• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. HASIL PENELITIAN

3. Gambaran Diri Subjek III

Subjek adalah seorang guru play-group swasta di Yogyakarta. Saat wawancara subjek berusia 35 tahun. Subjek adalah anak sulung dari tiga bersaudara karena subjek berasal dari luar Yogyakarta maka ia memilih untuk kost.

Subjek terlihat memiliki kepribadian yang bebas dan santai. Sehingga ia tidak merasa pekerjaannya banyak menyita waktu. Sehingga pekerjaan subjek sebagai guru tidak mempengaruhinya dalam keputusan hidup melajang hingga saat ini. Keputusan melajang subjek dikarenakan dirinya masih sangat menikmati kehidupannya sekarang.

“ga..ga ada..ga ada hubungannya dengan pekerjaan. Masih enjoy dengan semuanya, ya semua hal lah. Di pekerjaan masih enjoy, di keluarga juga enjoy, hubunganm dengan teman2 juga masih enjoy...”

Tekanan-tekanan untuk segera menikah tidak dirasakan subjek bahkan dapat dikatakan tidak ada tekanan dari luar agar dirinya segera menikah.

“Tekanan? Mmm.. belum sih..soalnya juga ni sih kebetulan juga mungkin karena orang-tua juga santai ga terlalu maksa jadi gini kalau dari anaknya juga ga mulai untuk membahas orangtua juga ga nanya-nanya...”

Subjek belum ingin untuk segera menikah hingga saat ini dikarenakan dirinya merasa belum siap menghadapi pernikahan.

“yang pertama sih emang belum pengen..persiapan mental belum ada, persiapan material..eh apa namanya persiapan materi juga belum ada..secara materi juga belum ada...”

Kegagalan dalam menjalin suatu hubungan juga pernah dialami subjek. Walaupun hal ini tidak banyak mempengaruhi keputusan subjek untuk tetap melajang. Kegagalan dalam hubungan ini lebih dikarenakan dirinya yang belum siap dan merasa belum yakin.

“kebetulan juga kemarin itu kemarin juga dalam hubungan gagal..tapi ..ya sebenernya bukan masalah itu aja sih..bukan masalah itu..sebenernya bukan masalah komitmen..kemarin itu juga sebenernya dia udah mau serius, Cuma karena satu dan lain hal, saya yang memutuskan untuk ..ini..untuk..berpisah...”

Selain itu, subjek juga tidak kuatir dalam memperoleh pasangan sebab sudah ada pria lain yang menunggu dan siap menikah dengan dirinya.

“tapi ya sebenernya ada juga cowak yang menantikan saya, tapi gimana lagi..dari sayanya..saya belum siap..belum pengen...”

Subjek memiliki ketakutan akan faktor biologis seorang wanita sehingga dirinya merasa juga harus segera menikah. Sebenarnya ada keinginan untuk segera menikah dalam diri subjek tetapi ia masih terlalu menikmati dan belum menginginkan untuk segera menikah. Subjek merasa dirinya terlalu santai dan tidak ingin memikirkan hal pernikahan terlalu berat.

“Kalo dari saya ketakutan Cuma satu,…ketakutan biologis..perempuan kan punya umur biologis..kita kan perempuan beda sama laki2 ya..beda..kita punya umur biologis, misalnya untuk punya anak… Ya…mungkin seperti itulah…tapi mungkin dari saya sendiri, pembawaan saya ya emang santai, ya emang enjoy gini lah...”

Keputusan subjek untuk menunda pernikahan juga didukung oleh ayahnya. Subjek memang memiliki kedekatan yang lebih kepada ayah dibandingkan ibunya.

“ya…itu juga karena saya kan lebih dekat dengan ayah saya ya..dia juga bilang kalau kesiapan wanita itu ga bisa dipaksakan dengan umur..jadi

kalo misalnya kamu belum siap..ya its ok..jangan dipaksakan..jangan terlalu jadi beban juga...”

Walaupun subjek memiliki latar belakang keluarga yang bercerai tetapi hal tersebut tidak mempengaruhinya. Karena walaupun ayah dan ibunya telah berpisah, mereka tetap dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Ketika awal-awal perceraian orang-tuanya, subjek tidak dapat menerima hal tersebut dan marah dengan keputusan orang-tuanya. Tetapi setelah melihat mereka baik-baik saja, hal tersebut lambat laun berangsur-angsur hilang. Sehingga subjek merasa keputusannya untuk hidup melajang hingga saat ini adalah murni keputusan pribadinya yang dipilih secara sadar.

“Ya sebenernya gini ya mas..dari keluarga gitu ya mas..sebenernya gini..sebenernya ayah sama ibu saya sudah divorce gitu ..ya sebenernya sudah ga cocok dr jaman saya sma...ga cocok..saya sih sebenernya juga lagi berpikir..sebenernya ada ga sih hubungan antara kegagalan orangtua saya dengan keengganan saya sekarang ini Cuma dulu…dulu…saya pernah berpikir apa karena kegagalan orangrya saya ini saya jadi trauma atau apa gitu, saya jadi ga pengen salah pilih atau gimana…tapi setelah saya pikir2 lagi ini ga ada hubungannya..ini murni dari saya sendiri yang belum ada keinginan belum siap..mama sama papa saya juga ga gontok2an gitu kebetulan mama sama papa saya sih sudah move

on..masing2 dengan kehidupan sendiri, papa sudah punya keluarga sendiri,.kalau mama ya…masih sedniri..belum punya pengganti br tapi mereka masih baik2 aja..tapi kehadiran mereka sih sudah cukup buat saya..ga sampe buat saya merasa kecewa...”

Pertimbangan lain yang dipikirkan oleh subjek adalah masalah kesiapan dirinya dan calon suaminya. Subjek merasa bahwa dirinya dan calon suaminya harus sudah siap segala hal guna menjalani kehidupan berumah tangga. Sehingga mereka dapat menjalani hidup berumah tangga dengan baik. Walaupun subjek juga berpikir bahwa jika tidak memberanikan diri maka tidak akan menikah-menikah tepai ia tidak mau terlalu berani. Sehingga semua harus dipikirkan matang-matang untuk mereka benar-benar siap menikah.

“Tapi ya itu mas, apa memang sesantai2nya saya, saya juga masih punya pemikiran, bahwa ga bisa seperti ini terus,karena kalo ga nekat ga kelakon gitu…orang Jawa bilangnya kalau ga dinekati ra kelakon nek ora di…apa dilakoni..kalo ga gitu ya kalo sy tll nekat juga buat apa gitu kan istilahnya nikah itu kan apa2 disanggah berdua lebih ke saya…nunggu waktu yang tepat gitu ya..kalo yang kemarin itu kan belum mantap secara finansial…kalo masalah nyaman ya mas.dengan posisi..seperti itu ya harusnya sudah nyaman..tapi saya mikirnya nyaman tapi tidak aman gitu..jadi sayanya ga mau nekat2 banget gitu...”

Dokumen terkait