• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA YANG

MENGALAMI KECANDUAN INTERNET

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ITA NOVITA PURBA

071301063

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ITA NOVITA PURBA

071301063

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

SKRIPSI

GAMBARAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA YANG

MENGALAMI KECANDUAN INTERNET

Dipersiapkan dan disusun oleh :

ITA NOVITA PURBA 071301063

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 12 April 2012

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Debby Anggraini, M.Psi Penguji I

NIP. 198101222000812002 Merangkap pembimbing 2. Eka Ervika, M.Si., psikolog Penguji II

NIP. 197710142002122001

(4)

benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dari penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2012

(5)

Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet

Ita Novita Purba dan Debby Anggraini

ABSTRAK

Masa remaja merupakan salah satu periode yang penting di sepanjang rentang kehidupan manusia, dimana pada periode ini terjadi pencarian identitas diri. Identitas diri dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang lain. Saat ini remaja tidak hanya dapat melakukan interaksi secara langsung akan tetapi remaja juga banyak melakukan interaksi melalui internet. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet. Sampel dalam penelitian ini adalah 108 remaja pengguna internet yang berusia 18-21 tahun, yang berada di kota Medan. Subjek diperoleh dengan teknik incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala kecanduan internet yang disusun berdasarkan komponen kecanduan internet yang dikemukakan oleh Griffiths dan skala status identitas diri yang disusun berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen pada status identitas yang dikemukakan oleh Marcia.

Melalui pengukuran dan pengklasifikasian diperoleh hasil utama mengenai gambaran identitas diri remaja yang mengalami kecanduan internet yaitu sebanyak 38 orang (35,19%) berada pada status identitas achievement, 29 orang (26,85%) berada pada status identitas moratorium, 23 orang (21,30%) berada pada status identitas foreclosure dan 18 orang (16,67%) berada pada status identitas

diffusion. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek ditinjau dari jenis kelamin dimana laki-laki dan perempuan paling banyak berada pada status identitas achievement yaitu sebanyak 21 orang (19,44%) laki-laki dan 17 orang (15,74%) perempuan. Berdasarkan aplikasi internet yang digunakan dilihat terdapat perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek, dimana untuk aplikasi website dan websearch

subjek paling banyak berada pada status identitas achievement, yaitu sebanyak 27 orang (22,22%) pengguna website dan 5 orang (4,63%) pengguna websearch, sementara untuk aplikasi game online mayoritas subjek yaitu sebanyak 10 orang (9,26%) berada pada status identitas diffusion.

(6)

ABSTRACT

Adolescence is one of important period in human life-span, which is in this period people will explore self identity. Self identity can be formed through interaction with other people. Today, adolescent interact with others not only directly face to face, but also do interaction via internet. This descriptive research aims to know self identity in adolescent who have internet addiction. The subject in this research is 108 adolescent aged 18-21 who have internet addiction, who live in Medan. The subject is choosen with incidental sampling. Measurement tool used in this research is internet addiction scale according to Griffiths and identity status scale based on crisis and commitment in identity status that according to Marcia.

Through measurement and classification, we got the main result about self identity subject that 38 adolescent (35,19%) is in identity achievement, 29 adolescent (26,85%) is in identity moratorium, 23 adolescent (21,30%) is in identity foreclosure, and 18 adolescent (16,67%) is in identity diffusion.An extra result of research showing that there is no difference in identity status viewed from sex, in which majority boys and girls is in identity achievement, 21 boys (19,44%) and 17 girls (15,74%). From the using of internet application result shows that there is difference in identity status, in which majority subject who use website and websearch is in identity achievement that 27 adolescent (22,22%) who use website and 5 adolescent (4,63%) who use websearch. Majority subject who use game online, 10 adolescent (9,26%) is in identity diffusion.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat yang dilimpahkan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet” dengan baik. Segala syukur dan pujian tertinggi bagi-Nya karena berkat penyertaanNya, peneliti dapat menjalani tahap demi tahap penyelesaian skripsi ini dengan penuh pembelajaran.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan pihak lain maka peneliti tidak mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orangtua peneliti, Bapak dan Mamak, yang tidak henti-hentinya mendoakan, membesarkan hati dan memberi semangat kepada peneliti hingga skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti juga mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti tujukan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU. 2. Ibu Debby Anggraini, M.Psi selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar

(8)

membalas semua kebaikan Ibu.

3. Ibu Eka Ervika, M.Si., psikolog dan Ibu Lili Garliah, M.Si., psikolog sebagai dosen penguji skripsi. Terimakasih atas segala kritik, bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada peneliti guna membuat penelitian ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Meidriani Ayu Siregar, M.Kes, psikolog dan juga Ibu Liza Marini, M.Psi selaku dosen penguji proposal penelitian. Terimakasih atas segala kritik, bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada peneliti guna membuat penelitian ini menjadi lebih baik.

5. Ibu Liza Marini, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang telah bersedia untuk membimbing peneliti dan memberikan masukan dalam bidang akademik pada setiap semester perjalanan kuliah peneliti.

6. Adik kandung peneliti Lisse, Maya dan Putra atas setiap doanya, pengertian, dan dukungan yang diberikan, yang menguatkan peneliti untuk terus berjuang dan tidak putus asa dari awal sampai akhir selesainya skripsi ini.

(9)

8. Kakak dan teman-teman KTB Vicarious, Kak Juni, Kak Yani, Kak Rini, Kak Devi, Kak Olif, dan Rani Putri, yang telah bersedia mendengarkan setiap curahan hati peneliti, memberikan doa, semangat, motivasi, saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih buat setiap pembentukan yang bisa diperoleh di KTB ini dan juga buat setiap kebersamaan yang selalu bisa memberikan semangat lagi. Juga buat Kak Imme dan Kak Yoland yang juga sudah memberikan dukungan lewat doa, semangat dan motivasi. Semoga tetap setia juga mengerjakan setiap bagiannya dimanapun berada ya Kakak dan Rani.

9. Adik-adik Sotheria Mathias, Desy dan Rismaya, yang sudah bersedia mendengarkan setiap curahan hati peneliti, memberikan semangat dan doa sampai selesainya penelitian ini. Tetap semangat juga mengerjakan studinya ya adik-adik. Terimakasih juga buat curahan hati kalian selama ini, sangat senang bisa berbagi banyak hal dengan kalian.

10.Seluruh dosen di Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan ilmu wawasan dan pengetahuan yang sangat berharga kepada peneliti, dan seluruh pegawai di Fakultas Psikologi USU yang setia membantu peneliti menyediakan segala keperluan selama perkuliahan.

(10)

sahabat-sahabat peneliti lainnya, Vivin dan Kak Yani yang selalu bertanya dan mendengar setiap curahan hati peneliti mengenai skripsi ini, Rany Monika, yang membantu peneliti dalam pengambilan data dan juga memberikan saran dan semangat buat peneliti, Helen dan Desmi yang menjadi teman diskusi di Psycolib, Dermika, Erni, Intan dan Tetty yang menjadi sahabat dalam suka dan duka di sepanjang perjalanan perkuliahan di Psikologi dan juga dalam pengerjaan skripsi ini, Kak Sustriana sebagai teman berdiskusi, terimakasih buat semua masukan dan semangatnya Kak, Armen dan Didier, yang juga sudah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Nana, sebagai teman yang merasakan suka duka dalam mengerjakan setiap bagian dari penelitian ini, terimakasih karena sudah mau berbagi dan mendengar setiap hal yang terjadi disepanjang pengerjaan penelitian ini, tetap semangat mengerjakan penelitiannya juga ya Nana.

(11)

14.Seluruh teman-teman angkatan 2007 atas kebersamaan kita selama 4 tahun di dunia perkuliahan dan juga teman-teman seperjuangan di Departemen Psikologi Perkembangan.

15.Semua orang yang telah membantu peneliti, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu, yang sudah meluangkan waktunya untuk membantu penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu peneliti terbuka untuk menerima semua saran dan kritik demi tercapainya penulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, peneliti berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Medan, April 2012

(12)

COVER HALAMAN DEPAN ...i

LEMBAR PENGESAHAN ………ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 14

(13)

2. Pembentukan Identitas Diri... 17

3. Status Identitas... 20

4. Domain Identitas………... 22

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri……… 24

6. Perkembangan Pembentukan Identitas Diri Remaja……….……….. 27

B. Kecanduan Internet 1. Pengertian Kecanduan... 30

2. Pengertian Internet... 31

3. Aplikasi yang Terdapat dalam Internet... 32

4. Pengertian Kecanduan Internet... 33

5. Gejala Kecanduan Internet... 35

6. Komponen Kecanduan Internet………. 36

C. Remaja 1. Pengertian Remaja... 38

2. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja... 39

3. Ciri-ciri Remaja... 40

4. Batasan Usia Remaja... 43

D. Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet... 45

(14)

1. Populasi dan Sampel ... 55

2. Metode Pengambilan Sampel ... 56

3. Jumlah Sampel …………... 56

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 57

E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas ... 63

2. Uji Reliabilitas ... 64

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 65

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 70

a. Rancangan Alat Ukur Penelitian ... 70

b. Uji Coba Alat Ukur ... 71

c. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ... 72

2. Tahap Pelaksanaan …………... 73

3. Tahap Pengolahan Data ... 73

H. Metode Analisis Data ... 74

(15)

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 79 b. Gambaran Subjek Berdasarkan Aplikasi Internet yang

Digunakan………... 80 2. Hasil Utama Penelitian ... 81 3. Gambaran Identitas Diri Remaja Berdasarkan

Tingkat Kecanduan Internet………...83 4. Hasil Penelitian Tambahan………84 a. Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami

Kecanduan Internet Berdasarkan Jenis Kelamin……. 84 b. Gambaran Umum Status Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet Berdasarkan Aplikasi Internet yang Digunakan………...86 B. Pembahasan ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...98 B. Saran

1. Saran Metodologis ...99 2. Saran Praktis ... 100

(16)

Tabel 1 Cara Penilaian Skala Kecanduan Internet………... 58

Tabel 2 Blue Print Skala Kecanduan Internet Sebelum Uji Coba... 59

Tabel 3 Blue Print Skala Identitas Diri Sebelum Uji Coba…... 61

Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Kecanduan Internet

Sebelum Diuji Coba……….……….. 65

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Identitas Diri Sebelum Diuji Coba... 65

Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Kecanduan Internet

Setelah Diuji Coba... 66

Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Kecanduan Internet dengan

Penomoran Baru yang Digunakan pada Skala Penelitian... 67

Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Identitas Diri Setelah Diuji Coba... 68

Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Identitas Diri dengan Penomoran Baru yang Digunakan pada Skala Penelitian... 69

Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

dari Kecanduan Internet... 77

Tabel 11 Deskripsi Statistik Kecanduan Internet ……... 78

Tabel 12 Pengkategorian Kecanduan Internet... 78

Tabel 13 Pengkategorian Kecanduan Internet berdasarkan

Skor Skala Kecanduan Internet ... 79

Tabel 14 Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin.. ... 79

Tabel 15 Persentase Subjek Berdasarkan Aplikasi

Internet yang Digunakan………... 80

Tabel 16 Gambaran Identitas Diri Pada Remaja yang

Mengalami Kecanduan Internet ... 82

Tabel 17 Gambaran Identitas Diri Remaja Berdasarkan

Tingkat Kecanduan Internet………...…………83

Tabel 18 Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami

Kecanduan Internet Berdasarkan Jenis Kelamin………….…….. 85

Tabel 19 Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet Berdasarkan Aplikasi Internet

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka berfikir ... 51

Gambar 2 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 80

Gambar 3 Penyebaran Subjek Berdasarkan Aplikasi

Internet yang Digunakan………... 81

Gambar 4 Gambaran Identitas Diri Remaja yang

(18)

Data Mentah Hasil Uji Coba Skala Kecanduan Internet dan Identitas Diri

Lampiran B

Hasil Analisis Aitem Uji Coba Skala Kecanduan Internet dan Identitas Diri

Lampiran C

Hasil Uji Normalitas Pada Skala Kecanduan Internet

Lampiran D

Data Mentah Subjek Penelitian dalam Skala Kecanduan Internet dan Identitas Diri

Lampiran E

Zscore status Identitas Subjek Penelitian

Lampiran F

Data dan Kategorisasi Subjek Penelitian

Lampiran G

(19)

Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet

Ita Novita Purba dan Debby Anggraini

ABSTRAK

Masa remaja merupakan salah satu periode yang penting di sepanjang rentang kehidupan manusia, dimana pada periode ini terjadi pencarian identitas diri. Identitas diri dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang lain. Saat ini remaja tidak hanya dapat melakukan interaksi secara langsung akan tetapi remaja juga banyak melakukan interaksi melalui internet. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet. Sampel dalam penelitian ini adalah 108 remaja pengguna internet yang berusia 18-21 tahun, yang berada di kota Medan. Subjek diperoleh dengan teknik incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala kecanduan internet yang disusun berdasarkan komponen kecanduan internet yang dikemukakan oleh Griffiths dan skala status identitas diri yang disusun berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen pada status identitas yang dikemukakan oleh Marcia.

Melalui pengukuran dan pengklasifikasian diperoleh hasil utama mengenai gambaran identitas diri remaja yang mengalami kecanduan internet yaitu sebanyak 38 orang (35,19%) berada pada status identitas achievement, 29 orang (26,85%) berada pada status identitas moratorium, 23 orang (21,30%) berada pada status identitas foreclosure dan 18 orang (16,67%) berada pada status identitas

diffusion. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek ditinjau dari jenis kelamin dimana laki-laki dan perempuan paling banyak berada pada status identitas achievement yaitu sebanyak 21 orang (19,44%) laki-laki dan 17 orang (15,74%) perempuan. Berdasarkan aplikasi internet yang digunakan dilihat terdapat perbedaan status identitas yang dimiliki oleh subjek, dimana untuk aplikasi website dan websearch

subjek paling banyak berada pada status identitas achievement, yaitu sebanyak 27 orang (22,22%) pengguna website dan 5 orang (4,63%) pengguna websearch, sementara untuk aplikasi game online mayoritas subjek yaitu sebanyak 10 orang (9,26%) berada pada status identitas diffusion.

(20)

ABSTRACT

Adolescence is one of important period in human life-span, which is in this period people will explore self identity. Self identity can be formed through interaction with other people. Today, adolescent interact with others not only directly face to face, but also do interaction via internet. This descriptive research aims to know self identity in adolescent who have internet addiction. The subject in this research is 108 adolescent aged 18-21 who have internet addiction, who live in Medan. The subject is choosen with incidental sampling. Measurement tool used in this research is internet addiction scale according to Griffiths and identity status scale based on crisis and commitment in identity status that according to Marcia.

Through measurement and classification, we got the main result about self identity subject that 38 adolescent (35,19%) is in identity achievement, 29 adolescent (26,85%) is in identity moratorium, 23 adolescent (21,30%) is in identity foreclosure, and 18 adolescent (16,67%) is in identity diffusion.An extra result of research showing that there is no difference in identity status viewed from sex, in which majority boys and girls is in identity achievement, 21 boys (19,44%) and 17 girls (15,74%). From the using of internet application result shows that there is difference in identity status, in which majority subject who use website and websearch is in identity achievement that 27 adolescent (22,22%) who use website and 5 adolescent (4,63%) who use websearch. Majority subject who use game online, 10 adolescent (9,26%) is in identity diffusion.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan salah satu periode yang penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Periode remaja merupakan peralihan dari usia kanak-kanak menuju usia dewasa (Papalia, 2008). Perkembangan fisik dan mental yang membuat individu harus membentuk sikap, nilai, dan minat baru akan terjadi pada masa peralihan ini. Individu yang berada pada masa remaja akan meninggalkan sikap dan nilai yang dimiliki pada masa kanak-kanak dan mempelajari sikap dan nilai baru untuk mempersiapkan diri memasuki masa dewasa (Hurlock, 1980).

Masa remaja dimulai sejak usia 11 atau 12 tahun sampai awal usia dua puluhan. Hal utama yang terjadi pada masa remaja adalah pencarian identitas diri (Papalia, 2008). Identitas diri yang dicari oleh remaja berupa hal-hal yang berkaitan dengan usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat (Hurlock, 1980).

(22)

masa remaja yaitu identity versus identity confusion. Penyelesaian terhadap krisis yang muncul tersebut merupakan tugas utama individu pada masa remaja.

Menurut Erikson (dalam Santrock, 2007) remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan mengalami kebingungan identitas (identity confusion). Kebingungan identitas akan menyebabkan individu menjadi seseorang yang tidak memiliki arahan hidup yang jelas serta individu tersebut tidak akan siap untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi ketika memasuki masa dewasa nantinya. Sementara, remaja yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan krisis pada identity versus identity confusion akan membentuk individu tersebut menjadi orang dewasa yang memiliki pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. Dariyo (2004) juga menyatakan, individu yang mengalami kebingungan identitas akan memiliki perasaan tidak mampu, tidak berdaya, mengalami penurunan harga diri, tidak percaya diri, dan akibatnya individu tersebut akan pesimis dengan masa depannya. Sebaliknya, keberhasilan individu dalam menghadapi krisis yang terjadi pada masa remaja akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan diri dimana individu mampu mewujudkan jati diri (self-identity) yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik.

(23)

3

Menurut Marcia (dalam Goede, dkk, 1999) eksplorasi (krisis) adalah hal-hal yang mengindikasikan apakah remaja secara aktif mencari alternatif yang mungkin diambil pada domain yang ada. Sementara komitmen merupakan tingkatan dimana individu membuat pemilihan yang jelas terkait dengan alternatif-alternatif yang ada pada domain-domain atau area tertentu dalam kehidupan. Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007) tiga domain utama yang dapat menjelaskan identitas pada remaja adalah hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan (sekolah, pekerjaan dan karir), keyakinan idiologis (keagamaan dan sikap politik) serta keyakinan mengenai seksualitas (peran jenis kelamin dan seksualitas).

Menurut Marcia terdapat empat bentuk status identitas yang berbeda yang dilihat berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen pada domain identitas (dalam Papalia, 2008). Status yang pertama adalah identity diffusion, yaitu status dimana individu tidak memiliki krisis terhadap alternatif-alternatif dan juga tidak memiliki komitmen terhadap hal-hal yang menjadi petunjuk dalam hidup.

Foreclosure merupakan status yang menunjukkan bahwa individu tidak memiliki krisis atau eksplorasi yang dimiliki sangat sedikit dan memiliki komitmen yang didasarkan pada nilai-nilai yang dimiliki di masa kanak-kanak. Moratorium

adalah status dimana individu berada pada tahap krisis namun komitmen yang terbentuk masih terlihat samar. Identity achievement, yaitu status yang paling baik dimana individu memiliki krisis terhadap berbagai alternatif dan memiliki komitmen.

(24)

merupakan usia dimana munculnya krisis dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat (Marcia, 1993). Masa remaja awal dilihat sebagai masa perubahan dimana pemikiran-pemikiran, kondisi psikoseksual dan pemenuhan fisiologis yang dimiliki individu sebelum memasuki usia remaja mengalami perubahan menjadi bentuk yang lebih dewasa. Masa remaja tengah dilihat sebagai periode terjadinya pembentukan kembali dimana pada usia ini individu mengalami pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan yang baru dimiliki. Masa remaja akhir, yang dilihat sebagai usia yang bertolak belakang dengan usia remaja awal dan remaja tengah, merupakan usia terjadinya penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja akhir merupakan periode dimana identitas diri pada kebanyakan individu sudah benar-benar terbentuk.

(25)

5

Interaksi dengan teman sebaya dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi secara langsung dapat dilakukan oleh remaja dengan menghabiskan banyak waktu dan melakukan aktivitas bersama teman sebaya (Berk, 2007). Interaksi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui berbagai media seperti komunikasi melalui handphone dan yang saat ini banyak dilakukan oleh remaja adalah interaksi melalui dunia maya yaitu internet (Buranda, 2010).

Interaksi yang terjadi melalui penggunaan internet seperti penggunaan aplikasi chat room dan websearch akan mengurangi peluang seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat dalam komunikasi. (Maazalin & Moore, 2004). Berbeda dengan interaksi secara langsung, pada interaksi melalui internet individu tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan hal-hal lain dari individu yang terlibat dalam interaksi. Penggunaan internet dilihat tetap dapat menghasilkan suatu komunikasi antara orang-orang yang menggunakannya meskipun berbeda dengan interaksi secara langsung (Putubuku, 2008).

(26)

negara berkembang. Negara-negara di dunia terutama negara berkembang memperlihatkan adanya kecenderungan penggunaan internet yang semakin meningkat.

Jumlah pengguna internet di Indonesia sendiri, yang merupakan negara berkembang, juga mengalami peningkatan setiap tahun. Menurut Nasir (2010), jumlah pengguna internet di Indonesia berjumlah 20 juta pengguna pada tahun 2006, 25 juta pengguna pada tahun 2007 dan sebanyak 64% dari jumlah pengguna tersebut berasal dari kalangan remaja. Pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat hingga mencapai angka 30 juta orang, yaitu sekitar 10, 5 persen dari populasi penduduk Indonesia.

Penggunaan internet, sebagai teknologi komunikasi, menjadi suatu hal yang menarik perhatian para remaja (Milani, Osualdella, Blasio, 2009). Hal ini disebabkan karena internet menawarkan suatu kesempatan bagi remaja untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa harus menunjukkan siapa dirinya. Melalui internet remaja juga dapat melakukan komunikasi dan memperoleh penerimaan sosial melalui interaksi yang terjadi. Berdasarkan isi dan fungsinya, internet menjadi suatu hal yang kaya dengan aktivitas pemberian dan penerimaan informasi. Meskipun interaksi dalam internet tidak terjadi secara langsung, namun melalui peggunaan internet dapat terjadi komunikasi yang biasanya terjadi dalam suatu kelompok tertentu pada dunia nyata (Rimskii, 2010).

(27)

7

Haythornthwaite, 2002). Melalui internet, suatu kelompok dapat berbagi mengenai aktivitas mereka, berhubungan mengenai informasi dan juga berkomunikasi mengenai hal yang menarik bagi individu dan hal yang menurut individu tersebut penting (Rimskii, 2010). Karakteristik sosial yang muncul dalam komunikasi yang terjadi di dunia nyata dilihat juga dapat muncul secara alami ketika terjadi komunikasi secara maya pada penggunaan internet. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi dalam dunia maya, seperti halnya dalam dunia nyata, dapat menyebabkan terjadinya pembentukan identitas. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Matsuba (2006) yang menunjukkan bahwa orang-orang yang merasa belum jelas akan siapa dirinya dan yang sedang mencari identitasnya menggunakan internet untuk mencari sisi lain dari diri mereka. Internet digunakan oleh individu tersebut sebagai media untuk mencari tahu berbagai alternatif yang dapat mereka pilih dalam pencarian identitas diri.

(28)

hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup. Individu yang menggunakan internet juga dapat berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai dan berbagi mengenai hal-hal lainnya (Rimskii, 2010).

Perkembangan penggunaan internet menjadi sebuah fenomena yang kemudian membuat penggunaan internet menjadi bagian dari kehidupan manusia. Hal tersebut memunculkan berbagai penelitian yang menunjukkan adanya kecanduan dalam penggunaan internet (Essau, 2008). Menurut Kartinah (2005) seiring dengan berkembangnya jaringan internet, jumlah penderita kecanduan internet semakin bertambah. Kecanduan internet dapat dialami anak-anak maupun dewasa. Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan internet tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya, seperti sekolah, pekerjaan, interaksi dengan lingkungan, dan kewajiban lainnya serta lebih memilih untuk menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet.

(29)

9

menambahkan bahwa individu yang mengalami kecanduan internet adalah individu yang merasa bahwa dunia maya di layar komputernya lebih menarik dibandingkan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Hasil penelitian yang lain mengenai kecanduan internet juga dikemukakan oleh Stefanescu, Chirita, Chirita, dan Chele (2007) yang menyatakan, remaja yang mengalami kecanduan internet akan merasa bahwa kepuasaan untuk menggunakan internet akan mereka peroleh ketika mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet. Ketika remaja yang mengalami kecanduan internet tidak dapat menggunakan internet, maka mereka akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet. Selain itu remaja yang mengalami kecanduan internet juga memiliki pandangan bahwa hubungan yang dimiliki melalui internet lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata sehingga remaja tersebut mengabaikan hubungan yang seharusnya dapat mereka miliki dengan orang lain di dunia nyata dan lebih memilih untuk melakukan interaksi melalui internet.

Menurut Louge (2006), penggunaan internet dapat digunakan oleh remaja sebagai media untuk mencari berbagai hal yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri. Seperti halnya konteks sosial di kehidupan nyata, individu yang menggunakan internet juga dapat melakukan komunikasi melalui penggunaan aplikasi yang tersedia di internet, seperti e-mail, chatroom dan blog,

(30)

Mudahnya akses dalam penggunaan internet membuat remaja dapat bersosialisasi dan berhubungan dengan teman sebaya tanpa melihat jarak di antara mereka.

Bertentangan dengan hal ini, Maazalin & Moore (2006) melihat bahwa komunikasi secara tidak langsung yang dapat terjadi melalui berbagai aktivitas yang dilakukan melalui internet, seperti penggunaan chatroom dan websearch,

akan membatasi penerimaan informasi yang diperoleh individu yang terlibat komunikasi. Hal ini disebabkan karena berkurangnya tanda-tanda komunikasi seperti bahasa tubuh atau ekspresi wajah yang dapat diperoleh dalam proses yang terjadi ketika interaksi secara langsung dilakukan.

Interaksi yang banyak dilakukan melalui internet sehingga mengabaikan

interaksi secara langsung dapat mempengaruhi kematangan identitas diri individu.

Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya merupakan salah satu

hal yang membatasi kesempatan bagi remaja untuk dapat belajar dari lingkungan

sosialnya dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebayanya.

Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada masa

perkembangan. Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia

nyata akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap,

dan membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas

remaja. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa remaja

yang menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet sebagian besar

berada pada status identitas diffusion dan foreclosure (Mazalin & Moore, 2004).

(31)

11

menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung memiliki status identitas diffusion

dibandingkan perempuan (Faber, Edwards, Bauer, & Wetchler, 2003). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mazalin & Moore (2004) yang menunjukkan bahwa remaja laki-laki kebanyakan berada pada status identitas diffusion dan foreclosure, sementara perempuan kebanyakan berada pada status identitas achievement. Dilihat dari proses pembentukan identitas diri, remaja perempuan menunjukkan lebih tertarik untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan dengan orang lain seperti hal-hal yang berkaitan dengan hubungan dengan lawan jenis serta prioritas antara karir atau keluarga (Rice & Dolgen, 2008). Menurut Erikson (dalam Dacey & Kenny, 1997), jika dilihat berdasarkan domain identitas yang ada, pria lebih memandang penting karir dan idiologi dalam perkembangan identitas diri dibandingkan dengan wanita.

(32)

muncul pada interaksi secara tidak langsung melalui internet. Disisi lain, berkembangnya jaringan dan berbagai fitur pada internet menyebabkan terjadinya penggunaan internet yang berlebihan dan individu tidak memiliki kontrol untuk membatasi keinginan dalam menggunakan internet. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kecanduan sehingga meninggalkan aktivitas sosialnya dalam dunia nyata termasuk interaksi secara langsung dengan orang lain. Berkurangnya interaksi secara langsung dapat membatasi kesempatan bagi remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya dan juga mengurangi kesempatan belajar

peran dari teman sebaya, yang dapat mempengaruhi proses pencapaian identitas

diri remaja. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimanakah gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet?”

C. TUJUAN PENELITIAN

(33)

13

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi kajian ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada mengenai gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengetahuan bagi peneliti lain yang juga ingin meneliti tentang identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet sehingga dapat menambah pengetahuan bagi para orang tua untuk menghadapi anaknya yang mengalami kecanduan internet

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para remaja, khususnya para remaja yang mengalami kecanduan internet, mengenai gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet secara umum

(34)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dinyatakan adalah teori-teori mengenai identitas diri, kecanduan internet, dan remaja akhir.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(35)

BAB II LANDASAN TEORI

A.IDENTITAS DIRI 1. Pengertian Identitas Diri

Menurut Erikson (dalam Berk, 2007) identitas merupakan pencapaian besar dari kepribadian remaja dan merupakan suatu tahap yang penting agar individu dapat menjadi orang dewasa yang produktif dan bahagia. Identitas diri pada individu akan melibatkan penjelasan mengenai siapa diri individu, apa yang menjadi nilai individu, dan hal-hal yang dipilih individu tersebut untuk menjalani hidup. Identitas diri merupakan suatu konsep mengenai diri, pembuatan suatu tujuan, nilai, dan kepercayaan dimana untuk hal-hal tersebut individu memiliki komitmen.

(36)

Sementara itu Blasi dan Glodis (dalam Moshman, 2005) menyatakan identitas diri merupakan jawaban dari pertanyaan, “Siapakah saya?” yang terdiri dari pencapaian suatu kesatuan antara elemen-elemen masa lalu individu dan harapan di masa yang akan datang, yang menjadi dasar adanya perasaan berkesinambungan pada diri individu. Identitas diri terbentuk melalui penilaian individu terhadap dirinya yang didasarkan pada pertimbangan budaya, idiologi, dan harapan masyarakat serta adanya penilaian diri yang didasarkan pada persepsi orang lain.

Santrock (2007) menyatakan bahwa identitas diri merupakan identitas yang diawali pada masa kanak-kanak yang kemudian berlanjut di usia remaja yang ditandai dengan pertanyaan yang sering muncul, yaitu “Siapakah saya?”. Identitas di masa remaja banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan antara kebutuhan untuk mandiri dan juga kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat sebagai bentuk dari identitas diri adalah adanya komitmen individu dalam area tertentu seperti vokasional, sikap idiologis, dan orientasi seksual.

(37)

17

merupakan hal-hal yang dapat memberikan petunjuk, manfaat, dan makna dalam hidup.

Berdasarkan beberapa pengertian identitas diri yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah penghayatan yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai siapa dirinya, adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta individu memiliki nilai-nilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap dirinya.

2. Pembentukan Identitas Diri

(38)

Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada atau tidaknya eksplorasi dan komitmen (Marcia, 1993). Eksplorasi adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Remaja akan melakukan eksplorasi dengan mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai domain dari identitas diri. Sementara komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih. Remaja yang memiliki komitmen akan menetapkan pilihannya, mempertahankan prinsipnya, kukuh dalam pendirian dan tidak bergeming terhadap hal-hal yang dapat membuat pendiriannya berubah.

(39)

19

penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas diri dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja akhir merupakan periode dimana pada kebanyakan individu identitas diri sudah benar-benar terbentuk.

Interaksi dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat penting di usia remaja yang dapat menolong remaja dalam memberikan gambaran mengenai pilihan-pilihan yang ada dan nilai-nilai yang dapat dimiliki oleh remaja yang akan membentuk identitas diri remaja tersebut (Berk, 2007). Interaksi dengan teman sebaya dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai hubungan dengan orang lain, seperti, apa nilai yang diyakini ketika bersahabat dengan orang lain dan ketika akan memilih pasangan hidup nantinya. Selain itu, teman sebaya juga dapat mempengaruhi remaja dalam hal pencarian informasi mengenai karir dan juga mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih karir.

Menurut Papalia (2008) interaksi dengan teman sebaya merupakan sumber dari adanya rasa kasih sayang, simpati dan saling memahami bagi remaja. Melalui interaksi dengan teman sebaya remaja dapat mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan moral, yaitu pengetahuan mengenai apa yang benar dan salah serta mempelajari nilai-nilai yang berkaitan dengan politik dan agama, seperti adanya keinginan untuk memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat, serta memilih keyakinan yang tepat bagi dirinya.

(40)

perilaku seksual sehingga remaja dapat menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan (Santrock, 2007). Kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk dapat membentuk hubungan yang dekat, yang dapat menjadi suatu proses pembelajaran bagi remaja untuk dapat menjalankan peran sebagai orang dewasa nantinya.

3. Status Identitas

Menurut Erikson (dalam Berk, 2007), pembentukan identitas diri dapat dilihat berdasarkan ada tidaknya eksplorasi dan komitmen dalam diri individu. Kombinasi dari ada tidaknya krisis dan komitmen menghasilkan beberapa status identitas yang dikemukan oleh Marcia (dalam Berk, 2007). Status identitas yang dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada remaja akhir yaitu usia 18-22 tahun (Honess & Yardley, 2005).

Marcia (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa terdapat empat jenis status identitas, yaitu:

1. Identity Diffusion

(41)

21

2. Identity Foreclosure

Foreclosure merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis akan tetapi memiliki komitmen. Pada status identitas foreclosure

individu telah memiliki komitmen terhadap nilai dan tujuan namun tanpa disertai adanya pencarian terhadap alternatif-alternatif yang ada. Individu yang berada pada status identitas foreclosure menerima identitas yang telah dipilihkan untuk individu oleh figur otoritas seperti orang tua, guru, pemimpin agama, atau pasangan individu tersebut.

3. Identity Moratorium

Moratorium merupakan status dimana individu memiliki krisis akan tetapi tidak memiliki komitmen. Pada status identitas moratorium

individu berada pada proses pencarian dimana individu berusaha untuk mengumpulkan informasi dan mencoba berbagai aktivitas, dengan keinginan untuk mendapatkan nilai dan tujuan-tujuan yang akan mengarahkan kehidupan mereka. Namun pada status identitas ini individu belum membuat komitmen yang pasti dalam hidup.

4. Identity Achievement

(42)

dimiliki sepanjang waktu, dan mengetahui kemana arah yang akan dituju nantinya.

4. Domain Identitas

Perkembangan identitas dapat terjadi dalam beberapa domain (Berk, 2007). Marcia (1993), menyatakan bahwa terdapat beberapa domain dalam identitas diri, dimana pencapaian domain tersebut meliputi tugas perkembangan pada masa remaja.

Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007), domain identitas diri yang pada umumnya terdapat pada masa remaja adalah:

1. Pilihan Pekerjaan

(43)

23

2. Kepercayaan Idiologis

Domain ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh individu dalam agama dan politik. Dalam agama berkaitan dengan seberapa jauh individu melakukan apa yang menjadi pandangannya secara subjektif mengenai agama yang diyakini, filosopi hidup yang dimiliki, serta tanggung jawab sosial dan etika. Dalam politik berkaitan dengan hubungan antara individu dan masyarakat dimana individu tersebut tinggal. Domain ini tidak hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pesta politik, tetapi juga berkaitan dengan masalah-masalah yang sedang terjadi di tengah masyarakat seperti pengetahuan tentang adanya kebijakan-kebijakan ekonomi, hal-hal yang berkaitan dengan masalah perlindungan lingkungan serta hal yang berkaitan dengan masalah hukum di tengah masyarakat.

3. Kepercayaan Hubungan Seksual Interpersonal

(44)

mengenai orientasi seksual, pandangan individu mengenai hubungan dalam berpacaran dan hubungan seksual, dan juga pandangan individu mengenai hubungan seksual sebelum dan sesudah menikah.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri

Pembentukan identitas dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya (Weigert dalam Ristianti, 2009). Disamping itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan dan juga dalam diri individu akan sangat mempengaruhi pembentukan identitas dalam diri individu tersebut (Kunnen & Bosma dalam Berk, 2007).

Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi, dan menjadi lebih baik di sepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi di sepanjang hidup, merupakan proses yang dinamis, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan diri dan lingkungan (Berk, 2007).

Menurut Berk (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan identitas diri individu, yaitu:

1. Orang Tua

(45)

25

dengan semakin baik ketika remaja memiliki keluarga yang memberikan “rasa aman” dimana anak diijinkan untuk dapat melihat ke dunia luar yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat yang ingin diberikan, dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja.

2. Interaksi dengan Teman Sebaya

(46)

3. Sekolah dan Komunitas

Sekolah dan komunitas yang menawarkan kesempatan yang luas dan beragam dalam hal pencarian yang dilakukan oleh remaja juga mendukung perkembangan identitas. Sekolah dapat membantu remaja dalam penyediaan kelas yang memiliki tingkat pemikiran yang tinggi, kegiatan ekstrakulikuler yang membuat remaja memiliki tanggung jawab dalam peran yang diambilnya, tersedianya guru atau konselor yang dapat mengarahkan remaja pada pemilihan akan bidang-bidang yang diminatinya, seperti jurusan yang ingin diambilnya nantinya, serta tersedianya program-program pembelajaran yang dapat menjadi suatu sarana dimana remaja dapat memperoleh gambaran mengenai dunia pekerjaan yang sesungguhnya ketika remaja berada pada usia dewasa nantinya.

4. Kebudayaan

(47)

27

6. Perkembangan Pembentukan Identitas Diri Remaja

Di masa remaja awal, sebagian besar remaja memiliki status identitas

diffusion, foreclosure, dan moratorium (Santrock, 2007). Seiring dengan pertambahan usia ketika memasuki remaja akhir, kebanyakan individu berada pada status identitas achievement. Menurut Berk (2007) beberapa remaja dapat mengalami hanya satu status identitas, namun terdapat juga remaja yang mengalami perubahan dari satu status identitas menjadi status identitas yang lain. Marcia (1993) membuat sebuah skema mengenai perubahan status identitas yang dapat terjadi.

A A A M M M M

F F F

D D D D D

Figure 2.1. Sebuah model yang menunjukkan perkembangan identitas (D= status identitas diffusion; F= status identitas foreclosure; M= status identitas

moratorium; A= status identitas achievement)

(48)

pada status identitas foreclosure jika individu tersebut memiliki komitmen tanpa adanya pencarian pilihan-pilihan yang ada sebelum komitmen tersebut dibuat (D F), atau individu akan tetap berada pada status identitas tersebut jika individu tersebut tidak pernah berusaha untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan identitas (D D).

Individu yang berada pada status identitas foreclosure dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas moratorium jika individu tersebut mempertimbangkan kembali komitmen yang sebelumnya sudah diambil dan mencari berbagai pilihan baru yang dapat diambil (F M), dapat tetap berada pada status identitas foreclosure (F F), atau individu tersebut dapat mengalami kemunduran dengan berada pada status identitas diffusion jika komitmen yang sudah dimiliki individu tersebut tidak ada lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambilnya (F D).

Individu yang berada pada status identitas moratorium dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas achievement jika individu tersebut membuat komitmen dari pilihan-pilihan yang sudah dimilikinya (M A), atau dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas diffusion

jika individu tersebut tidak lagi berusaha mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambil untuk membuat komitmen (M D)

(49)

29

identitas moratorium dengan mempertimbangkan kembali komitmen yang sudah dimiliki dan mencari pilihan yang lain untuk mengganti komitmen tersebut (A M), atau dapat kembali ke status identitas diffusion jika komitmen awal yang sudah dibuat tidak dipertahankan lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan lain yang dapat diambil (A D).

Kebanyakan remaja akan mengalami perubahan dari status identitas yang lebih rendah yaitu antara foreclosure atau diffusion menuju status identitas yang lebih tinggi yaitu moratorium atau achievement (Berk 2007). Menurut Archer (dalam Santrock, 2007) remaja yang mengembangkan identitas diri yang positif biasanya memiliki siklus perubahan status identitas dari moratorium-achievement-moratorium-achievement, dimana hal ini lebih menunjukkan adanya krisis yang terjadi pada masa remaja, bukan menunjukkan suatu penurunan perkembangan identitas. Siklus tersebut dapat terus berulang pada diri remaja seiring dengan adanya perubahan yang terjadi dalam pribadi remaja tersebut, pada lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial yang menuntut remaja untuk mengeksplorasi berbagai alternatif dan mengembangkan berbagai komitmen baru (Santrock, 2007). Menurut Berk (2007) terjadinya perubahan dalam diri individu atau pada lingkungan seperti adanya dukungan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, sekolah dan komunitas, serta budaya, dapat menjadi suatu peluang terjadinya pembentukan identitas pada diri remaja.

(50)

sehingga nilai-nilai yang dianggap benar dalam kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi nilai yang dimiliki remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi pandangan dan penilaian remaja mengenai suatu hal, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan identitas dirinya.

B. KECANDUAN INTERNET 1. Pengertian Kecanduan

Kecanduan dapat menjadi suatu masalah personal dan juga masalah sosial, dimana untuk masalah personal kecanduan dilihat sebagai suatu keberadaan yang dapat merugikan bagi individu yang memiliki kontrol dan motivasi yang kurang, dan untuk masalah sosial kecanduan dilihat sebagai kondisi yang dapat merusak lingkungan dan memperkecil kesempatan-kesempatan yang ada, yang dapat diambil oleh individu, pada lingkungan tersebut (Essau, 2008).

Carpenter (dalam Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan suatu kondisi dimana seseorang memerlukan suatu zat dengan tujuan untuk menghilangkan reaksi fisik dan psikologis yang muncul karena tidak adanya zat tersebut, dan biasanya melibatkan penyesuaian atau ketergantungan.

(51)

31

Menurut Sarafino (2006) kecanduan adalah kondisi yang di sebabkan oleh konsumsi zat-zat alami atau sintetik, dimana seseorang menjadi bergantung pada zat tersebut, baik secara fisik maupun secara psikologis. Ketergantungan fisik muncul ketika tubuh telah menyesuaikan diri pada suatu zat dan zat tersebut bergabung pada fungsi jaringan tubuh yang normal. Kecanduan psikologis adalah keadaan dimana individu merasa terpaksa menggunakan zat untuk memperoleh efek dari zat tersebut.

2. Pengertian Internet

Internet dideskripsikan sebagai sebuah jaringan dari jaringan-jaringan, yang menggabungkan komputer pemerintah, universitas dan pribadi bersama-sama dan menyediakan infrastruktur untuk penggunaan e-mail, bulletin, penerimaan file, dokumen hypertext, basis data hingga sumber-sumber komputer lainnya. Melalui jalur elektronik inilah kita dapat bertukar informasi dengan semua tempat yang ada di dunia (Srihartati, 2007).

(52)

Jaringan komputer tersebut pada awalnya bertujuan memberikan pelayanan di lingkungan institusi pendidikan. Saat ini, internet benar-benar merupakan sistem komputer lintas batas, lintas negara dan lintas industri. Di seluruh dunia, ada lebih dari ratusan negara, ratusan juta pengguna yang terhubung lewat jaringan ini.

3. Aplikasi yang Terdapat dalam Internet

Beberapa aplikasi yang sering digunakan dalam internet adalah (Setiyo, 2006) :

1. Chatting

Chatting adalah aplikasi yang merupakan system komunikasi yang memungkinkan individu melakukan percakapan melalui internet dan dalam bentuk teks. Percakapan dapat dilakukan oleh banyak pihak, beberapa, puluhan, dan bahkan ratusan orang pada saat yang bersamaan di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, chatting sudah tidak lagi hanya dalam bentuk teks, namun juga menggabungkan suara ataupun video dalam percakapannya.

2. Game Online

(53)

33

3. E-mail (Electronic Mail)

E-mail atau Electronic Mail merupakan aplikasi yang memungkinkan untuk mengirimkan surat berupa teks ketikan di komputer ke penerima di manapun di belahan dunia dalam waktu sangat singkat. Saat ini, selain teks, e-mail juga memungkinkan mengirimkan aneka bentuk lain seperti berbagai dokumen elektronik, gambar, suara, video, dan sebagainya sebagai lampiran dalam mengirimkan surat elektronik tersebut.

4. WWW (World Wide Web)

Aplikasi WWW merupakan aplikasi internet yang paling banyak digunakan sebagai aplikasi multimedia saat ini. Melalui WWW, dapat diakses baik informasi berupa teks, gambar, suara, bahkan streaming

video. Aplikasi WWW atau website merupakan aplikasi yang paling digemari dan paling banyak digunakan saat ini.

5. Web Search

Aplikasi Web Search merupakan aplikasi internet yang memungkinkan untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai berbagai macam hal yang terdapat di internet.

4. Pengertian Kecanduan Internet

(54)

symptom fisik dan mental yang muncul ketika perilaku tersebut berusaha dihentikan. Individu yang dinyatakan telah kecanduan terhadap internet adalah individu yang menghabiskan banyak waktunya dalam fungsi interaktif internet dan juga terlibat dalam berbagai forum yang tersedia dalam internet.

Ketergantungan terhadap internet merupakan kondisi yang menunjukkan munculnya masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga, lingkungan sosial, serta dalam kehidupan sekolah atau pekerjaan yang diakibatkan karena penggunaan internet. Individu yang mengalami kecanduan internet akan mengalami masalah yang signifikan dalam hidupnya seperti masalah dalam kesehatan, pekerjaan, masalah sosial, dan keuangan. Semakin interaktif fungsi internet yang dirasakan oleh individu maka semakin besar kecenderungan individu tersebut mengalami kecanduan.

Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat mengalami kecanduan ketika menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu, dimana dalam penggunaannya individu menunjukkan adanya keinginan untuk menambah waktu penggunaan internet, adanya ketidaknyamanan yang dirasakan ketika individu tersebut tidak menggunakan internet, dan adanya keinginan untuk secara terus-menerus menggunakan internet.

(55)

35

maya di layar komputer lebih menarik dan munculnya perasaan yang tidak menyenangkan ketika individu berusaha untuk menghentikan tingkah laku tersebut.

5. Gejala Kecanduan Internet

Individu yang mengalami kecanduan internet dapat dilihat dari beberapa simptom yang muncul. Beberapa simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dalam menggunakan internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet sehingga waktu untuk menggunakan internet lebih panjang dari waktu yang sudah direncanakan, merasa tidak memiliki kontrol untuk menggunakan internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, munculnya masalah-masalah dalam hubungan dengan orang lain, dalam pekerjaan, pendidikan atau karir, serta merasa adanya perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan cemas ketika tidak menggunakan internet (Young dalam Essau, 2008).

(56)

kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet.

Tingkatan kecanduan terhadap internet juga beragam pada individu dan akan jelas terlihat dari pola perilaku yang muncul, yang dimulai dari rentang perilaku yang tidak biasa, kronis, dan tingkat perilaku yang terus-menerus dimiliki oleh individu tersebut. West (dalam Essau, 2008) menyatakan, terdapat tiga hal yang dapat menunjukkan tingkatan seseorang yang mengalami kecanduan, yaitu:

1. Adanya sesuatu yang tidak biasa yang dirasakan individu ketika individu tersebut tidak lagi menggunakan internet, seperti mengalami kecemasan jika tidak menggunakan internet

2. Adanya kebutuhan yang tidak biasa yang muncul karena ketergantungan terhadap penggunaan internet, seperti keinginan untuk menggunakan internet terus-menerus

3. Terjadinya sesuatu yang tidak biasa yang muncul dalam lingkungan sosial individu tersebut, seperti munculnya tekanan dari lingkungan atau larangan untuk tidak menggunakan internet pada individu

6. Komponen Kecanduan Internet

Menurut Griffiths (dalam Essau, 2008) terdapat beberapa komponen inti dari kecanduan internet, yaitu:

1. Salience

(57)

37

perasaan (merasa sangat butuh), dan perilaku (kemunduran dalam perilaku sosial) individu. Individu akan selalu memikirkan tentang internet, meskipun sedang tidak menggunakan internet.

2. Mood modification

Hal ini merupakan pengalaman subjektif yang disebutkan sebagai suatu konsekuensi yang menyenangkan dari penggunaan internet, dan dapat dilihat sebagai suatu strategi coping dari masalah yang dimiliki oleh individu.

3. Tolerance

Hal ini berarti individu akan meningkatkan jumlah waktu yang dihabiskan dalam penggunaan internet sehingga dapat memperoleh efek yang menyenangkan yang dirasakan dalam diri individu tersebut ketika menggunakan internet.

4. Withdrawal symptoms

Hal ini merupakan terbentuknya perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika penggunaan internet dihentikan atau dikurangi secara tiba-tiba (misalnya mudah marah dan cemas).

5. Conflict

(58)

kehilangan kontrol), yang disebabkan karena individu menghabiskan waktu yang terlalu banyak dalam penggunaan internet.

6. Relapse

Hal ini merupakan kecenderungan untuk berulangnya kembali pola penggunaan internet dan bahkan kecenderungan untuk menggunakan kembali internet secara berlebihan. Kondisi ini terjadi segera setelah usaha penghentian penggunaan internet atau setelah pengontrolan terhadap penggunaan internet dilakukan.

C.REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescer, yang berarti “tumbuh” atau “bertumbuh menjadi dewasa”. Masa remaja mencakup kematangan mental, emosional, dan fisik (Hurlock, 1990). Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan besar pada fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 2007).

(59)

39

khas dari cara berpikir remaja memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang merupakan ciri khas dari periode perkembangan remaja.

2. Tugas Perkembangan pada Remaja

Menurut Hurlock (1990), seluruh tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas perkembangan remaja adalah:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya

f. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi

(60)

3. Ciri-ciri Remaja

Terdapat delapan ciri-ciri remaja yang dinyatakan oleh Hurlock (1990), yaitu:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Remaja mengalami perkembangan fisik dan perkembangan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan tersebut menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai, dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti putus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat.

(61)

41

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu:

a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah

b. Remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, sehingga menolak bantuan dari orang tua dan guru-guru

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

(62)

agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya, dan secara keseluruhan apakah ia akan berhasil atau gagal dalam mengerjakan banyak hal dalam hidupnya.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Adanya anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sesuai dengan apa yang ia inginkan dan bukan sesuai dengan apa adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil dalam tujuan yang ditetapkannya sendiri.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

(63)

43

4. Batasan Usia Remaja

Monks, dkk (2002) membagi fase-fase masa remaja ke dalam tiga tahap, yaitu:

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Individu berusaha untuk menghindari ketidaksetujuan sosial atau penolakan dan mulai membentuk kode moral sendiri tentang benar dan salah. Individu menilai baik terhadap apa yang disetujui orang lain dan buruk apa yang ditolak orang lain. Pada tahap ini, minat remaja pada dunia luar sangat besar dan juga tidak mau dianggap sebagai kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanakannya.

b. Remaja pertengahan (15-18 tahun)

(64)

sosial dan ekonomi di masa-masa mendatang. Pada tahap ini, mulai tumbuh semacam kesadaran akan kewajiban untuk mempertahankan aturan-aturan yang ada, namun belum dapat mempertanggungjawabkannya secara pribadi.

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun)

(65)

45

D.GAMBARAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA YANG MENGALAMI KECANDUAN INTERNET

Masa remaja dikarakteristikkan dalam dua hal yang berbeda. Pertama, masa remaja dilihat sebagai suatu periode yang dipenuhi oleh ketertarikan, pertumbuhan dan pengalaman, dan mengarah kepada perkembangan untuk menjadi dewasa muda yang produktif. Kedua, masa remaja merupakan periode yang penuh konflik dan juga bermasalah dalam keluarga yang memungkinkan terjadinya disfungsi dan juga pengasingan diri (Essau, 2008).

Menurut Erikson (Papalia, 2008), yang menjadi tugas utama pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Identitas diri adalah suatu konsepsi mengenai diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh individu. Masa remaja merupakan masa dimana individu harus dapat memutuskan siapakah mereka, apa keunikan yang mereka miliki dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka. Hal ini akan diperoleh ketika remaja dapat menyelesaikan krisis yang muncul dari tahap perkembangan psikososial identity versus identity confusion. Kemampuan untuk menyelesaikan krisis tersebut akan membentuk remaja menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat.

Gambar

Figure 2.1. Sebuah model yang menunjukkan  perkembangan identitas
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Tabel 1 Cara Penilaian Skala Kecanduan Internet
Blue PrintTabel 2  Skala Kecanduan Internet Sebelum Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan kecanduan internet pada siswa SMK; dan hubungan antara keterampilan sosial dengan

Hasil penelitian berupa regulasi diri pada subjek yang tidak kecanduan online game sudah memiliki regulasi diri yang baik, sedangkan pada mahasiswa yang kecanduan online game

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara kontrol diri dengan perilaku kecanduan internet 1.4.2 Manfaat Praktis Melalui penelitian ini

Sumbangan efektif untuk variabel aktualisasi diri terhadap kecanduan internet sebesar 5,71% yang berarti terdapat 94,29% faktor lain yang mempengaruhi kecanduan internet

Selanjutnya jika dilihat dari pengaruh kontrol diri terhadap kecanduan internet reponden, maka hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kontrol diri

Memberikan informasi bagi subjek penelitian bahwa kecanduan internet bukanlah suatu hal yang baik untuk dilakukan, sehingga sebaiknya menggunakan internet

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 50 orang responden didapatkan kesimpulan bahwa mayoritas responden mengalami kecanduan bermain game online yaitu sebanyak 44 orang

Xno, pp Dari pemaparan di atas, peneliti ingin meneliti tentang remaja yang mengalami kecanduan game online dan apa saja permasalahan yang dapat timbul pada individu tersebut, serta