ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG
SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI
(Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)
KIKY FITRIA AMBARWANGI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Kiky Fitria Ambarwangi
ABSTRAK
KIKY FITRIA AMBARWANGI. Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang). Dibimbing oleh RATNA WINANDI.
Kedelai merupakan salah satu bahan pangan dengan tingkat harga yang berfluktuatif. Kenaikan harga kedelai akan berpengaruh terhadap industri pengolahan kedelai, salah satunya adalah tahu. Kenaikan harga kedelai diduga akan berpengaruh terhadap struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis usaha tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian adalah metode sensus. Data di analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Alat analisis yang digunakan adalah R/C ratio, uji t-paired, dan uji anova. Hasil analisis secara total dari 20 pengrajin tahu menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio, begitupun dengan analisis internal antar skala usaha. Akan tetapi, hasil analisis pada berbagai tingkat skala usaha tidak berbeda. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang kecil pada setiap skala usaha serta strategi yang dilakukan relatif sama pada setiap skala usaha, sehingga tidak bisa mewakili seluruh populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang.
Kata kunci : biaya, kenaikan harga kedelai, efisiensi, keuntungan, uji beda
ABSTRACT
KIKY FITRIA AMBARWANGI. Analysis of Tofu Industry Before and After the Soybean Price Increase (Case Study: Tanjungsari District, Sumedang). Supervised by RATNA WINANDI.
Soybean is one of the food that the price level is fluctuated. The soybean price increase will affect the soybean processing industry, one of which is tofu industry. The soybean prices increase are expected to affect the structure of cost, revenue, profit, and the efficiency of a business. This research aimed to analyze of tofu industry business before and after the soybean price increase. The method that used in the study was a census method. Data were analyzed quantitatively and qualitatively. The analytical tool used is the R / C ratio, paired t-test, and anova test. The results of the analysis of a total of 20 respondents showed that the soybean price increase has effect on the cost, revenue, profit, and the R/C ratio, as well as with an internal analysis of business scale. However, the results of the analysis at different levels of scale of business is no different. This is due to the small sample size in each scale of business and strategy performed relatively the same at every scale of business, so it can not represent the whole population in the District Tanjungsari, Sumedang.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
KIKY FITRIA AMBARWANGI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG
SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI
Judul Skripsi : Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)
Nama : Kiky Fitria Ambarwangi NIM : H34100049
Disetujui oleh
Dr Ir Ratna Winandi, MS Pembimbing Skripsi
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan suri teladan terbaik bagi umat manusia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, nasehat, motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih kepada dosen penguji utama Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan kepada dosen penguji komisi pendidikan Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM atas saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan yang telah diberikan, seluruh dosen yang telah mendidik dan berbagi ilmunya kepada penulis, serta staf Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan. Tidak lupa, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh pengrajin tahu sumedang yang sudah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Boyd Thoriqul Abrar yang bersedia menjadi pembahas dalam seminar, atas saran dan masukan yang diberikan dalam skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan beasiswa full studi yaitu melalui Bidik Misi IPB. Penulis mengucapkan terima kasih dan sukses untuk teman-teman Agribisnis 47 khususnya teman sebimbingan, keluarga besar UKM FORCES IPB dan IPB Mengajar, serta para sahabat atas dukungan, motivasi, semangat dalam penyelesaian tugas akhir.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 7
Ruang Lingkup Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 7
KERANGKA PEMIKIRAN 9
Kerangka Pemikiran Teoritis 9
Konsep Biaya 10
Penerimaan dan Keuntungan 11
Pengaruh Perubahan Harga Input Terhadap Penggunaan Input 12
Analisis Penerimaan-Biaya (R/C) 14
Skala Usaha dan Biaya Produksi 15
Metode Penilaian Investasi 16
Kerangka Pemikiran Operasional 17
METODE PENELITIAN 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Jenis dan Sumber Data 19
Metode Pengumpulan Sampel 19
Metode Analisis Data 20
Analisis Struktur Biaya 20
Penerimaan, Keuntungan, dan Efisiensi (R/C ratio) 22
Analisis Statistik Uji Beda T-Paired 23
Analisis Statistik Uji Anova 25
GAMBARAN UMUM 26
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 26
Karakteristik Responden 28
Gambaran Usaha Tahu Sumedang 33
HASIL DAN PEMBAHASAN 39
Analisis Struktur Biaya Tahu Sumedang 39
Biaya Tetap Usaha Tahu Sumedang 39
Biaya Variabel Usaha Tahu Sumedang 41
Biaya Total Usaha Tahu Sumedang 45
Biaya Tunai dan Non Tunai Usaha Tahu Sumedang 47
Biaya Eksplisit dan Implisit Usaha Tahu Sumedang 48
Analisis Penerimaan Tahu Sumedang 48
Analisis Keuntungan dan Kelayakan Tahu Sumedang 51
Analisis Uji T-Paired 53
Analisis Uji Anova 58
Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai 59
SIMPULAN DAN SARAN 60
Simpulan 60
Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN 63
DAFTAR TABEL
1 Produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai di Indonesia
tahun 2014-2013 2
2 Perkembangan harga kedelai lokal dan kedelai impor tahun 2007-2012 2 3 Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang tahun 2013 3 4 Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh
masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang 4 5 Jumlah pengrajin tahu setiap kecamatan di Sumedang tahun 2012 5 6 Struktur biaya produksi usaha tahu di Kecamatan Tanjungsari 20
7 Rincian peralatan untuk produksi tahu 21
8 Kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan kelompok umur 26 9 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan
mata pencaharian tahun 2013 27
10 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan
tingkat pendidikan tahun 2013 27
11 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jenis
kelamin tahun 2014 28
12 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan kelompok
usia tahun 2014 29 13 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2014 29 14 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah
anggota keluarga tahun 2014 30 15 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan lama
usaha tahun 2014 30 16 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan alasan
memilih usaha tahun 2014 31 17 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah
kedelai per hari sebelum kenaikan 31 18 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan rata-rata
jumlah tenaga kerja tahun 2014 32 19 Harga kedelai dan jumlah produksi kedelai sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Tanjungsari 34 20 Jumlah peralatan dan biaya peralatan pada usaha tahu sumedang 36 21 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan cara
penjualan tahun 2014 38
22 Komponen biaya tetap usaha tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari
pada skala produksi kecil, menegah, dan besar 40
23 Rata-rata penggunaan kedelai per hari sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada setiap skala usaha 41 24 Penggunaan input produksi per hari tahu sumedang sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha
25 Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang sebelum kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari bulan Februari 2014 42 26 Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga
kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari bulan Oktober 2013 43
27 Komponen biaya total usaha tahu sumedang sebelum kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari bulan Februari 2014 45
28 Komponen biaya total usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari bulan Oktober 2013 45
29 Persentase perubahan biaya setelah kenaikan harga kedelai tahun 2014 46 30 Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai sebelum kenaikan
harga kedelai pada setiap skala usaha 47
31 Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai setelah kenaikan
harga kedelai pada setiap skala usaha 47
32 Jumlah output tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari 48
33 Rata-rata harga jual output tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari (dalam Rp) 49 34 Rata-rata persentase kenaikan harga jual tahu di Kecamatan
Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar tahun 2014 50 35 Rata-rata penerimaan usaha tahu sumedang sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha
kecil, menengah, dan besar (dalam Rp) 50
36 Rata-rata keuntungan dan efisiensi usaha tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala
usaha kecil, menengah, dan besar per hari 51
37 Analisis uji beda t-paired biaya produksi pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha 53 38 Analisis uji beda t-paired rata-rata penerimaan pengrajin tahu sebelum
dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha 54 39 Analisis uji beda t-paired rata-rata keuntungan pengrajin tahu sebelum
dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha 55 40 Analisis uji beda t-paired rata-rata R/C ratio pengrajin tahu pengrajin
tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap
skala usaha 56
41 Biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada seluruh pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai 57 42 Hasil analisis uji beda t-paired pada seluruh pengrajin tahu sumedang
sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai 57
43 Hasil analisis uji anova untuk biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah
44 Strategi yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai berdasarkan skala usaha di Kecamatan Tanjungsari tahun 2014 59
DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh perubahan harga input terhadap permintaan input 14
2 Skala produksi ekonomis dan tidak ekonomis 16
3 Kerangka pemikiran operasional 18
4 Proses pembuatan tahu sumedang 37
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kebutuhan kedelai per hari pengrajin tahu sumedang untuk setiap skala
usaha 63
2 Peralatan dan fungsi peralatan pada usaha tahu sumedang 64 3 Rata-rata biaya per hari (dalam Rp) yang dikeluarkan pengrajin tahu
sumedang sebelum kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha
tahun 2014 66
4 Rata-rata biaya per hari (dalam Rp) yang dikeluarkan pengrajin tahu sumedang setelah kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha tahun
2014 68
5 Penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio sebelum kenaikan harga kedelai
pada setiap skala usaha 70
6 Penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio setelah kenaikan harga kedelai
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 total jumlah penduduk di Indonesia sekitar 242 013 800 jiwa dan diperkirakan pada akhir tahun ini mencapai 250 juta jiwa (BPS 2013). Kebutuhan terhadap pangan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sampai tahun 2050, kebutuhan pangan diprediksi meningkat sebanyak 70 persen dibandingkan saat ini (Rudy 2013). Akan tetapi, kondisi ini tidak diimbangi dengan meningkatnya ketahanan pangan di Indonesia. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Indonesia masih mengalami kekurangan untuk menyuplai bahan pangan, sehingga masih dilakukan impor dari negara lain. Salah satu bahan pangan yang tergolong rawan adalah kedelai. Bahan pangan tersebut diperkirakan masih akan tetap impor, misalnya untuk kedelai Indonesia yang tergantung pada produksi dan impor dari Amerika Serikat.
Kedelai merupakan bahan pangan yang dianggap penting karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral. Sehingga apabila tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam negeri akan mampu memperbaiki gizi masyarakat, yaitu melalui konsumsi kedelai segar maupun melalui konsumsi barang olahan yang berasal dari kedelai seperti tahu, tempe, tauco dan kecap. Akan tetapi, pada kenyataannya ketersediaan kedelai pada tahun 2013 diramalkan akan minus 1.113 juta ton, padahal kebutuhan kedelai nasional tahun 2013 sebesar 2.2 juta ton (BPS 2013). Konsumsi kedelai diperkirakan akan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Produksi kedelai lokal yang rendah menyebabkan ketidakcukupan kedelai lokal memenuhi permintaan industri pengolahan kedelai. Hal ini menyebabkan semakin tergantungnya industri-industri pengolahan kedelai pada kedelai impor.
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi kedelai di Indonesia tahun 2004-2013 cenderung menurun, walaupun penurunan yang terjadi setiap tahun tidak terlalu besar. Produksi kedelai Indonesia pernah mencapai jumlah tertinggi pada tahun 2009 yaitu 974 512 ton. Produksi kedelai di Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, sehingga Indonesia melakukan impor. Tahun 2012 impor kedelai Indonesia mencapai peningkatan tertinggi yaitu 2 128 763 ton, sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 843 153 ton.
2
Tabel 1 Produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai di Indonesia tahun 2004-2013
Tabel 1 menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi dalam negeri tidak diimbangi dengan produksi di dalam negeri. Indonesia hanya mampu meproduksi kedelai dalam negeri sekitar 800 000 ton setiap tahunnya. Secara keseluruhan tingkat ketergantungan impor kedelai terhadap konsumsi pada tahun 2004 hingga 2013 rata-rata sekitar 66 persen dari total konsumsi, sedangkan hanya 34 persen dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Harga kedelai terus melonjak beberapa tahun terakhir ini, bahkan cenderung mengalami peningkatan. Pada kenyataannya yang meningkat bukan harga kedelai, melainkan tarif impor yang naik. Hal ini menyebabkan peningkatan harga kedelai setelah sampai di Indonesia. Rostiani (2013) menjelaskan bahwa faktor utama yang menyebabkan kenaikan harga kedelai adalah 1)produksi kedelai dalam negeri masih minim sehingga mengharuskan negara mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, 2)gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang menyebabkan nilai rupiah anjlok dan tentu saja mempengaruhi tarif impor kedelai, 3)kekacauan cuaca di tempat produsen kedelai terutama di Amerika Serikat. Perkembangan harga kedelai lokal dan impor dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan harga kedelai lokal dan kedelai impor tahun 2007-2012 Tahun Harga kedelai
Sumber: Dinas Industri dan Perdagangan (2013)
3 harga awal Rp3 200/kg menjadi Rp7 500/kg. Sama halnya dengan kedelai impor yang mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 80.53 persen dari harga awal Rp3 225/kg menjadi Rp5 822/kg.
Penggunaan kedelai untuk bahan makanan manusia harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu dengan fermentasi dan tanpa fermentasi. Pengolahan melalui fermentasi akan menghasilkan kecap, oncom, tauco, dan tempe. Sedangkan bentuk olahan tanpa melalui fermentasi adalah susu kedelai, tahu, tauge dan tepung kedelai.
Salah satu makanan olahan kedelai yang digemari masyarakat Indonesia adalah tahu. Umumnya industri tahu termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat dan beberapa diantaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu (KOPTI). Sebagian dari konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tahu. Oleh karena itu, apabila terjadi kenaikan harga kedelai di Indonesia, tentu akan mempengaruhi industri tahu yang ada. Rostiani (2013) juga menjelaskan bahwa kenaikan harga kedelai ini memaksa para produsen tahu menurunkan produksi hingga 40 persen. Menurut pengamatannya, sebagian produsen tahu menutup usaha untuk sementara dan sebagian lainnya tetap memproduksi walaupun harga kedelai masih tetap mahal.
Sumedang adalah salah satu daerah dengan produk olahan kedelai yang paling unggul yaitu tahu. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa total industri olahan kedelai di Kabupaten Sumedang berjumlah 331 unit usaha dan bidang usaha yang terbanyak adalah tahu, dibandingkan dengan produk olahan kedelai lainnya. Industri tahu di Kabupaten Sumedang terdiri dari 232 unit usaha, serta menyerap tenaga kerja 812 orang dengan nilai investasi sebesar Rp1 358 967 000. Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang tahun 2013 No Bidang usaha Unit usaha
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang (2013)
Pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang terpaksa menurunkan produksinya hingga 20-30 persen sebagai akibat dari kenaikan harga kedelai yang diakibatkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Para pengrajin kesulitan untuk mendapatkan kedelai. Bahkan dengan kenaikan harga kedelai tersebut banyak pengrajin tahu, terutama pengrajin tahu kecil gulung tikar (Rahmat 2013).
4
Perumusan Masalah
Kedelai merupakan bahan baku utama pada industri tahu dan merupakan komponen biaya terbesar yang dikeluarkan pengrajin dalam memproduksi tahu. Pengrajin tahu sumedang menggunakan 100 persen kedelai impor untuk mengolah tahu. Hal ini dikarenakan kedelai yang tersedia di pasar adalah kedelai impor, serta kualitas kedelai impor yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai lokal.
Kedelai merupakan bahan pangan dengan tingkat harga yang berfluktuatif, termasuk harga kedelai yang diterima oleh para pengrajin tahu sumedang. Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa harga kedelai yang diterima setiap pengrajin tahu cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah yang sedang anjlok terhadap dollar AS, sehingga harga kedelai meningkat. Kenaikan harga kedelai ini merupakan kenaikan tertinggi yang diterima oleh pengrajin tahu yang terjadi pada bulan Oktober 2013. Persentase kenaikan harga kedelai di Kabupaten Sumedang mencapai angka rata-rata 13.9 persen. Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang
5 meningkatnya biaya produksi tidak bisa serta merta dialihkan pada harga jual produk karena sebagian besar merupakan pengrajin skala usaha mikro.
Pengrajin tahu sumedang membutuhkan jumlah kedelai yang berbeda untuk memproduksi tahu. Jumlah penggunaan kedelai setiap hari dijadikan sebagai ukuran skala usaha, yaitu skala usaha kecil, menengah, dan besar. Beragamnya skala usaha akan mengakibatkan struktur biaya yang berbeda-beda pada masing-masing skala usaha. Secara teoritis, dengan meningkatnya skala usaha akan mengakibatkan struktur biaya yang semakin rendah. Maka dari itu dalam menentukan skala usaha harus mempertimbangkan struktur biaya yang akan terjadi apabila suatu skala usaha dilakukan.
Salah satu daerah yang dikenal sebagai penghasil tahu adalah Kabupaten Sumedang seperti terlihat dalam tabel 5. Masyarakat mengenal tahu dari daerah tersebut dengan nama tahu sumedang. Diduga para pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang akan merasakan pengaruh yang sama dengan pengrajin di daerah lain ketika harga kedelai mengalami kenaikan.
Tabel 5 Jumlah pengrajin tahu setiap kecamatan di Kabupaten Sumedang tahun 2012
No Kecamatan Pengrajin tahu (orang)
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang (2012)
6
juga yang gulung tikar. Alasan utama kecamatan tersebut menjadi objek penelitian karena menurut informasi dari Koperasi Tahu Tempe (KOPTI) Kabupaten Sumedang, pengrajin tahu di kecamatan tersebut memiliki skala usaha yang beragam sehingga dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk menganalisis usaha pengrajin tahu sumedang, seperti struktur biaya, penerimaan dan keuntungan untuk pengrajin pada setiap skala usaha.
Kedelai merupakan bahan baku dalam pembuatan tahu yang mengambil porsi terbesar atas biaya total produksi. Dengan naiknya harga kedelai di duga akan mempengaruhi struktur biaya dari pengrajin tahu. Sehingga diduga akan mempengaruhi penerimaan dan keuntungan yang diperoleh pengrajin tersebut. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut maka pengrajin tahu harus melakukan strategi agar tetap dapat berproduksi dan mendapatkan keuntungan maksimal. Berdasarkan uraian tersebut menjadi penting untuk mengkaji permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pada berbagai tingkat skala usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi di lihat dari berbagai tingkat skala usaha, seluruh pengrajin tahu, dan antar skala usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Kecamatan Tanjungsari?
3. Strategi apa saja yang dilakukan pengrajin tahu sumedang dalam menyiasati kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari?
Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini didasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah, yaitu:
1. Menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pada berbagai tingkat skala usaha pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari.
2. Mengetahui ada atau tidak perbedaan yang signifikan pada struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi di lihat dari berbagai tingkat skala usaha, seluruh pengrajin tahu, dan antar skala usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari.
7
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki apa yang sedang diteliti saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan bagi pihak yang berkepentingan, khususnya para pengrajin tahu di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dalam mengambil kebijakan terkait dengan pengembangan usaha.
2. Bagi penulis sebagai sarana untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan.
3. Pembaca sebagai wawasan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan untuk penelitian mengenai industri tahu selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu kajian mengenai analisis usaha yang dilihat dari struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pengrajin tahu di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Data harga sebelum kenaikan merupakan harga pada bulan Februari 2014 pada saat kedelai dalam kondisi harga yang normal, sedangkan data harga setelah kenaikan merupakan harga pada bulan Oktober 2013 pada saat kedelai mencapai harga tertinggi. Kemudian dilakukan analisis uji beda terhadap struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada berbagai tingkat skala usaha, untuk seluruh pengrajin tahu sumedang, dan antar skala usaha. Selain itu, dalam penelitian ini diidentifikasi pula strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin tahu dalam menyiasati kenaikan harga kedelai.
TINJAUAN PUSTAKA
8
Sempu Kecamatan Parung, Bogor. Mustofa (2008) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu.
Nursiah (2013) dalam penelitiannya terkait dengan pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja usaha industri tempe di Desa Citeurep Kabupaten Bogor. Dalam melakukan analisa unit usaha tempe dilokasi penelitian dibedakan dalam skala I, II dan III yang didasarkan pada banyaknya jumlah produksi kedelai yang dilakukan setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada produksi skala III mengeluarkan biaya total rata-rata yang lebih rendah dibandingkan pada skala I dan II baik pada saat sebelum dan setelah adanya kenaikan harga kedelai. Sementara, adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan keuntungan yang diterima menjadi menurun disebabkan tidak adanya pilihan lain yang dilakukan pengrajin tempe di Desa Citeureup. Dengan demikian menunjukkan adanya kenaikan harga kedelai menurunkan kinerja pengrajin tempe di Desa Citeureup.
Azis (2012) melakukan penelitian tentang adaptasi ekonomi pengusaha agribisnis tahu dalam menghadapi kenaikan harga kedelai di Kabupaten Banjar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai yang signifikan telah membuat pengusaha agribisnis tahu melakukan adaptasi dengan cara mengurangi pembelian bahan baku kedelai, mengurangi produksi tahu, serta menaikkan harga jual tahu. Dengan dilakukannya adaptasi tersebut maka biaya total, penerimaan total, keuntungan usaha, dan kelayakan usaha mengalami penurunan.
Kurniasari (2010) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan harga kedelai di sentra industri tempe kelurahan Semanan Jakarta Barat. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis struktur biaya pengrajin tempe dan menganalisis dampak kenaikan harga kedelai pada industri tempe, khususnya dilihat dari perubahan jumlah penggunaan kedelai, keuntungan, dan jumlah penggunaan jam tenaga kerja luar keluarga. Adanya kenaikan harga kedelai membuat pengrajin tempe skala kecil dan menengah memperkecil ukuran tempe yang mereka hasilkan, sedangkan pada pengrajin skala besar cenderung untuk mengurangi jumlah jam penggunaan tenaga kerja luar keluarganya. Berdasarkan hasil analisis
Linear Programming, pengrajin tempe skala kecil paling sensitif terhadap kenaikan harga kedelai relatif terhadap sumberdaya yang dimiliki pengrajin yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan kere (kajang) bambu yang dimiliki pengrajin. Sebaliknya pengrajin skala menengah paling tidak sensitif terhadap kenaikan harga kedelai juga relatif terhadap sumberdaya yang dimiliki pengrajin skala menengah. Pengrajin skala menengah cenderung memiliki kelebihan ketersediaan jumlah jam tenaga kerja dalam keluarga potensial dan jumlah kere yang dimiliki.
9 perubahan siklus produksi, penurunan volume produksi, penurunan penggunaan faktor input, peningkatan harga jual, penurunan penerimaan dan penurunan pendapatan usaha. Selain itu, hasil analisis rasio penerimaan dan biaya menyatakan bahwa usaha tahu masih menguntungkan dan masih layak untuk dijalankan dan berdasarkan analisis titik impas untuk tetap dapat mempertahankan usahanya dan tidak mengalami kerugian, pengrajin harus meningkatkan volume penjualan dan meningkatkan penerimaan.
Mustofa (2008) menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu di Jakarta Selatan. Alat analisis yang digunakan adalah penerimaan R/C rasio dan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa faktor-faktor produksi pada usaha skala besar yang memberikan pengaruh nyata pada output produksi tahu adalah variabel kedelai, sedangkan yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel coko dan tenaga kerja. Pada faktor produksi skala kecil yang berpengaruh nyata adalah variabel kedelai, tenaga kerja dan air, sedangkan yang kurang berpengaruh nyata adalah variabel coko. Nilai elastisitas faktor produksi usaha tahu skala kecil lebih kecil dari pada nilai elastisitas pada usaha skala besar. Nilai elastisitas pada skala besar 1.005 sehingga berada pada skala usaha kenaikan hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale). Nilai elastisitas pada usaha skala kecil sebesar 0.486, nilai elastisitas kurang dari satu dan lebih dari nol mempunyai arti bahwa tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan
output yang diperoleh atau berada pada skala usaha kenaikan hasil yang semakin menurun atau berada pada tahap decreasing return to scale.
Penelitian ini mengambil subjek penelitian yang sama dengan Azis (2012), Patmawaty (2009), dan Mustofa (2008) yaitu usaha tahu. Perbedaan penelitian ini yaitu membandingkan usaha tahu antara sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis uji beda untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada struktur biaya, penerimaan dan keuntungan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai, serta diteliti juga berbagai strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. Obyek penelitian yang diteliti yaitu difokuskan kepada para pengrajin tahu yang berada di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Penelitian terdahulu dijadikan sebagai referensi dan perbandingan dengan penelitian ini.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
10
penggunaan input, analisis penerimaan-biaya (R/C), skala usaha dan biaya produksi, serta metode penilaian investasi.
Konsep Biaya
Pengertian biaya menurut Semaoen dan Kiptiyah (2011) adalah nilai moneter dari semua input yang digunakan dalam memproduksi output, pada periode waktu tertentu. Kombinasi input yang memungkinkan menghasilkan output tertentu berkaitan dengan teknologi, kombinasi input yang feasible berbeda pada teknologi yang berbeda. Sedangkan Rosyidi (2003) menjelaskan biaya produksiadalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat diambil kesimpulan bahwa biaya apa saja yang diperlukan untuk membuat produk, baik barang maupun jasa. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Biaya eksplisit
Biaya eksplisit adalah pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas perusahaan untuk membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan dalam berproduksi. Contoh: biaya tenaga kerja, sewa gedung, dan lain-lain. 2. Biaya implisit
Biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat. Biaya implisit ini tidak dikeluarkan langsung dari kas perusahaan. Biaya implisit diperhitungkan dari faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh perusahaan. Contoh: penggunaan gedung milik perusahaan sendiri.
Selain itu, dijelaskan pula bahwa biaya produksi dapat dibedakan berdasarkan periode produksi yaitu:
1. Biaya jangka pendek
a. Biaya tetap (fixed cost, FC)
Biaya tetap adalah biaya yang timbul akibat penggunaan sumber daya tetap dalam proses produksi. Sifat utama biaya tetap adalah jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksi mengalami perubahan (naik atau turun). Keseluruhan biaya tetap disebut biaya total (total fixed cost,
TFC).
b. Biaya variabel (variable cost, VC)
Biaya variabel atau sering disebut biaya variabel total (total variable cost, TVC) adalah jumlah biaya produksi yang berubah menurut tinggi rendahnya jumlah output yang akan dihasilkan. Semakin besar output atau barang yang akan dihasilkan, maka akan semakin besar pula biaya variabel yang akan dikeluarkan.
c. Biaya total (total cost, TC)
Biaya total adalah keseluruhan biaya yang terjadi pada produksi jangka pendek.
d. Biaya rata-rata
Biaya rata-rata dibedakan menjadi 3, yaitu: a) biaya tetap rata-rata
(average fixed cost, AFC) adalah hasil bagi antara biaya tetap total dan jumlah barang yang dihasilkan, b) biaya variabel rata-rata (average variable cost, AVC) adalah biaya variabel satuan unit produk, c) biaya total rata-rata (average cost, AC) adalah biaya per satuan unit output (produksi).
11 Biaya marginal adalah perubahan biaya total akibat penambahan satu unit output (Q).
2. Biaya jangka panjang
Jangka panjang dalam pengertian ini tidak terkait dengan waktu. Penyebutan jangka panjang oleh para ekonom menandai suatu proses produksi dimana sumber daya yang digunakan tidak ada lagi yang bersifat tetap. Semua sumber daya yang digunakan dalam proses produksi bersifat variabel atau jumlahnya dapat berubah-ubah. Produksi dalam jangka panjang memungkinkan perusahaan untuk mengubah skala produksi (tingkat produksi) dengan cara mengubah, baik mengubah maupun mengurangi jumlah sumberdaya. Hal ini tentu akan berdampak pada biaya yang ditimbulkan. Dalam jangka panjang hanya dikenal biaya total rata-rata (ATC).
Hafsah (2003) menjelaskan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang digunakan di dalam mengorganisasi dan melaksanakan proses produksi (termasuk di dalamnya modal, input-input dan jasa-jasa yang digunakan di dalam produksi). Biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori atau kelompok biaya sebagai berikut:
a. Biaya tetap (fixed cost)
Biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen biaya tetap antara lain pajak tanah, penyusutan alat, biaya kredit/pinjaman, mesin dan gaji manajer. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya atau tidak adanya penawaran untuk itu.
b. Biaya variabel atau biaya tidak tetap (variable cost)
Biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain tenaga kerja upahan, bahan baku, dan biaya pengangkutan bahan baku. Jadi biaya produksi atau total cost
merupakan penjumlahan fixed cost dengan variabel cost (TC=FC+VC). c. Biaya tunai
Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah, sedangkan biaya tunai yang sifatnya variabel antara lain berupa biaya untuk pemakaian bahan baku dan tenaga kerja luar keluarga (tenaga upahan).
d. Biaya tidak tunai (diperhitungkan)
Meliputi biaya tetap seperti penyusutan alat-alat dan lain-lain. Sedangkan biaya yang diperhitugkan dari biaya variabel antara lain biaya untuk tenaga kerja keluarga.
Penerimaan dan Keuntungan
Astuti (2008) mendefinisikan bahwa penerimaan atau revenue adalah semua penerimaan produsen dari hasil penjualan barang atau outputnya. Untuk memperoleh keuntungan, produsen selalu membandingkan biaya produksi dengan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Secara matematis, total penerimaan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut:
12
dimana : TR = total revenue (Rp) P = harga pasar (Rp)
Q = hasil produksi/output (satuan)
Total penerimaan ini merupakan penerimaan total produsen yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Total penerimaan diperoleh dengan memperhitungkan output dikalikan harga jualnya. Sedangkan total penerimaan dikurangi biaya adalah keuntungan (profit) yang dirumuskan sebagai berikut :
Keuntungan = Π = Total Penerimaan-Total Biaya = TR-TC
= Py. Y - TVC - TFC
= Py. Y – Px. X - TFC...(2) dimana : Π = keuntungan (Rp)
TR = total penerimaan (Rp) TC = biaya total (Rp)
Py = harga jual produk (Rp) Px = harga beli input produksi
TFC = TotalFixed Cost (Biaya Tetap Total) Y = jumlah output
X = jumlah input
Persamaan (2) menunjukkan bahwa keuntungan dipengaruhi oleh input
produksi. Dalam praktiknya produsen menggunakan lebih dari satu input, namun untuk penyederhanaan maka dalam penjelasan tersebut diasumsikan bahwa input
yang digunakan hanya satu. Bila harga input meningkat, sesuai dengan teori permintaan, maka permintaan akan input menjadi menurun. Akibatnya produksi menjadi berkurang dan pada akhirnya keuntungan perusahaan akan menurun pula.
Pengaruh Perubahan Harga Input Terhadap Penggunaan Input
Pengrajin tahu sumedang sebagai sebuah industri tentu membutuhkan input
dalam menjalankan kegiatan produksinya. Dengan demikian permintaan dari pengrajin tahu adalah input-input yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu, seperti kedelai, garam, minyak goreng, tenaga kerja, dan bahan bakar. Permintaan akan input-input tersebut dikenal sebagai derived demand (permintaan turunan). Hal ini disebabkan permintaan akan input timbul dari permintaan tahu sebagai
output dari pengrajin tahu yang diminta oleh konsumen. Jumlah input yang diminta oleh pengrajin tahu, tergantung pada jumlah tahu yang akan diproduksinya. Jumlah tahu yang akan diproduksi tergantung pula pada tingkat keuntungan yang diharapkan pengrajin tahu. Sebagai produsen yang rasional pengrajin tahu tentu akan menerapkan prinsip profit maximization dalam menjalankan usahanya.
13 = Py .
= Py . MPP – Px = 0 = MPP =
= NPM = Px ...(3) Persamaan (3) menunjukkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum atau kondisi yang optimal yaitu rasio harga input dengan output harus sama dengan turunan output terhadap input atau harga output dikalikan dengan produksi marginal (NPM) harus sama dengan harga input. Dengan kata lain hasil tambahan dari input yang terakhir harus sama dengan biaya input tambahan. Dapat juga dikatakan rasio harga input (Px) terhadap harga output (Py) harus sama dengan hasil produksi fisik marginal dari input (MPP = ). Apabila Px meningkat, maka rasio Px dengan Py menjadi semakin besar sehingga MPP menjadi lebih kecil dari rasio Px dengan Py. Akibatnya produsen harus melakukan penyesuaian agar tetap mendapatkan keuntungan yang maksimum yaitu dengan mengubah MPP, bukan mengubah Px atau Py karena diasumsikan produsen berada pada struktur Pasar Persaingan Sempurna (PPS). Adapun asumsi dalam PPS yaitu: (1) produsen dianggap sebagai pembeli “kecil” di pasar input, sehingga produsen tidak dapat memengaruhi harga input di pasar; (2) terdapat banyak produsen sejenis di pasar, sehingga tidak ada kekuatan produsen untuk mempengaruhi harga output, dengan demikian produsen sebagai price taker
sehingga relatif sulit bagi produsen untuk merubah harga outputnya dan sulit pula produsen memengaruhi perubahan harga input.
Dengan demikian ketika Px meningkat, maka produsen melakukan penyesuaian dengan mengurangi jumlah input, dan sebagai akibatnya jumlah
output yang dihasilkan menurun pula. Berdasarkan syarat untuk memaksimumkan keuntungan seperti yang ditunjukkan persamaan (3), dapat dilihat bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhinya yaitu harga hasil produksi atau output (Py), harga
input (Px), dan hubungan produksi fisik yang memengaruhi hasil produksi marginal (
Penjelasan syarat keuntungan maksimum dapat pula didekati dari kurva produksi dan garis rasio harga input dengan output. Kurva produksi adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara penggunaan input dengan output yang diproduksi. Dengan demikian kurva ini menjelaskan bahwa output yang diproduksi tergantung dari input yang digunakan. Di sisi lain, input yang digunakan dipengaruhi oleh harga input.
Gambar 1 menjelaskan untuk mendapatkan jumlah penggunaan input yang dapat menghasilkan kondisi yang optimal ( dicapai ketika garis rasio harga input dengan output bersinggungan dengan kurva produksi, sehingga didapatlah jumlah penggunaan input yang optimum di X0. Ketika harga input
14
produksi, akan menyebabkan penggunaan input menjadi menurun (X1). Titik-titik yang optimal yaitu ketika garis rasio harga bersinggungan dengan kurva produksi diturunkan ke dalam kurva hubungan antara jumlah penggunaan input dengan harga input, maka akan didapat garis permintaan input yang memiliki slope negatif. Hubungan antara input yang digunakan dengan harga input dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1 Pengaruh perubahan harga input terhadap permintaan input
Sumber: Astuti (2008)
Analisis Penerimaan-Biaya (R/C)
15 produksi. Analisis imbangan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya merupakan suatu pengujian keuntungan suatu jenis usaha. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio) didapat berdasarkan pembagian antara total penerimaan dengan total biaya. Kriteria yang digunakan dalam analisis ini adalah apabila nilai R/C lebih besar dari satu maka usaha dikatakan untung, karena memberikan penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran. Nilai R/C lebih kecil dari satu dikatakan rugi, karena penerimaan yang diterima lebih kecil dari jumlah pengeluaran. Nilai R/C sama dengan satu dikatakan impas yaitu kondisi dimana usaha memberikan jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran. Semakin besar nilai R/C rasio, maka semakin menguntungkan usaha tersebut.
Skala Usaha dan Biaya Produksi
Skala usaha dapat dibedakan berdasarkan indikator-indikator tertentu. Indikator tersebut antara lain dilihat dari penggunaan jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, modal, dan teknologi. Pada akhirnya perbedaan indikator tersebut merujuk industri tahu menjadi tiga skala produksi. Skala produksi industri tahu meliputi skala produksi kecil, menengah, dan besar.
Dilihat dari sisi penggunaan jumlah tenaga kerja, BPS (2010) mengelompokkan industri secara umum, termasuk industri tahu ke dalam skala kecil bila mempekerjakan kurang dari 20 orang tenaga kerja, sedangkan industri tergolong skala menengah dan besar bila mempekerjakan dua puluh orang atau lebih. Di sisi lain berdasarkan kapasitas produksinya, industri tahu juga dapat dikelompokkan menjadi skala industri kecil, menengah, dan besar. Pengrajin tahu berdasarkan skala produksi atau size of businessnya oleh Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) di Kabupaten Sumedang terbagi menjadi tiga skala yaitu pengrajin tahu skala kecil, menengah dan besar. Pengrajin tahu yang termasuk ke dalam skala kecil adalah pengrajin yang mengolah kurang dari 250 kg kedelai per hari. Pengrajin skala menengah adalah pengrajin yang mengolah mulai dari 251 hingga 350 kg kedelai setiap harinya, sedangkan pengrajin skala besar adalah pengrajin yang mengolah diatas 350 kg kedelai setiap harinya.
Jangka panjang merupakan periode waktu yang cukup panjang sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengubah jumlah semua input yang digunakannya. Di dalam jangka panjang tidak ada faktor produksi tetap dan tidak ada biaya tetap, dan perusahaan dapat mengembangkan skala operasinya pada berbagai tingkatan (Salvatore 2006).
16
Gambar 2 Skala produksi ekonomis dan tidak ekonomis Sumber: Rahardja dan Manurung (2008)
Metode Penilaian Investasi
Yogi (2006) menjelaskan bahwa salah satu cara dalam mengembangkan suatu usaha adalah dengan melakukan investasi baru. Sebelum melakukan investasi perlu dilakukan perencanaan bisnis untuk memperkirakan apakah investasi yang dilakukan layak atau tidak, salah satunya di tinjau dari sisi keuangan. Pada umumnya ada 2 metode yang biasa dipertimbangkan untuk di pakai dalam penilaian investasi, yaitu:
1. Metode Non Diskonto
Metode non diskonto merupakan metode yang tidak memperhatikan nilai uang dalam waktu yang berbeda (time value of money). Karena nilai rupiah yang di terima pada tahun pertama di anggap sama dengan nilai rupiah yang di terima pada tahun-tahun berikutnya tanpa memperhitungkan tingkat bunga atau discount rate.
2. Metode Diskonto
Metode diskonto merupakan metode yang secara eksplisit mempertimbangkan nilai uang dalam waktu yang berbeda (time value of money). Penilaian investasi dengan metode ini terdiri dari:
a. Metode Net Present Value (NPV), biasanya digunakan untuk investasi yang bernilai besar dan berjangka waktu relatif panjang. b. Profitability Index (PI), metode yang harus dinyatakan dalam indeks
dari nilai investasi yang mana berapa besarnya investasi.
17 Selain itu, pengrajin tahu merupakan perusahaan yang miskin kas sehingga investasi yang dipilih merupakan investasi yang cepat pengembaliannya walaupun tingkat keuntungannya rendah dari pada investasi dengan keuntungan yang tinggi tapi lama pengembaliannya.
Kerangka Pemikiran Operasional
Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tempe, tahu, dan kecap. Selain itu kedelai juga merupakan bahan baku industri yang penting terutama bagi industri makanan ternak. Akan tetapi, produksi kedelai di Indonesia berfluktuasi bahkan cenderung mengalami penurunan. Artinya produksi kedelai di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Lebih dari 50 persen kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi oleh kedelai impor, sehingga Indonesia masih ketergantungan terhadap kedelai impor.
Harga kedelai dalam negeri cenderung mengikuti harga kedelai impor. Selain itu, pada akhir-akhir ini nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS. Akibat gejolak nilai tukar rupiah tersebut, menyebabkan kenaikan terhadap harga kedelai. Kenaikan harga kedelai ini mempengaruhi industri tahu karena bahan baku utama pembuatan tahu adalah kedelai. Sehingga apabila terjadi kenaikan harga kedelai, maka dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh pengrajin karena dapat mempengaruhi struktur biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabel.
Dengan adanya kenaikan harga kedelai diduga akan meningkatkan pengeluaran dan menurunkan keuntungan. Sehingga harus ada keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Untuk menyiasati hal tersebut, maka pengrajin tahu perlu melakukan berbagai strategi untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. Dalam hal ini strategi yang dilakukan seperti memperkecil ukuran produk, mengurangi jumlah produksi, mengganti bahan bakar, mengurangi pemakaian bahan baku, mengurangi tenaga kerja dan lain-lain.
18
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional Kenaikan harga kedelai impor di dalam negeri
Analisis usaha pengrajin tahu sumedang
Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai
Strategi yang dilakukan oleh pengrajin tahu
Ada atau tidak perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
Kenaikan harga kedelai di pasar internasional
Struktur biaya Penerimaan Keuntungan Efisiensi
Struktur biaya Penerimaan Keuntungan Efisiensi
Pada berbagai tingkat skala usaha (kecil, menengah, dan besar)
Pada seluruh pengrajin tahu sumedang
Antar skala usaha pengrajin tahu sumedang
Analisis Statistik Uji T-Paired
Analisis Statistik Uji Anova
19
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut merupakan salah satu sentra industri tahu di Kabupaten Sumedang. Selain itu, pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa menurut informasi dari Koperasi Tahu Tempe (KOPTI) Kabupaten Sumedang, pengrajin tahu di kecamatan tersebut memiliki skala usaha yang beragam sehingga dapat dijadikan sebagai perbandingan pada struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan kelayakan untuk pengrajin pada setiap skala usaha. Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari 2014.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei kepada para pengrajin tahu menggunakan teknik wawancara dipandu dengan kuesioner yang telah disiapkan. Data primer pada penelitian mencakup karakteristik usaha produksi tahu seperti teknik pengolahan kedelai menjadi tahu, jumlah produksi, biaya produksi, upaya yang dilakukan dalam menghadapi kenaikan harga kedelai, serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang penelitian ini. Data sekunder merupakan pelengkap yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari catatan, laporan, maupun dokumen dari pihak terkait, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sumedang, serta berbagailiteratur yang berhubungan dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Data harga kedelai yang digunakan sebelum kenaikan merupakan harga pada bulan Februari 2014 pada saat kedelai dalam kondisi harga yang normal, sedangkan data harga setelah kenaikan merupakan harga pada bulan Oktober 2013 pada saat kedelai mencapai harga tertinggi.
Metode Pengumpulan Sampel
20
pengrajin tahu skala kecil, menengah dan besar. Pengrajin tahu yang termasuk ke dalam skala kecil adalah pengrajin yang mengolah kurang dari 250 kg kedelai per hari sebanyak tujuh orang. Pengrajin skala menengah adalah pengrajin yang mengolah mulai dari 251 hingga 350 kg kedelai setiap harinya sebanyak lima orang, sedangkan pengrajin skala besar adalah pengrajin yang mengolah diatas 350 kg kedelai setiap harinya sebanyak 8 orang.
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui struktur biaya, penerimaan, dan efisiensi dari produksi tahu. Kemudian dilakukan statistik uji beda t-paired dan uji anova. Data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan grafik untuk menyederhanakan data agar mudah dibaca. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif dilakukan dengan bantuan alat perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007, khususnya program SPSS (Statistical Product and Service Solutions)
16. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum dan karakteristik usaha produksi tahu, serta untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh pengrajin tahu dalam mengatasi kenaikan harga kedelai.
Analisis Struktur Biaya
Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya yang dikeluarkan pada usaha produksi tahu. Struktur biaya tersebut terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Metode perhitungan struktur biaya tersebut dapat dilihat pada tabel 6:
Tabel 6 Struktur biaya produksi usaha tahu di Kecamatan Tanjungsari Uraian Sebelum kenaikan harga Setelah kenaikan harga
Biaya Variabel
Kedelai Garam
Minyak goreng Tenaga Kerja (total) Bahan Bakar : Serbuk gergaji Gas
Kayu Bakar Jumlah Biaya Variabel Rata-Rata
Biaya Tetap
Penyusutan peralatan Penyusutan pabrik Transportasi Listrik (air)
21 Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti di bawah ini:
TC = TFC + TVC
Sedangkan, untuk menghitung total biaya rata-rata (average total cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (TFC) dengan biaya variabel rata-rata. Rumus yang digunakan yaitu:
AC = AFC + AVC
Penentuan skala usaha yang efisien berdasarkan struktur biaya diketahui dengan melihat total biaya rata-rata paling rendah dengan rumus sebagai berikut:
dimana: AC = biaya rata-rata jangka pendek AFC = biaya tetap rata-rata jangka pendek AVC = biaya variabel rata-rata jangka pendek
Pada struktur biaya tersebut, terdapat penyusutan alat sebagai biaya tetap. Penyusutan alat di sini artinya pengurangan nilai suatu alat oleh berlalunya waktu. Rincian peralatan yang digunakan dalam produksi tahu yang kemudian akan digunakan untuk perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Rincian peralatan untuk produksi tahu
Jenis alat Jumlah (unit) Harga beli (Rp) Umur pakai (tahun)
Mesin penggiling kedelai Tahang
Drum Ember Tangok Saringan Ancakan Katel Cetakan Serokan
22
Sementara itu Warren CS, Reeve JM, Fess PE. (2005) menjelaskan bahwa aset tetap seperti peralatan, bangunan, dan pengembangan tanah akan kehilangan kemampuan mereka seiring dengan berlalunya waktu, untuk menyediakan manfaat kepada perusahaan sehingga harus ditransfer dari biaya ke beban. Hal tersebut disebut dengan penyusutan. Dalam hal ini memang perlu untuk menghitung biaya penyusutan peralatan produksi yang nantinya akan masuk ke dalam perhitungan biaya tetap. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu nilai pembelian dikurangi nilai sisa, kemudian dibagi dengan umur ekonomis dari peralatan tersebut. Berikut adalah sistematis perhitungannya.
Penyusutan =
Penerimaan, Keuntungan, dan Efisiensi (R/C ratio)
Penerimaan atau revenue adalah semua penerimaan pengrajin dari hasil penjualan barang atau outputnya, dalam penelitian ini output yang dihasilkan adalah tahu dan ampas. Untuk memperoleh keuntungan, pengrajin tahu selalu membandingkan biaya produksi dengan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Secara matematis, total penerimaan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = P x Q dimana : TR = total revenue (Rp)
P = harga tahu dan ampas tahu (Rp)
Q = jumlah tahu dan ampas yang dihasilkan (satuan)
Total penerimaan ini merupakan penerimaan total pengrajin tahu yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Total penerimaan diperoleh dengan memperhitungkan output dikalikan harga jualnya. Sedangkan total penerimaan dikurangi biaya adalah keuntungan (profit) yang dirumuskan sebagai berikut :
Π = TR – TC
dimana : Π = keuntungan pengrajin tahu (Rp) TR = total penerimaan pengrajin tahu (Rp)
TC = biaya total yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu (Rp) Selain itu, untuk mengetahui nilai efisiensi usaha digunakan analisa
Revenue Cost Ratio (RCR). Nilai R/C rasio ini dapat dilihat dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya produksi (Soekartawi 1995). Secara matematis dapat digunakan rumus sebagai berikut :
23 TR = penerimaan total (Rp)
TC = biaya total (Rp)
Nilai R/C > 1 menunjukkan bahwa usaha efisien, artinya penerimaan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. R/C = 1 menunjukkan bahwa usaha balik modal, artinya penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan R/C < 1 menunjukkan bahwa usaha belum efisien, artinya penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan (usaha tidak menguntungkan).
Analisis Statistik Uji Beda T-Paired
Uji beda dipergunakan untuk mencari perbedaan, baik antara dua sampel data atau antara beberapa sampel data. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-paired. Uji ini digunakan pada sampel berpasangan yaitu pada sebuah sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata dua sampel bila datanya berbentuk interval atau ratio adalah menggunakan t-test. Uji
t-paired ini digunakan untuk melihat perbedaan pada berbagai tingkat skala usaha (skala kecil 7 pengrajin, skala menengah 5 pengrajin, dan skala besar 8 pengrajin), serta pada seluruh responden (20 pengrajin tahu) tanpa memperhatikan stratifikasi. Berikut adalah prosedur uji t-paired yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi.
1. Menentukan formulasi hipotesis.
2. Menentukan taraf nyata dan nilai t-test yang ditentukan dengan derajat bebas (db) = n-1. Taraf nyata yang digunakan untuk penelitan ini adalah 10 %.
3. Menentukan kriteria pengujian sebagai berikut:
Dengan kriteria uji:
Jika t-hitung t-tabel, maka diterima dan tidak diterima. Jika t-hitung t-tabel, maka tidak diterima dan diterima. 4. Menentukan nilai statistik uji sebagai berikut.
dimana : t = nilai t hitung
= rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2 SD = standar deviasi selisih pengukuran 1 dan 2 N = jumlah sampel
24
Analisis uji t-paired dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan yang signifikan pada usaha yang dijalankan oleh pengrajin tahu sumedang, dilihat dari struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan kelayakan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Berikut adalah hipotesis yang digunakan dalam penelitian.
a. Uji Beda untuk Struktur Biaya
dimana : = rata-rata struktur biaya sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata struktur biaya setelah kenaikan harga kedelai
hipotesis : = Tidak ada perbedaan antara rata-rata struktur biaya sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
= Ada perbedaan antara rata-rata struktur biaya sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
b. Uji Beda untuk Penerimaan (TR)
dimana : = rata-rata penerimaan (TR) sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata penerimaan (TR) setelah kenaikan harga kedelai hipotesis : = Tidak ada perbedaan antara rata-rata penerimaan (TR)
sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
= Ada perbedaan antara rata-rata penerimaan (TR) sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
c. Uji Beda untuk Keuntungan (
dimana : = rata-rata keuntungan ( sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata keuntungan ( setelah kenaikan harga kedelai hipotesis : = Tidak ada perbedaan antara rata-rata keuntungan ( sebelum
dan setelah kenaikan harga kedelai
= Ada perbedaan antara rata-rata keuntungan ( sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
d. Uji Beda untuk R/C ratio
dimana : = rata-rata R/C ratio sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata R/C ratio setelah kenaikan harga kedelai
hipotesis : = Tidak ada perbedaan antara rata-rata R/C ratio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
= Ada perbedaan antara rata-rata R/C ratio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
25 populasi yang ada. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh melalui analisis uji t-paired menggambarkan signifikansi pada biaya, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio yang lebih baik dibandingkan dengan analisis yang lain karena memperhitungkan seluruh populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari.
Analisis Statistik Uji Anova
Anova digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata beberapa kelompok biasanya lebih dari dua kelompok. Anova satu arah digunakan pada kelompok yang berasal dari sampel yang berbeda tiap kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa anova bertujuan untuk membandingkan rata-rata kelompok lebih dari dua dengan sampel yang berbeda per kelompok.
Dalam penelitian ini uji anova digunakan untuk membandingkan rata-rata biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Kriteria pengujiannya sebagai berikut:
Rumus uji anova:
dimana: Sb2 = Varian between Sw2 = Varian within
hipotesis : = Rata-rata (biaya, penerimaan, keuntungan) masing-masing kelompok adalah sama antar skala usaha
= Rata-rata (biaya, penerimaan, keuntungan) masing-masing kelompok adalah berbeda antar skala usaha
sinifikansi: sig (p-value) > 0.05, maka terima sig (p-value) < 0.05, maka tolak
Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai
26
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran umum lokasi penelitian ini terdiri dari beberapa yaitu letak geografis dari Kecamatan Tanjungsari, kependudukan dan kondisi sosial. Letak geografis lebih membahas pada letak kecamatan dan kondisi lokasi tersebut. Sementara untuk kependudukan dan kondisi sosial lebih membahas pada jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Tanjungsari, mata pencaharian, serta latar belakang dari pendidikan penduduk.
Letak Geografis Kecamatan Tanjungsari
Tanjungsari merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas 3 888.10 ha dan terdiri dari 12 desa. Ketinggian dari permukaan laut yang terendah adalah 500 mdpl dan tertinggi adalah 2 000 mdpl. Perbatasan wilayah Kecamatan Tanjungsari secara geografis dapat dilihat sebagai berikut.
Sebelah Utara : Kecamatan Rancakalong Sebelah Timur : Kecamatan Pamulihan Sebelah Selatan : Kecamatan Cimanggung Sebelah Barat :Kecamatan Sukasari
Luas lahan di Kecamatan Tanjungsari adalah 2 277.608 ha dengan luas sawah 704.15 ha dan luas darat 1 573.458 ha. Penggunaan tanah terbesar untuk hutan sebesar 1 100.74 ha dan terendah untuk padang rumput sebesar 43.46 ha.
Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Tanjungsari sebanyak 73 908 jiwa, terdiri atas 37 286 jiwa laki-laki dan 36 622 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di kecamatan ini sebanyak 22 044 kepala keluarga dengan kepadatan 2 135 per km2. Data mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan kelompok umur tahun 2013
Kelompok umur Jumlah jiwa Jumlah (jiwa)
Laki-laki Perempuan
0-4 2 485 2 617 5 102
5-6 1 411 1 387 2 798
7-12 3 717 3 472 7 189
13-15 2 010 1 924 3 934
16-18 1 975 1 973 3 948
19-25 4 186 3 973 8 159
26-35 5 262 5 584 10 846
36-45 5 068 4 504 9 572
46-55 4 217 4 110 8 327
56-65 3 467 3 126 6 593
65-ke atas 2 823 2 828 5 651
27
Kondisi Sosial
Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari di bagi dalam beberapa kelompok mata pencaharian. Kelompok pekerjaan terdiri dari petani, buruh tani, pedagang, buruh/karyawan, PNS dan YNI, serta wiraswasta. Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Tanjungsari paling banyak adalah petani, sedangkan paling sedikit adalah PNS dan YNI. Kondisi sosial kependudukan di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 9 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan mata pencaharian tahun 2013
No Pekerjaan Jumlah
1 Petani 7 788
2 Buruh tani 5 094
3 Pedagang 4 616
4 Buruh/Karyawan 4 283
5 PNS dan YNI 2 214
6 Wiraswasta 3 736
Jumlah total 27 731
Sumber: Monografi Kecamatan Tanjungsari (2013)
Kondisi sosial lainnya adalah kependudukan yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan. Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Tanjungsari paling banyak adalah tamatan SD dengan jumlah 21 521 jiwa dan paling sedikit adalah penduduk yang tidak pernah sekolah dengan jumlah 65 jiwa. Data lengkapnya dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2013
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tamat SD 21 521
2 Tamat SMP 9 553
3 Tamat SMU 8 310
4 Tamat Perguruan Tinggi 3 041
5 Tidak Tamat SD 3 847
6 Tidak Tamat SMP 316
7 Tidak Tamat SMU 378
8 Tidak Tamat Perguruan Tinggi 1 438
9 Tidak Pernah Sekolah 65
10 Belum Sekolah 5 250
Jumlah Total 53 719