• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh peningkatan harga kedelai terhadap keuntungan dan nilai tambah industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh peningkatan harga kedelai terhadap keuntungan dan nilai tambah industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENINGKATAN HARGA KEDELAI TERHADAP

KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TAHU DI

DESA LEUWEUNG KOLOT KECAMATAN CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR

VERANI RESTIA WIJAYA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI DAN PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Peningkatan Harga Kedelai terhadap Keuntungan dan Nilai Tambah Industri Tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Verani Restia Wijaya

(4)
(5)

ABSTRAK

VERANI RESTIA WIJAYA. Pengaruh Peningkatan Harga Kedelai terhadap Keuntungan dan Nilai Tambah Industri Tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.

Kedelai merupakan bahan baku utama dalam usaha olahan kedelai seperti tahu dan tempe. Kenaikan harga kedelai berdampak pada keberlanjutan usaha tahu terutama industri tahu dengan modal dan akses terbatas. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap struktur biaya, keuntungan, dan nilai tambah pada industri tahu di Desa Leuweung Kolot. Analisis yang digunakan terdiri dari analisis keuntungan, analisis penerimaan dan R/C rasio, dan analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai mempengaruhi struktur biaya dan keuntungan industri tahu. Peningkatan pada keuntungan yang diterima didasarkan pada strategi yang dilakukan oleh industri tahu dengan meningkatkan harga jual tahu dan memperkecil ukuran tahu. Begitupun dengan analisis nilai tambah yang menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai juga mempengaruhi nilai tambah yang dihasilkan oleh industri tahu di Desa Leuweung Kolot.

Kata kunci: Kedelai, keuntungan, nilai tambah

ABSTRACT

VERANI RESTIA WIJAYA. The Effect of Increasing Soybean Price Toward Profit and Value-Added of Tofu Industry in Leuweung Kolot Village Cibungbulang Subdistricts Bogor Districts. Supervised by ANNA FARIYANTI.

Soybean is the important ingredient in soybean processing enterprises such as tofu and tempeh. The increase of soybean price that has affects the business sustainability of the household tofu industry who have limited capital and accessibility. The objective of this research is to analyse the effect of increasing soybean price to the cost structure, profit, and value-added of the tofu industry in Leuweung Kolot village. The analysis used in this study consisted of analysis for calculating profit, analysis of revenue and R/C ratio, also the value-added analysis by using Hayami method. Based on the research that had been conducted showed that the increase in soybean price affected the cost structure and profit of tofu industry. The increase in profit based on the strategy undertaken by the tofu industry to increase the selling price and decrease the size of tofu. Likewise with value added analysis indicated that the increase in soybean prices also affected the value added generated by the tofu industry in Leuweung Kolot village.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PENGARUH PENINGKATAN HARGA KEDELAI TERHADAP

KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TAHU DI

DESA LEUWEUNG KOLOT KECAMATAN CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR

VERANI RESTIA WIJAYA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Peningkatan Harga Kedelai terhadap Keuntungan dan Nilai Tambah Industri Tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

Nama : Verani Restia Wijaya NIM : H34100162

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Peningkatan Harga Kedelai terhadap Keuntungan dan Nilai Tambah Industri Tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor”. Shalawat dan salam senantiasa diucapkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan suri tauladan terbaik bagi seluruh umat manusia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing, Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama, dan Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP. Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan banyak ide dan masukan dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi yang senantiasa memberikan arahan dan dukungan dan membantu dalam menjalani masa-masa perkuliahan sebagai wali akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak, abang, adik dan seluruh keluarga atas dukungan, doa, dan kasih sayang yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa, ucapan terima kasih dan apresiasi penulis kepada seluruh industri tahu di Desa Leuweung Kolot yang telah bersedia menjadi responden dan membantu memberikan informasi dalam penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Pratica Dewi yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar skripsi atas saran dan masukan yang telah diberikan. Selanjutnya terima kasih untuk teman-teman Agribisnis 47 khususnya teman sebimbingan skripsi serta sahabat terkasih atas segala dukungan, motivasi, semangat dalam penyelesaian tugas akhir.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Gambaran Umum Industri Tahu 7

Analisis Keuntungan 8

Analisis Nilai Tambah 9

Perbandingan Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Pengumpulan Data 19

Metode Pengolahan dan Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM PENELITIAN 24

Gambaran Umum Desa Leuweung Kolot 24

Gambaran Umum Usaha Tahu Desa Leuweung Kolot 25

Proses Produksi Tahu 28

Kebutuhan Peralatan Produksi 29

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Analisis Struktur Biaya Usaha Tahu 30

Biaya Variabel Usaha Tahu 31

Biaya Tetap Usaha Tahu 33

Biaya Total Usaha Tahu 34

Penerimaan, Keuntungan dan R/C Rasio Usaha Tahu di Desa

Leuweung Kolot 35

(14)

Analisis Nilai Tambah 39

SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 45

(15)

DAFTAR TABEL

1 Volume impor komoditas tanaman pangan Indonesia 2010-2013 1 2 Perkembangan konsumsi bahan makanan mengandung kedelai di

rumah tangga tahun 2009-2012 2

3 Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman kedelai Provinsi

Jawa Barat 3

4 Rekap Anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayananan

tahun 2012 19

5 Nilai tambah menurut metode Hayami 23

6 Mata pencaharian penduduk Desa Leuweung Kolot 25 7 Karakteristik responden pelaku industri tahu 26 8 Karakteristik responden berdasarkan cara pemasaran 27 9 Rata-rata penggunaan input sebelum dan setelah kenaikan harga

kedelai industri tahu di Desa Leuweung Kolot 31

10 Rata-rata biaya variabel sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai

industri tahu di Desa Leuweung Kolot 32

11 Rata-rata biaya tetap industri tahu di Desa Leuweung Kolot 33 12 Rata-rata total biaya produksi usaha tahu sebelum dan setelah

kenaikan harga kedelai di Desa Leuweung Kolot 34 13 Rata-rata penerimaan industri tahu sebelum dan setelah kenaikan

harga kedelai di Desa Leuweung Kolot 35

14 Efisiensi rata-rata biaya industri tahu sebelum dan setelah kenaikan

harga kedelai di Desa Leuweung Kolot 36

15 Analisis uji beda t-paired rata-rata keuntungan dan R/C rasio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai industri tahu di Desa Leuweung

Kolot 38

16 Perhitungan rata-rata nilai tambah industri tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Desa Leuweung Kolot 40

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan harga kedelai Indonesia periode Januari 2010 - Maret

2013 4

2 Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal 10

3 Kurva perubahan harga input terhadap biaya 12

4 Kurva total biaya variabel , total biaya tetap, dan biaya total terhadap

keuntungan 14

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata jumlah dan harga peralatan produksi industri tahu di Desa

Leuweung Kolot 45

2 Volume impor komoditas tanaman pangan Indonesia, 2010-2013 45 3 Struktur biaya industri tahu sebelum kenaikan harga kedelai 46 4 Struktur biaya industri tahu setelah kenaikan harga kedelai 49 5 Penerimaan industri tahu sebelum kenaikan harga kedelai 52 6 Penerimaan industri tahu setelah kenaikan harga kedelai 53 7 Rata-rata total biaya per bulan yang dikeluarkan industri tahu

sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai 54

8 Uji beda t-paired keuntungan dan R/C rasio sebelum dan setelah

kenaikan harga kedelai 55

9 Perhitungan nilai tambah industri tahu sebelum dan setelah kenaikan

harga kedelai 57

10 Rekap anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayanan

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan akses setiap rumah tangga atau individu dalam memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Indonesia termasuk dalam salah satu dari beberapa negara yang terus mencoba menetapkan program ketahanan pangan demi kebutuhan gizi masyarakat. Namun, ketahanan pangan di Indonesia saat ini mengalami beberapa kendala karena dari lima komoditas utama pangan di Indonesia, dua komoditas diantaranya masih sangat bergantung pada impor yaitu kedelai dan daging (Kementerian Perindustrian 2014).

Kedelai merupakan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dilihat dari perkembangan pertanian komoditas kedelai, setiap tahunnya Indonesia membutuhkan sebanyak 2 juta ton kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, kondisi di lapang petani hanya mampu memenuhi 60% dari total kebutuhan tersebut. Hal ini mengindikasi bahwa pada nyatanya Indonesia sendiri masih belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga harus melakukan impor kedelai dari Amerika untuk pemenuhan permintaan kedelai masyarakat (Kementerian Perindustrian 2014). Berdasarkan data yang dicatat BPS, kedelai termasuk pada nomor kedua yang memiliki volume impor terbesar. Kondisi volume impor untuk komoditas pangan terutama kedelai segar dan kedelai olahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Volume impor komoditas tanaman pangan Indonesia 2010-2013

(18)

2

di Indonesia sangat banyak industri tahu dan tempe yang memanfaatkan kedelai segar sebagai bahan baku utama dan hampir semuanya berasal dari kedelai impor. Jika dilihat pada Tabel 1 di atas, kedelai merupakan komoditas pangan impor dengan volume terbesar kedua setelah gandum. Dengan kenaikan jumlah impor ini akan semakin mengancam petani khususnya petani tanaman pangan yang ada di Indonesia.

Tingginya volume impor kedelai di Indonesia disebabkan adanya permintaan yang tinggi akan kedelai. Besarnya permintaan kedelai mengindikasi tingginya tingkat konsumsi masyarakat akan kedelai baik dalam bentuk kedelai segar atau olahan kedelai. Bentuk olahan kedelai tersebut dapat berupa tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap. Perkembangan konsumsi bahan makanan mengandung kedelai di rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan konsumsi bahan makanan mengandung kedelai di rumah tangga tahun 2009-2012

Berdasarkan Tabel 2 dapat dinyatakan bahwa dari tahun 2009 hingga 2012 konsumsi rumah tangga untuk kedelai segar sama yaitu sebesar 0.0521 kg/kapita/tahun. Sedangkan untuk produk olahan kedelai seperti tahu dan tempe berfluktuasi dari tahun 2009-2012. Tingkat konsumsi untuk tahu dan tempe dapat dikatakan jauh lebih tinggi dibanding olahan kedelai lain berupa tauco, oncom, dan kecap. Kondisi ini juga dapat dilihat dari banyaknya industri tahu dan tempe rumah tangga di Indonesia. Meskipun nilainya berfluktuasi namun konsumsi rumah tangga untuk bahan makanan mengandung kedelai tidak berbeda jauh tiap tahunnya.

Tingginya permintaan masyarakat Indonesia menyebabkan kondisi dimana ketika kedelai lokal tidak mampu dipenuhi maka mengimpor kedelai dari luar negeri menjadi alternatif pemenuhan permintaan tersebut yang mengakibatkan volume impor kedelai semakin meningkat tiap tahunnya. Adanya ketergantungan pemerintah Indonesia terhadap kedelai impor Amerika yang semakin meningkat, menimbulkan beberapa alternatif pengganti komoditi kedelai sebagai bahan baku usaha tahu dan tempe untuk mengurangi ketergantungan impor tersebut. Alternatif tersebut salah satunya adalah mengimpor kacang lupin dari Australia.

Lupin merupakan tanaman alami dan bukan produk hasil modifikasi genetik. Meskipun kandungan proteinnya tidak berbeda jauh dengan kedelai, namun kacang lupin memiliki kandungan serat yang lebih tinggi. Tanaman lupin hanya tumbuh di Australia Barat dalam skala besar. Meskipun dapat diproduksi cukup untuk menggantikan semua kedelai impor, lupin bukan komoditas perdagangan dunia dan memiliki harga yang lebih stabil yang umumnya jauh lebih rendah dari harga kedelai (Lupin Foods Australia 2013).

(19)

3 mampu dibeli oleh industri tempe di daerah tersebut. Selain kandungan kacang lupin yang lebih banyak dibanding kedelai, untuk harganya kacang lupin memiliki harga jual yang lebih murah dibanding kedelai yaitu Rp6 500 per kilogram. Namun kacang lupin ini belum digunakan oleh semua industri tahu dan tempe di Indonesia karena kondisi kacang lupin yang memiliki kadar asam lebih tinggi membuat tempe yang dihasilkan menjadi lengket meskipun kandungan proteinnya lebih tinggi dari kedelai dan belum diuji oleh semua industri olahan kedelai (Galih 2013).

Salah satu daerah yang memiliki produksi kedelai tertinggi di Indoensia adalah provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data BPS (2013), kondisi lahan yang tersedia untuk budidaya kedelai berfluktuasi. Berdasarkan catatan evaluasi BPS mengenai luas panen, produktivitas, dan produksi khususnya Provinsi Jawa Barat terlihat berfluktuasi namun cenderung menurun dari ketiga aspek tersebut. Kondisi luas panen, produktivitas, dan produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman kedelai Provinsi Jawa Barat

Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton)

2009 41 775.00 14.42 60 257.00

Pada Tabel 3 dijelaskan bahwa sejak tahun 2009 - 2013 luas panen per Ha dari tanaman kedelai berfluktuasi namun cenderung menurun terutama sejak tahun 2011. Penurunan luas panen seiring dengan produktivitas dan produksi tanaman kedelai Indonesia yang semakin lama semakin berkurang. Hal ini disebabkan adanya tingkat konversi lahan pertanian di Indonesia yang terus meningkat terutama di Pulau Jawa termasuk Jawa Barat. Adanya konversi lahan yang menimbulkan menurunnya produksi tanaman kedelai Indonesia tentunya semakin menyulitkan pemerintah untuk memenuhi permintaan akan kedelai yang tidak dapat ditutupi dengan pasokan yang ada sehingga kebutuhan impor kedelai menjadi lebih tinggi.

Kenaikan harga kedelai cenderung dipicu karena adanya peningkatan impor kedelai sehingga perubahan harga kedelai bergantung pada kondisi eksternal dan permasalahan ekonomi yang terjadi di negara produsen tersebut. Selain itu penyebab naiknya harga kedelai juga disebabkan adanya kenaikan nilai mata uang dollar terhadap rupiah atau depresiasi nilai rupiah yang sempat mencapai Rp11 000 per dollar.

(20)

4

kabupaten sentra produksi meningkat 0.78 persen dan di beberapa kota besar tidak mengalami perubahan. Hal ini dapat diproyeksikan pada Gambar 1 dibawah ini.

Sumber: (Ditjen PPHP 2013)

Harga kedelai di Kabupaten Bogor pada September 2013 sempat mencapai Rp9 000 – Rp9 300 per kilogram dari harga awal Rp7 000. Kondisi ini membuat biaya produksi pengusaha tahu meningkat. Bahkan dengan melakukan strategi mengecilkan ukuran komoditi ternyata tidak mampu menekan biaya produksi, malah membuat jumlah permintaan menjadi turun karena ukurannya yang kecil konsumen tidak ingin membeli (Saputra 2014).

Keuntungan yang diterima oleh industri tahu bergantung kepada penjualan tahu dan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tahu tersebut. Dengan kondisi kenaikan harga kedelai ini keuntungan yang diterima oleh industri berubah karena adanya peningkatan biaya produksi dan jumlah penjualan yang belum dapat diperkirakan agar dapat menutupi biaya modal. Selain itu, jumlah permintaan input dari industri tahu juga dipengaruhi oleh permintaan konsumen terhadap tahu. Hal ini mengakibatkan industri tahu mulai memikirkan cara lain agar usaha tahu mereka tidak bangkrut dan produk tahu tetap dibeli oleh konsumen karena adanya permasalahan tersebut.

Kedelai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi menjadikan kedelai sebagai tanaman pangan karena dapat mensubsitusi komoditas pangan lain seperti padi, jagung, dan tanaman lainnya. Selain itu, tingkat konsumsi kedelai di Indonesia pun cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kedelai termasuk tanaman pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat selain beras dan daging. Semakin tinggi tingkat konsumsi masyarakat tentu akan semakin meningkatkan jumlah permintaan akan kedelai. Hal ini dapat berlangsung baik jika Indonesia tidak bergantung kepada impor dan lebih mengutamakan kedelai lokal dengan memperbaiki kualitasnya. Namun, pada kenyataannya semakin tinggi permintaan kedelai maka semakin besar ketergantungan akan kedelai impor di Indonesia.

(21)

5 Produk turunan dari kedelai berupa tahu merupakan produk yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Tahu sudah menjadi makanan yang konsumsi setiap hari bagi beberapa keluarga. Namun tahu hampir menjadi barang mahal karena adanya kenaikan kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan tahu. Kondisi ini tidak hanya membuat konsumen harus mengeluarkan biaya lebih tapi juga mengurangi keuntungan yang diterima oleh industri tahu. Permintaan terhadap tahu ini masih tinggi karena harga daging dan ikan yang juga jauh lebih mahal dibandingan tahu. Sehingga masyarakat tetap membeli tahu meskipun ukurannya lebih kecil untuk menutupi kekurangan biaya dari pihak industri tahu/produsen.

Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu daerah indutri tahu di Kabupaten Bogor. Di daerah ini industri tahu sudah menjadi mata pencaharian penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jumlah industri tahu di kecamatan ini lebih banyak dibanding industri tempe. Selain itu produk olahan kedelai berupa tahu ini memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan tempe. Berdasarkan penelitian (Tunggadewi, 2009) nilai tambah pada usaha tahu lebih tinggi dibanding dengan usaha tempe. Hal ini disebabkan proses produksi tahu lebih singkat dibanding proses produksi tempe. Sehingga keuntungan yang didapat oleh industri tahu pun lebih banyak dibanding industri tempe. Namun, dengan adanya peningkatan harga kedelai mengakibatkan keuntungan industri tahu menjadi tidak stabil karena meningkatnya biaya produksi sehingga usaha tahu penduduk setempat memerlukan adanya pengolahan produk untuk meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut agar keuntungan industri tidak semakin rendah dan dapat mempertahankan usaha tahunya.

Perumusan Masalah

Perkembangan harga kedelai di Indonesia pada tahun 2013 ini makin lama semakin meningkat. Menurut Aip Syaifuddin selaku Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) menyatakan bahwa harga kedelai sudah mencapai Rp8 900 - Rp10 000 per kilogram di awal September 2013. Harga ini dinilai sebagai harga kedelai tertinggi sepanjang sejarah. Pada awal Juli, harga beli dari industri mencapai Rp7 450, kemudian pada bulan Agustus harga naik menjadi Rp7 700. Pada akhir Agustus harga melambung menjadi Rp9 000 – Rp10 000. Kenaikan harga kedelai saat ini lebih dipicu oleh adanya gejolak depresiasi rupiah. Kondisi ini juga berlaku di Kabupaten Bogor. Pengusaha tahu yang ada di Bogor harus menekan biaya produksi mereka agar tidak bangkrut. Naiknya harga kedelai di Bogor membuat beberapa pengusaha tahu sempat kebingungan untuk mengembalikan modal (Toyudho 2014).

(22)

6

pada indutri atau usaha tahu, kenaikan harga kedelai ini juga berimbas pada jumlah keuntungan yang diterima oleh industri tahu. Apabila harga kedelai naik maka biaya input dan produksi untuk usaha tahu juga meningkat, akibatnya keuntungan yang diterima industri tahu mungkin akan lebih rendah dari sebelumnya karena jumlah pembeli berkurang dan mulai mencari barang subsitusi lainnya yang lebih murah.

Kenaikan harga pada kedelai juga berpengaruh terhadap nilai tambah tahu. Kenaikan harga input berpengaruh pada pemintaan industri tahu akan input berupa kedelai dan output yang dihasilkan. Perubahan permintaan ini dipengaruhi adanya perubahan permintaan dari konsumen karena harga tahu yang ikut naik saat harga kedelai meningkat. Perubahan pada jumlah input dan output akan berpengaruh pada besaran nilai tambah yang mampu dihasilkan oleh industri tahu. Pada penelitian ini juga akan dilihat pengaruh yang ditimbulkan ketika harga kedelai meningkat pada nilai tambah indutri tahu.

Kabupaten Bogor memiliki jumlah industri UMKM yang cukup banyak dan menyebar. Salah satunya di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang. Daerah ini termasuk dalam salah satu sentra industri tahu di Kabupaten Bogor dengan kebutuhan kedelai yang cukup tinggi per bulannya. Berdasarkan data KOPTI (2013), Kecamatan Cibungbulang memiliki jumlah anggota sebanyak 34 orang dengan tenaga kerja industri tahu dan tempe yang berjumlah 185 orang. Selain itu, jumlah kebutuhan kedelai perbulannya di kecamatan ini sebesar 97 350 kg kedelai.

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang dapat dibahas dalam penelitian ini, diantaranya :

1. Bagaimana pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap struktur biaya industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor?

2. Apakah kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap keuntungan yang diterima industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap nilai tambah yang dihasilkan oleh industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap struktur biaya industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

2. Menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap keuntungan yang diterima industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

(23)

7 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah terkait dengan kebijakan dalam mengatasi dampak kenaikan harga kedelai khususnya bagi industri tahu

2. Menjadi bahan informasi bagi pemerintah khususnya di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor mengenai kondisi industri tahu di daerah tersebut setelah adanya kenaikan harga kedelai sehingga dapat membantu industri di industri tersebut dalam mengatasi permasalahannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Industri Tahu

Menurut Soekartawi (2000), agroindustri merupakan industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Agroindustri memiliki peranan yang penting dalam pembangunan pertanian. Hal ini terlihat dari kontribusinya dalam meningkatkan keuntungan pelaku agribisnis, penyerapan tenaga kerja, meningkatkan devisa, dan mendorong pertumbuhan industri lain.

Afianti (2011) menyatakan bahwa terdapat respon yang berbeda-beda dari responden rumah tangga mengenai keberadaan industri tahu. Industri pengolahan tahu ini memiliki limbah cair yang dibuang ke sungai di lingkungan masyarakat sekitar. Hal ini berdampak pada pencemaran lingkungan seperti ketersediaan air bersih dan kurang nyamannya lingkungan tempat tinggal. Namun, industri tahu ini juga dianggap penting oleh masyarakat lain karena kebutuhan akan produk olahan tahu dan tempe yang semakin hari semakin meningkat.

Pada penelitian Setianingsih (2007) menyatakan bahwa kinerja dari usaha tahu rumah tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartsura Kabupaten Sukoharjo, Jawa tengah mengalami perubahan yang disebabkan adanya kenaikan harga BBM. Hal ini dilihat dari analisis yang dilakukan pada penerimaan, biaya, dan keuntungan usaha tahu. Penerimaan dan total biaya dari usaha tahu pong tersebut mengalami peningkatan. Namun keuntungannya berkurang sebesar 8.49 persen. Penerimaan usaha tahu meningkat karena pemilik usaha tahu melakukan pengurangan ukuran atau peningkatan harga jual tahu sedangkan total biaya usaha tahu meningkat karena adanya peningkat pada beberapa input yang digunakan untuk mengolah kedelai menjadi tahu.

Berdasarkan wawancara dengan KOPTI Kabupaten Bogor, hampir seluruh anggota KOPTI yang merupakan industri tahu ini membeli bahan baku kedelai impor yang 100% diimpor KOPTI. Hal inilah yang menimbulkan adanya kenaikan harga kedelai yang terus berfluktuasi akibat impor kedelai yang dipengaruhi oleh faktor ekternal terkait perekonomian negara asal impor.

(24)

8

analisis nilai tambah juga menunjukkan bahwa usaha yang memiliki nilai tambah lebih besar adalah usaha tahu dengan nilai sebesar Rp6 881, sedang untuk menjadi tempe sebesar Rp4 947. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penghematan biaya pada usaha tempe, agar struktur biayanya lebih efisien dan mendapatkan keuntungan lebih besar. Salah satunya dengan menghemat biaya perawatan, menggunakan peralatan produksi yang lebih tahan lama, dan menjaga kebersihan peralatan.

Analisis Keuntungan

Analisis keuntungan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerimaan yang diterima oleh suatu usaha terhadap biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan analisis ini dapat diketahui apakah usaha layak untuk tetap dijalankan atau tidak.

Amalia (2008) pada studi kasus di Desa Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor menyatakan bahwa biaya total usaha tempe pada usaha tempe mengalami peningkatan sebesar 6.38 persen. Begitu pula dengan total biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh para industri mengalami peningkatan sebesar 6.41 persen. Hal ini disebabkan kedelai merupakan penggunaan input terbesar untuk memproduksi tempe dengan proporsi atas total biaya pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai masing-masing sebesar 83.96 persen dan 87.40 persen. Penelitian yang menggunakan pendekatan Stochastic Frontier ini menunjukkan besarnya keuntungan kotor usaha yang mengalami penurunan sebesar 49.47 persen. Keuntungan atas biaya total merupakan keuntungan usaha tempe. Besarnya keuntungan mengalami penurunan sebesar 50.27 persen. Sehingga pada perhitungan R/C menghasilkan nilai lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.11 untuk biaya total setelah kenaikan harga kedelai dan 1.12 untuk biaya tunai setelah kenaikan harga kedelai. Hal ini berarti bahwa usaha tempe di Desa Citeureup ini layak untuk dijalankan.

Patmawaty (2009) melakukan penelitian pada industri tahu di Desa Bojong Sempu Kecamatan Parung mengenai analisis keuntungan industri terhadap kenaikan harga kedelai. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa adanya penurunan produksi setelah kenaikan harga kedelai mengakibatkan penurunan penerimaan total usaha yang lebih besar dari penurunan biaya usaha untuk tahu menyebabkan keuntungan yang diterima tahu mengalami penurunan sebesar 36.11 persen untuk keuntungan tunai dan 47.12 persen untuk keuntungan bersih. Untuk nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pun mengalami penurunan yaitu R/C atas biaya tunai dari 1.48 pada kondisi sebelum terjadi kenaikan harga kedelai menjadi 1.39 pada kondisi setelah kenaikan harga kedelai. Nilai R/C atas biaya total mengalami penurunan 1.36 pada kondisi sebelum kenaikan harga kedelai menjadi 1.27 setelah kenaikan harga kedelai. Namun usaha ini masih layak untuk dijalankan karena nilai R/C masih berada diatas satu.

(25)

9 usaha tidak berbeda. Hal ini disebabkan jumlah sampel kecil dan strategi yang dilakukan juga relatif sama pada tiap skala usaha sehingga tidak mewakili seluruh populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang.

Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah merupakan selisih dari nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain (Putri 2013). Analisis ini digunakan untuk mengetahui terhadap produk apa sebaiknya suatu bahan baku diolah sehingga menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi bagi pelaku usaha.

Pada penelitian Sinaga (2008) mengenai nilai tambah kedelai di Kabupaten Bogor yang melakukan analisis nilai tambah kedelai menjadi produk olahan tempe memiliki tingkat keuntungan sebesar 66.89 persen dari nilai tambah yang merupakan keuntungan industri. Marjin yang diperoleh dari usaha tersebut adalah sebesar Rp3 385.00. marjin ini didistribusikan 21.50 persen sebagai imbalan bagi tenaga kerja. 35.03 persen bagi sumbangan input lain, dan 43.45 persen bagi keuntungan industri tempe.

Menurut penelitian Tunggadewi (2009) dengan menggunakan metode Hayami didapat perbandingan bobot berat tahu dan dengan jumlah bahan baku pada satu hari menghasilkan faktor konversi sebesar 2.7 yang menandakan bahwa setiap kilogram kedelai yang diolah menghasilkan 2.7 kilogram tahu. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu adalah sebesar Rp6 881 per kilogram kacang kedelai dengan rasio 51 persen. Berdasarkan perhitungan tersebut, keuntungan yang diterima usaha tahu sebesar Rp6 381 dengan bagian keuntungan yang diperoleh adalah 92 persen. Pada kasus ini keuntungan nilai tambah pemilik usaha tahu lebih besar dibanding keuntungan tenaga kerjanya.

Perbandingan Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu

(26)

10

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Fungsi Produksi

Input merupakan faktor penting dalam proses kegiatan produksi. Suatu usaha dapat mengubah input menjadi output dengan berbagai cara, dengan menggunakan variasi tenaga kerja, bahan-bahan poduksi, dan modal. Hubungan antara input produksi, proses, dan produk yang dihasilkan dapat dijelaskan melalui kurva fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan output terbesar yang dihasilkan suatu perusahaan untuk setiap kombinasi input tertentu (Pindyck dan Rubinfeld 2009) .

Pada industri tahu, pelaku usaha memutuskan seberapa banyak input tertentu yang harus dibeli dengan membandingkan antara manfaat yang dihasilkan dengan biayanya. Permintaan input industri tahu dipengaruhi oleh permintaan konsumen akan output dari industri tahu. Jumlah input yang digunakan oleh industri tahu bergantung pada jumlah tahu yang ingin diproduksi (Pindyck dan Rubinfeld 2009).

Kurva fungsi produksi menjelaskan hubungan antara produk marjinal (MP), produk rata-rata (AP), dan produk total (TP) (Lipsey et al. 1995). Kurva hubungan antara faktor produksi dengan jumlah produksi dapat dilihat pada Gambar 2.

output

TP

input MP, AP

MP

AP

q1 input

Sumber: Nicholson 1995

Gambar 2 di atas menjelaskan produk total yang naik secara stabil, pertama dengan laju yang makin meningkat, kemudian dengan laju yang makin berkurang. Hal ini menyebabkan kurva produk rata-rata dan produk marjinal mula-mula

(27)

11 meningkat dan kemudian menurun. Titik produktivitas rata-rata maksimum yang disebut juga titik menurunnya produktivitas rata-rata adalah q1 dimana pada titik ini MP = AP.

Berdasarkan Gambar 2, apabila jumlah input variabel yang digunakan berubah maka output pun akan berubah. Naik turunnya output yang diakibatkan oleh penggunaan lebih banyak atau lebih sedikit suatu faktor variabel terhadap jumlah tertentu faktor produksi. Hipotesis ini disebut sebagai hipotesis hasil lebih yang makin berkurang (diminishing returns). Hipotesis ini menyatakan bahwa jika makin banyak jumlah suatu faktor variabel ditetapkan untuk sejumlah tertentu faktor yang tetap, akhirnya akan tercapai situasi dimana setiap tambahan unit faktor variabel tersebut menghasilkan tambahan produk total dalam jumlah yang lebih sedikit ketimbang yang dihasilkan sebelumnya (Lipsey et al. 1995).

Pada industri tahu, penambahan input kedelai pada jumlah tertentu akan meningkatkan jumlah output tahu yang dihasilkan. Namun penambahan ini pada akhirnya akan mencapai situasi dimana setiap penambahan kedelai tersebut akan menghasilkan jumlah output tahu yang lebih sedikit dari sebelumnya. Hal ini disebabkan industri tahu memiliki kapasitas produksi dalam menghasilkan suatu output. Sehingga untuk meningkatkan jumlah output tersebut maka perlu ada peningkatan skala produksi atau peningkatan penggunaan teknologi.

Pada suatu usaha, keuntungan maksimum diperoleh dari turunan pertama fungsi keuntungan terhadap biaya variabel sama dengan nol. Secara matematis, keuntungan maksimum dapat dijelaskan sebagai berikut:

= MP = 0

Berdasarkan persamaan tersebut, untuk mendapatkan keuntungan maksimum maka MP=0. Melalui Gambar 2 dapat dijelaskan keuntungan maksimum tersebut diperoleh ketika produk yang dihasilkan mencapai titik optimal ketika TP optimal dimana pada saat tersebut tambahan produksi per satuan tambahan input mencapai kondisi berada di titik nol.

Pengaruh Peningkatan Harga Input Terhadap Biaya

Nicholson (1995) membedakan konsep biaya yang terdiri dari biaya kesempatan, biaya akuntansi dan biaya ekonomi. Biaya ekonomi yang dikeluarkan dari suatu input merupakan nilai pembayaran yang diperlukan untuk mempertahankan input tersebut dalam penggunaannya saat ini atau pembayaran yang diterima input tersebut dalam penggunaan alternatif yang terbaik.

Pada analisis biaya akan dilihat dan diperhitungkan berbagai faktor yang diperlukan atau yang harus dilakukan atau dibayarkan agar suatu usaha bisa berjalan dengan lancar. Faktor-faktor inilah yang disebut sebagai masukan atau input. Untuk melihat untung-rugi suatu usaha maka faktor-faktor biaya tersebut perlu diperbandingkan dengan aneka hasil atau output yang diperoleh dari suatu usaha (Suratiyah 2009).

(28)

12

a) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Biaya ini harus tetap dibayar berapapun jumlah produk yang dapat dihasilkan. Sewa lahan dan investasi seperti peralatan, mesin, hingga bangunan termasuk dalam biaya tetap.

b) Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah. Biaya ini muncul jika ada sesuatu barang yang diproduksi, seperti; pengeluaran untuk benih, pupuk, dan biaya tenaga kerja.

Biaya total adalah biaya total yang dikeluarkan untuk menghasilkan output tertentu. Biaya total dibagi atas biaya tetap total (total fixed cost) dan biaya variavel total (total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskpiun outputnya berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al 1995).

Biaya total rata-rata (average total cost) atau disebut juga biaya rata-rata (average cost) adalah biaya total untuk menghasilkan jumlah output tertentu dibagi dengan jumlah output tersebut. Biaya marjinal (marginal cost) adalah kenaikan biaya total yang disebabkan oleh meningkatnya laju produksi sebesar satu unit. Karena biaya tetap tidak berubah dengan output, maka biaya tetap marjinal akan selalu nol. Oleh karena itu biaya marjinal jelas merupakan biaya variabel marjinal dan berubahnya biaya tetap tidak akan mempengaruhi biaya marjinal. Perubahan harga input mengubah kurva biaya total rata-rata dan kurva biaya marjinal menurut Lipsey et al (1995) dapat dijelaskan dalam Gambar 3.

Biaya Total

MC1

MC0

ATC1

ATC0

0 Output

Sumber: (Lipsey et al 1995)

Pada Gambar 3 dijelaskan bahwa kurva biaya total rata-rata semula dan kurva biaya marjinal diperlihatkan oleh ATC0 dan MC0. Kenaikan harga input variabel seperti harga kedelai dapat menaikkan biaya produksi tiap tingkat output. Akibatnya kurva biaya total rata-rata dan kurva biaya marjinal bergeser ke atas menuju ATC1 dan MC1. Sebaliknya, penurunan harga input variabel akan menggeser kurva biaya total rata-rata dan kurva biaya marjinal ke bawah; jika kurva semula adalah ATC1 dan MC1, setelah penurunan harga input variabel kurva tersebut akan menjadi ATC0 dan MC0.

Adanya kenaikan harga kedelai juga dapat berpengaruh pada permintaan input kedelai bagi usaha olahan kedelai. Menurut teori hukum permintaan (cateris paribus) yang menyatakan bahwa ketika adanya kenaikan harga input maka

(29)

13 permintaan input tersebut akan turun. Begitupula sebaliknya apabila harga input turun maka permintaan akan input naik dengan asumsi cateris paribus dimana semua faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga dianggap tetap. Sehingga pada usaha tahu kondisi permintaan input juga dapat dipengaruhi oleh kenaikan harga kedelai. Ketika harga kedelai naik, industri dapat mengurangi jumlah pembelian kedelai sehingga produksi output tahu pun menurun. Hal ini untuk menghindari tingginya total biaya yang akan dikeluarkan industri agar penerimaan yang diterima industri tidak terlalu rendah dan industri tetap mendapatkan untung.

Pengaruh Peningkatan Harga Input Terhadap Keuntungan

Kurva biaya menunjukkan biaya produksi minimum pada berbagai tingkat output. Biaya ini mencakup biaya eksplisit maupun biaya implisit. Biaya eksplisit merupakan pengeluaran aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli atau menyewa input yang diperlukan. Sedangkan biaya implisit merupakan nilai input yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dalam proses produksinya (Salvatore 2006).

Biaya tetap total (TFC) mencerminkan seluruh kewajiban atau biaya yang ditanggung oleh perusahaan per unit waktu atas semua input tetap. Biaya variabel total (TVC) adalah seluruh biaya yang ditanggung oleh perusahaan per unit waktu atas semua input variabel yang digunakan. Hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, dan biaya total tersebut secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC = TVC + TFC Dimana: TC = Total Cost (Biaya Total)

TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total) TVC = Total Variable Cost (Biaya Variabel Total)

(30)

14

TR, TC, TVC

TC1 TC0

TR TVC1 TVC0

TFC

0 Output

Sumber: (Salvatore 2006)

Keuntungan yang diterima industri merupakan hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Dengan adanya peningkatan biaya total akan menyebabkan jumlah keuntungan bersih yang diterima industri akan berkurang. Hal ini didukung dengan sulitnya menaikkan harga tahu di pasar oleh para industri tahu sehingga cara yang dilakukan adalah dengan memperkecil ukuran tahu tersebut. Memperkecil ukuran ini bertujuan agar industri tetap dapat menghasilkan jumlah output optimal disaat adanya kenaikan harga kedelai.

Apabila keuntungan industri menurun maka hal ini akan berpengaruh terhadap efisiensi usaha. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai R/C dimana semakin besar nilai R/C maka akan semakin efisien usaha yang dilakukan. Semakin efisien suatu usaha maka akan semakin menguntungkan dan layak usaha tersebut dijalankan. Namun apabila keuntungan menurun maka efisiensi usahanya pun berkurang sehingga usaha tersebut bisa jadi tidak layak untuk dijalankan.

Keuntungan Usaha

Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya dalam suatu usaha (Soekartawi 1995). Analisis keuntungan digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh dari kegiatan produksi. Usaha atau kegiatan dapat dikatakan efisien apabila mencapai keuntungan maksimum. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis keuntungan usaha. Ada dua tujuan utama dari analisis keuntungan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dalam suatu usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan usaha tersebut.

Pada menganalisis keuntungan usaha, prinsip yang paling penting adalah adanya keterangan mengenai kondisi penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan didapat dari hasil perkalian jumlah produksi dengan harga satuan komoditi tersebut. Sedangkan pengeluaran usaha dapat diperoleh dari nilai penggunaan faktor produksi dan berapa besar penggunaannya pada proses produksi tersebut.

Analisis keuntungan umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha dalam satu tahun. Menurut Soekartawi (1986), ukuran keuntungan usaha dapat dijabarkan sebagai berikut:

(31)

15 1. Penerimaan adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk. 2. Pengeluaran adalah jumlah uang yang dibayarkan pembelian barang dan

jasa usaha.

3. Pengeluaran total usaha yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Pengeluaran tidak tetap (variabel cost) didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk produk tertentu dan jumlahnya berubah-ubah sebanding dengan besarnya produksi produk tersebut. Sedangkan pengeluaran tetap (fixed cost) adalah pengeluaran usaha yang tidak bergantung pada besarnya produksi. 4. Keuntungan usaha adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran

total usaha.

Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C)

Gaspersz (2000) mendefinisikan penerimaan total sebagai total uang yang dibayarkan kepada produsen untuk suatu produk dan dihitung sebagai perkalian antara harga produk (P) dan kuantitas produk yang diminta (Q) dan dinotasikan sevagai total revenue (TR).

Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan usaha dibagi atas penerimaan tunai usaha dan penerimaan total usaha. penerimaan tunai usaha merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk. Sedangkan penerimaan total usaha adalah penjumlahan antara penerimaan tunai dengan penerimaan yang diperhitungkan pada suatu usaha. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekarwati 1995):

TR = Y x Py dimana:

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha Py = Harga Y

Analisis R/C rasio dapat dilakukan untuk menunjukkan besar penerimaan usaha yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha. Analisis rasio penerimaan dan biaya dapat mengukur tingkat keuntungan relatif suatu usaha, apakah usaha menguntungkan atau tidak. Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin besar pula penerimaan usaha yang diterima untuk setiap biaya yang dikeluarkan. Apabila nilai R/C > 1 berarti bahwa setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dibanding tambahan biaya. Sebaliknya apabila R/C < 1 maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dari tambahan biaya. Namun jika R/C = 1 maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan sama dengan tambahan penerimaan yang diperoleh sehingga mencapai keuntungan normal.

Analisis Nilai Tambah

(32)

16

adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen. Pada kegiatan subsistem pengolahan, alat analisis yang sering digunakan adalah alat analisis nilai tambah.

Metode Hayami merupakan suatu metode yang menjelaskan nilai tambah dan analisis pemasaran secara kualitatif dan kuantitatif yang kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data. Nilai tambah yang dihasilkan pada pengolahan barang dan jasa adalah selisih antara nilai akhir suatu produk (nilai output) dengan nilai bahan baku dan input lainnya. Nilai tambah tidak hanya digunakan untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang didapatkan, tetapi juga menganalisis distribusi terhadap faktor produksi yang digunakan. Sebagian dari perhitungan nilai tambah merupakan balas jasa (imbalan) bagi tenaga kerja, dan sebagian lainnya merupakan keuntungan pemilik usaha. Metode analisis Hayami adalah metode yang umum digunakan untuk menganalisis nilai tambah pada subsistem pengolahan. Alat analisis ini dikemukakan oleh Hayami dengan kelebihan sebagai berikut:

1. Dapat diketahui produktivitas dan produksinya (rendemen dan efisiensi tenaga kerja)

2. Lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian

3. Dapat dimodifikasi untuk nilai tambah selain subsistem pengolahan 4. Dapat diketahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi

Analisis nilai tambah merupakan metode perkiran sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Nilai tambah dapat dilakukan pada produk pertanian dimana sifat produk tersebut mudah rusak dan volume besar. Dalam analisis nilai tambah, ada tiga komponen pendukung yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyak output yang dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu-satuan input.

Menurut Hayami et al (1987), analisis nilai tambah pengolahan produk pertanian dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali pengolahan yang menghasilkan produk tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh ialah harga output, upah kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Nilai input lain adalah nilai dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan selama proses pengolahan berlangsung. Nilai ini mencakup biaya modal dan gaji pegawai tak langsung.

Kerangka Pemikiran Operasional

(33)

17 turunan kedelai seperti tahu. Usaha yang bergerak dipengolahan kedelai menggunakan kedelai sebagai bahan baku utamanya. Adanya kenaikan harga kedelai berpengaruh kepada pembelian faktor-faktor input yang digunakan dalam kegiatan produksi.

Kenaikan harga kedelai mempengaruhi biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh industri tahu dalam setiap satu kali produksi. Hal ini juga diduga berpengaruh kepada jumlah pembelian input yang digunakan oleh industri tahu di Desa Leuweung Kolot. Kenaikan harga jual tahu dipengaruhi oleh adanya kenaikan total biaya produksi yang dikeluarkan oleh industri tahu sehingga mereka menurunkan atau bahkan menambah jumlah produk yang dihasilkan. Biaya produksi yang meningkat memicu pemilihan dan penetapan strategi yang dilakukan oleh industri dengan memperkecil ukuran tahu yang dijual atau menaikkan harga jual tahu tersebut.

Perubahan yang terjadi pada harga jual tahu akan merubah total penerimaan yang diterima industri tahu sebagai pengaruh adanya peningkatan harga kedelai. Berdasarkan perubahan nilai yang terjadi pada total biaya dan penerimaan tersebut dapat dilihat bagaimana keuntungan yang diperoleh oleh industri tahu akibat kenaikan harga kedelai. Selain itu dari total biaya produksi dan output tahu yang juga dapat diketahui nilai tambah yang mampu dihasilkan oleh industri tahu.

(34)

18

Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional Industri Tahu

 Peningkatan harga kedelai  Perubahan volume produksi

dan harga jual

Peningkatan Harga Kedelai

 Keuntungan Industri Tahu  Efisiensi Biaya Industri Tahu  Nilai Tambah Industri Tahu

Output Tahu

Biaya Variabel Harga

Input

Input Produksi

Harga Ouput

Biaya Tetap

(35)

19

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Leuweung Kolot, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa desa tersebut adalah salah satu sentra industri tahu di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data laporan tahunan KOPTI diperoleh data bahwa Kecamatan Cibungbulang memiliki kebutuhan kedelai tiap bulannya sebesar 97 350 kg. Kegiatan pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Maret 2014 hingga April 2014. Jumlah kebutuhan kedelai pada rekap anggota KOPTI Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rekap Anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayananan tahun 2012

Wilayah Pelayanan Jumlah Anggota Jumlah Tenaga Kerja Kebutuhan Kedelai (kg/bulan)

Leuwiliang 39 175 99 750

Ciampea 62 235 130 350

Cibungbulang 34 185 97 350

Jasinga 20 106 83 100

Dramaga 19 84 45 000

Sumber: KOPTI 2013

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil obervasi langsung di lapang, wawancara langsung dengan industri tahu mengenai profil usaha dan kondisi usaha sebelum dan setelah terjadinya kenaikan harga kedelai yang dilakukan melalui penyebaran kuisioner terstruktur kepada industri tahu yang dipandu oleh peneliti. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur buku, website, jurnal yang relevan dengan penelitian dan data-data dari dinas atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, KOPTI Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, dan media informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

(36)

20

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif analitik untuk mendukung data kuantitatif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi yang ditransfer dari hasil wawancara dan penyebaran kuesioner yang kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan kalkulator dan Microsoft Excel yang kemudian diinterpretasikan. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis berupa analisis struktur biaya, analisis keuntungan, analisis penerimaan dan biaya, dan analisis nilai tambah.

Analisis Struktur Biaya

Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya yang terjadi pada suatu kegiatan usaha. Biaya tetap (fixed cost) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Soekartawi 1995):

FC = ∑ dimana:

FC = biaya tetap

Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi = harga input

n = macam input

Total biaya merupakan penjumlahan dari biaya tetap total (TFC) dan biaya variabel total (TVC). Penjumlahan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (Salvatore 2006):

TC = TFC + TVC dimana:

TC = Biaya tetap (total cost)

TFC = Biaya tetap total (total fixed cost) TVC = Biaya variabel total (total variable cost)

Total biaya rata-rata (average cost) dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap rata-rata (average fixed cost) dengan biaya variabel rata-rata (average variable cost). Sistematika perumusan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (Salvatore 2006):

AC = AFC + AVC dimana:

AC = average cost

AFC = average fixed cost

AVC = average variable cost

Analisis Keuntungan

(37)

21 lebih besar dari total biaya maka industri memperoleh keuntungan sebesar pengurangan penerimaan dan total biaya. Menurut (Soekartawi 1995), perhitungan keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pd = TR – TC dimana:

Pd = Keuntungan usaha TR = Total penerimaan TC = Total biaya

Keuntungan dihitung sebagai total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang telah dikeluarkan, dimana hasil dalam keuntungan ini merupakan keuntungan rata-rata industri tahu. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel terdiri dari pengeluaran untuk kedelai, bahan bakar, garam, sioko, kunyit, sepuhan, tepung oncom, kemasan, dan upah tenaga kerja. Biaya tetap terdiri dari penyusutan, transportasi, listrik, dan sewa bangunan. Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis penerimaan dan biaya (R/C Rasio) digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang mungkin dihasilkan dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan. Analisis keuntungan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Pengukuran efisiensi usaha terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya (R/C). R/C rasio yang dihitung pada penelitian ini terdiri dari R/C atas biaya total. Perhitungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1995):

dimana:

R = Revenue atau penerimaan (Rp) C = Cost atau pengeluaran (Rp)

Apabila nilai R/C lebih besar dari 1, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan. Begitupula sebaliknya, apabila nilai R/C lebih kecil dari 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan.

Pada struktur biaya, penyusutan merupakan biaya yang penting dan diperhitungkan. Perhitungan biaya penyusutan didasarkan pada metode yang digunakan. Perhitungan penyusutan digunakan untuk menghitung biaya yang hilang atas penggunan alat-alat untuk melakukan kegiatan produksi dalam suatu usaha. Untuk menghitung penyusutan, dapat digunakan rumus sebagai berikut (Prawirokusumo 1990):

(38)

22

Analisis Statistik Uji T-Paired

Pada analisis statistik, pengujian hipotesis dapat dilakukan menggunakan beberapa jenis uji statistik yang disesuaikan dengan jenis data. Uji t adalah statistik parametis yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata dua sampel bila datanya berbentuk interval atau ratio (Sugiyono 2003). Uji t digunakan untuk menguji hipotesa komparatif pada sampel kecil dan varian populasi yang tidak diketahui. Pada uji t, sampel yang digunakan harus mempunyai distribusi sebaran normal. Uji t untuk menganalisis perbedaan keuntungan dan R/C rasio menggunakan paired sample t-test. Uji t-paired

membandingkan rata-rata dari suatu sampel yang berpasangan (tidak saling bebas) pada sebuah kelompok sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda (Siagian dan Sugiarto 2006). Pengujian t-paired

digunakan untuk pengujian “before-after” dan “with-without” (Atmaja L.S. 2009). Uji t yang digunakan merupakan uji t dua sampel (uji komparatif) untuk membandingkan apakah kedua variabel berbeda atau tidak (Riduwan 2009). Pengujian hipotesis untuk sampel tak bebas sebagai sampel berpasangan (paired samples) dapat dilakukan dengan prosedur pengujian sebagai berikut (Supranto 2009):

3. Menentukan nilai statistik uji menggunakan rumus:

̅ √

dimana:

̅ = rata-rata beda n = banyaknya data

Sd = standar deviasi dari beda

4. Membuat kesimpulan dengan cara membandingkan nilai kriteria uji t yang dihitung dengan nilai t dari tabel dengan kriteria uji dua arah:

Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Uji perbedaan pada penelitian ini dilakukan pada industri tahu di Desa Leuweung Kolot, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada keuntungan dan nilai R/C rasio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada industri tahu tersebut. Perhitungan ini menggunakan data keuntungan dan R/C rasio dari masing-masing responden sebanyak 25 orang. Pengujian hipotesisnya dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Uji beda pada keuntungan

µ1 = rata-rata keuntungan sebelum kenaikan harga kedelai µ2 = rata-rata keuntungan setelah kenaikan harga kedelai dengan hipotesis:

(39)

23 H1 = Ada perbedaan signifikan antara rata-rata keuntungan sebelum dan

setelah kenaikan harga kedelai b. Uji beda pada R/C rasio

µ1 = rata-rata R/C rasio sebelum kenaikan harga kedelai µ2 = rata-rata R/C rasio setelah kenaikan harga kedelai dengan hipotesis:

H0 = Tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata R/C rasio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai

H1 = Ada perbedaan signifikan antara rata-rata R/C rasio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai

Analisis Nilai Tambah

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses mengubah bentuk (form utility), memindahkan tempat (place utility), dan manyimpan (time utility) (Hayami et al 1987). Perhitungan nilai tambah akan dilakukan pada proses pengolahan kedelai pada industri tahu dengan tujuan untuk mengukur besarnya nilai tambah yang terjadi akibat adanya proses pengolahan kedelai menjadi tahu dengan mempertimbangan kenaikan harga yang mempengaruhi biaya produksi dan variabel input lainnya. Analisis nilai tambah menurut metode Hayami dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5 Nilai tambah menurut metode Hayami

No. Variabel Nilai

7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) G

B. Keuntungan dan keuntungan (Rp/kg bahan baku)

8. Harga bahan baku H C. Balas Jasa Faktor Produksi

14. Marjin (10 – 8) q = j – h

a) Keuntungan tenaga kerja r % = (m/q) x 100%

b) Sumbangan input lain s % = (i/q) x 100%

c) Keuntungan perusahaan t % = (o/q) x 100%

(40)

24

Perhitungan nilai tambah dianalisis menggunakan metode Hayami. Variabel yang terkait dalam analisis nilai tambah yaitu faktor konversi, koefisien tenaga kerja, nilai produk, dan nilai input lain. Faktor konversi menunjuk pada banyaknya tahu yang dapat dihasilkan dari satu kilogram kedelai. Koefisien tenaga kerja sebagai ukuran jam kerja yang diperlukan untuk mengolah satu kilogram kedelai. Nilai produk dan nilai input lain diinterpretasikan secara berurutan sebagai nilai tahu per kilogram kedelai yang digunakan dan nilai input lain selain kedelai dan tenaga kerja yang langsung digunakan bagi kegiatan produksi.

Nilai tambah merupakan selisih dari nilai tahu dengan nilai kedelai dan input lain. Rasio nilai tambah terhadap produk tahu menunjukkan persentase nilai tambah dari nilai produk tahu tersebut. Selain itu, imbalan tenaga kerja merupakan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja untuk mengolah satu kilogram kedelai. Keuntungan pada tabel metode Hayami menunjukkan bagian yang diterima pengusaha.

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Gambaran Umum Desa Leuweung Kolot

Desa Leuweung Kolot merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis, Desa Leuweung Kolot berbatasan langsung dengan Desa Ciaruteun Ilir di bagian utara. Di bagian selatan Desa Leuweung Kolot ini berbatasan dengan Desa Girimulya, Desa Cimanggu di bagian barat, dan Desa Cibadak di bagian timur.

Desa Leuweung Kolot memiliki wilayah seluas 189 Ha yang terdiri dari 2 Kampung, 6 RW, dan 25 RT. Kampung yang terdapat di Desa Leuweung Kolot ini adalah Kampung Pos dan Kampung Cipakel. Berdasarkan laporan akhir tahun 2013, Desa Leuweung Kolot ini terdiri dari 1 869 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3 353 orang dan penduduk perempuan sebanyak 3 595 orang.

Desa Leuweung Kolot memiliki tingkat curah hujan sebanyak 2 000 mm/tahun dengan ketinggian tempat 3 000 m dari permukaan laut. Luas wilayah pertanian di desa ini lebih tinggi dibanding lahan yang lain, yakni sekitar 105 Ha merupakan tanah sawah, 44 Ha tanah kering, dan 1,87 Ha tambak/kolam. Hal ini didukung oleh potensi irigasi yang dimiliki oleh Desa Leuweung Kolot. Potensi irigasi yang digunakan untuk irigasi pertanian terdiri dari sungai dan mata air. Penduduk setempat hampir seluruhnya menggunakan mata air sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga sehingga hampir setiap rumah tidak menggunakan PAM namun memiliki sanyo sebagai alat bantu menarik air dari mata air tersebut.

(41)

25 Menengah (UKM) yang terbentuk di desa ini terutama usaha di bidang produk turunan kedelai seperti tahu dan tempe. Industri tahu dan tempe di desa ini dianggap bermatapencaharian sebagai pedagang. Data mata pencaharian penduduk Desa Leuweung Kolot dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Mata pencaharian penduduk Desa Leuweung Kolot

Mata Pencaharian Jumlah

PNS 45

Pensiun 20

Petani 661

Pedagang 1 854

Jasa Industri -

Sumber: Laporan Tahunan Desa Leuweung Kolot (2013)

Berdasarkan data pada Tabel 6 diatas, mata pencaharian penduduk di Desa Leuweung Kolot sekitar 1 854 orang berprofesi sebagai pedagang, 661 orang sebagai petani, 20 orang pensiun, dan 45 orang sebagai PNS. Data ini mendukung banyaknya industri tahu di Desa Leuweung Kolot yang pelaku usahanya juga berprofesi sebagai pedagang dengan menjual tahunya di pasar. Pelaku industri tahu di desa ini tidak hanya sebagai produsen penghasil tahu tapi juga sebagai pedagang yang menjual tahunya dipasar. Profesi pelaku industri tahu ini dianggap sebagai pedagang. Dengan demikian, banyaknya industri di Desa Leuweung Kolot sebagai salah satu sentra industri tahu juga didukung dari data yang ada.

Gambaran Umum Usaha Tahu Desa Leuweung Kolot 1. Karakteristik Pelaku Industri Tahu

Responden dalam penelitian ini berjumlah 25 orang industri tahu di Desa Leuweung Kolot, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Karakteristik industri meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama usaha, dan cara pemasaran. Seluruh responden yang diwawancarai selama penelitian merupakan penduduk Desa Leuweung Kolot dan menjalankan usaha pembuatan tahu.

(42)

26

Tabel 7 Karakteristik responden pelaku industri tahu

Uraian Kategori Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

Kelompok orang industri tahu di Desa Leuweung Kolot diperoleh hasil bahwa sebagian besar pemilik usaha tahu di desa ini adalah laki-laki sebanyak 23 orang dan 2 orang perempuan. Hal ini disebabkan karena peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang bertugas untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Sedangkan istri berperan sebagai ibu rumah tangga yang turut membantu suami dalam menjalankan usahanya. Untuk responden perempuan hanya berperan sebagai pemilik pabrik tahu namun tidak ikut dan secara maksimal dalam proses pembuatan tahu.

Karakteristik responden industri tahu juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan responden di Desa Leuweung Kolot yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian, sebagian besar didominasi oleh lulusan SD yakni sebanyak 17 orang (68.00 persen). Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa banyaknya responden dengan pendidikan SD tidak mempengaruhi keberhasilan usaha karena usaha tahu tidak membutuhkan keterampilan yang tinggi dan bisa dipelajari dengan mudah bahkan sudah diwarisi oleh keluarga terdahulu secara turun-temurun.

(43)

27 lainnya berjumlah lebih kecil karena sebagian besar penduduk di desa ini tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya sehingga untuk anak perempuan lebih cepat menikah dan tidak menjadi tanggungan keluarga lagi.

Lama usaha industri tahu di Desa Leuweung Kolot cukup beragam. Responden yang menjalani usaha kurang dari 10 tahun adalah sebanyak 7 orang (28.00 persen). Pada kelompok ini merupakan responden yang masih berumur muda dan baru memulai usaha menjadi industri tahu. Alasan responden ini memilih menjadi industri tahu ada yang karena turun-temurun dari keluarga atau sebagai mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena tidak memiliki keahlian yang tinggi. Pada kelompok usaha 11 sampai 20 tahun adalah sebanyak 11 orang (44.00 persen). Sedangkan pada kelompok usaha lebih dari 21 tahun ada sebanyak 7 orang (28.00 persen). Pada kelompok ini sebagian besar terdiri dari industri yang usahanya merupakan turun-temurun dari keluarga. Responden memlih usaha ini untuk melanjutkan usaha keluarganya yang sudah dipertahankan dari generasi sebelumnya.

Cara memasarkan produk tahu bagi industri tahu di Desa Leuweung Kolot dilakukan dengan menjual produk tahu ke pedagang yang ada di pasar, berkeliling ke rumah-rumah warga, dan menjual sendiri produknya di pasar. Industri yang menjual produknya ke pasar biasanya pasar-pasar yang dituju adalah pasar Bubulak, Dramaga, Leuwiliang, Ciampea, Jumat, Jasinga, Merdeka, Bogor, hingga pasar Cigudeg. Cara pemasaran yang dilakukan industri dengan membuka lapak dan menjualnya sendiri di pasar atau menjual produknya melalui perantara ke pedagang-pedagang yang ada di pasar yang sudah menjadi langganannya. Industri yang menjual ke pasar akan mengeluarkan biaya transportasi untuk menyewa angkutan umum. Sedangkan industri yang memasarkan dengan cara berkeliling tidak mengeluarkan biaya transportasi. Sebaran responden berdasarkan cara pemasarannya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan cara pemasaran

Pemasaran Jumlah responden Persentase (%)

Pasar 24 96.00

Keliling 1 4.00

Jumlah 25 100.00

Pada Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa dari 25 industri tahu yang menjadi responden, 24 diantaranya memasarkan tahunya di pasar baik yang menjual sendiri maupun yang menjualnya melalui perantara pedagang-pedagang yang ada di pasar. sedangkan 1 responden lainnya menjual tahu dengan cara berkeliling di desa menggunakan kayu panggul sehingga biaya yang dikeluarkan lebih kecil dan target pembelinya pun hanya sebatas warga desa.

Gambar

Tabel 1  Volume impor komoditas tanaman pangan Indonesia 2010-2013
Tabel 3  Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman kedelai Provinsi Jawa Barat
Gambar 1  Perkembangan harga kedelai Indonesia periode Januari 2010 - Maret
Gambar 2  Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis pekerjaan, frekuensi paparan, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri, faktor mekanis, usia, jenis kelamin,

Bertujuan untuk memperoleh data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari PT. Suharda Tiga Putra yang dipekerjakan di Unika Soegijapranata Semarang, tentang

Manajemen waktu yang terdapat dalam proyek ini dapat dikatakan masih belum begitu baik, hal ini dapat dilihat dari adanya kesimpangan antara jadwal yang direncanakan dengan

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015

persyaratan melampirkan contoh cetak, mohon untuk memperjelas materi yang akan dicetak.. Apakah materi yang akan dicetak, satu materi atau data

alamat sop duren lodaya bogor jual durian jogja. durian

Pentingnya kualitas bagi aparat pemerintah desa dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dari hasil penelitian menunjukan bahwa faktor sikap mental, faktor

Hasil pengabdian menunjukkan bahwa ada peningkatan kesadaran untuk selalu mengaplikasikan pengemasan (90%), pengetahuan pengolahan pangan kemasan siap jual (100%);