• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian ini terdiri dari beberapa yaitu letak geografis dari Kecamatan Tanjungsari, kependudukan dan kondisi sosial. Letak geografis lebih membahas pada letak kecamatan dan kondisi lokasi tersebut. Sementara untuk kependudukan dan kondisi sosial lebih membahas pada jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Tanjungsari, mata pencaharian, serta latar belakang dari pendidikan penduduk.

Letak Geografis Kecamatan Tanjungsari

Tanjungsari merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas 3 888.10 ha dan terdiri dari 12 desa. Ketinggian dari permukaan laut yang terendah adalah 500 mdpl dan tertinggi adalah 2 000 mdpl. Perbatasan wilayah Kecamatan Tanjungsari secara geografis dapat dilihat sebagai berikut.

Sebelah Utara : Kecamatan Rancakalong Sebelah Timur : Kecamatan Pamulihan Sebelah Selatan : Kecamatan Cimanggung Sebelah Barat :Kecamatan Sukasari

Luas lahan di Kecamatan Tanjungsari adalah 2 277.608 ha dengan luas sawah 704.15 ha dan luas darat 1 573.458 ha. Penggunaan tanah terbesar untuk hutan sebesar 1 100.74 ha dan terendah untuk padang rumput sebesar 43.46 ha.

Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Tanjungsari sebanyak 73 908 jiwa, terdiri atas 37 286 jiwa laki-laki dan 36 622 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di kecamatan ini sebanyak 22 044 kepala keluarga dengan kepadatan 2 135 per km2. Data mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan kelompok umur tahun 2013

Kelompok umur Jumlah jiwa Jumlah (jiwa)

Laki-laki Perempuan 0-4 2 485 2 617 5 102 5-6 1 411 1 387 2 798 7-12 3 717 3 472 7 189 13-15 2 010 1 924 3 934 16-18 1 975 1 973 3 948 19-25 4 186 3 973 8 159 26-35 5 262 5 584 10 846 36-45 5 068 4 504 9 572 46-55 4 217 4 110 8 327 56-65 3 467 3 126 6 593 65-ke atas 2 823 2 828 5 651

27

Kondisi Sosial

Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari di bagi dalam beberapa kelompok mata pencaharian. Kelompok pekerjaan terdiri dari petani, buruh tani, pedagang, buruh/karyawan, PNS dan YNI, serta wiraswasta. Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Tanjungsari paling banyak adalah petani, sedangkan paling sedikit adalah PNS dan YNI. Kondisi sosial kependudukan di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 9 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan mata pencaharian tahun 2013 No Pekerjaan Jumlah 1 Petani 7 788 2 Buruh tani 5 094 3 Pedagang 4 616 4 Buruh/Karyawan 4 283 5 PNS dan YNI 2 214 6 Wiraswasta 3 736 Jumlah total 27 731

Sumber: Monografi Kecamatan Tanjungsari (2013)

Kondisi sosial lainnya adalah kependudukan yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan. Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Tanjungsari paling banyak adalah tamatan SD dengan jumlah 21 521 jiwa dan paling sedikit adalah penduduk yang tidak pernah sekolah dengan jumlah 65 jiwa. Data lengkapnya dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2013

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Tamat SD 21 521

2 Tamat SMP 9 553

3 Tamat SMU 8 310

4 Tamat Perguruan Tinggi 3 041

5 Tidak Tamat SD 3 847

6 Tidak Tamat SMP 316

7 Tidak Tamat SMU 378

8 Tidak Tamat Perguruan Tinggi 1 438

9 Tidak Pernah Sekolah 65

10 Belum Sekolah 5 250

Jumlah Total 53 719

28

Karakteristik Responden

Karakteristik pengrajin tahu sumedang diperoleh melalui hasil wawancara sebanyak 20 pengrajin tahu, terdiri dari 7 pengrajin tahu skala kecil, 5 pengrajin tahu skala menengah dan 8 pengrajin tahu skala besar. Karakteristik pengrajin meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, lama usaha, alasan memilih usaha, penggunaan jumlah kedelai dan tenaga kerja.

Jenis Kelamin

Berdasarkan survei yang dilakukan pada 20 pengrajin tahu sumedang dapat diketahui bahwa sebagian besar pengrajin di Kecamatan Tanjungsari adalah laki- laki. Pengrajin tahu laki-laki sebanyak 17 orang, sedangkan pengrajin tahu perempuan hanya berjumlah 3 orang. Hal ini dikarenakan laki-laki memiliki peranan yang kuat sebagai kepala keluarga dan bertanggungjawab memberikan nafkah kepada keluarga, sedangkan perempuan berperan sebagai seorang istri yang bertugas mengurus rumah tangga dan membantu suami dalam usahanya membuat tahu sumedang. Sebaran jenis kelamin beragam pada setiap skala usaha, untuk skala kecil semua responden adalah laki-laki dengan jumlah 7 orang, untuk skala menengah berjumlah 5 orang dengan jumlah laki-laki 3 orang dan perempuan 2 orang, sedangkan untuk skala besar berjumlah 8 orang dengan jumlah laki-laki 7 orang dan perempuan 3 orang. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jenis kelamin tahun 2014

Jenis kelamin Skala usaha Total Persentase

Kecil Menengah Besar (responden) (%)

Laki-laki 7 3 7 17 85

Perempuan 0 2 1 3 15

Jumlah 7 5 8 20 100

Usia

Berdasarkan usianya responden pengrajin tahu sumedang dibedakan berdasarkan empat kelompok, yaitu kelompok usia 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41- 50 tahun, dan lebih dari 50 tahun.Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa rata- rata pengrajin tahu sumedang berusia antara 40 tahun dengan usia termuda 27 tahun. Jumlah responden terbanyak yaitu yang berusia 31 hingga 40 tahun yang berjumlah 11 orang atu 55 persen dari total responden. Sebaran usia paling banyak beragam pada setiap responden, untuk skala kecil dan skala menengah usia terbanyak pada rentang usia 31 hingga 40 tahun dengan jumlah empat orang, sedangkan untuk skala besar usia terbanyak pada rentang 41 hingga 50 tahun dengan jumlah empat orang. Tabel tersebut menunjukkan bahwa besarnya skala pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari tidak dipengaruhi oleh usia pengrajin. Sebaran responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 12.

29 Tabel 12 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan kelompok

usia tahun 2014

Usia (tahun) Skala usaha Total Persentase

Kecil Menengah Besar (responden) (%)

21-30 1 1 0 2 10 31-40 4 4 3 11 55 41-50 1 0 4 5 25 >50 1 0 1 2 10 Jumlah 7 5 8 20 100 Tingkat Pendidikan

Secara umum tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para pengrajin tahu sumedang masih sangat rendah. Secara rinci sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014

Tingkat pendidikan Skala usaha Total Persentase

Kecil Menengah Besar (responden) (%)

SD 3 2 3 8 40

SMP 3 2 0 5 25

SMA 1 1 4 6 30

Perguruan Tinggi 0 0 1 1 5

Jumlah 7 5 8 20 100

Hal ini dapat dilihat pada hasil survei bahwa sebagian besar pengrajin hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah delapan orang (40 persen), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah lima orang (25 persen), Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan jumlah enam orang (30 persen), sedangkan hanya satu pengrajin (5 persen) yang mempunyai pendidikan formal tertinggi Perguruan Tinggi (PT). Dari sebaran tersebut tingkat pendidikan paling banyak pada setiap skala berbeda. Pengrajin skala kecil dan menengah sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan pengrajin skala besar sebagian besar adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan yang masih rendah dikarenakan dalam usaha membuat tahu sumedang tidak diperlukan pendidikan yang tinggi, tetapi cukup keterampilan membuat tahu sumedang yang diwariskan dari generasi sebelumnya, sehingga para orang tua tidak mementingkan pendidikan formal, disamping juga biaya pendidikan yang tidak murah.

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh yang cukup penting dalam menggeluti usaha tahu sumedang. Bagi kebanyakan pengrajin, anggota keluarga dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja untuk memproduksi tahu sumedang. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang dimiliki pengrajin tahu, berarti semakin besar pula kebutuhan dan pengeluaran biaya hidup yang harus ditanggung oleh pengrajin karena pada umumnya para pengrajin ini tidak memiliki pekerjaan lain atau usaha sampingan selain memproduksi tahu. Jumlah

30

anggota keluarga yang dimiliki oleh para pengrajin tahu juga cukup beragam. Anggota keluarga terdiri dari istri, anak, orang tua dan saudara yang menjadi tanggungan keluarga dan bertempat tinggal pada rumah yang sama.

Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat rentang jumlah anggota keluarga pengrajin mulai dari dua hingga lebih dari enam tanggungan. Sebagian besar jumlah anggota keluarga pada pengrajin skala kecil, menengah dan besar paling banyak memiliki tanggungan keluarga dengan jumlah empat hingga lima orang dengan persentase 55 persen dari total responden. Secara rinci sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah anggota keluarga tahun 2014

Jumlah anggota Skala Usaha Total Persentase

Kecil Menengah Besar (responden) (%)

2−3 2 1 1 4 20

4−5 3 3 5 11 55

≥6 2 1 2 5 25

Jumlah 7 5 8 20 100

Lama Usaha

Pekerjaan menjadi pengrajin tahu sumedang merupakan mata pencaharian utama bagi mereka. Lama usaha setiap pengrajin dalam menjalani usahanya sangat beragam. Secara rinci sebaran responden berdasarkan lama usaha dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan lama usaha tahun 2014

Lama usaha Skala Usaha Total Persentase

Kecil Menengah Besar (responden) (%)

1−5 4 4 2 10 50

6−10 1 0 1 2 10

11−15 0 1 2 3 15

≥15 2 0 3 5 25

Jumlah 7 5 8 20 100

Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat dari 20 pengrajin tahu sumedang sebagian besar baru menjalankan usahanya antara satu hingga lima tahun dengan persentase 50 persen. Lama usaha pengrajin berbeda pada setiap skala usaha, untuk skala kecil dan menengah sebagian besar menjalankan usahanya antara satu hingga lima tahun dengan jumlah 4 orang. Sedangkan untuk skala besar sebagian besar sudah menjalankan usahanya lebih dari 15 tahun dengan jumlah 3 orang. Berdasarkan uraian tersebut, maka lama pengalaman usaha bukanlah jaminan apakah usaha produksi tahu sumedang mampu berkembang dengan baik atau tidak karena masih ada faktor lain seperti keterbatasan modal yang dimiliki maupun motivasi pengrajin untuk mengembangkan usahanya.

Alasan Memilih Usaha

Alasan memilih usaha tahu sumedang sebagai sumber penghasilan keluarga bagi sebagian besar pengrajin karena merupakan usaha turun-temurun dengan

31 persentase 35 persen dari total responden. Alasan memilih usaha berbeda pada setiap skala, untuk skala kecil sebagian besar memilih menjadi pengrajin tahu karena turun-temurun dengan jumlah 5 orang, untuk skala menengah sebagian besar memilih menjadi pengrajin tahu karena modal yang diperlukan tidak terlalu besar dengan jumlah 3 orang, sedangkan untuk skala besar sebagian besar memilih menjadi pengrajin tahu sebagai upaya untuk memperbaiki ekonomi dengan jumlah 5 orang. Secara rinci sebaran responden berdasarkan alasan memilih usaha dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan alasan memilih usaha tahun 2014

Alasan memilih usaha Skala Usaha Total Persentase

Kecil Menengah Besar (responden) (%)

Turun-temurun 5 1 1 7 35 Modal kecil 1 3 2 6 30 Banyak permintaan 0 1 0 1 5 Proses sederhana 0 0 0 0 0 Perbaikan ekonomi 1 0 5 6 30 Jumlah 7 5 8 20 100

Penggunaan Jumlah Kedelai

Penggunaan jumlah kedelai yang digunakan setiap hari menjadi patokan untuk pengelompokkan skala usaha dalam penelitian ini. Penggunaan jumlah kedelai yang digunakan didasarkan pada modal yang dimiliki oleh pengrajin. Semakin banyak memiliki modal maka jumlah kedelai yang digunakan semakin banyak. Modal yang digunakan untuk mendirikan usaha diperoleh dari modal sendiri, namun ada beberapa pengrajin yang memperoleh modal dari hasil pinjaman bank. Sebagian besar pengrajin menyebutkan bahwa pada awal mula mereka mendirikan usaha pembuatan tahu sumedang menggunakan modal sedikit karena pada waktu memulai usaha harga kedelai masih rendah.

Jumlah kedelai yang digunakan oleh pengrajin tahu sumedang berbeda pada setiap skala. Hal ini dikarenakan beragamnya kemampuan pengrajin dalam membeli kedelai. Secara rinci sebaran responden berdasarkan jumlah kedelai per hari dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah kedelai per hari sebelum kenaikan harga kedelai

Jumlah kedelai Skala Usaha Total Persentase

(kg/hari) Kecil Menengah Besar (responden) (%)

111 7 0 0 7 35

330 0 5 0 5 25

969 0 0 8 8 40

Jumlah 7 5 8 20 100

Berdasarkan tabel 17, karakteristik responden dapat dibedakan berdasarkan jumlah kedelai yang digunakan untuk produksi tahu sumedang setiap harinya. Pada skala kecil jumlah kedelai paling sedikit yang digunakan adalah 50 kg dan pada skala besar paling banyak adalah 2 800 kg (lampiran 1). Sebaran responden

32

dengan skala kecil atau dengan jumlah penggunaan kedelai per hari rata-rata 111 kg sebanyak 7 orang (35 persen), skala menengah atau penggunaan kedelai per hari rata-rata 330 kg sebanyak 5 orang (25 persen), dan skala besar atau penggunaan kedelai per hari rata-rata 969 kg sebanyak 8 orang (40 persen).

Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu faktor dalam produksi yang penting. Usaha dapat berjalan dengan baik jika tenaga kerja yang ada memiliki kemampuan yang baik. Dalam hal pembuatan tahu sumedang tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki kualifikasi tertentu karena membuat tahu tidak terlalu sulit. Dalam pembuatannya hanya diperlukan tenaga, kejujuran, dan kerajinan.

Tenaga kerja yang digunakan bervariasi ada tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga yang terlibat dalam proses produksi adalah istri, anak, menantu dan saudara terdekat dari responden. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga yang terlibat selama proses produksi berasal dari warga sekitar yang masih berada di wilayah penelitian. Secara rinci sebaran responden berdasarkan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan rata-rata jumlah tenaga kerja tahun 2014

Tenaga kerja Skala Usaha Total Persentase

Kecil Menengah Besar (responden) (%) Tenaga kerja dalam

keluarga 4 0 0 4 20

Tenaga kerja luar

keluarga 3 4 5 12 60

Tenaga kerja dalam

dan luar keuarga 0 1 3 4 20

Jumlah 7 5 8 20 100

Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa sebagian pengrajin tahu sumedang menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam usahanya sebanyak 12 responden atau 60 persen dari total responden. Alasan mereka menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena kebanyakan masing-masing dari keluarganya lebih memilih untuk mengelola usaha sendiri. Sehingga pada akhirnya para pengrajin mengambil tenaga kerja dari luar. Tenaga gabungan antara keduanya hanya 20 persen dari total responden.

Penggunaan tenaga kerja oleh pengrajin tahu sumedang berbeda pada setiap skala. Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa untuk skala kecil sebanyak empat responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa tenaga kerja dalam keluarga lebih loyal dan akan lebih mudah diawasi. Skala menengah dan besar paling banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan jumlah masing-masing adalah empat responden dan lima responden.

Kenaikan harga kedelai tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap penggunaan tenaga kerja. Responden tetap mempertahankan para pekerjanya karena merasa kasihan tidak ada pekerjaan yang lain walaupun dengan resiko pendapatan yang diperoleh lebih sedikit. Sistem upah yang diterapkan oleh para pengrajin, baik skala kecil, menengah, maupun besar adalah sistem upah harian.

33 Tenaga kerja tersebut diberi upah setelah pekerjaannya selesai. Upah tenaga kerja dalam keluarga tidak dibayarkan secara tunai, namun dihitung dalam biaya diperhitungkan.

Gambaran Usaha Tahu Sumedang

Kegiatan Produksi Tahu Sumedang di Kecamatan Tanjungsari

Kegiatan produksi tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari memiliki beberapa tahapan. Setiap tahap memerlukan ketelitian yang tinggi dari pengolahannyakarena kualitas dari produk yang dihasilkan sangat tergantung dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap produksi. Antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya memiliki perbedaan dalam mengolah bahan baku kedelai menjadi tahu, walaupun pada dasarnya pengolahan tetap sama. Hal ini tergantungdari pengalaman dan keahlian yang mereka miliki.

Untuk mendapatkan tahu sumedang dengan kualitas yang baik diperlukan kedelai dengan kualitas yang baik pula, air yang bersih dan pengolahan yang teliti baik dari segi kebersihannya maupun ketepatan waktu pengolahan. Dalam mengolah kedelai menjadi tahu, para pengrajin menggunakan satuan yang dikenal dengan nama jirangan, banyaknya kedelai per jirangan berbeda antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya. Ada yang menggunakan satu jirangan berisi 6.5 kg kedelai, ada pula yang 7 kg kedelai dan bahkan ada yang berisi 8 kg kedelai. Perbedaan jirangan tersebut tergantung dari keinginan masing-masing pengrajin.

Kegiatan produksi tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari membutuhkan sarana produksi yang cukup banyak. Pengarajin harus menyediakan mesin penggiling kedelai, tahang (tungku memasak), drum (gentong untuk menyimpan air), ember, lawon (kain saringan), ancakan, serokan, katel, cetakan dan tangok (alat penyaring dari bambu). Perbedaan pada setiap skala, baik skala kecil, menengah dan besar hanya terletak pada jumlah kepemilikan sarana produksi. Dalam hal tenaga kerja juga berbeda untuk setiap skala, ada yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga.

Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pengrajin untuk memproduksi tahu sumedang adalah kedelai, bahan bakar (solar, kayu bakar, gas), garam, air, cuka bibit. Untuk bahan bakar, para pengrajin menggunakan bahan bakar yang berbeda dalam melakukan proses produksinya yaitu menggunakan kayu bakar, serbuk gergaji, dan gas. Pengrajin mendapatkan kayu bakar dari agen-agen kayu di sekitar Kecamatan Tanjungsari. Untuk serbuk gergaji pengrajin mendapatkannya dari tukang kayu, sedangkan untuk gas para pengrajin biasa membeli dari agen atau warung-warung terdekat dengan membayar langsung pada saat pembelian. Bahan baku lain seperti garam para pengrajin membelinya dari pasar Tanjungsari atau warung-warung terdekat. Untuk air pengrajin menggunakan air yang berasal dari sumur atau mata air. Sedangkan untuk cuka bibit berasal dari penggumpalan pembuatan tahu yang sudah berumur dua hingga tiga hari.

34

Bahan baku kedelai yang digunakan oleh pengrajin adalah kedelai impor karena selain kedelai impor yang tersedia di pasar, kualitas kedelai impor juga lebih bagus. Para pengrajin biasa mendapatkan kedelai dari agen-agen yang terdapat di daerah sekitar tempat tinggal mereka, yaitu di daerah Tanjungsari Sumedang dan bahkan ada yang mendapatkan kedelai dari agen yang berada di Bandung. Pembelian bahan baku kedelai oleh pengrajin dilakukan secara individu. Pengrajin tahu membeli kedelai dengan sistem yang berbeda tergantung dari modal yang dimiliki. Pengrajin yang memiliki modal besar biasa membayar lunas saat pembelian, biasanya dilakukan oleh pengrajin skala besar. Sedangkan untuk pengrajin skala kecil dan menengah yang memiliki modal terbatas membayar separuh harga dan melunasi saat pembelian hari berikutnya, bahkan ada yang mengambil kedelai terlebih dahulu dan membayarnya pada saat pembelian berikutnya setelah tahu terjual.

Berdasarkan hasil penelitian, sebelum kenaikan harga kedelai para pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari biasa melakukan pembelian kedelai seminggu sekali sekaligus sebagai bahan persediaan (stok). Namun setelah terjadi kenaikan harga kedelai, sebagian besar pengrajin tahu sumedang melakukan pembelian kedelai menjadi dua atau setiap hari setelah mendapatkan uang dari hasil penjualan. Sebelum kenaikan harga kedelai, sebagian besar pengrajin biasa membeli kedelai dalam hitungan karung (kwintal), namun setelah kenaikan harga kedelai pengrajin membeli kedelai secara eceran sesuai dengan kebutuhan. Adapun harga kedelai pada saat penelitian berlangsung rata-rata Rp8 283 dan pada saat harga kedelai mengalami kenaikan rata-rata pengrajin membeli dengan harga Rp9 425 dengan persentase perubahan 13.9 persen. Sedangkan jumlah produksi rata-rata sebelum kenaikan sebesar 509 kg dan setelah kenaikan sebesar 434.5 kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19 Harga dan jumlah produksi kedelai sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang

Skala usaha

Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai Persentase kenaikan harga (%) Harga kedelai (Rp/kg) Jumlah produksi (kg) Harga kedelai (Rp/kg) Jumlah produksi (kg) Kecil 8 500 100 9 500 80 11.8 8 000 100 8 900 100 11.3 8 400 50 9 600 50 14.3 7 000 100 8 700 100 24.3 8 550 80 9 600 80 12.3 8 600 250 9 400 250 9.3 8 500 100 9 500 80 11.8 Menengah 8 000 300 10 000 300 25 8 500 300 9 500 200 11.8 8 600 350 10 000 350 16.3 8 600 350 10 000 350 16.3 8 500 350 10 000 350 17.6 Besar 8 000 2 800 9 000 1 750 12.5 8 000 800 9 000 800 12.5 8 400 700 9 600 700 14.3 8 000 1 000 9 000 800 12.5 8 500 700 9 700 700 14.1 8 100 700 9 000 700 11.1 8 500 400 9 000 300 5.9 8 400 650 9 500 650 13.1 Rata-rata 8 283 509 9 425 434.5 13.9

35 Bahan baku kedelai yang dipilih adalah kedelai dengan kualitas baik. Hal ini disebabkan karena kualitas kedelai sangat berpengaruh pada kualitas tahu yang dihasilkan. Kualitas kedelai yang buruk akan menyebabkan kesulitan pada proses pengolahan sehingga tahu menjadi gagal atau tidak mencapai standar kualitas seperti biasa. Hal ini akan menyulitkan pengrajin dalam memasarkan tahunya karena akan menimbulkan keluhan dari para pelanggan.

Peralatan Produksi

Peralatan yang digunakan dalam membuat tahu sumedang merupakan peralatan yang sederhana, namun tetap dibutuhkan pengalaman dan keterampilan yang cukup untuk dapat menghasilkan tahu sumedang yang baik. Peralatan yang digunakan oleh pengrajin baik skala kecil, menengah dan besar adalah sama, sedangkan yang membedakan hanya dari jumlah peralatan saja. Pada proses pembuatan tahu sumedang peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling kedelai, tangok, tahang, kain saringan, drum, ember, ancak (rak bambu), serokan, katel (wajan) dan cetakan.

Berdasarkan tabel 20 menunjukkan bahwa peralatan yang dimiliki oleh pengrajin tahu pada setiap skala sama. Akan tetapi, yang membedakannya hanya pada jumlah kepemilikannya saja, serta harga peralatan yang dibeli oleh pengrajin. Penggilingan kedelai dilakukan dengan mesin penggiling kedelai berkapasitas 5-15 kilogram per 10 menit kedelai basah. Mesin penggiling kedelai sudah lebih modern yaitu dengan menggunakan dinamo listrik. Setiap pengrajin memiliki jumlah mesin penggiling kedelai yang bervariasi sesuai dengan skala usahanya. Rata-rata untuk pengrajin skala kecil memiliki satu buah mesin penggiling kedelai dengan harga rata-rata Rp3 757 143. Untuk pengrajin skala menengah rata-rata memiliki dua buah mesin penggiling kedelai dengan harga rata-rata Rp2 400 000. Sedangkan untuk skala besar rata-rata memiliki mesin penggiling kedelai tiga buah dengan harga rata-rata Rp6 312 500. Mesin penggiling kedelai ini mempunyai nilai ekonomis yang panjang sekitar empat tahun.

Peralatan lain adalah tangok yang digunakan untuk penyaringan sari kedelai yang sudah di godok. Rata-rata untuk pengrajin skala kecil memiliki satu buah tangok dengan harga rata-rata Rp448 571. Untuk pengrajin skala menengah rata- rata memiliki dua buah tangok dengan harga rata-rata Rp290 000. Sedangkan untuk skala besar rata-rata memiliki tangok empat buah dengan harga rata-rata Rp325 000. Tangok ini mempunyai nilai ekonomis yang panjang sekitar tiga tahun.

Tahang dan kain saringan digunakan untuk menampung sari kedelai. Rata- rata pengrajin skala kecil memiliki tahang dua buah dengan harga rata-rata Rp1 142 857, sedangkan kain saringan berjumlah empat buah dengan harga rata-rata Rp12 714. Rata-rata pengrajin skala menengah memiliki tahang dua buah dengan harga rata-rata Rp1 400 000, sedangkan kain saringan berjumlah delapan buah dengan harga rata-rata Rp11 800. Rata-rata pengrajin skala besar memiliki tahang empat buah dengan harga rata-rata Rp1 875 000, sedangkan kain saringan berjumlah 11 buah dengan harga rata-rata Rp25 813. Tahang memiliki umur ekonomis yang panjang yaitu sekitar empat tahun, sedangkan kain saringan

Dokumen terkait