• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Awal Desain Reformasi Sistem Pensiun PNS Dari kajian yang dilakukan oleh Tim Peneliti dapat

Dalam dokumen Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah (Halaman 49-58)

Bab IV Reformasi Sistem Pensiun PNS

A. Gambaran Awal Desain Reformasi Sistem Pensiun PNS Dari kajian yang dilakukan oleh Tim Peneliti dapat

disimpulkan bahwa ada lima permasalahan mendasar dalam sistem pensiun PNS di Indonesia. Kelima masalah tersebut terkait dengan pembiayaan pensiun, pengelolaan dana pensiun, lembaga pengelola pensiun, peserta pensiun dan manfaat pensiun. Kelima masalah ini melingkupi pengelolaan pensiun PNS secara “sistematis” sehingga berdampak pada kecilnya manfaat yang diterima peserta. Manfaat yang diterima tidak memberikan makna dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan PNS setelah purna tugas. Maka tidak salah pendapat yang dikemukakan diawal kajian ini : banyak PNS yang stres begitu masuk usia pensiun. Berikut dijelaskan masing-masing permasalahan tersebut.

a. Pembiayaan Pensiun

Selama ini manfaat yang diterima PNS selama bertugas ada dua macam, yaitu asuransi kesehatan (Askes) dan tabungan perumahan (Taperum) sementara setelah bertugas (purna tugas) juga ada dua macam, yaitu pensiun dan tabungan hari tua (THT). Pembiayaan manfaat ini sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Pasal 32) seharusnya ditanggung oleh dua pihak, yaitu pekerja dan pemberi kerja. Pekerja disini adalah PNS dan pemberi kerja adalah Pemerintah.

Saat ini, pegawai memberikan iurannya untuk pembiayaan pensiun sebesar 4,75%, THT sebesar 3,25%, Askes sebesar 2% dan Taperum sebesar 1%. Sementara itu Pemerintah sebagai pemberi kerja baru memberikan iurannya untuk pembiayaan Askes sebesar 2%. Sementara untuk pembiayaan lainnya Pemerintah

50 belum melaksanakan kewajibannya. Kondisi ini membuat dana purna tugas tidak berkembang dengan baik karena belum adanya iuran Pemerintah.

Karena pembiayaan pensiun baru dilakukan oleh satu pihak (pekerja) maka dana yang terkumpul belum atau tidak mencukupi untuk membayar pensiun peserta. Iuran yang dikumpulkan dari peserta dikumpulkan dalam rekening pemerintah yang rencananya akan dijadikan sebagai dana pensiun. Dana ini belum dimanfaatkan untuk membayar pensiun. Pembayaran pensiun dilakukan dengan menggunakan anggaran negara (pay us you go). Pada periode 1994-2008 pembayaran pensiun dilakukan secara cost sharing antara dana pensiun dan APBN. Dalam Tabel berikut dijelaskan perkembangan pembiayaan pensiun.

Tabel 4.1

Perkembangan Pembiayaan Pensiun

Periode Sumber Pembiayaan (%)

APBN Dana Pensiun

s/d Desember 1993 100 0 Januari 1994 - Maret 1994 0 100 April 1994 - Desember 1996 77,5 22,5 Januari 1997 - Desember 1998 77 23 Januari 1999 - Desember 2002 75 25 Januari 2003 - Desember 2005 79 21 Januari 2006 - Desember 2006 82,5 17,5 Januari 2007 - Desember 2007 85,5 14,5 Januari 2008 - Desember 2008 91 9 Januari 2009 - sekarang 100 0 Sumber : PT Taspen, 2012

51 Dari Tabel tersebut terlihat bahwa Pemerintah pernah menggunakan dana pensiun untuk membayar pensiun peserta. Bahkan pada Januari - Maret 1994 dana pensiun yang digunakan sebesar 100% dari dana pensiun. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya semakin menurun prosentase sharing-nya dan pada Januari 2007 sampai sekarang pembayaran pensiun kembali dilakukan dengan sistem pay us you go (100% dari APBN). Kondisi ini berdampak pada berkurangnya dana pensiun sehingga kecukupan yang diharapkan menjadi semakin sulit diwujudkan. Menurut data yang diberikan oleh PT Taspen saat ini dana pensiun yang dikelola ada sebesar Rp 56,11 Triliun sementara kebutuhan untuk bisa fully funded dibutuhkan anggaran sebesar Rp 300 Triliun. Sehingga masih ada kekurangan dana sebesar Rp 243,89 Triliun. Kekurangan ini tidak akan bisa dipenuhi hanya dengan iuran peserta, maka Pemerintah harus memenuhi kewajibannya membayar iurannya.

Dilain sisi apabila sistem pay us you go ini dilanjutkan maka beban anggaran negara akan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Dari data yang disampaikan oleh PT Taspen diketahui bahwa semakin lama, jumlah peserta pensiun semakin bertambah. Sehingga kebutuhan anggaran untuk membayar pensiun juga semakin meningkat. Berikut disajikan proyeksi perkembangan jumlah peserta dan pembayarannya proyeksi untuk tahun 2012 sampai tahun 2015.

52 Tabel 4.2

Proyeksi Perkembangan Jumlah Peserta Pensiun dan Pembayaran Pensiun PNS

Tahun Proyeksi

Jumlah Peserta Pembayaran (Rp)

2012 2.421.375 60.602.332.112.457

2013 2.525.261 62.787.229.114.211

2014 2.639.359 65.980.475.947.721

2015 2.764.809 69.499.123.923.173

Sumber : PT Taspen, 2012

Hasil perhitungan aktuaris independen di PT Taspen menegaskan bahwa apabila tidak ada perubahan sistem pembiayaan pensiun maka beban anggaran akan semakin meningkat sebagaimana digambarkan berikut.

Gambar 4.1

Proyeksi Pembayaran Pensiun PNS (Beban APBN) Sistem Pay as You Go

Sumber : PT Taspen, 2012 0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 T ri ll io n s

53 Asumsi yang diperhitungkan oleh aktuaris PT Taspen dalam perhitungan diatas adalah bahwa Pemerintah memberikan kenaikan gaji pokok PNS sebesar 7,5% per tahun, kenaikan pensiun pokok sebesar 5% per tahun dan pertumbuhan pegawai zero growth.

Dari gambar tersebut terlihat bahwa kebutuhan anggaran untuk pembiayaan pensiun semakin lama semakin meningkat tajam. Bahkan pada tahun 2055 kebutuhan anggaran untuk membayar pensiun mencapai Rp 1.000 Triliun sangat jauh dari kebutuhan yang diproyeksi hanya sebesar Rp 300 Triliun. Kondisi tersebut dengan asumsi bahwa kenaikan gaji pokok hanya 7,5% per tahun dan kenaikan pensiun pokok sebesar Rp 5% per tahun. Padahal dalam kenyataannya, Pemerintah selalu menaikkan gaji pokok sebesar 10% yang diikuti dengan kenaikan pensiun pokok dengan besaran yang sama. Sehingga perhitungan tersebut bisa menjadi lebih besar. Inilah yang apabila tidak segera dilakukan reformasi dalam sistem pembiayaan pensiun maka negara akan mengalami kebangkrutan karena anggaran negara tersedot untuk membiayai pensiun.

Beban anggaran yang berat juga diperkuat dengan perbandingan antara besar iuran peserta dan besar manfaat yang diterima peserta. Dari gambar tersebut terlihat bahwa gap antara besar iuran dan besar manfaat dari tahun ke tahun semakin besar. Bisa dikatakan besar iuran tidak mampu menutup kebutuhan pembiayaan pensiun. Hal ini karena yang memberikan iuran baru satu pihak (pekerja) saja sementara pemerintah (pemberi kerja) belum memberikan iuran. Gap itulah yang ditutup dengan menggunakan anggaran negara (pay as you go).

54 Gambar 4.2

Perbandingan Nilai Iuran dan Manfaat Pensiun

Sumber : PT Taspen, 2012

b. Pengelolaan Dana Pensiun

Masalah berikutnya adalah terkait dengan pengelolaan dana pensiun. Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa pembiayaan pensiun baru satu pihak yang melakukan iuran, yaitu pekerja/PNS sementara pihak lainnya (pemerintah) belum melakukan iuran. Kondisi ini lebih diperparah karena pengelolaan dana pensiun (bentuk investasi) sangat terbatas. Pengelolaan dana pensiun atau investasi yang dilakukan dibatasi oleh peraturan. Investasi yang dilakukan adalah yang resikonya kecil (low risk) sehingga tingkat pengembaliannya (return of investment) juga kecil. Selain itu dalam pengelolaan dana pensiun ini diperlukan adanya jaminan dari Pemerintah apabila terjadi kerugian investasi sehingga pembayaran pensiun peserta tidak terganggu.

Dari data yang diberikan oleh PT Taspen diketahui bahwa investasi dana pensiun saat ini sangat terbatas.

3,4 4,3 5,2 5,8 6,6 26,7 33,4 40,4 44,5 52,4 -10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 2007 2008 2009 2010 2011 R p t ri li u n

55 Yaitu pada investasi dalam bentuk deposito, obligasi, investasi langsung serta investasi lain-lain. Bentuk investasi ini mempunyai nilai return of investment yang kecil karena resikonya juga kecil. Dalam Tabel berikut ini disajikan data porto folio berbagai jenis investasi dana pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen.

Tabel 4.3

Porto Polio Investasi Dana Pensiun dalam Prosentase (%)

Tahun Deposito Obligasi Investasi Jumlah

Langsung Lainnya 2007 33,67 65,38 0,81 0,14 100 2008 45,35 53,90 0,65 0,09 100 2009 42,78 55,82 028 1,12 100 2010 43,17 55,94 0,12 0,76 100 2011 35,24 64,64 0,10 0,02 100 Sumber : PT Taspen, 2012

Dari investasi tersebut, hasil yang diperoleh ternyata tidak signifikan, dalam arti sangat kecil. Karena menurut penjelasan nara sumber dari PT Taspen semakin maju atau semakin meningkat perekonomian suatu negara maka tingkat bunga deposito dan obligasi semakin turun. Dengan demikian return of investment dari kedua jenis investasi ini juga semakin kecil. Sehingga secara nominal dana pensiun juga tidak berkembang secara signifikan.

Dalam Gambar berikut disajikan data hasil investasi dari dana pensiun. Dari lima jenis investasi yang dilakukan oleh PT Taspen terlihat bahwa hasil investasinya secara akumulasi cenderung semakin menurun dalam periode tahun 2007-2011. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan karena dana pensiun yang menjadi harapan akan semakin sulit diwujudkan.

56 Gambar 4.3

Hasil Investasi Dana Pensiun dalam Prosentase (%)

Sumber : PT Taspen, 2012

c. Lembaga Pengelola Pensiun

Penyelenggaraan dan pengelolaan dana pensiun pada awalnya dilakukan oleh Kementerian Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Anggaran. Pada tahun 1986 diserahkan secara bertahap per wilayah kepada PT Taspen. Dasar kebijakannya adalah surat Menteri Keuangan Nomor S-244/MK.011/1985 dan surat Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri, Departemen Keuangan Nomor S-199/MK.11/1985. PT Taspen diserahi kewenangan untuk mengumpulkan dana iuran peserta pensiun dan mengelola dananya.

Akan tetapi dalam kebijakan tersebut, PT Taspen tidak diberi kewenangan untuk menggunakan atau memanfaatkan dana tersebut. Kewenangan pemanfaatan dana pensiun masih dipegang oleh Kementerian Keuangan. Sehingga dalam masalah kelembagaan pengelola pensiun ini ada dua lembaga

0,000% 2,000% 4,000% 6,000% 8,000% 10,000% 12,000% 2007 2008 2009 2010 2011 prosenatse

57 yang diserahi tugas mengelola. Kondisi ini berdampak tidak maksimalnya pengelolaan dana pensiun.

d. Peserta Pensiun

Perbaikan tingkat kesehatan masyarakat berdampak pada semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia. Kondisi ini berdampak pada semakin panjangnya usia peserta pensiun. Semakin panjangnya usia peserta pensiun berarti semakin panjangnya masa menerima manfaat pensiun. Panjangnya masa menerima manfaat juga berdampak pada penerima manfaat sambungan, yaitu manfaat untuk pensiun janda/duda dan anak-anak yang menjadi tanggungannya.

Masalah lain terkait peserta adalah kebijakan pemerintah mengangkat tenaga honorer dan sekretaris desa menjadi PNS. Para tenaga honorer dan sekretaris desa mayoritas usianya sudah tua sehingga masa mengiur mereka pendek sementara mereka nanti akan menerima manfaat pensiun termasuk untuk pensiun janda/duda dan anaknya. Demikian juga terjadinya pensiun ganda, satu orang pegawai bisa menerima dua atau tiga bahkan lebih manfat pensiun. Hal ini terjadi karena manfaat pensiun tidak hanya diberikan kepada PNS semata tetapi juga kepada pejabat negara. Sehingga seorang pensiunan PNS yang kemudian berkarier sebagai pejabat negara dimungkinkan menerima dua manfaat pensiun.

e. Manfaat Pensiun

Masalah terakhir yang melingkupi pengelolaan pensiun PNS adalah manfaat pensiun yang tidak mampu meningkatkan kesejahteraan PNS setelah purna tugas. Saat ini manfaat pensiun yang diterima peserta adalah maksimal 75% dari gaji pokok. Nominal ini dirasakan sangat kecil sekali. Karena pada saat masih bertugas seorang PNS tidak hanya menerima gaji

58 pokok semata tetapi juga menerima berbagai macam tunjangan. Tunjangan-tunjangan ini jumlahnya jauh lebih besar dari gaji pokoknya. Pada masa purna tugas tunjangan-tunjangan ini tidak akan diterima lagi, yang diterima hanya 75% dari gaji pokok. Sehingga bisa dikatakan penghasilan setelah pensiun sangat sedikit sekali dibandingkan pada saat masih aktif.

Berikut ini adalah manfaat yang diterima pada saat seorang pegawai pensiun. Apabila pensiun normal (BUP, 56 tahun) maka rumusnya adalah = (2,5% x masa kerja x gaji pokok) + tunjangan. Apabila cacat yang disebabkan karena kecelakaan kerja rumusnya adalah = (75% x gaji pokok) + tunjangan. Apabila cacat bukan karena kecelakaan kerja rumusnya sama dengan pensiun normal.

Sementara pensiun janda/duda/yatim piatu berbeda dengan pensium peserta. Rumusnya apabila peserta pensiun normal adalah sebagai berikut = (2,5% x masa kerja x gaji pokok) x 36% + tunjangan. Apabila pensiun sisebabkan pesertanya tewas rumusnya adalah = (72% x gaji pokok) + tunjangan. Dan apabila pensiun orang tua, rumusnya adalah = (20% x 72% x gaji pokok) + tunjangan. Selain itu apabila peserta meninggal maka ahli waris menerima uang duka yang besarannya adalah 3 x uang pensiun terakhir. Besaran tunjangan yang diterima adalah tunjangan suami/istri = 10% x gaji pokok, tunjangan anak = 2% x gaji pokok dan tunjangan beras sebesar Rp 58.050/orang. Secara akumulatif besaran pensiun yang diterima seorang peserta kurang lebih adalah minimal 40%, maksimal 75% dari penghasilan dasar pensiun.

B. Pandangan Daerah tentang Penyelenggaraan Program

Dalam dokumen Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah (Halaman 49-58)

Dokumen terkait