• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN AGRIBISNIS AYAM BROILER DI SUMATERA BARAT

Usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat umumnya masih merupakan usaha peternakan rakyat, walaupun sudah ada beberapa pengusaha yang bergerak dibidang peternakan ayam broiler berskala besar namun jumlahnya masih dapat dihitung dengan jumlah bilangan jari. Beberapa sub system dalam agribisnis peternakan ayam broiler dapat dikelompokkan dalam usaha budidaya ternak dan non budidaya ternak. Usaha budidaya ternak terdiri dari usaha produksi bibit, daging dan produksi ikutan lainnya, sedangkan usaha non budidaya ternak adalah pakan, obat-obatan, peralatan, produksi bahan pangan siap olah dan siap saji, serta pemasaran.

Ada beberapa bentuk pemasaran ayam broiler yang terjadi di Sumatera Barat, yaitu jual hidup, jual karkas dan jual siap masak. Jual hidup, umumnya dilakukan oleh peternak ke Bandar, Bandar ke RPA atau Bandar ke pedagang pengeser. Jual karkas yaitu penjualan broiler yang dilakukan pada pasar-pasar modern seperti RPA ke pengusaha Fried Chiken, Hotel , Supermarket, dan Catering. Jual siap masak merupakan bentuk pemasaran yang baru ada beberapa tahun terakhir, pola penjualan seperti ini merupakan penjualan yang memanjakan konsumen dimana produk akhir dari RPA modern langsung ke konsumen dalam bentuka ayam olahan, misalnya chicken nagget, fillet dengan berbagai citarasa dan lain-lain.

Menurut Refriceda 2003, faktor-faktor yang mempengaruhi harga ayam adalah ukuran ayam, kondisi ayam dan suplpay dan dimand. Setiap konsumen

memiliki karakteristik yang berbeda-beda terhadap ukuran ayam. Komsumen rumah tangga lebih cenderung membeli ukuran relatif besar, sementara konsumen rumah makan/restoran menghendaki ukuran yang lebih kecil. Kondisi ayam yang dalam pemeliharaannya mendapatkan wabah penyakit dalam pemasarannya akan mengalami penurunan harga dari harga normal, naiknya jumlah produksi ayam dan jumalah permintaan ayam sangat berpengaruh terhadap penentuan harga ayam di pasar.

Pemasaran ayam broiler di Sumatera Barat secara umum dilakukan pada pasar tradisional dan pasar modern. Sampai tahun 2008 diperkirakan transaksi perdagangan ayam broiler yang melewati pasar tradisional sebanyak 70 persen. Pasar ini melaksanakan transaksi untuk ayam hidup. Harga penjualan ayam di pasar tradisional sangat sensitif sekali terhadap isu yang berkembang, naik turunnya harga di pasar ini sangat cepat terjadi. Berbeda dengan pasar modern, pasar ini sepenuhnya melayani ayam karkas atau tidak dalam bentuk ayam hidup yang dipotong pada waktu terjadi transaksi. Pasar modern yang dimaksud disini adalah hotel, supermarket, dan restoran. Pada umumnya pelaku yang pasar yang terlibat dalam transaksi di pasar modern adalah pengusaha pabrikan atau kelompok pengusaha yang sudah mempunya RPA (Rumah Potong Ayam). Fluktuasi harga yang terjadi di pasar modern tidak seburuk yang terjadi di pasar tradisional dan relatif lebih stabil, karena system transaksi dilakukan melalui perjanjian jual beli dengan system kontrak dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Secara rinci gambaran mata rantai pemasaran ayam broiler di Sumatera Barat mulai dari produsen sampai ke tangan konsumen dapat dilihat pada Gambar 3.

PRODUSEN Peternak Rakyat Peternak Plasma Pabrikan

Pasar Moderen

Rumah Potong Hewan Pasar Tradisional

Hotel Restoran Supermarket Pengecer Tukang Potong Konsumen

Gambar 3 Gambaran Rantai Pemasaran Ayam Broiler di Sumatera Barat

Di Sumatera Barat peternak yang ada adalah peternak rakyat dan peternak plasma pabrikan. Petenak pabrikan masuk ke Sumatera Barat kira-kira lima tahun yang lalu, yaitu anak perusahaan PT. Charoend Phockpan, PT . Nusantara Unggas Jaya yang sekarang berubah nama menjadi PT. Fajar Makmur Utama dan disusul oleh anak perusahaan PT. Confeed yaitu Primatama Karya Persada. Pada tahun 2007 jumlah rumah tangga pemelihata ternak yang tercatat oleh Dinas Peternak Provinsi Sumatera Barat pada kota Padang, Payakumbuh, Bukittinggi, Solok dan Tanah Datar masing-masing adalah 410, 109, 5, 37, dan 130 kepala keluarga.

Masuknya kedua perusahaan tersebut ke Sumatera Barat membawa angin segar bagi peternak yang selama ini kekurangan modal dalam pengembangan usaha peternakan mereka, karena dengan adanya perusahaan tesebut peternak berusaha dengan system kemitraan dengan perusahaan, dimana peternak cukup menydiakan kandang dan tenaga kerja, sedangkan penyediaan DOC, pakan, sampai pemasaran ditangani oleh perusahaan. Disisi lain dengan masuknya kedua perusahaan kemitraan tersebut memberikan dampak yang kurang baik bagi

pengusaha lokal baik yang bergerak dibidang Poultry Shop, maupun peternak kecil (peternak mandiri). Penurunan tersebut dapat dilihat dari berkurangnya jumlah rumah tangga pemelihara ternak yang ada pada lima kota di Sumatera Barat (Tabel 5).

Tabel 5 Rumah Tangga Pemelihara Ternak Pada Lima Kota Di Sumatera Barat (Kepala Keluarga)

Tahun Sumbar Padang Payakumbuh Bukittinggi Solok Tanah Datar 2003 2406 559 180 11 243 135 2004 2757 484 182 8 186 121 2005 3764 401 230 9 91 124 2006 2030 399 109 0 51 124 2007 2098 410 109 5 37 130

Sumber : Date Base Dinas Peternakan Sumatera Barat

Pada Tabel 5 terlihat bahwa jumlah rumah tangga peternak di Sumatera Barat dari tahun 2003 sampai tahun 2007 mengalami penurunan dari 2406 kepala keluarga menjadi 2098 kepala keluarga. Penurunan jumlah keluarga pemelihara ternak juga terlihat pada lima kota di Sumatera Barat, seperti Kota Padang jumlah kepala keluarga pemelihara ternak turun dari 559 kepala keluarga menjadi 410 kepala keluarga, Payakumbuh dari 180 kepala keluarga menjadi 109 kepala keluarga, Bukittinggi dari 11 kepala keluarga menjadi 5 kepala keluarga, Solok dari 243 kepala keluarga menjadi 37 kepala keluarga dan Tanah Datar dari 135 kepala keluarga menjadi 130 kepala keluarga. Kedepan untuk mengantisipasi penurunan jumlah keluarga pemelihara ternak di Sumatera Barat, disarankan kepada Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat untuk merancang sebuah kebijakan dengan membuat segmen pasar yang membatas ruang gerak pemasaran ayam perusahaan, kemitraan, dan peternak kecil, sehingga peternak kecil juga dapat beternak dengan baik.

Potensi usaha peternakan broiler di Sumatera Barat dapat dilihat dari pertumbuhan populasi ternak Tabel 6.

Tabel 6 Populasi Ayam Broiler Pada Lima Kota di Sumatera Barat

Tahun Sumbar Padang Payakumbuh Bukittinggi Solok Tanah Datar 2003 10.608.542 3.650.000 2.280.000 3.525 129.385 1.263.060 2004 12.804.118 4.854.900 2.375.500 4.300 120.380 219.582 2005 11.357.881 4.602.785 2.119.400 7.489 67.165 160.160 2006 12.847.327 4.868.930 2.116.752 0 76.744 160.474 2007 12.648.143 4.981.212 1.946.552 2.520 49.050 164.487 Sumber : Date Base Dinas Peternakan Sumatera Barat

Secara umum populasi ayam broiler di Sumatera Barat dari tahun 2003 hingga 2007 mengalami peningkatan dari 10.608.542 ekor/tahun menjadi 12.648.143 ekor/tahun. Populasi ayam broiler dari tahun 2003-2007 mengalami peningkatan dari 3.650.000 ekor/tahun menjadi 4.981.212 ekor/tahun. Berbeda halnya dengan empat daerah lain yang diamati, dimana populasi ayam broiler di ke empat kota tersebut dari tahun 2003-2007 mengalami penurunan. Kota Payakumbuh populasi ayam broiler dari 2.280.000 ekot tahun 2003 menjadi 1.946.552 ekor pada tahun 2007. Kota Bukittinggi dari 3.525 ekor tahun 2003 menjadi 2.520 ekor tahun 2007. Kota Solok dari 129.385 ekor tahun 2003 menjadi 49.050 ekor tahun 2007. Begitu juga dengan Tanah Datar populasi ayam broiler menurun dari 1.263.060 ekor tahun 2003 menjadi 164.487 ekor di tahun 2007.

Penurunan populasi ayam broiler didaerah yang tidak dibarengi dengan kenaikan populasi ayam broiler di Sumatera Barat dikarenakan produksi ayam broiler didominasi oleh PT. Fajar Maknur Utama dan PT. Prima Karya Persada sebagai produsen terbesar ayam broiler di Sumatera Barat yang berada di kota Padang. Produksi peternak daerah sebagian besar dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan daerahnya sendiri, sementara untuk memenuhi kekurangan kebutuhan daerah biasanya ditutupi oleh populasi ayam yang berlebih di Kota Padang.

Perkembangan peternakan sebagai bagian dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional telah menunjukkan kontribusi secaranyata dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi daging ayam broiler di Sumatera Barat pada tahun 2007 mencapai 0,52 kg/kapita/tahun. konsumsi protein, kalori dan lemak hewani asal ternak broiler masing-masing sebesar 0,26 gram/hari, 4,28 kalori/kapita/hari, dan 0,35 gram/kapita/hari.

BAB VI

Dokumen terkait