemudian menaikkan pH. Nilai pH ransum terendah diperoleh pada nilai PKAR sebesar -0.12 meq. Nilai pH ransum dipengaruhi oleh nilai PKAR sebesar 71%, sedangkan sebesar 29% oleh faktor lain.

Nilai PKAR berpengaruh (P<0.05) pada konsumsi BK berdasarkan bobot badan (BB), sedangkan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak berpengaruh (P>0.05). Ransum dengan nilai PKAR +14 meq merupakan ransum yang dikonsumsi terbanyak (P<0.05) sebesar 3.64+0.59% BB, berarti ransum tersebut paling palatabel daripada ransum yang lain. Ransum dengan nilai PKAR +14 meq merupakan ransum basal, sedangkan ransum dengan nilai PKAR -28, -18, dan 0 meq merupakan ransum basal ditambah garam anion (CaCl2 dan CaSO4) dan ransum dengan nilai PKAR +32 meq merupakan ransum basal ditambah garam kation (Na2CO3 dan K2CO3). Berdasarkan hal tersebut di atas, penambahan baik garam kation maupun anion menjadikan ransum kurang palatabel sehingga konsumsi BK berdasarkan BB pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28, -18, 0, dan +32 meq menjadi menurun. Walaupun garam kation dan anion menurunkan konsumsi (dari 3.64+0.59 menjadi 2.43+0.11% BB), nilai tersebut masih termasuk pada kisaran jumlah konsumsi BK yang normal. Besaran konsumsi BK masih dalam kisaran optimal untuk ruminansia sekitar 2-3% dari BB. Namun hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan nilai PKAR sangat sensitif pada tingkat konsumsi bahan kering pada domba betina.

Romo et al. (1991) melaporkan bahwa nilai PKAR tidak mempengaruhi konsumsi BK, tetapi West et al. (1992), Delaquis dan Block (1995), dan Riond (2001) melaporkan bahwa bertambahnya nilai PKAR, ransum yang dikonsumsi juga semakin bertambah; kebalikannya Morton dan Roach (2002) dan Chan et al. (2005) menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan semakin bertambahnya nilai PKAR. Hasil-hasil penelitian yang berbeda

tersebut menggambarkan bahwa respons pada perubahan nilai PKAR ransum dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk jenis ternak yang digunakan. Pada penelitian ini, ternak yang digunakan berupa domba dalam keadaan tidak bunting, tidak sedang laktasi, dan di daerah tropis, sedangkan pada penelitian mereka di atas digunakan sapi perah yang sedang bunting pada masa kering atau sedang laktasi dan di daerah subtropis. Hal ini karena kondisi faali tersebut membutuhkan energi yang lebih banyak untuk pertumbuhan fetus atau janin yang dikandungnya dan untuk produksi susunya sehingga ternak dengan kondisi tersebut cenderung mengonsumsi BK yang lebih banyak daripada ternak yang tidak bunting maupun tidak laktasi.

Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak betina semua mengonsumsi BK sebesar 2.96+0.74% dari BB. Domba yang pernah beranak jantan semua mengonsumsi BK sebesar 2.91+0.64% dari BB. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengonsumsi BK sebesar 2.59+0.44% dari BB. Besaran konsumsi BK tersebut masih termasuk pada kisaran jumlah konsumsi BK yang normal (konsumsi BK optimal sekitar 2-3% dari BB).

Nilai PKAR dan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak mempengaruhi (P>0.05) konsumsi abu. Rataan konsumsi abu pada penelitian ini berkisar mulai dari 60.86+1.41 sampai 79.13+8.05g. Konsumsi abu tidak ada hubungannya (r=0.12) dengan nilai PKAR, tetapi berhubungan dengan kandungan abu yang dikonsumsinya. Semua ransum dengan berbagai nilai PKAR mempunyai kandungan abu yang sama (Tabel 6) sehingga banyaknya abu yang dikonsumsi juga dalam jumlah yang sama.

Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak betina semua mengonsumsi abu sebesar 75.26+15.08g. Domba yang pernah beranak jantan semua mengonsumsi abu sebesar 71.34+13.01g. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengonsumsi abu sebesar 64.58+7.51g.

Nilai PKAR tidak berpengaruh (P>0.05) pada konsumsi air minum, sedangkan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan sangat berpengaruh (P<0.01). Rataan konsumsi air minum antarkelompok domba yang diberi ransum

dengan berbagai nilai PKAR berkisar dari 1.99+0.57 sampai 2.74+0.68 L/hari. Konsumsi air minum, tidak ada hubungannya dengan nilai PKAR (r=-0.16), pHR (r=-0.36), konsumsi BK berdasarkan BB (r=0.20), maupun konsumsi abu (r=0.14). Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan mengonsumsi air minum terbanyak sebesar 3.18+0.54L/hari. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengonsumsi air minum terendah sebesar 1.90+0.50L/hari, sedangkan domba yang pernah beranak betina mengonsumsi air minum sebesar 2.26+0.27L/hari.

Absorpsi Nutrien

Absorpsi nutrien terjadi setelah makanan dicerna di sepanjang saluran alat pencernaan. Fungsi utama saluran alat pencernaan adalah untuk mentransfer bahan-bahan makanan yang dikonsumsinya dari rongga saluran pencernaan ke dalam sistem sirkulasi darah. Nutrien yang diserap merupakan bahan baku pembentukan dan perkembangan sel tubuh, sebagai pengganti sel yang sudah mati, dan sebagai pengatur metabolisme tubuh. Data rataan absorpsi BK, abu, Na+, K+, Cl-, dan S2- ransum domba garut yang diberi ransum dengan berbagai nilai PKAR disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan absorpsi BK, abu, Na+, K+, Cl-, dan S2- ransum domba garut yang diberi ransum dengan kation-anion yang berbeda

Absorpsi Perbedaan kation-anion ransum (meq)

-28 -18 0 +14 +32 BK (g) 521+66 601+59 484+23 626+81 594+ 128 Abu (g) 13.27+5.86c 20.26+2.07b 18.30+3.14cb 15.04+1.60cb 29.34+5.37a Na+ (g) 0.24+0.02b 0.29+0.03b 0.14+0.12b 0.23+0.06b 1.59+0.25a K+ (g) 6.61+1.88a 7.74+0.93ab 6.51+0.88b 6.41+0.37b 9.84+2.97b Cl- (g) 7.89+1.70a 6.34+0.27b 1.25+0.04c 1.59+0.22c 1.57+ 0.33c S2- (g) 2.09+0.48b 2.54+0.33a 0.49+0.23c 0.71+ 0.02c 0.80+0.20c

Keterangan : Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama berarti berbeda (P<0.05) BK = bahan kering

Nilai PKAR dan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak berpengaruh (P>0.05) pada absorpsi BK. Absorpsi BK ransum dengan berbagai nilai PKAR berkisar mulai dari 484+23 sampai 594+128g. Absorpsi BK tidak

ada hubungannya dengan nilai PKAR (r=0.27). Berarti dengan adanya penambahan garam baik kation (Na+ dan K+) maupun anion (Cl- dan S2-) tidak mempengaruhi absorpsi bahan kering ransum yang dikonsumsinya. Absorpsi BK dipengaruhi oleh kandungan BK dan serat kasar (SK) ransum. Pada Tabel 6 tampak bahwa semua ransum dengan berbagai nilai PKAR mengandung BK dan SK yang sama, sehingga absorpsi BK pada ransum dengan nilai PKAR -28, -18, 0, +14, dan +32 meq menghasilkan absorpsi bahan kering yang sama pula.

Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak betina semua mengabsorpsi BK sebesar 585+102g. Domba yang pernah beranak jantan semua mengabsorpsi BK sebesar 554+114g. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengabsorpsi BK sebesar 556+46g.

Nilai PKAR sangat mempengaruhi (P<0.01) absorpsi total mineral (abu), sedangkan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak berpengaruh (P>0.05). Domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR +32 meq mempunyai absorpsi abu terbanyak (P<0.05) sebesar 29.34+5.37g, berarti penambahan garam kation Na2CO3 dan K2CO3 meningkatkan absorpsi abu. Absorpsi abu pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28 dan 0 meq relatif lebih besar daripada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR +14 meq, masing-masing sebesar 20.26+2.07, 18.30+3.14, dan 15.04+1.60g, sedangkan terendah pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28 meq, yaitu sebesar 13.27+5.86g. Berarti penambahan garam anion CaCl2 dan CaSO4, dapat meningkatkan dan menurunkan absorpsi abu. Akan tetapi, peningkatan absorpsi abu lebih besar akibat adanya penambahan garam kation daripada garam anion. Absorpsi abu berhubungan sangat erat dengan nilai PKAR (r=0.85) dengan persamaan kuadratikŶ =16.699+0.158X+0.006X2 (-28;+32meq;R2=0.45;P<0.03). Semakin tinggi nilai PKAR, absorpsi abu akan semakin menurun, kemudian naik kembali. Absorpsi abu terendah ditemukan pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR sebesar -0.08 meq. Sebesar 45% absorpsi abu dipengaruhi oleh PKAR, sedangkan sebesar 55% oleh faktor lain. Selain itu, absorpsi abu juga berhubungan erat dengan pH ransum (r=0.78) dengan persamaan Ŷ=-23.141+ 7.899X (4.72;6.89;R2=0.61;P<0.01). Peningkatan nilai pH ransum sebesar satu

satuan akan meningkatkan absorpsi abu sebesar 7.899g. Sebesar 61% absorpsi abu dipengaruhi oleh pH ransum, sedangkan sebesar 39% oleh faktor lain.

Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak betina semua mengabsorpsi total mineral (abu) sebesar 20.66+8.45g. Domba yang pernah beranak jantan semua mengabsorpsi total mineral (abu) sebesar 16.29+6.13g. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengabsorpsi total mineral (abu) sebesar 20.78+5.70g.

Nilai PKAR sangat berpengaruh (P<0.01) pada absorpsi Na+, sedangkan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak berpengaruh (P>0.05). Domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR +32 meq mempunyai absorpsi Na+ terbanyak (P<0.05) sebesar 1.59+0.25g, karena pada ransum dengan nilai PKAR +32 meq mendapat tambahan garam kation Na2CO3 sehingga kandungan Na+ meningkat (Tabel 6) dan akhirnya juga akan meningkatkan absorpsi Na+. Absorpsi Na+ pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28, -18, 0, dan +14 meq diperoleh hasil tidak berbeda (P>0.05), karena pada ransum dengan nilai PKAR -28, -18, 0, dan +14 meq tidak mendapat tambahan garam Na2CO3 sehingga kandungan Na+-nya sama sebesar 0.04% (Tabel 6). Oleh karena itu, absorpsi Na+ terbesar ditemukan pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR +32 meq. Absorpsi Na+ berhubungan sangat erat dengan nilai PKAR (r=0.94) dengan persamaan Ŷ=0.064+0.014X+0.001X2 (-28;+32meq;R2=0.89; P<0.01). Peningkatan nilai PKAR sebesar satu satuan akan menurunkan kemudian menaikkan kembali aborpsi Na+. Absorpsi Na+ terendah akan diperoleh pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -7.00 meq. Sebesar 89% absorpsi Na+ dipengaruhi oleh nilai PKAR, sedangkan sebesar 11% oleh faktor lain. Selain itu, absorpsi Na+ juga berhubungan sangat erat dengan pH ransum (r=0.88) dengan persamaan Ŷ=-3.636+0.771X (4.72;6.89;R2=0.78;P<0.01). Peningkatan pH ransum sebesar satu satuan, akan meningkatkan absorpsi Na+ sebesar 0.771g. Sebesar 78% absorpsi Na+ dipengaruhi oleh pH ransum, sedangkan sebesar 22% oleh faktor lain. Begitu pula, absorpsi Na+ berhubungan erat dengan absorpsi abu (r=0.79) dengan persamaan Ŷ=-0.804+0.068X (7.89;34.46g;R2=0.62;P<0.01). Hal ini karena Na+ merupakan bagian dari abu sehingga Na+ berhubungan dengan abu. Peningkatan absorpsi abu sebesar satu

satuan, akan meningkatkan absorpsi Na+ sebesar 0.068 g. Sebesar 62% absorbsi Na+ dipengaruhi oleh absorpsi abu, sedangkan sebesar 38% oleh faktor lain.

Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak betina semua mengabsorpsi Na+ sebesar 0.46+0.66g. Domba yang pernah beranak jantan semua mengabsorpsi Na+ sebesar 0.45+0.49g. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengabsorpsi Na+ sebesar 0.56+0.70g.

Nilai PKAR dan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak berpengaruh (P>0.05) pada absorpsi K+. Absorpsi K+ yang diperoleh pada penelitian ini berkisar dari 6.41+0.37 sampai 9.84+2.97g. Kandungan K+ pada ransum dengan nilai PKAR -28, -18, 0, +14, dan +32 meq relatif sama besar masing-masing sebesar 1.08, 1.08, 1.08, 1.08, dan 1.37% (Tabel 6) (oleh karena itu, diperoleh absorpsi K+ yang tidak berbeda jumlahnya). Absorpsi K+ berhubungan erat dengan pH ransum (r=0.73) dengan persamaan Ŷ=-4.198+ 2.166X (4.72;6.89;R2=0.54;P<0.01). Peningkatan pH ransum sebesar satu satuan, absorpsi K+ akan meningkat sebesar 2.166g. Sebesar 54% absorpsi K+ dipengaruhi oleh pH ransum, sedangkan sebesar 46% dipengaruhi oleh faktor lain. Selain itu, absorpsi K+ juga berhubungan erat dengan absorpsi Na+ (r=0.73) dengan persamaan Ŷ=6.187+2.471X (4.82;12.34g;R2=0.53;P<0.01). Hal ini demikian karena tubuh melakukan keseimbangan antara jumlah Na+ dan K+ pada rasio tertentu pada cairan di luar sel agar tubuh tetap sehat dan normal. Peningkatan absorpsi Na+ sebesar satu satuan, akan meningkatkan absorpsi K+ sebesar 2.471g. Sebesar 53% absorpsi K+ dipengaruhi oleh absorpsi Na+, sedangkan sebesar 47% dipengaruhi oleh faktor lain.

Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak betina semua mengabsorpsi K+ sebesar 7.67+2.69g. Domba yang pernah beranak jantan semua mengabsorpsi K+ sebesar 6.21+0.84g. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengabsorpsi K+ sebesar 8.39+1.53g.

Nilai PKAR sangat berpengaruh (P<0.01) dan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak berpengaruh (P>0.05) pada absorpsi Cl-. Domba yang

diberi ransum dengan nilai PKAR -28 meq mempunyai absorpsi Cl- tertinggi (P<0.05) sebesar 7.89+1.70g, kemudian diikuti oleh domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -18 meq, yaitu sebesar 6.34+0.27g, karena pada ransum dengan nilai PKAR -28 meq mendapat tambahan garam anion CaCl2 lebih banyak daripada ransum dengan nilai PKAR -18 meq. Adanya penambahan garam anion

CaCl2 pada ransum dengan nilai PKAR -28 dan -18 meq mengakibatkan kandungan Cl- juga meningkat masing-masing sebesar 1.18 dan 0.82% (Tabel 6). Domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR 0, +14, dan +32 meq mempunyai absorpsi Cl- tidak berbeda (P>0.05) masing-masing sebesar 1.25+0.04, 1.59+0.22, dan 1.57+0.33g, karena pada ransum tersebut tidak mendapat tambahan garam anion CaCl2 dan kandungan Cl- sama masing-masing sebesar 0.19, 0.19, dan 0.19% (Tabel 6). Absorpsi Cl- tertinggi ditemukan pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28 meq, sedangkan terendah pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR 0, +14, dan +32 meq. Absorpsi Cl -berhubungan negatif sangat erat dengan nilai PKAR (r=-0.84) dengan persamaan Ŷ=3.775-0.114X (-28;+32meq;R2=0.70;P<0.01). Peningkatan nilai PKAR sebesar satu satuan, akan menurunkan absorpsi Cl- sebesar 0.114 g. Sebesar 70% absorpsi Cl- dipengaruhi oleh nilai PKAR, sedangkan sebesar 30% oleh faktor lain.

Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak betina semua mengabsorpsi Cl- sebesar 3.68+2.94g. Domba yang pernah beranak jantan semua mengabsorpsi Cl- sebesar 3.38+2.68g. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina mengabsorpsi Cl- sebesar 4.13+3.87g.

Nilai PKAR sangat berpengaruh (P<0.01) dan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan berpengaruh (P<0.04) pada absorpsi S2-. Domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -18 meq mempunyai absorpsi S2- tertinggi sebesar 2.54+0.33g, kemudian diikuti oleh domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28 meq, yaitu sebesar 2.09+0.48g. Absorpsi S2- terendah pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR 0, +14, dan +32 meq masing-masing sebesar 0.49+0.23, 0.71+0.02, dan 0.80+0.20g. Hal ini karena pada ransum dengan nilai PKAR -28 dan -18 meq mendapat tambahan garam anion CaSO4 sehingga

kandungan S2- tertinggi masing-masing sebesar 0.39% (Tabel 6). Walaupun ransum dengan nilai PKAR 0 meq mendapat tambahan garam anion CaSO4, tetapi kandungan S2- pada ransum dengan nilai PKAR 0 meq relatif sama dengan ransum dengan nilai PKAR +14 dan +32 meq masing-masing sebesar 0.18, 0.16, dan 0.16% (Tabel 6) sehingga diperoleh absorpsi S2- yang sama. Absorpsi S 2-berhubungan erat dengan nilai PKAR (r=-0.73) dengan persamaan Ŷ=1.340-0.030X (-28;+32meq; R2=0.54;P<0.01). Peningkatan nilai PKAR sebesar satu satuan, akan menurunkan absorpsi S2- sebesar 0.030g. Sebesar 54% absorpsi S 2-dipengaruhi oleh PKAR, sedangkan sebesar 46% oleh faktor lain. Selain itu, absorpsi S2- juga berhubungan sangat erat dengan absorpsi Cl- (r=0.93) dengan persamaan Ŷ=0.293+0.278X (1.22;7.53g;R2=0.86;P<0.01). Peningkatan absorpsi Cl- sebesar satu satuan, akan meningkatkan absorpsi S2- sebesar 0.278 g. Sebesar 86% absorpsi S2- dipengaruhi oleh absorpsi Cl-, sedangkan sebesar 14% oleh faktor lain. Domba yang pernah beranak kembar dengan jenis kelamin anak jantan dan betina diperoleh absorpsi S2- tertinggi sebesar 1.56+1.10g, sedangkan domba yang pernah beranak kembar jantan diperoleh absorpsi S2- terendah sebesar 1.15+0.91g. Domba yang pernah beranak kembar betina menunjukkan absorpsi S2- sebesar 1.26+0.79g. Berarti absorpsi S2- dipengaruhi oleh keadaan ternak itu sendiri atau tingkat absorpsi S2- kemungkinan akan mempengaruhi jenis kelamin anak.

Gas Darah

Keadaan darah merupakan hasil keseimbangan asam basa pada cairan tubuh dan pengaturan metabolisme nutrien di dalamnya. Keseimbangan asam basa sangat dipengaruhi oleh fungsi paru-paru dan ginjal. Pernapasan yang melibatkan fungsi paru-paru adalah suatu aktivitas untuk menjaga pH, pCO2, dan pO2 darah pada kondisi normal. Homeostasis CO2 merupakan aspek yang penting dalam respirasi. Transport CO2 dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang dengan cara, (1) CO2 larut dalam plasma, (2) CO2 berikatan dengan gugus amino pada haemoglobin, dan (3) diangkut dalam bentuk HCO3 plasma. Pengaturan pH mengutamakan fungsi-fungsi vital seperti pembuangan CO2 atau penyimpanan air.

Pengaturan pH darah amat erat hubungannya dengan homeostatik. Data rataan pH, pCO2, pO2, HCO3, dan basa darah domba garut yang diberi ransum dengan berbagai nilai PKAR disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan pH , pCO2, pO2, HCO3-, dan basa darah domba garut yang diberi ransum dengan kation-anion yang berbeda

Peubah Perbedaan kation-anion ransum (meq)

-28 -18 0 +14 +32 pH 7.06+0.53 7.37+0.03 7.40+0.02 7.36+0.04 7.40+0.00 pCO2 (mmHg) 37.36+6.63 40.47+7.42 40.87+3.43 44.93+5.92 39.60+1.61 pO2 (mmHg) 37.06+6.29 37.10+2.11 34.33+7.22 36.07+4.56 42.37+4.03 HCO3- (mmol/L) 20.74+1.85 22.33+1.25 23.67+0.68 23.30+1.25 23.87+0.70 Base (mmol/L) -2.53+2.42 -1.63+2.29 0.17+1.21 0.00+1.57 -0.17+0.85 HCO3-/H2CO3 9 19 20 18 20

Nilai PKAR dan jenis kelamin anak yang pernah dilahirkan tidak berpengaruh (P>0.05) pada pH darah. Perbedaan tingkat PKAR ransum yang dikonsumsi, tidak menghasilkan perbedaan pH darah (P>0.05). Domba-domba tersebut berusaha dan berhasil melakukan homeostatis. Penambahan garam anion menyebabkan penurunan pH yang berarti, walaupun pH dan tekanan gas dalam darah diatur dalam kisaran yang sangat sempit. Pada Tabel 9, tampak bahwa pH darah domba percobaan yang diberi ransum dengan berbagai nilai PKAR adalah berkisar dari 7.06+0.53 sampai 7.40+0.00. Data ini menunjukkan adanya dua macam keadaan darah, yaitu darah sangat asam dan normal. Darah sangat asam pada domba yang mendapat ransum dengan nilai PKAR -28 meq karena pH-nya sebesar 7.06+0.53 sama dengan kriteria pH darah sangat asam (7.06). Sebaliknya, domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -18, 0, +14, dan +32 meq mempunyai darah normal karena pH-nya masing-masing sebesar 7.37+0.03, 7.40+0.02, 7.36+0.04, dan 7.40+0.00 yang termasuk darah normal (7.35−7.40). Sinuhaji (2007) menjelaskan bahwa pH normal dipertahankan dalam rentang yang sempit agar sel tubuh dapat bekerja dengan baik. Ini dimungkinkan dengan adanya sistem penyangga yang dibantu oleh ginjal dan paru-paru serta persamaan pH darah berdasarkan Henderson-Hasselbalch sebagai berikut.

Menurut Kronfeld (1976), nilai pK untuk kadar bikarbonat (HCO3-) dan kadar asam karbonat (H2CO3) darah adalah 6.1. Pada persamaan Henderson-Hasselbalch terlihat bahwa pH darah dipengaruhi oleh rasio kadar HCO3- dan H2CO3 darah. Nilai H2CO3 dipengaruhi oleh tekanan CO2 (pCO2). Persamaan antara H2CO3 dan pCO2 adalah H2CO3 (mEq/L) = pCO2(mmHg) x 0.03. Selanjutnya dijelaskan oleh Sinuhaji (2007) bahwa apabila rasio antara HCO3- dan H2CO3 berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH darah di bawah normal yang disebabkan oleh penurunan kadar HCO3- darah disebut dengan asidosis metabolik. Sebagai kompensasi penurunan HCO3- darah, akan dijumpai pernafasan cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun (hipokarbia). Selain itu, ginjal akan membentuk HCO3- baru (asidifikasi urin) sehingga pH urin akan asam.

Menurut Frandson (1992) dan Anstey (2005), nilai pH darah sebesar 7.06 termasuk ke dalam kategori darah sangat asam, 7.25−7.31 termasuk asam, 7.35−7.40 termasuk normal, dan 7.47−7.52 termasuk basa. Menurut Story et al (2004), pH darah <7.35 termasuk asam, 7.35−7.45 termasuk normal, dan >7.45 termasuk basa. Nilai pH darah kurang erat hubungannya dengan nilai PKAR (r=0.37), tetapi tidak ada hubungan dengan pH ransum (r=0.04). Nilai pH darah berhubungan erat dengan HCO3-darah (r=0.64), cukup erat dengan absorpsi Cl -(r=-0.58), dan kurang erat dengan absorpsi S2- (r=-0.42).

Persamaan hubungan antara pH darah dan HCO3 darah adalah persamaan linear, yaitu Ŷ=5.102+0.097X (-5.20;1.30;R2=0.40;P<0.01). Peningkatan HCO3- darah sebesar satu satuan akan meningkatkan pH darah sebesar 0.097. Sebesar 40% pHdarah dipengaruhi oleh HCO3-darah, sedangkan sebesar 60% oleh faktor lain. Kandungan Na dalam ransum dengan PKAR -28 meq lebih rendah daripada +32 meq (Tabel 6), sehingga domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28 meq mempunyai HCO3- darah yang lebih rendah, sehingga pH darahnya pun menjadi lebih rendah daripada domba yang diberi ransum dengan PKAR +32 meq. Nilai HCO3- darah terkait dengan sistem penyangga yang terdapat dalam ginjal. Sekitar 90% dari HCO3- direabsorpsi secara langsung dari tubulus proksimal melalui pertukaran Na+-H+. Ion H+ disekresi ke sel tubulus, sedangkan HCO3- akan masuk ke dalam darah peritubular bersama dengan Na+ (Block 1994).

Nilai HCO3- darah mempengaruhi pH darah dalam persamaan Henderson-Hesselbelch di atas.

Ditambahkan oleh Kronfeld (1976) bahwa apabila rasio kadar HCO3- dan H2CO3 darah sebesar 20, <20, atau >20, maka masing-masing disebut dengan normal, asidosis, dan basa metabolik. Domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28, -18, dan +14 meq mempunyai rasio kadar HCO3- dan H2CO3 darah masing-masing sebesar 9, 19, dan 18 sehingga termasuk kategori asidosis metabolik. Domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR 0 dan +32 meq mempunyai rasio kadar HCO3- dan H2CO3 darah masing-masing sebesar 20 sehingga termasuk kategori normal metabolik. Asidosis metabolik adalah gangguan asam-basa yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi HCO3 darah (Odongo et al. 2006) dan diikuti dengan perubahan K+ plasma menjadi hiperkalemia (Weiderseiner et al. 2004). Oleh karena itu pada domba yang diberi ransum dengan nilai PKAR -28 meq yang merupakan paling asidosis metabolik mengakibatkan K+ plasma tertinggi (Tabel 10).

Penambahan anions Cl- dan S2- ke dalam cairan tubuh melalui penambahan suplemen dalam ransum menurunkan pH cairan tubuh (Stewart,1983). Namun, penyerapan S2- lebih kecil daripada Cl- atau K+ (Underwood dan Suttle, 1999). Pada semua ransum dengan berbagai nilai PKAR diperoleh absorpsi Cl- relatif

Dokumen terkait