• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami

BAB II LANDASAN TEORI

D. Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami

Masa remaja dikarakteristikkan dalam dua hal yang berbeda. Pertama, masa remaja dilihat sebagai suatu periode yang dipenuhi oleh ketertarikan, pertumbuhan dan pengalaman, dan mengarah kepada perkembangan untuk menjadi dewasa muda yang produktif. Kedua, masa remaja merupakan periode yang penuh konflik dan juga bermasalah dalam keluarga yang memungkinkan terjadinya disfungsi dan juga pengasingan diri (Essau, 2008).

Menurut Erikson (Papalia, 2008), yang menjadi tugas utama pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Identitas diri adalah suatu konsepsi mengenai diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh individu. Masa remaja merupakan masa dimana individu harus dapat memutuskan siapakah mereka, apa keunikan yang mereka miliki dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka. Hal ini akan diperoleh ketika remaja dapat menyelesaikan krisis yang muncul dari tahap perkembangan psikososial identity versus identity confusion. Kemampuan untuk menyelesaikan krisis tersebut akan membentuk remaja menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat.

Marcia (1993) menyatakan bahwa identitas diri individu dapat digambarkan melalui status identitas, yang dilihat berdasarkan ada tidaknya dimensi krisis dan komitmen dalam beberapa area atau domain, yaitu pekerjaan (sekolah, pekerjaan, dam karir), keyakinan idiologis (berisikan masalah keagamaan dan sikap politik), serta keyakinan mengenai seksualitas (terdiri dari

sikap terhadap peran jenis kelamin dan seksualitas). Krisis adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih.

Munculnya eksplorasi dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993). Hal ini disebabkan karena pada masa remaja akhir susunan identitas diri dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Di usia remaja akhir, individu sudah mulai memilih prinsip moral untuk hidup serta menyadari bahwa keyakinan religius penting bagi mereka. Nilai-nilai yang dimiliki juga akan menuntun individu untuk menjalin hubungan sosial dan keputusan untuk menikah atau tidak. Selain itu, di usia remaja akhir, individu juga mulai merasa bahwa hidupnya tidak akan dapat secara terus-menerus bergantung pada orang tua sehingga remaja mulai memikirkan mengenai pekerjaan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang dapat dipilih untuk masa depannya.

Menurut Marcia et al (1993) identitas individu dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya. Interaksi tentunya dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Interaksi individu secara langsung di usia remaja akan banyak dilakukan dengan teman sebaya, dimana remaja menghabiskan waktu dengan melakukan aktivitas bersama teman-teman seusianya (Berk, 2007). Sedangkan interaksi secara tidak langsung

47

dapat dilakukan dengan berbagai media, dan salah satunya yang saat ini banyak digunakan adalah komunikasi melalui internet.

Interaksi yang terjadi melalui internet akan mengurangi peluang seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat dalam komunikasi, sehingga membatasi penerimaan informasi yang diperoleh individu. Berbeda dengan interaksi secara langsung, pada interaksi melalui internet individu tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan hal-hal lain dari individu yang terlibat dalam interaksi. Namun demikian, internet tetap dapat menghasilkan suatu komunikasi antara orang-orang yang menggunakannya (Putubuku, 2008).

Meskipun interaksi melalui internet memiliki perbedaan dengan interaksi yang dilakukan secara langsung, namun jumlah pengguna internet dunia, termasuk Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data yang dinyatakan oleh Nasir (2010) bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia berjumlah 20 juta pengguna pada tahun 2006 dan 25 juta pengguna pada tahun 2007 serta sebanyak 64% dari jumlah pengguna tersebut berasal dari kalangan remaja. Pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat hingga mencapai angka 30 juta orang.

Penggunaan internet merupakan hal yang sangat menarik perhatian para remaja saat ini. Hal ini terjadi karena melalui internet remaja dapat melakukan komunikasi dengan orang lain sehingga dapat saling memberikan dan menerima informasi. Karakteristik sosial yang muncul dalam komunikasi yang terjadi di dunia nyata juga dapat muncul secara alami ketika terjadi komunikasi secara maya

pada penggunaan internet, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya pembentukan identitas (Rimskii, 2010). Individu yang berkomunikasi dapat menentukan dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok, menerima nilai-nilai dari kelompok tersebut, menerima peran sebagai individu dari anggota kelompok, serta menentukan perbedaan dan persamaan dengan anggota kelompok. Selain itu, dalam pertukaran informasi, individu yang menggunakan internet juga dapat membentuk identitas mereka dengan menginternalisasikan elemen-elemen yang mereka dapatkan dari internet, seperti sikap, persepsi, pandangan mengenai orang lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai sesuatu, hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup, berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai dan hal lainnya.

Seiring dengan semakin berkembang dan semakin mudahnya akses terhadap jaringan internet, penggunaan internet secara berlebihan dapat terjadi pada siapa saja. Penggunaan internet yang berlebihan menyebabkan berkurangnya kontrol individu terhadap waktu yang digunakan untuk mengakses internet sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kecanduan. Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan internet tidak dapat mengontrol diri sehingga cenderung mengabaikan kegiatan lainnya, seperti sekolah, pekerjaan, interaksi secara langsung dengan lingkungan, dan kewajiban lainnya. Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat dinyatakan mengalami kecanduan internet ketika sudah menghabiskan waktunya rata-rata 19 jam per minggu untuk menggunakan internet.

49

Individu yang mengalami kecanduan internet dapat mengalami beberapa simptom. Simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas yang dapat dilakukan dalam internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet, merasa tidak memiliki kontrol ketika menggunakan internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, mengalami masalah dalam hubungan dengan orang lain, pekerjaan, pendidikan, atau karir, serta memiliki perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan cemas ketika tidak menggunakan internet. Hal ini tidak jauh berbeda dari pendapat Stefanescu et al (2007) yang menyatakan, remaja yang mengalami kecanduan internet akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet.

Kecanduan internet yang dimiliki oleh individu dapat dilihat dari beberapa komponen kecanduan internet yang dinyatakan oleh Griffiths (dalam Essau, 2008). Komponen kecanduan internet tersebut adalah: salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict dan relapse. Remaja yang mengalami kecanduan internet akan memiliki pandangan bahwa hubungan yang dimiliki melalui internet lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata sehingga remaja tersebut mengabaikan hubungan yang seharusnya dapat mereka miliki dengan orang lain di dunia nyata dan lebih memilih untuk melakukan interaksi melalui internet.

Penggunaan internet dapat menjadi sebuah sarana untuk menciptakan hubungan sosial yang semakin baik bagi para penggunanya (Mazalin & Moore, 2004). Pengguna internet dapat saling memberi dukungan melalui interaksi yang terjadi, meningkatkan hubungan dengan orang lain, serta para pengguna dapat menggunakan internet untuk semakin meningkatkan pemahamannya mengenai identitas dirinya. Penggunaan internet dapat bermanfaat untuk meningkatkan interaksi sosial apabila interaksi yang dilakukan melalui internet juga tetap disertai dengan interaksi yang terjadi secara langsung di dunia nyata. Artinya, interaksi yang seharusnya dilakukan di dunia nyata tidak digantikan oleh interaksi yang dilakukan melalui internet.

Interaksi yang lebih banyak dilakukan melalui internet tentunya juga dapat menyebabkan kecenderungan untuk mengabaikan interaksi secara langsung, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kematangan identitas diri individu. Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya, yang merupakan interaksi yang paling banyak dilakukan di usia remaja, merupakan salah satu hal yang dapat membatasi kesempatan bagi remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya secara langsung dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebayanya. Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada masa perkembangan (Mazalin & Moore, 2004).

Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas remaja. Menurut Kunnen & Bosma (dalam Berk, 2007), melalui interaksi secara

51

langsung dengan teman sebaya yang beragam, perolehan remaja mengenai ide dan nilai juga akan bertambah. Teman dekat yang dimiliki remaja akan membuat remaja saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dengan adanya dukungan secara emosi dan teman sebaya dapat menjadi model peran bagi remaja pada perkembangan identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan membuat remaja belajar mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan, pilihan akan pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya merupakan sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai kasih sayang, rasa simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui nilai-nilai moral, serta sebagai tempat bagi remaja untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa nantinya.

Keterangan garis:

Keterangan Terdiri dari Menyebabkan

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Remaja

Pembentukan Identitas Diri

Dipengaruhi oleh interaksi

Interaksi tidak langsung Interaksi langsung

Semakin berkurangnya aktivitas sosial untuk

berinteraksi secara langsung

Remaja tetap melakukan aktivitas sosial secara nyata untuk berinteraksi

Kecanduan Internet

Aktivitas sosial remaja secara nyata, termasuk interaksi dengan lingkungan berkurang dan remaja lebih banyak melakukan interaksi melalui internet Interaksi melalui internet

Bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet?

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet. Menurut Azwar (2004), metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel diartikan sebagai sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperan dalam gejala yang diamati. Variabel merupakan sebuah simbol dimana angka-angka atau nilai ditetapkan dan suatu konsep atau pengertian dapat dikatakan sebagai variabel bila menunjukkan adanya variasi (Kerlinger, 2000). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah identitas diri.

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Identitas diri adalah penghayatan yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai siapa dirinya, adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta adanya nilai-nilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap dirinya. Identitas diri dapat dilihat dari empat status identitas yang dikemukakan oleh Marcia (dalam Berk, 2006), yaitu identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium dan identity achievement.

Status identitas diri individu dilihat berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen yang dimiliki oleh individu tersebut. Krisis adalah keinginan untuk aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Sementara komitmen adalah keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki individu untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih yang terlihat dari bagaimana individu dapat menetapkan pilihannya, mempertahankan prinsipnya, kukuh dalam pendirian dan tidak bergeming terhadap hal-hal yang dapat membuat pendiriannya berubah.

Status identitas diffusion adalah status identitas dimana individu tidak memiliki krisis dan tidak memiliki komitmen. Status identitas foreclosure adalah status identitas dimana individu tidak memiliki krisis akan tetapi memiliki komitmen. Status identitas moratorium adalah status identitas dimana individu

55

memiliki krisis akan tetapi tidak memiliki komitmen. Status identitas achievement

adalah status identitas dimana individu memiliki krisis dan memiliki komitmen.

C. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi pada jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang menggunakan internet di kota Medan.

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka peneliti hanya meneliti sebahagian dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian yang dikenal dengan nama sampel. Sampel adalah sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Oleh karena penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet, maka karakteristik sampel penelitian ini antara lain:

a. Termasuk dalam remaja akhir yaitu usia 18-21 tahun

Kriteria ini digunakan oleh peneliti berdasarkan teori yang menyatakan bahwa status identitas yang dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada remaja akhir (Honess & Yardley, 2005). Menurut Monks (2002), remaja akhir adalah remaja yang berada pada usia 18-21 tahun.

b. Menggunakan internet selama 3 jam atau lebih dalam sehari

Karakteristik ini dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brenner yang menyatakan bahwa seseorang dapat mengalami kecanduan internet ketika individu tersebut menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu untuk menggunakan internet.

c. Mengalami kecanduan internet

Karakteristik ini dilihat dari skor subjek pada skala kecanduan internet yang telah dibuat berdasarkan enam dimensi kecanduan internet yang dinyatakan oleh Griffiths (dalam Essau, 2008).

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang mewakili populasi (Hadi, 2000).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik incidental sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kemudahan dalam mengakses sampel dari populasi yang telah ditentukan. Dalam hal ini semua subjek yang ditemukan oleh peneliti dan yang sesuai dengan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti dijadikan subjek penelitian.

3. Jumlah Sampel

Suatu sampel yang baik harus memenuhi syarat bahwa ukuran atau besarnya sampel memadai untuk dapat meyakinkan kestabilan ciri-cirinya.

57

Menurut Azwar (2004), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Jumlah total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 108 orang.

Dokumen terkait