• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Sistem pensiun PNS yang dilaksanakan saat ini belum mampu memberikan jaminan ketenangan bagi PNS setelah masuk masa pensiun. Hal ini terpotret dari setiap PNS yang memasuki batas usia pensiun (56 tahun) maka yang tergambar adalah kesedihan, kegelisahan dan kesulitan dalam menghadapi masa depan hidupnya. Hal ini disebabkan karena nominal nilai manfaat pensiun yang diterima setiap bulan dirasakan sangat jauh dari memadai. Nilai manfaat ini tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan setelah purna tugas. Hal ini terjadi karena nilai nominal manfaat pensiun yang diterima hanya sebesar ± 75% dari gaji pokok terakhir. Padahal pada saat aktif PNS tidak hanya menerima gaji pokok saja. Take home pay PNS pada saat masih aktif terdiri dari gaji pokok dan berbagai jenis tunjangan, misalnya tunjangan jabatan, tunjangan istri/suami, tunjangan anak dan sebagainya. Saat ini jumlah nominal tunjangan yang diterima jumlahnya jauh lebih besar daripada gaji pokok. Pada saat masuk usia pensiun tunjangan-tunjangan tersebut tidak diberikan lagi karena dasar perhitungan pemberian manfaat pensiun adalah pada gaji pokok. Kondisi inilah yang membuat PNS menjadi tidak nyaman pada saat masuk usia pensiun karena take home pay-nya menjadi jauh berkurang.

Permasalahan lain yang muncul dalam pengelolaan pensiun adalah adanya prediksi terjadinya ledakan jumlah peserta pensiun pada tahun 2015. Harian Media Indonesia edisi 11 Pebruari 2011 menyebutkan bahwa perkiraan jumlah peserta pensiun PNS pada tahun 2015 akan menembus angka 4,7 juta hingga 4,9 juta. Bahkan pada tahun 2025 diprediksikan jumlah PNS aktif akan sama dengan jumlah peserta pensiun PNS. Konsekuensi dari bertambahnya jumlah peserta pensiun PNS ini

(2)

2 dikhawatirkan akan membebani anggaran negara karena pemerintah harus menyiapkan anggaran sebesar Rp 54 Triliun untuk membayar pensiun para peserta ini. Sedikit berbeda dengan data yang dirilis oleh Media Indonesia tersebut adalah data dari PT Taspen. Prediksi yang dihitung oleh PT Taspen pada tahun 2015 ada sekitar 2.764.809 orang peserta pensiun dan kebutuhan anggaran untuk membayar pensiun diprediksi sebesar Rp 69,5 T. Jauh lebih besar dari perkiraan awal. Kondisi ini disebabkan meskipun peserta pensiunnya berkurang tetapi penerima manfaat pensiun sambungannya tetap bertambah, yaitu janda/duda dan anak.

Pembiayaan pensiun sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian di Pasal 32 dilakukan melalui sharing payment, yaitu dari iuran PNS (sebagai pekerja) dan iuran pemerintah (sebagai pemberi kerja). Akan tetapi pemerintah saat ini belum memenuhi kewajiban iurannya. Baru iuran dari PNS yang langsung dipotong sebesar 4,75% dari gajinya dan dimasukkan dalam dana pensiun. Belum mengiurnya pemerintah berdampak tidak terbentuknya dana pensiun yang diharapkan bisa sebagai dana untuk melakukan pembiayaan dengan sistem fully funded. PT Taspen sebagai lembaga pengelola dana pensiun PNS menjadi kesulitan dalam mengembangkan dana pensiun ini. PT Taspen menghitung kewajiban pemerintah yang perlu dibayarkan untuk dana pensiun kurang lebih sebesar Rp 8,3 Triliun. Karena dana pensiun belum terbentuk, maka pemerintah membayar langsung manfaat pensiun PNS (dengan sistem pay us you go) dengan menggunakan dana APBN.

Disamping gambaran diatas tersebut, ada kebijakan-kebijakan populis pemerintah yang justeru semakin memberatkan pengelolaan pensiun PNS. Sebagai contoh kebijakan pengangkatan pegawai honorer daerah menjadi PNS pada tahun 2004 yang menambah jumlah PNS di Indonesia dan menambah jumlah peserta pensiun.

(3)

3 Kondisi inilah yang menyebabkan pada tahun 2015 diprediksikan terjadi ledakan jumlah pensiun, yaitu sebelas tahun setelah pengangkatan pegawai honorer. Hal ini terjadi karena mayoritas pegawai honorer yang diangkat adalah pegawai yang sudah senior (berusia lanjut) sehingga masa kerjanya kurang lebih hanya 10 tahun sudah masuk usia pensiun. Padahal masa mengiur selama masa kerja mereka belum memenuhi syarat untuk bisa memperoleh manfaat pensiun. Kondisi ini terjadi kebijakan pemerintah menerapkan defined benefit (manfaat pasti) dalam program pensiun PNS. Sehingga semua pegawai menerima manfaat pensiun yang sama, yang sudah ditetapkan, hanya dibedakan oleh masa kerja mereka.

Kebijakan populis lainnya adalah kebijakan kenaikan gaji yang sama bagi PNS aktif maupun peserta pensiun PNS. Pemberian kenaikan gaji memang menyenangkan bagi semua pihak tetapi bagi pengelola pensiun ini tentu menjadi beban tersendiri. Menurut perhitungan PT Taspen, kenaikan manfaat pensiun bagi peserta pensiun yang sesuai dan wajar adalah sebesar ± 2,5% saja (best practise). Sementara kebijakan pemerintah menaikkan manfaat pensiun dengan nilai yang sama dengan gaji PNS aktif akan memperbesar beban anggaran mereka. Menurut PT Taspen, apabila PNS aktif gajinya dinaikkan 10% maka pensiun PNS tidak perlu naik sebesar itu, cukup 2,5% saja. Hal ini bukan karena tidak menghargai jasa para peserta pensiun tetapi memang dari perhitungan cadangan keuangan yang ada. Apalagi para peserta pensiun pada kenyataannya sudah tidak aktif bekerja lagi, artinya sudah tidak aktif mengiur lagi. Bahkan secara perhitungan anggaran seharusnya pengelolaan gaji PNS dan manfaat pensiun dipisahkan. Gaji dikelola dalam APBN sementara manfaat pensiun dikelola dalam dana pensiun. Selain itu tidak ada hubungan keterkaitan diantara gaji dan manfaat pensiun. Dengan kata lain apabila gaji PNS aktif dinaikkan, tidak secara otomatis manfaat pensiun ikut dinaikkan. Akan tetapi praktik di

(4)

4 Indonesia hal ini menjadi kebiasaan, setiap ada kenaikan gaji PNS aktif maka diikuti dengan kenaikan manfaat pensiun yang pada kenyataannya memberatkan anggaran negara.

Selain itu jumlah nominal manfaat pensiun yang kecil juga disebabkan karena premi atau iuran yang dibayar oleh PNS juga kecil. Sehingga apabila mengharapkan nominal manfaat pensiun besar maka preminya pun harus besar. Apakah PNS mau membayar premi yang besar dengan memotong gaji mereka? Dalam hal ini diperlukan perubahan sistem pensiun PNS yang komprehensif, baik dari aspek kelembagaan pengelola pensiun, peran masing-masing pihak yang terkait, sistem pensiunnya dan lain sebagainya.

Dari pemetaan masalah sebagaimana digambarkan didepan terlihat bahwa permasalahan sistem pensiun sangatlah kompleks. Untuk itulah dalam kajian reformasi sistem pensiun PNS ini perlu dilakukan benchmark dengan melakukan studi visit ke Malaysia atas dasar kesamaan penggunaan sistem pensiun. Dengan kegiatan ini diharapkan akan diperoleh gambaran baru tentang sistem pensiun yang dilakukan di negara lain. Negara yang dituju tentunya yang mempunyai karakteristik kepegawaian yang sama dengan Indonesia. Selain itu juga dengan melibatkan instansi-instansi yang secara langsung terlibat dalam penyelenggaraan sistem pensiun PNS baik sebagai pengambil kebijakan maupun pelaksana kebijakan pensiun serta pemerintah daerah sebagai penerima manfaat langsung dari program pensiun.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam kajian ini dirumuskan sebagai berikut : bagaimana rumusan sistem pensiun PNS yang mampu memberikan manfaat maksimal dan mampu meningkatkan kesejahteraan PNS di masa pensiun?

(5)

5 C. Tujuan dan Sasaran Kajian

Tujuan dari kegiatan kajian ini adalah untuk menyusun disain sistem pensiun PNS yang tepat dari aspek anggaran negara, kesejahteraan PNS dan kelembagaan pengelola dana pensiun.

Sementara sasaran dari kegiatan kajian ini adalah tersusunnya disain sistem pensiun PNS yang tepat dari aspek anggaran negara, kesejahteraan PNS dan kelembagaan pengelola dana pensiun.

D. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah tersusunnya grand design reformasi sistem pensiun PNS. E. Metode Penelitian

Kajian Reformasi Sistem Pensiun PNS ini adalah kajian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kajian sebelumnya yang berfokus pada kajian kebijakan. Dengan pendekatan ini diharapkan berbagai data dan informasi yang diperoleh di lapangan dapat dijelaskan dan diuraikan secara lengkap untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengelolaan sistem pensiun PNS di Indonesia.

Pemilihan lokasi kajian didasarkan pada beberapa pertimbangan tertentu. Benchmark ke Malaysia dipilih karena negara tersebut menerapkan sistem dan kebijakan yang relatif sama akan tetapi memberikan dampak yang berbeda dengan yang terjadi di Indonesia saat ini. Lembaga yang dikunjungi adalah lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan sistem pensiun PNS di Malaysia, yaitu : Kumpulan Wang Persaraan (KWAP), Lembaga Tabung Angkatan Tentara (LTAT), Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KSWP), Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso) dan Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA).

Sedangkan pemilihan lokasi-lokasi yang ada di dalam negeri dengan mempertimbangkan keterwakilan secara geografis dan adanya kantor perwakilan PT Taspen

(6)

6 sebagai satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan mengelola pensiun PNS di Indonesia. Lokasi yang dipilih adalah sebagai berikut : Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam kajian ini meliputi :

1. Focus Group Discussion (FGD) : dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama diantara narasumber yang diundang terkait substansi kajian. Narasumber/peserta yang dipilih untuk kegiatan FGD adalah para pejabat dan pegawai yang memahami mengenai pengelolaan sistem pensiun PNS.

2. Wawancara mendalam (in-dept interview), dilakukan untuk menggali data secara mendalam dengan narasumber (key informant) terpilih. Narasumber yang dipilih adalah para pejabat yang memahami mengenai penyelenggaraan sistem pensiun PNS, baik sebagai pengambil kebijakan maupun pelaksana kebijakan. Pada prinsipnya wawancara ini dilakukan untuk memperdalam substansi kajian dari sudut pandang nara sumber.

3. Kajian Pustaka, kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data pendukung kajian melalui telaahan buku, literatur, dokumen, peraturan perundang-undangan serta sumber-sumber lain yang relevan dengan kajian.

Key informant dan nara sumber yang dipilih untuk memperdalam pemahaman substansi kajian ini adalah para pejabat di instansi yang terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan sistem pensiun PNS di Indonesia, yaitu dari Ditjen. Anggaran Kementerian Keuangan RI, Bappepam LK, PT. Taspen, Kementerian PAN dan RB serta BKN.

(7)

7 Data dan informasi yang diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis dengan pendekatan deskriptif analitis, yaitu dengan memberikan makna secara analitis dengan mengkaji data dan informasi hasil dari FGD maupun wawancara mendalam dan teori yang dikembangkan dalam penelitian. Sedangkan data-data sekunder yang diperoleh dianalisis dan digunakan sebagai data pendukung. Dalam melakukan analisis ini diperlukan kepekaan peneliti dalam menganalisis suatu data atau informasi baik yang diperoleh dari key informant dan nara sumber maupun hasil pengamatan serta dari sumber-sumber lain.

(8)
(9)

9

Bab II Tinjauan Kebijakan, Teoritis dan

Studi Empiris Sistem Pensiun PNS

A. Sistem Pensiun PNS dalam Kebijakan Reformasi Birokrasi Reformasi sistem pensiun PNS tidak lepas dari pelaksanaan program nasional reformasi birokrasi. Reformasi sistem pensiun PNS merupakan bagian penting dalam upaya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi tanpa melakukan reformasi sistem pensiun PNS tidak akan maksimal. Karena sistem pensiun PNS merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam manajemen atau pengelolaan pegawai (PNS). Artinya reformasi birokrasi atau reformasi pengelolaan pegawai bukan hanya pada saat PNS aktif tetapi juga pada saat PNS tidak aktif atau masuk masa pensiun. Reformasi sistem pensiun PNS ini pada prinsipnya adalah untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan PNS setelah masuk usia pensiun. Perbaikan kesejahteraan PNS setelah pensiun ini akan memberikan ketenangan bagi yang bersangkutan.

Sebagaimana diketahui program nasional reformasi birokrasi dimulai sejak tahun 2010 dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025. Tujuan grand design ini adalah memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional selama kurun waktu 2010-2025 agar reformasi birokrasi di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan. Dijelaskan juga bahwa arah kebijakan reformasi birokrasi mencakup dua hal, yaitu :

1. Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah,

(10)

10 agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya.

2. Kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik, melalui pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Visi reformasi birokrasi adalah menjadi pemerintahan kelas dunia, yaitu dengan mewujudkan birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis dalam rangka menjawab tuntutan masyarakat, menghadapi kompleksitas permasalahan di abad 21 melalui tata kelola pemerintahan yang baik pada tahun 2025.

Sementara misi reformasi birokrasi ada tiga, yaitu : 1. Membentuk/menyempurnakan peraturan

perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik;

2. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tata laksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan dan akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mind set dan culture set;

3. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif. Tujuan dilakukannya reformasi birokrasi adalah terwujudnya birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dengan reformasi birokrasi adalah birokrasi pemerintah yang berorientasi pada hasil melalui perubahan secara terencana, bertahap, berkelanjutan dan terintegrasi dari berbagai aspek strategis birokrasi.

Area perubahan yang menjadi target reformasi birokrasi meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan yang mencakup delapan area perubahan, yaitu :

(11)

11 a. Organisasi, hasil yang diharapkan adalah organisasi

yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing),

b. Tatalaksana, hasil yang diharapkan adalah sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance,

c. Peraturan perundang-undangan, hasil yang diharapkan adalah regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif,

d. Sumber daya aparatur, hasil yang diharapkan adalah SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera, e. Pengawasan, hasil yang diharapkan adalah

meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN,

f. Akuntabilitas, hasil yang diharapkan adalah meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi,

g. Pelayanan publik, hasil yang diharapkan adalah pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat,

h. Budaya kerja aparatur, hasil yang diharapkan adalah birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Dari delapan area perubahan tersebut, reformasi sistem pensiun PNS merupakan bagian dari area sumber daya aparatur, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan PNS.

Dalam perkembangannya, pemerintah saat ini sedang membahas tentang perubahan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang merupakan salah satu konsideran kebijakan dalam sistem pensiun PNS. Maka sangat penting untuk melihat dan menganalisis bagaimana arah perubahan kebijakan tersebut, khususnya yang terkait dengan kebijakan pensiun PNS. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dalam perubahannya diganti menjadi RUU Aparatur Sipil Negara (RUU ASN).

(12)

12 Dalam RUU ASN dijelaskan bahwa pensiun PNS dan pensiun janda/duda PNS diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS. Sehingga PNS yang masuk usia pensiun terjamin masa tuanya (masa setelah pensiun) dan mereka dihargai atas pengabdiannya selama bekerja. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.

Dalam RUU ASN dijelaskan bahwa tidak semua PNS bisa atau berhak atas pensiun. Dalam RUU ASN juga dijelaskan bahwa batas usia pensiun (BUP) untuk masing-masing PNS berbeda-beda tergantung jabatannya. Berikut ini adalah syarat atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pensiun :

- PNS yang berhenti dengan hormat berhak menerima pensiun apabila telah mencapai batas usia pensiun. - PNS yang telah mencapai batas usia pensiun,

diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.

- Usia pensiun bagi Jabatan Administrasi adalah 58 (lima puluh delapan) tahun.

- Usia pensiun bagi Jabatan Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Usia pensiun bagi Jabatan Eksekutif Senior adalah 60 (enam puluh) tahun.

Terkait dengan sistem pembiayaannya, dijelaskan bahwa pekerja/pegawai wajib membayar iuran dan pemerintah sebagai pemberi kerja juga wajib membayar iuran. Dengan demikian kedua pihak mempunyai kewajiban yang sama untuk memberikan iuran, hanya perbandingannya saja yang belum ditetapkan.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pengelolaan dana pensiun harus dilakukan oleh pihak ketiga. Sehingga dana yang terkumpul dari iuran pekerja maupun pemberi kerja sebagian dapat dikembangkan untuk peningkatan nominal. Dana iuran pensiun diharapkan bisa semakin

(13)

13 berkembang dan mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi para peserta pensiun.

B. Kebijakan Sistem Pensiun PNS

Kebijakan pensiun PNS merupakan salah satu wujud dari penerjemahan amanat UUD 1945. Hal ini tersurat dalam konsideran undang-undang yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian (Pasal 19) yang kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai - yang merupakan lex specialis dalam pengaturan mengenai pensiun - dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Perumusan suatu kebijakan bertujuan untuk mengantisipasi dan/atau menyelesaikan suatu permasalahan. Terkait dengan itu, kebijakan pensiun (Undang Nomor 11 Tahun 1969 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992) bertujuan mengantisipasi dan/atau menyelesaikan permasalahan pensiun. Namun dalam implementasinya, kebijakan-kebijakan tersebut menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan yang dihadapi antara lain karena terjadinya perubahan-perubahan lingkungan kebijakan. Perubahan kebijakan Pokok Kepegawaian dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan dirubah (juncto) dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Disamping itu, krisis global yang menyebabkan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan dan perikehidupan bermasyarakat juga memberikan pengaruh yang signifikan.

(14)

14 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun

Pegawai

Pada esensinya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 berisi dan mengatur hal-hal yang mendasar mengenai pensiun. Kebijakan yang terdiri dari 35 Pasal dan telah diimplementasikan selama 4 dekade (diundangkan pada 8 Agustus 1969) belum pernah dilakukan penyesuaian/perubahan, walaupun kebijakan pokok mengenai kepegawaian telah mengalami perubahan secara massif. Patut diperhatikan secara cermat disini, bahwa perubahan atau penyesuaian substansi yang berkaitan dengan pensiun tidak dilakukan pada Undang-Undangnya, tetapi pada peraturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah) atau penjelasan pelaksanaan yang bersifat messo (Riant Nugroho, 2009). Hal demikianlah yang memicu munculnya berbagai persoalan dalam implementasi kebijakan tersebut.

Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, pensiun diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas pemerintah (Pasal 2). Disebutkan bahwa, menjamin hari tua adalah kewajiban setiap orang sehingga pemerintah mewajibkan setiap Pegawai Negeri menjadi peserta dari sesuatu badan asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah. Disamping itu, pemerintah juga memberikan sumbangannya kepada Pegawai Negeri karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua, tetapi juga sebagai balas jasa pemerintah kepada Pegawai Negeri. Iuran pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan pemerintah tersebut dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi sosial. Selama belum terbentuk lembaga yang berfungsi menyelenggarakan Dana Pensiun, kewajiban tersebut ditangani langsung oleh pemerintah (Pasal 3).

(15)

15 Apabila ditinjau dari maksud ditetapkannya kebijakan, khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 telah memiliki aspek kejelasan tujuan. Namun demikian, sebagai kebijakan yang bersifat makro (Riant Nugroho, 2009), dan berupa aturan, maka bentuk kebijakan ini harus selalu disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat (Tjokroamidjojo, 2000). Oleh karena itu, idealnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 perlu dilakukan penyesuaian/ diubah (addendum) agar selaras dengan perkembangan kondisi kekinian. Selain itu, perubahan atau penyesuaian dilakukan supaya implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 dapat terlaksana secara efektif. Sejumlah pasal krusial yang perlu dicermati karena berpotensi menimbulkan permasalahan baru adalah :

Tabel 2.1

Pasal-Pasal Krusial yang Perlu Dicermati

No Muatan Isi

1. PASAL 2: Pembiayaan Pensiun

Apakah Pemerintah sudah membentuk lembaga yang berwenang/memiliki fungsi sebagai Penyelenggara Dana Pensiun? Apakah Pemerintah telah memberikan kewenangan dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan agar Lembaga tersebut dapat menjalankan kewenangannya secara memadai?

2. PASAL 3: Istilah

Kejelasan batasan pegawai negeri (atau apapun sebutannya jika pengaturan/UU Pokok Kepegawaian mengalami perubahan) sebagai penerima hak atas pensiun. Sebagai contoh, Pegawai Negeri yang dimaksud dalam UU No. 11/1969 masih merujuk pada UU No. 18/1961, sedangkan pengaturan UU Pokok Kepegawaian tersebut telah diganti dengan UU No. 8/1974 dan ditambahkan (juncto) UU No. 43/99. Di dalam UU No. 18/1961, Pasal 3 poin a. anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak termasuk kategori Pegawai Negeri, sedangkan dalam

(16)

16

UU No. 8/1974 juncto UU No. 43/99, (1) memasukkan kategori sebagai Pegawai Negeri. Walaupun dengan perubahan nomenklatur yang berbeda, sebelumnya anggota ABRI berubah menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Perubahan lainnya, adalah pemisahan antara anggota TNI dengan anggota Kepolisian Republik Indonesia.

3. PASAL 5: Dasar Pensiun

Apakah gaji pokok yang ditetapkan sebagai dasar Pensiun dapat sebagai jaminan hari tua? Apakah gaji pokok yang dijadikan dasar pensiun dapat memenuhi standar kelayakan kebutuhan hidup minimum?

4. PASAL 6: Masa Kerja

Mengakui masa kerja bawaan sebagai masa kerja untuk pensiun tanpa harus membayar iuran.

5. PASAL 9: Hak Atas Pensiun Pegawai.

Merujuk pada syarat hak atas pensiun Pasal 9 (1), apakah PNS yang masa kerjanya kurang dari 10 tahun tetapi telah memenuhi BUP dan diberhentikan dengan hormat berhak atas pensiun? Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang menerima tenaga honorer dengan usia yang jika dibandingkan dengan BUP memiliki masa kerja untuk pensiun kurang dari 10 tahun? Apakah masa kerja selama mengabdi sebagai tenaga honorer dihitung agar memenuhi syarat untuk menerima hak pensiun?

Apakah Pegawai Negeri dapat menerima manfaat pensiun jika Pegawai Negeri yang mengajukan pengunduran diri pada saat usianya belum mencapai 50 tahun namun telah memiliki masa kerja 10? Sebagaimana disebutkan pada pasal 9 (4) Pegawai Negeri yang bersangkutan harus menunggu manfaat pensiun setelah memasuki usia 50 tahun.

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

Kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 berkaitan dan merupakan tindak lanjut dari kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, Pasal 2 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor 43

(17)

17 Tahun 1999 Pasal 10 dan penjelasannya, pensiun diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa Pegawai Negeri. Amanat dari klausul inilah yang mendasari ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992. Pada pokoknya, kebijakan ini mengatur tentang organisasi dan pengorganisasian lembaga penyelenggara Dana Pensiun, sehingga kebijakan ini menjadi pedoman bagi setiap organisasi, baik milik pemerintah maupun swasta.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992, bentuk penyelenggaraan Dana Pensiun terdiri dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Bentuk penyelenggaraan Dana Pensiun bagi Pegawai Negeri termasuk dalam jenis DPPK yang diselenggarakan oleh PT. Taspen dan PT. ASABRI.

Dana pensiun yang dihimpun dari organisasi penyelenggara berasal dari iuran peserta yang terdiri dari iuran pemberi kerja dan peserta; atau iuran pemberi kerja (pasal 15 ayat (1)). Komponen tersebut menjadi bagian dari kekayaan Dana Pensiun dan menjadi sumber bagi penyelenggaraan program dan pemberian manfaat pensiun. Adapun hak atas manfaat pensiun diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 yang selanjutnya diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 28).

Hal lainnya yang menjadi poin krusial dalam penyelenggaraan program dan manfaat pensiun adalah tidak berlakunya sanksi bagi penyelenggara Dana Pensiun bagi Pegawai Negeri (Pasal 56 (2)).

(18)

18 Tabel 2.2

Hubungan antara UU No. 11 Tahun 1969 dan UU No. 11 Tahun 1992

Topik UU No. 11/1969 UU No. 11/1992

Pembiayaan

Pensiun Pasal 2 Pasal 15, 16, 17, 18 : Iuran Dana Pensiun Istilah Pasal 3 Pasal : 19 Hak Peserta Masa Kerja Pasal 6 Pasal 15 dan Pasal 24 Hak Atas Pensiun

Pegawai. Pasal 9 Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 belum dapat dikatakan mencapai kinerja yang diinginkan. Pengukuran capaian kinerja kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan 6 (enam) kriteria yang dikemukakan oleh Dunn (1981), yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan.

(19)

19 Tabel 2.3

Kriteria Evaluasi Kebijakan

No Tipe Kriteria Pertanyaan UU No. 11/1969 UU No. 11/1992

1. Efektivitas Apakah hasil yg diinginkan

sdh tercapai? Belum optimal, pensiun belum menjadi jaminan hari tua. Optimal sbg pedoman penyeleng Dana Pensiun. 2. Efisiensi Seberapa banyak usaha

diperlukan utk mencapai hasil yg diinginkan?

Membutuhkan komitmen Pem untuk memenuhi kewajiban iuran dana pemberi kerja. 3. Kecukupan Seberapa jauh pencapaian

hasil yg diinginkan dlm memecahkan masalah?

Belum optimal, masih ada masalah, baik Peserta maupun kemampuan pembiayaan Pem sbg Pemberi Kerja.

Tidak optimal, Pem tidak memenuhi kewajiban iuran dana pemberi kerja. 4. Perataan Apakah biaya dan manfaat

didistribusikan dg merata kpd kelompok yg berbeda?

Optimal, karena disesuaikan dg hak peserta berdasarkan gaji pokok.

Optimal berdasarkan ketentuan yg berlaku. 5. Responsivitas Apakah hasil kebijakan

memuaskan kebutuhan kelompok tertentu?

Tidak optimal karena cost of living lebih besar drpd manfaat pensiun.

Tidak optimal, cost of living lebih besar drpd manfaat pensiun.

6. Ketepatan Apakah hasil yang diinginkan

benar berguna atau bernilai? Belum optimal, cost of living lebih besar drpd uang pensiun.

(20)

20 Apabila merujuk pada kriteria evaluasi kebijakan diatas maka kedua kebijakan tersebut masih menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, misalnya Pasal 9 ayat (1) berkaitan dengan Hak Atas Pensiun yang pernah diajukan tuntutan (judicial review) atas kebijakan tersebut. Klausul lainnya berkenaan dengan Pasal 5 yang mengatur tentang Dasar Pensiun. Gaji pokok yang ditetapkan sebagai dasar pensiun tidak sebanding dengan beban hidup yang harus dihadapi oleh para pensiunan. Hal tersebut dapat dikatakan, bahwa Pensiun belum menjadi jaminan hari tua/THT (bagi PNS). Begitupun halnya dengan capaian kinerja kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992.

Fungsi yang diselenggarakan oleh penyelenggara Dana Pensiun bagi PNS (dalam hal ini adalah PT. Taspen) belum sepenuhnya menjalankan prinsip-prinsip sebagai perusahaan persero. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan Pemerintah sebagai owner. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkadang lebih mengutamakan atau mempertimbangkan aspek politis daripada kesehatan anggaran/pembiayaan perusahaan, sehingga memberatkan operasional perusahaan. C. Kajian Telaahan Kebijakan Sistem Pensiun PNS (Kajian LAN

Tahun 2011)

Kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, Lembaga Administrasi Negara pada tahun 2011 dengan judul Kajian Telaahan Kebijakan Sistem Pensiun PNS berhasil mengidentifikasi temuan dalam beberapa aspek, antara lain :

1. Aspek Kebijakan

Dalam aspek kebijakan Tim menemukan bahwa kebijakan terkait sistem pensiun PNS saat ini belum

(21)

21 maksimal mengatur implementasi sistem pensiun. Sehingga dalam implementasinya terjadi masalah. Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa ada dua sistem yang dianut dalam pembiayaan pensiun PNS di Indonesia, yaitu pay as you go dan fully funded. Akan tetapi dalam praktiknya kedua sistem ini tidak jelas pelaksanaannya. Prasyarat untuk bisa melaksanakan salah satu atau kedua sistem tersebut belum bisa dipenuhi. Apabila menggunakan sistem pembiayaan pay as you go, kekuatan anggaran negara tidak mampu. Demikian juga apabila menggunakan sistem fully funded, anggaran yang diperlukan tidak/belum tersedia. Kondisi ini terjadi karena sharing cost antara PNS dan pemerintah tidak dilakukan. Selama ini yang memberikan iuran hanya PNS sementara pemerintah sebagai pemberi kerja belum melaksanakan kewajibannya untuk mengiur.

Selain itu, Tim juga menemukan bahwa konsideran kebijakan kepegawaian yang dipakai sudah tidak relevan lagi. Undang-Undang kepegawaian yang dijadikan konsideran sudah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dan saat ini sedang dalam proses perubahan menjadi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Perubahan kebijakan kepegawaian ini tentu saja ikut berpengaruh pada kebijakan sistem pensiun PNS.

2. Aspek Anggaran

Sementara itu, dalam aspek anggaran Tim menemukan fakta bahwa beban anggaran negara untuk membiayai pensiun PNS semakin lama semakin besar. Data yang dilansir oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan sebagaimana dikutip oleh LAN (2011) menunjukkan bahwa pada tahun 2007, alokasi anggaran untuk pembiayaan pensiun PNS adalah

(22)

22 sebesar Rp 23.239,8 (milyar rupiah), dan pada tahun 2011, jumlah tersebut meningkat hampir mencapai tiga kali lipatnya, yaitu sebesar Rp 51.167,0 (milyar rupiah). Hal ini terjadi karena semakin banyaknya pensiunan PNS yang semakin meningkat masa hidupnya sehingga masa pembayaran manfaat pensiunannya semakin panjang.

Besarnya alokasi anggaran untuk pembayaran pensiun ini juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan gaji pensiunan setiap kali ada kenaikan gaji PNS. Pada tahun 2000, gaji PNS terendah adalah Rp 135.000,-. Gus Dur pada tahun 2001 menaikkan gaji PNS menjadi Rp 500.000,- atau sebesar 270%. Kondisi ini berdampak signifikan pada kekuatan anggaran nasional karena pemerintah tidak hanya membayar gaji PNS aktif, tetapi juga pensiunan. Para pensiunan yang masa mengiurnya sudah habis, menerima manfaat yang lebih panjang dan besar. Selain kebijakan tersebut diatas, kebijakan pemerintah untuk memberikan gaji ke-13 baik kepada PNS aktif maupun pensiunan juga membebani anggaran nasional (LAN, 2011). Demikian juga dengan kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS juga berdampak pada peningkatan anggaran pensiun. Hal ini disebabkan karena mayoritas tenaga honorer yang diangkat sudah berusia lanjut sehingga masa kerjanya singkat.

3. Aspek Kelembagaan

Dalam aspek kelembagaan Tim menemukan fakta bahwa PT Taspen sebagai lembaga pengelola pensiun PNS belum mempunyai kewenangan yang maksimal. PT Taspen selama ini dianggap sebagai penyedia atau sponsor program pensiun dan tunjangan hari tua (THT) bagi PNS. Padahal kedudukan PT Taspen hanya sebagai juru bayar program pensiun dan THT PNS. PT Taspen hanya sebagai lembaga yang

(23)

23 mengadministrasikan uang pensiun dan THT PNS. Karena PT Taspen tidak diberi kewenangan dalam mengontrol dana tersebut.

Kondisi ini berdampak pada tidak maksimalnya pengelolaan dana yang dikumpulkan. PT Taspen tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan investasi terhadap dana yang dikumpulkan. Dana tersebut diendapkan saja karena kekuatiran terjadi kerugian investasi. Memang dalam melakukan investasi khususnya untuk dana pensiun harus dilakukan dalam investasi dengan resiko minimal dan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi karena menyangkut kelangsungan pembayaran dimasa depan.

D. Metode Pembiayaan Pensiun

Dalam menyelenggarakan program pensiun ada beberapa metode pembiayaan yang bisa digunakan. Diantaranya dijelaskan berikut ini.

1. Fully Funded (pembiayaan sendiri)

Pembiayaan pensiun dengan sistem fully funded adalah jika pembayaran pensiun telah mencapai pembiayaan penuh, meskipun pada saat itu tidak semua kewajiban pembiayaan dapat dilunasi. Dalam metode ini, terjadi pemisahan kekayaan antara pemberi kerja dan pekerja sebagai pemegang polis dan lembaga pengelola pembiayaan pensiun. Praktik di beberapa negara, sponsor pembiayaan pensiun (pemberi kerja dan penerima kerja) pegawai di sektor publik dapat membeli asuransi investasi untuk melindungi nilai obligasinya. Program pensiun yang dapat dikelola dalam metode ini bisa manfaat pasti (defined benefit) maupun kontribusi pasti (defined contribution).

(24)

24 Gambar 2.1

Metode Pembiayaan Fully Funded

Sumber : PT Taspen, 2012

Besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembayaran pensiun dimasa yang akan datang dipenuhi dengan cara diangsur selama pegawai masih aktif bekerja yang ditampung dalam suatu tempat (dana pensiun), kemudian dikelola dan dikembangkan. Keuntungan sistem fully funded ini adalah pemberi kerja tidak dibebani biaya untuk pensiunan, karena biaya pensiun telah dipenuhi pada saat pegawai masih aktif. Sementara kelemahannya adalah pada saat pembentukan Dana Pensiun harus ada dana awal dan jika pemberi kerja menaikkan gaji pokok harus menyediakan dana lebih untuk membayar PSL.

2. Unfunded atau pay-as-you-go

Pembiayaan pensiun dibebankan langsung dalam anggaran negara (APBN), meskipun di dalam APBN itu terdapat kekayaan pemberi kerja (pemerintah) yang merupakan hak milik yang sah dari pemberi kerja. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini adalah tidak dibutuhkan dana awal yang harus ada pada saat dimulainya suatu dana pensiun dan jika terjadi kenaikan

(25)

25 gaji pegawai tidak ada past service liability (PSL). Meskipun demikian sistem pay as you go tidak umum digunakan dalam sistem pembiayaan dana pensiun. sementara kelemahannya adalah pembayaran pensiun akan meningkat setiap tahun, sehingga anggaran untuk membayar pensiun akan semakin besar, bahkan pada saatnya dapat melebihi anggaran untuk membayar gaji pegawai.

Dalam sistem pay as you go ini hanya ada satu sumber dana dan langsung digunakan untuk membayar manfaat sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan investasi. Metode pay as you go dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2

Metode Pembiayaan Pay As You Go

Sumber : PT Taspen, 2012

3. Book reserved atau notional assets

Dalam metode ini, pengelola pembiayaan pensiun mengakui adanya kewajiban dalam neraca keuangan mereka yang menggambarkan perkembangan investasi dari premi anggota pensiun (penerima kerja), tetapi tidak terdapat pemisahan kekayaan secara sah antara pemberi kerja dengan lembaga pengelola pembiayaan pensiun.

(26)

26

4. Partially funded

Dalam metode ini, pemberi kerja mentargetkan tingkat pembiayaan tertentu biasanya kurang dari 100%. Target dapat berasal dari persentase biaya (cost) atau biaya pembiayaan pensiun (liability) ataupun juga dari tingkat persentase likuiditas program sampai dengan target pada suatu tahun kalender.

E. Program Pensiun

Terkait dengan manfaat yang akan diterima dalam penyelenggaraan program pensiun ada beberapa model. Diantaranya dijelaskan berikut ini.

1. Final salary (defined benefit)

Program ini disebut juga sebagai program gaji akhir atau manfaat pasti, dimana seorang pensiunan akan mendapatkan manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan masa kerja dan gaji terakhir sebelum pensiun. Sekali dibayarkan, maka jumlah manfaat pensiun akan tetap dijamin pembayarannya sampai dengan waktu yang telah ditentukan dalam kontrak asuransinya.

2. Indexed career average (ICA)

Dalam program rata-rata indeks karir ini, seorang pensiunan akan menerima manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan masa kerja dan rata-rata penghasilan total pensiunan selama bekerja. Sekali dibayarkan, maka pembayarannya akan terus dijamin sesuai dengan kontrak asuransinya. Di beberapa negara lain, program ini juga disebut sebagai CARE atau Career Average Revalued Earnings (rata-rata penghasilan yang diterima selama berkarir).

(27)

27 3. Notional defined contribution (NDC)

Manfaat pensiun yang didapat dalam program ini tergantung dari besaran kontribusi yang dibayarkan dan pengembaliannya didasarkan pada the notional assets (perkiraan pengembangan aset), yang sebenarnya tidak benar-benar diinvestasikan dan perkembangan notional portfolio bisa ditelusuri. Perhitungan investasi premi pensiun didasarkan pada faktor anuitas yang menyesuaikan dengan tingkat anuitas pasar. Sekali dibayarkan, maka jumlah manfaat pensiun dijamin sesuai dengan kontrak asuransinya. 4. Collective defined contribution (CDC)

Manfaat pensiun yang didapatkan dalam program ini tergantung pada jumlah kontribusi yang dibayarkan dan pengembalian investasi yang dihasilkan. Aset tidak dialokasikan kepada rekening individual. Pengembalian investasi tergolong kecil, karena resiko dibagi diantara semua peserta dalam suatu skema. Pembagian resiko terus berlanjut hingga setelah pensiun, dengan syarat bahwa indeks pembayaran pensiun tergantung pada kesehatan keuangan lembaga pengelola pembiayaan pensiun. Pembayaran pensiun dengan demikian bisa meningkat atau menurun.

5. Individual defined contribution (IDC)

Manfaat pensiun yang diterima dalam program ini tergantung kepada kontribusi yang dibayarkan dan pengembalian investasi asset. Dalam program ini, perhitungan pemberian manfaat didasarkan pada tingkat anuitas pasar yang terbuka. Sekali dibayarkan, maka jumlah manfaat pensiun yang diterima dan perubahannya didasarkan pada tipe anuitas yang dikenakan. Dengan demikian, konvesional DC dapat dikategorikan sebagai funded dan juga collective defined contribution (CDC) juga bisa dikategorikan

(28)

28 sebagai funded, tetapi tidak dengan NDC yang masuk dalam kategori notional assets.

Melihat pada berbagai metode pembiayaan dan program pensiun diatas, di Indonesia metode pembiayaan pensiun PNS yang digunakan saat ini adalah sistem sharing contribution, yaitu sistem pembayaran pensiun dengan sumber dana dibiayai secara berbagi (sharing) antara pemerintah (APBN) dengan PT. TASPEN (Persero) yang dananya bersumber dari iuran PNS dan hasil pengembangannya (Setiawati, Budhi, Wakiran, Hadiyati dan Herman, 2006). Sedangkan terkait program pensiun di Indonesia, manfaat program pensiun terbagi dua, yaitu program pensiun manfaat pasti (PPMP) dan program pensiun iuran pasti (PPIP).

PPMP adalah program pensiun yang besaran manfaatnya sudah dapat ditentukan sebelum karyawan tersebut berhenti bekerja, sedang iuran yang berasal dari pemberi kerja dan peserta belum dapat dipastikan terlebih dahulu sehingga diperlukan bantuan aktuaris untuk menghitung besarnya iuran yang dibutuhkan guna membayar manfaat pensiun. PPIP yang merupakan kebalikan dari PPMP merupakan program pensiun yang iurannya ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan besaran manfaat pensiun yang menjadi hak peserta tidak dapat ditentukan di muka. Besarnya manfaat pensiun dihitung dengan cara akumulasi iuran selama menjadi peserta ditambah dengan hasil pengembangannya, sehingga besar-kecilnya manfaat pensiun tergantung dari baik buruknya sistem pengelolaan dana dalam mencapai hasil investasi.

Dalam Tabel berikut dijelaskan perbedaan antara PPMP dan PPIP.

(29)

29 Tabel 2.4

Perbedaan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

No Aspek PPMP PPIP

1 Manfaat

Pensiun Besarnya berdasarkan rumus yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.

Tergantung akumulasi iuran dan hasil pengembangan. 2 Iuran Tergantung kecukupan

dana berdasarkan perhitungan aktuaria. Ditetapkan dalam peraturan dana pensiun. 3 Masa kerja lalu

Pada umumnya diakui dan perndanaannya sepenuhnya tanggung jawab pemberi kerja.

Tidak diakui.

4 Resiko

investasi Pada pemberi kerja. Pada peserta. 5 Pembayaran

manfaat pensiun

Dibayar oleh dana pensiun atau dibelikan reanuitas.

Dialihkan ke perush asuransi jiwa untuk dibelikan anuitas.

(30)
(31)

31

Bab III Hasil Studi Banding di Malaysia

A. Pendahuluan

Studi banding atau study visit di Malaysia dilakukan Tim Peneliti pada tanggal 22 - 27 April 2012. Pemilihan negara Malaysia sebagai tujuan studi banding didasarkan pada adanya persamaan sistem kepegawaian dan sistem pensiun yang diterapkan. Instansi yang dikunjungi ada enam (6) instansi, yaitu Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur dan lima (5) instansi yang terkait dalam pengelolaan dana pensiun di Malaysia. Kelima instansi tersebut adalah :

1. Public Service Department of Malaysia (PSD) atau Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA),

2. Armed Forces Fund Board (AFFB) atau Lembaga Tabung Angkatan Tentara (LTAT),

3. Employees Provident Fund (EPF) atau Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP),

4. Social Security Organisation (SOCSO) atau Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso), dan

5. Retirement Fund Incorporated (RFI) atau Kumpulan Wang Persaraan (KWAP).

Di lima instansi tersebut Tim Peneliti diterima oleh para pejabat yang menangani langsung pengelolaan pensiun pegawai di Malaysia. Berikut disampaikan berbagai data dan informasi yang diperoleh Tim dalam study visit tersebut. Dari data dan informasi yang diperoleh Tim pada saat melakukan study visit ditemukan bahwa kelima instansi tersebut mempunyai tugas dan fungsi yang jelas dalam pengelolaan pensiun atau jaminan sosial di Malaysia. Tugas dan fungsi tersebut tidak saling overlapping tetapi justeru saling terkait satu dengan yang lain. Selain itu masing-masing instansi juga diberi kewenangan yang jelas dalam melakukan pengelolaan dana pensiun sehingga bisa mensejahterakan anggotanya.

(32)

32 Sebagaimana dijelaskan didepan ada lima instansi yang mengelola pensiun pegawai di Malaysia. Berikut disajikan kelima instansi tersebut dan rincian tugas dan fungsi utamanya.

Tabel 3.1

Instansi Pengelola Dana Pensiun Pegawai di Malaysia

Peserta Instansi Pengelola Jenis Skema Pensiun Pegawai Negeri - Jabatan Perkhidmatan

Awam (JPA) - Kumpulan Wang Persaraan (KWAP) Manfaat pasti (defined benefit), pegawai tidak mengiur, iuran oleh oleh negara Tentara Lembaga Tabung Angkatan

Tentara (LTAT) - Iuran wajib tanpa pensiun - Iuran wajib dengan pensiun - Iuran sukarela - Pegawai swasta - Pegawai negeri yg tdk mempunyai pensiun - Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP) - Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso) Iuran wajib - Pegawai swasta individu - Pegawai tanpa penghasilan tetap

Kumpulan Wang Simpanan

Pekerja (KWSP) Iuran sukarela

Sumber : LTAT, 2012

Pengelolaan jaminan sosial di Malaysia terdiri dari beberapa badan dibawah koordinasi beberapa kementerian. Sifat koordinasinya saling melengkapi dan tergantung pada kelompok sasaran pada masing-masing layanan jaminan sosial. Lembaga pengelola sistem pensiun di Malaysia dibagi menjadi dua (2), yaitu lembaga pengelola investasi iuran pensiun (KWAP, LTAT, KWSP dan Perkeso) dan lembaga regulasi sistem pensiun (JPA, Ministry of Finance untuk urusan pensiun tentara dan veteran, dan KWSP (EPF) untuk pekerja di sektor swasta). Secara lebih lengkap dapat digambarkan berikut ini :

(33)

33 Tabel 3.2

Jenis-jenis Layanan Jaminan Sosial di Malaysia

No Ruang Lingkup Jaminan Regulator Skema

1 Kematian Jabatan Pengkhidmatan Awam (JPA) Skema Pensiun PNS

Kementerian Keuangan KWSP penarikan manfaat dan akibat kematian

Kementerian Tenaga Kerja Organisasi Jaminan Sosial (Perkeso) 2 Cacat tetap (invalidity) Kementerian Keuangan KWSP pengambilan manfaat cacat tetap

Kementerian Tenaga Kerja Organisasi Jaminan Sosial (Perkeso) 3 Kecelakaan Kerja Kementerian Tenaga Kerja Organisasi Jaminan Sosial (Perkeso) 4 Pengangguran atau

korban PHK Program ad hoc Skema asuransi bagi pengangguran tidak tersedia

5 Melahirkan Kementerian Kesehatan Biaya pengobatan minimal pada RSU

dikenakan tarif: RM 10 untuk kelas 3, RM 150 untuk kelas 2 dan RM 300 untuk kelas 1. Namun sebagian pekerja juga dilindungi oleh asuransi yang diberikan oleh pemberi kerjanya.

6 Fasilitas pemeliharaan kesehatan

Kementerian Kesehatan RM 80, RM 30, untuk kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 biaya harian berbeda. Sebagian pegawai dilindungi secara penuh ataupun sebagian oleh pemberi kerjanya.

(34)

34

7 Sakit Kementerian Kesehatan RM 1 untuk berobat jalan di RSU (dokter

umum), RM 5 untuk berobat di RSU (dokter spesialis)

8 Subsidi untuk anak dan

keluarga Kementerian Pendidikan  Program untuk membantu keluarga miskin dan berpenghasilan rendah, membantu biaya pendidikan dasar dan menengah

 Dana perwalian muird kurang mampu

 Program makanan tambahan bagi anak sekolah

 Program susu 1 Malaysia

 Bantuan seragam sekolah

 Beasiswa Pemerintah Federal bagi mahasiswa kurang mampu

 Sekolah berasrama bagi siswa

berprestasi yang berasal dari keluarga tidak mampu

 Buku ajar gratis bagi murid sekolah dasar dan menengah

 Beasiswa persiapan masuk universitas Kementerian Perempuan, Keluarga dan

Pengembangan Komunitas Program bantuan sosial di bawah departemen kesejahteraan sosial:

 Untuk anak

 Untuk pensun dini

 Untuk anak dg perawatan khusus

(35)

35  Bantuan keuangan umum

 Hibah

 Tunjangan magang

 Bantuan bagi korban bencana alam

 Tunjangan bagi asisten orang cacat

 Bantuan bagi orang cacat yang tidak bisa bekerja

 Bantuan alat-alat kesehatan bagi orang cacat

9 Usia tua Jabatan Pengkhidmatan Awam (JPA) Sistem Pensiun PNS

Kementerian Keuangan  Sistem pensiun bagi pegawai swasta (Skema KWSP)

 Skema tabungan sukarela bagi pekerja sektor informal

Kementerian Pertahanan  Skema pensiun untuk angkatan bersenjata (LTAT)

(36)

36 Pembagian kewenangan dan pembagian pekerjaan antara instansi yang terlibat dalam jaminan sosial di Malaysia bukan saja dilihat dari aspek layanan jaminan sosial yang diberikan tetapi juga spesifikasi kewenangannya, yaitu sebagai administrator, regulator dan badan manajemen investasi. Pada Tabel berikut ini dijelaskan pembagian tugas, kewenangan, dan sasaran masing-masing lembaga yang terlibat dalam pengelolaan sistem pensiun di Malaysia.

Khusus mengenai pensiun PNS, dalam rantai nilai sistem pensiun di Malaysia, JPA memegang peranan yang strategis, sedangkan KWAP lebih berfungsi sebagai lembaga simpanan bagi dana pensiun PNS dan juga sebagai lembaga investasi dana pensiun PNS.

(37)

37 Tabel 3.3

Rantai Nilai dalam Sistem Pensiun di Malaysia Perumusan

Kebij Pengumpul iuran pensiun & Kebij Invest Pengawasan investasi Manaj Adm peserta program pensiun Manfaat Pensiun Pembayaran Program Pensiun PNS Merumuskan kebij pensiun dan sistem pensiun Mengelola kumpulan kontribusi peg Menetapkan kebij invest & pengawasan kinerja

Pelaks manaj

invest Mengelola akun peserta Mengelola keuangan adm & pembayaran JPA:  Mengemb & mereviu kebij KWAP mengelola kontribusi iuran hanya dari pemberi kerja

KWAP JPA (Kantor Perdana Menteri): menghit manfaat pensiun, gratuitas (lump sum), penghargaan dlm bentuk cash dan manfaat lainnya

JPA pembayaran manfaat Program Pensiun Angkatan Tentara MINDEF: Mengemb & mereviu kebij  Mengumpulkan kontribusi iuran dari pem & angg angkatan

 Menghit kalkusi pendanaan awal LTAT kpd KWAP

LTAT Urusan Veteran (MINDEF):

Berkomunikasi dg peserta Perhit manfaat Pembayaran manfaat pensiun Transfer pendanaan awal kpd KWAP  Berkomunikasi dg angg tentara aktif

 Adm neraca akun angg Sektor Swasta dan selain PNS KWSP (EPF): Memberikan masukan kebij EPF (KWSP) Sumber : KWAP, 2012

(38)

38 Selain pembagian kewenangan dan peran yang jelas bagi setiap lembaga pengelola dan regulator pensiun, sistem pensiun di Malaysia terdiri dari empat pilar, artinya setiap pilar memiliki cakupan dan kelompok sasaran yang berbeda yaitu :

Tabel 3.4

Sistem Pensiun di Malaysia

Pilar 0 Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3 Pilar 4

Sasaran Pemberatasan

Kemiskinan Pendapatan pokok Pengganti penghasilan Pendapatan tambahan Tunjangan informal Sifat Kepesertaan Diluar kelompok sasaran JPA, LTAT, SOCSO, EPF

Wajib Wajib Sukarela Sukarela

Kontribusi iuran

Tidak Ya Ya Ya Tidak

Pembiayaan Pajak Partially

funded Funded Aset Keuangan Aset Keuangan Skema - Bantuan Sosial - Zakat - - Public Service Pension - EPF (KWSP) - LTAT - SOCSO Sistem pensiun swasta - Transfer antar generasi - Akses kpd pemelihar aan kesehatan - Perum Administrator - Depart Kesejah Sosial - Badan Zakat Negara - JPA, EPF (KWSP), LTAT, SOCSO Komisi sekuritas Sumber: EPF (KWSP), 2012

JPA, KWSP, LTAT dan PERKESO merupakan administrator sistem pensiun pilar kedua yang peranannya sebagai pengganti penghasilan pada saat pensiun. Secara lebih jelasnya, berikut dijelaskan profil, kewenangan dan tugas dari masing-masing lembaga pengelola pensiun di Malaysia.

(39)

39 B. Lembaga Pengelola Pensiun di Malaysia

1. Jabatan Pengkhidmatan Awam (Public Service

Department of Malaysia)

Jabatan Pengkhidmatan Awam atau JPA merupakan instansi pemerintah federal (pusat) yang berada di bawah lembaga eksekutif. JPA bertanggung-jawab terhadap manajemen sumber daya manusia sektor publik. Struktur organisasi JPA berada di bawah Kantor Perdana Menteri. JPA tidak mempunyai kantor cabang maupun kantor wilayah pada tingkat negara bagian, kecuali untuk bagian pensiun (post service division branch) yang memiliki kantor perwakilan di Sabah dan Sarawak.

Post Service Division dalam JPA merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam membuat persetujuan dan pembayaran manfaat pensiun kepada pensiunan PNS dan hal-hal yang terkait dengan pengurusan administrasi pensiunan. Kategori pensiunan dan penerima manfaat pensiun yang dijamin oleh skema pensiun yang diberikan oleh JPA adalah : pegawai negeri sipil pada lingkup pemerintahan federal; pegawai negeri sipil pada lingkup negara bagian; pegawai yang bekerja pada lembaga pemerintahan yang disebutkan dalam undang-undang (statutory authority employees); anggota angkatan bersenjata; anggota parlemen dan anggota administrasi federal; sekretaris politik, dan para hakim.

JPA terdiri atas tiga program utama dan sepuluh departemen. Tiga program terdiri atas program perencanaan sumber daya manusia, program pengembangan manusia sumber daya manusia dan program operasi sumber daya manusia. Sepuluh divisi terdiri dari : (1) Divisi Perencanaan, Penelitian dan Korporat, (2) Divisi Pengembangan Organisasi, (3) Divisi Pelayanan, (4) Divisi Remunerasi, (5) Divisi Pengembangan Kapital Manusia, (6) NIPA (National

(40)

40 Institute of Public Administration), (7) Divisi Pensiun, (8) Divisi Manajemen Pelayanan, (9) Divisi Manajemen Psikologi, dan (10) Divisi Manajemen Informasi dan Teknologi.

2. LTAT (Lembaga Tabung Angkatan Tentera)

LTAT dibentuk pada bulan Agustus 1972 berdasarkan Akta Nomor 101 Akta Tabung Angkatan Tentera 1973. Berdasarkan akta tersebut, LTAT mempunyai dua tujuan utama, yaitu:

1. Mengadakan manfaat pensiun dan manfaat-manfaat lainnya untuk anggota Angkatan Tentera Malaysia (ATM) dalam semua tingkatan jabatan dalam satu skema simpanan untuk pegawai angkatan tentera dan Anggota Kerahan Angkatan Sukarela.

2. Melaksanakan program-program latihan peralihan bagi anggota tentara yang akan atau telah pensiun.

Visi LTAT adalah menjadi sebuah organisasi yang berwibawa dan dicontoh oleh badan-badan Kerajaan dan korporat. Dalam kegiatannya LTAT memiliki 3 (tiga) misi utama yaitu :

a. Mengadakan manfaat pensiun dan sosial ekonomi yang bermutu tinggi untuk anggota Angkatan Tentara Malaysia;

b. Komitmen untuk membantu pembangunan negara melalui investasi yang menguntungkan; dan

c. Menerapkan nilai kualitas dan budaya kerja cemerlang di kalangan pekerja dan bekerjasama dengan penuh dedikasi, bertanggung jawab, disiplin, amanah, proaktif dan inovatif kearah pencapaian yang cemerlang dan berkelanjutan.

Sebagai suatu lembaga yang dijalankan layaknya organisasi bisnis, maka struktur organisasi LTAT terbagi menjadi dewan direksi, dewan komisaris dan panel manajemen investasi. Selain dewan komisaris dan dewan direksi, Panel Investasi merupakan alat

(41)

41 kelengkapan organisasi LTAT yang penting, yang bertugas dan bertanggung jawab hal yang berkaitan dengan bidang investasi LTAT.

Skema pensiun di LTAT dibagi dalam skema iuran yang berbeda antara perwira dan anggota, yaitu : pengiur wajib (terdiri dari anggota tentara dari lain-lain pangkat (LLP) atau iuran wajib hanya bagi para perwira) dan pengiur suka rela (terdiri dari pegawai tetap ATM dan Anggota Kerahan Angkatan Sukarela (AKAS) atau iuran sukarela hanya bagi para anggota non perwira).

Selain jenis iuran diatas, juga terdapat iuran wajib pensiun, iuran wajib tidak pensiun dan iuran sukarela. Semua itu adalah pola kontribusi iuran pensiun bagi anggota tentara di Malaysia yang dikelola oleh LTAT. Di Malaysia yang dikenakan wajib mengiur hanya perwira sedangkan anggota mendapat subsidi silang dari iuran perwira ditambah kontribusi iuran dari pihak kerajaan.

Skema iuran wajib dapat diklaim manfaat pensiunnya saat sebulan setelah purna tugas (terhitung masa pensiun), meninggal dunia, dan telah mencapai usia 50 tahun. Sedangkan skema simpanan sukarela dapat diklaim kapan saja sesuai kebutuhan anggota.

Manfaat yang didapat dari skema pensiun di LTAT terdiri dari :

1. Berhenti tanpa mendapatkan hak pensiun, manfaat yang diterima adalah : akumulasi iuran pokok + dividen dan bonus ditambah dengan akumulasi iuran pokok dari kerajaan dan dividen dan bonus dari sisi iuran kerajaan.

2. Berhenti dengan pensiun, manfaat yang diterima adalah : bagian individu yang terdiri dari akumulasi iuran pokok + dividen dan bonus yang terkumpul. Sedangkan iuran yang terkumpul semasa waktu percobaan calon tentara diambil oleh pihak kerajaan.

(42)

42 Sumber keuangan LTAT dalam pembiayaan pensiun berasal dari :

1. Iuran yang dipotong dari 10% dari gaji pokok anggota per bulan,

2. Sumbangan kerajaan sebesar 15% dari gaji pokok bulanan anggota tentara per bulan,

3. Iuran sukarela dari anggota tentara yang besarnya antara RM 25 sampai dengan RM 750,

4. Pendapatan lain hasil pengembangan investasi. Total iuran pensiun wajib untuk para perwira adalah sebesar 10% dari anggota + 15% dari sumbangan kerajaan = 25% dari gaji pokok adalah iuran tentara bagi program pensiun mereka.

Selain mengelola iuran pensiun, LTAT juga berperan sebagai lembaga simpanan dan pengelola investasi bagi tentara aktif baik anggota maupun perwira. Sebagai pengiur aktif, seorang peserta di LTAT mendapatkan fasilitas manfaat seperti : pengeluaran sebagian iuran untuk membeli rumah, manfaat kematian dan cacat, dan pemberian bonus dalam bentuk unit saham.

Selain itu, peserta juga bisa menikmati fasilitas yang berasal dari diversifikasi investasi yang dikelola oleh anak perusahaan dibawah LTAT seperti :

1. Perbadanan Perwira Niaga Malaysia atau PERNAMA, yang menyediakan barang kebutuhan pokok seperti : beras, tepung, susu, kecap, mi instan, minyak masak, minuman dalam botol dengan harga subsidi.

2. Perbadanan Perwira Harta Malaysia atau PPHM, yang bertugas untuk menjalankan kegiatan pembangunan rumah, pengurusan proyek, pengedaran bahan-bahan bangunan dan bisnis asuransi.

3. Latihan kursus peralihan bagi anggota yang akan atau telah pensiun. LTAT menawarkan berbagai program latihan kursus pelatihan bagi anggota yang akan atau telah pensiun untuk persiapan mereka

(43)

43 bekerja kembali melalui Perbadanan Hal Ehwal Bekas Angkatan Tentera (PERHEBAT).

Selain, manfaat-manfaat di atas, untuk anggota aktif ada manfaat tambahan lainnya, yaitu :

1. LTAT membangun dan menyediakan rumah-rumah murah dan sederhana untuk ditawarkan kepada anggota Angkatan Tentera Malaysia yang layak. 2. Beasiswa ke jenjang pendidikan tinggi.

3. Bantuan keuangan kepada para tentara dalam bentuk : bantuan tunai, sumbangan tabungan yang diberikan pada hari pahlawan, beasiswa bagi anak-anak untuk bersekolah.

3. KWSP (Kumpulan Wang Simpanan Pekerja)

Kumpulan Wang Simpanan Pekerja atau Employee Provident Fund (EPF) didirikan pada 1 Oktober 1951 berdasarkan Akta 452 dan Akta 1991. KWSP merupakan skema simpanan wajib nasional. Keikutsertaan dalam skema KWSP ada dua yaitu pertama yang bersifat wajib dan yang kedua bersifat sukarela. Skema wajib dikenakan para pekerja sektor swasta dan pekerja swasta tanpa hak pensiun. Bersifat sukarela dikenakan pada pekerja wirausaha, pembantu rumah tangga dan pensiunan PNS dengan hak pensiun serta para pekerja asing yang tergolong ekspatriat.

Secara kelembagaan KWSP berada dibawah Kementerian Keuangan, dengan struktur organisasi yang terdiri atas EPF Board, EPF Investment Panel dan EPF Management. Tugas dari EPF Board adalah membuat kebijakan dan panduan pelaksanaan kebijakan. Dewan atau board terdiri dari Kepala, Deputi Kepala, lima (5) perwakilan dari pemerintahan termasuk kepala), lima (5) perwakilan pegawai, lima (5) perwakilan pemberi kerja, tiga (3) profesional dan Chief Executive Office (ex-officio). Anggota dewan dipilih oleh Menteri Keuangan. Dewan mempunyai sejumlah

(44)

44 komite yang bertugas dengan kerangka acuan yang jelas dan tegas, yaitu :

1. Board of Audit Committee (Komite Dewan Audit), 2. Finance and Development Committee (Komite

Keuangan dan Pengembangan),

3. Board Establishment, appoitnment & Services Committee,

4. Board Dicipline Committee (Komite Dewan Disiplin), 5. Board Risk Management Committee (Komite Dewan

Manajemen Resiko),

6. Performance Management Committee (Komite Manajemen Kinerja),

7. EPF Enhancement Committee.

Selain dewan dan komite, struktur yang paling penting dalam EPF adalah EPF Investment Panel yang bertanggunjawab dalam investasi dana yang terdapat dalam EPF. Anggota Panel Investasi ini ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Berikut ini disajikan tabel terkait rata-rata kontribusi peserta di KWSP menurut umur dan tingkat pendapatannya.

Tabel 3.5

Rata-rata Kontribusi (sejak Januari 2012)

Pemberi

Kerja (%) Pekerja (%) Total (%) Umur Pendapatan < 55 tahun < RM 5.000 13 11 24 Umur Pendapatan < 55 tahun < RM 5.000 12 11 23 Umur Pendapatan < 55 tahun < RM 5.000 6,5 5,5 12

Pekerja Asing Sukarela RM 5 11 -

Sumber : KWSP, 2012

4. Perkeso (SOCSO)

Perkeso didirikan pada tanggal 1 Januari 1971 sebagai lembaga pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sosial ekonomi dari masyarakat

(45)

45 Malaysia. Pembentukan Perkeso merupakan amanat dari the Employee’s Social Security Act 1969 dan General Regulations 1971, sebagai arah bagi dasar jaminan sosial dan memperluas manfaat perlindungan sosial bagi para tenaga kerja.

Tujuan diimplementasikannya jaminan sosial di Malaysia adalah untuk memberikan perlindungan jaminan sosial kepada para pekerja dalam menanggulangi resiko dari kecelakaan di tempat kerja, terganggunya kesehatan selama bekerja dan cacat yang diakibatkan oleh pekerjaan yang dilakukannya.

Fungsi dari perlindungan jaminan sosial oleh Perkeso adalah untuk memberikan: perawatan kesehatan, kompensasi pendapatan, rehabilitasi dan mempekerjakan kembali, pencegahan terhadap kecelakaan atau jaminan kesehatan dan keamanan pekerja.

Sistem triparti ketenagakerjaan di Malaysia terdiri dari tiga pihak, yaitu : (1) Pemerintah (Kementerian Tenaga Kerja (sebagai pelaku utama) dan Kementerian Perdagangan, Pendidikan, Kesehatan dan lain-lain); (2) Pemberi Kerja, dan (3) Pekerja.

Tipe-tipe kelompok sasaran perlindungan jaminan sosial dari Perkeso :

1. Pemberi kerja (majikan)

Majikan tunggal, kemitraan, perusahaan swasta, asosiasi/lembaga, perwakilan perusahaan dari luar negeri

2. Industri (Kecil, menengah dan besar)

Industri pabrikasi, jasa, perumahan, transportasi, pertambangan, perikanan dan pendidikan.

3. Pemberi kerja

Pemberi kerja utama yang bertanggungjawab langsung kepada para pekerjanya (misalnya penggajian dan sebagainya). Pemberi kerja perantara yang bekerja pada pemberi kerja utama

(46)

46 atau mengambil alih sebagian pekerjaan dari pemberi kerja utama atau sub kontrak.

Ketentuan mengenai pekerja yang menjadi tanggungan dalam skema Perkeso adalah : warga negara Malaysia atau yang memiliki status sebagai penduduk tetap, pekerja yang memikili kontrak kerja atau kontrak magang, memiliki penghasilan RM 3000 atau kurang per bulan dengan ketentuan keanggotaan sekali untuk selama atau pilihan, pekerja yang sebelumnya tidak terdaftar atau belum berkontribusi dalam iuran diberikan opsi untuk dilindungi oleh majikan dan pekerja harus setuju untuk dilindungi oleh skema ini.

Pengecualian diberikan kepada para pekerja dalam kategori : pegawai negeri, wiraswasta, pekerja asing, pembantu rumah tangga, dan pekerja sektor informal. Kontribusi pendanaan asuransi sosial meliputi iuran pekerja maupun iuran pemberi kerja. Kontribusi ini terdiri dari dua (2) kategori, yaitu :

1. Kategori pertama, usia dibawah 55 tahun (kombinasi dari kedua skema), dibayarkan oleh kedua belah pihak,

2. Kategori kedua, usia diatas 55 tahun dibayarkan hanya oleh pemberi kerja.

Kontribusi terhadap skema asuransi kecelakaan kerja dibayarkan oleh pemberi kerja. Pembagian porsi iuran antara pekerja dan pemberi kerja adalah Pemberi kerja : 1.25% + 0.50%, Pekerja : 0.50%. Skema asuransi yang diberikan oleh Perkeso terdiri dari dua (2), yaitu : skema asuransi kecelakaan kerja, dan skema pensiun karena cacat pada saat bekerja (perlindungan 24 jam). Sedangkan manfaat skema asuransi kecelakaan yang diberikan Perkeso terdiri dari : perawatan kesehatan, kompensasi pendapatan sementara ketika mengalami cacat kerja, cacat tetap (keseluruhan atau sebagian), tunjangan kehadiran tetap, perlindungan terhadap anak, biaya pemakaman, rehabilitasi :

(47)

47 pemberian alat penunjang ortopedik dan prostetik, dan program kembali bekerja.

Sementara manfaat skema asuransi karena cacat saat bekerja yang diberikan Perkeso terdiri dari : perlindungan 24 jam, cacat tetap diartikan sebagai kondisi yang tidak akan pulih kembali secara normal, perlindungan terhadap sakit yang mengakibatkan penyakit kronik, cacat dan kematian, tidak memiliki kemampuan fisik atau lemah, tidak mampu menghidupi dirinya sendiri, perlindungan 24 jam atas penyakit jantung, kanker stadium 3, gagal ginjal, tidak mencakup perawatan kesehatan, kecuali cuci darah.

(48)

Referensi

Dokumen terkait

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

[r]

penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah yang cacat hukum di Kantor. Pertanahan

Implikasi penelitian, Penelitian ini secara keseluruhan sudah mendapat persepsi yang positif dari remaja di SMA Negeri 18 Makassar mengenai komunikasi orang tua tentang

Database yang digunakan berupa Terjemahan dari Alquran dengan format .text , Melihat teks terjemahan AlQuran dan cara kerja Algoritma Shannon Fano dengan perhitungan

Siswa sangat jarang diajak untuk melakukan praktikum sehingga kamampuan belajar secara Kinestetik tidak terasah, sebaliknya siswa lebih sering diajar dengan cara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata