• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan salah satu periode yang penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Periode remaja merupakan peralihan dari usia kanak-kanak menuju usia dewasa (Papalia, 2008). Perkembangan fisik dan mental yang membuat individu harus membentuk sikap, nilai, dan minat baru akan terjadi pada masa peralihan ini. Individu yang berada pada masa remaja akan meninggalkan sikap dan nilai yang dimiliki pada masa kanak-kanak dan mempelajari sikap dan nilai baru untuk mempersiapkan diri memasuki masa dewasa (Hurlock, 1980).

Masa remaja dimulai sejak usia 11 atau 12 tahun sampai awal usia dua puluhan. Hal utama yang terjadi pada masa remaja adalah pencarian identitas diri (Papalia, 2008). Identitas diri yang dicari oleh remaja berupa hal-hal yang berkaitan dengan usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat (Hurlock, 1980).

Menurut Erikson (dalam Papalia, 2008) identitas diri adalah suatu konsepsi mengenai diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang. Individu harus dapat memutuskan siapakah mereka, apa keunikan yang mereka miliki dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka ketika berada pada usia remaja. Hal ini akan diperoleh ketika remaja dapat menyelesaikan krisis yang muncul dari tahap perkembangan psikososial pada

masa remaja yaitu identity versus identity confusion. Penyelesaian terhadap krisis yang muncul tersebut merupakan tugas utama individu pada masa remaja.

Menurut Erikson (dalam Santrock, 2007) remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan mengalami kebingungan identitas (identity confusion). Kebingungan identitas akan menyebabkan individu menjadi seseorang yang tidak memiliki arahan hidup yang jelas serta individu tersebut tidak akan siap untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi ketika memasuki masa dewasa nantinya. Sementara, remaja yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan krisis pada identity versus identity confusion akan membentuk individu tersebut menjadi orang dewasa yang memiliki pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. Dariyo (2004) juga menyatakan, individu yang mengalami kebingungan identitas akan memiliki perasaan tidak mampu, tidak berdaya, mengalami penurunan harga diri, tidak percaya diri, dan akibatnya individu tersebut akan pesimis dengan masa depannya. Sebaliknya, keberhasilan individu dalam menghadapi krisis yang terjadi pada masa remaja akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan diri dimana individu mampu mewujudkan jati diri (self-identity) yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik.

Krisis identitas di masa remaja akan menghasilkan status identitas (Honess & Yardley, 2005). Status identitas merupakan cara yang digunakan oleh remaja untuk memiliki peran dan nilai yang dapat menjelaskan identitas individu (Cobb, 2007). Status identitas yang terbentuk dilihat berdasarkan ada tidaknya dimensi eksplorasi (krisis) dan komitmen dalam beberapa area atau domain.

3

Menurut Marcia (dalam Goede, dkk, 1999) eksplorasi (krisis) adalah hal-hal yang mengindikasikan apakah remaja secara aktif mencari alternatif yang mungkin diambil pada domain yang ada. Sementara komitmen merupakan tingkatan dimana individu membuat pemilihan yang jelas terkait dengan alternatif-alternatif yang ada pada domain-domain atau area tertentu dalam kehidupan. Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007) tiga domain utama yang dapat menjelaskan identitas pada remaja adalah hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan (sekolah, pekerjaan dan karir), keyakinan idiologis (keagamaan dan sikap politik) serta keyakinan mengenai seksualitas (peran jenis kelamin dan seksualitas).

Menurut Marcia terdapat empat bentuk status identitas yang berbeda yang dilihat berdasarkan ada tidaknya krisis dan komitmen pada domain identitas (dalam Papalia, 2008). Status yang pertama adalah identity diffusion, yaitu status dimana individu tidak memiliki krisis terhadap alternatif-alternatif dan juga tidak memiliki komitmen terhadap hal-hal yang menjadi petunjuk dalam hidup.

Foreclosure merupakan status yang menunjukkan bahwa individu tidak memiliki krisis atau eksplorasi yang dimiliki sangat sedikit dan memiliki komitmen yang didasarkan pada nilai-nilai yang dimiliki di masa kanak-kanak. Moratorium

adalah status dimana individu berada pada tahap krisis namun komitmen yang terbentuk masih terlihat samar. Identity achievement, yaitu status yang paling baik dimana individu memiliki krisis terhadap berbagai alternatif dan memiliki komitmen.

Status identitas yang dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada masa remaja akhir (Honess & Yardley, 2005). Usia remaja akhir

merupakan usia dimana munculnya krisis dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat (Marcia, 1993). Masa remaja awal dilihat sebagai masa perubahan dimana pemikiran-pemikiran, kondisi psikoseksual dan pemenuhan fisiologis yang dimiliki individu sebelum memasuki usia remaja mengalami perubahan menjadi bentuk yang lebih dewasa. Masa remaja tengah dilihat sebagai periode terjadinya pembentukan kembali dimana pada usia ini individu mengalami pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan yang baru dimiliki. Masa remaja akhir, yang dilihat sebagai usia yang bertolak belakang dengan usia remaja awal dan remaja tengah, merupakan usia terjadinya penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja akhir merupakan periode dimana identitas diri pada kebanyakan individu sudah benar-benar terbentuk.

Menurut Marcia et al (1993) identitas individu dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya. Usia remaja merupakan usia dimana interaksi individu akan banyak dilakukan dengan teman sebaya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Papalia (2008) bahwa usia remaja merupakan suatu periode dimana individu menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebaya daripada bersama orang tua dan keluarga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Santrock (2003) dimana hubungan dengan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupan remaja. Remaja menghabiskan semakin banyak waktu dalam berinteraksi dengan teman sebaya.

5

Interaksi dengan teman sebaya dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi secara langsung dapat dilakukan oleh remaja dengan menghabiskan banyak waktu dan melakukan aktivitas bersama teman sebaya (Berk, 2007). Interaksi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui berbagai media seperti komunikasi melalui handphone dan yang saat ini banyak dilakukan oleh remaja adalah interaksi melalui dunia maya yaitu internet (Buranda, 2010).

Interaksi yang terjadi melalui penggunaan internet seperti penggunaan aplikasi chat room dan websearch akan mengurangi peluang seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat dalam komunikasi. (Maazalin & Moore, 2004). Berbeda dengan interaksi secara langsung, pada interaksi melalui internet individu tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan hal-hal lain dari individu yang terlibat dalam interaksi. Penggunaan internet dilihat tetap dapat menghasilkan suatu komunikasi antara orang-orang yang menggunakannya meskipun berbeda dengan interaksi secara langsung (Putubuku, 2008).

Jumlah masyarakat yang menggunakan internet dewasa ini semakin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah pengguna internet dunia telah mencapai angka sekitar dua milyar orang (Santoso, 2010). Angka tersebut merupakan 30% dari total populasi seluruh penduduk dunia yang saat ini berjumlah 6.9 milyar. Dari jumlah tersebut diperoleh data bahwa sekitar 226 juta orang merupakan pengguna baru yang menggunakan internet pada tahun 2010 dan 162 juta diantaranya berasal dari

negara berkembang. Negara-negara di dunia terutama negara berkembang memperlihatkan adanya kecenderungan penggunaan internet yang semakin meningkat.

Jumlah pengguna internet di Indonesia sendiri, yang merupakan negara berkembang, juga mengalami peningkatan setiap tahun. Menurut Nasir (2010), jumlah pengguna internet di Indonesia berjumlah 20 juta pengguna pada tahun 2006, 25 juta pengguna pada tahun 2007 dan sebanyak 64% dari jumlah pengguna tersebut berasal dari kalangan remaja. Pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat hingga mencapai angka 30 juta orang, yaitu sekitar 10, 5 persen dari populasi penduduk Indonesia.

Penggunaan internet, sebagai teknologi komunikasi, menjadi suatu hal yang menarik perhatian para remaja (Milani, Osualdella, Blasio, 2009). Hal ini disebabkan karena internet menawarkan suatu kesempatan bagi remaja untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa harus menunjukkan siapa dirinya. Melalui internet remaja juga dapat melakukan komunikasi dan memperoleh penerimaan sosial melalui interaksi yang terjadi. Berdasarkan isi dan fungsinya, internet menjadi suatu hal yang kaya dengan aktivitas pemberian dan penerimaan informasi. Meskipun interaksi dalam internet tidak terjadi secara langsung, namun melalui peggunaan internet dapat terjadi komunikasi yang biasanya terjadi dalam suatu kelompok tertentu pada dunia nyata (Rimskii, 2010).

Saat ini internet dengan begitu cepat menjadi bagian dari kehidupan manusia, bukan saja dalam kemajuan masyarakat namun juga dalam aktivitas-aktivitas utama yang dilakukan dan juga dalam kelompok sosial (Wellman &

7

Haythornthwaite, 2002). Melalui internet, suatu kelompok dapat berbagi mengenai aktivitas mereka, berhubungan mengenai informasi dan juga berkomunikasi mengenai hal yang menarik bagi individu dan hal yang menurut individu tersebut penting (Rimskii, 2010). Karakteristik sosial yang muncul dalam komunikasi yang terjadi di dunia nyata dilihat juga dapat muncul secara alami ketika terjadi komunikasi secara maya pada penggunaan internet. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi dalam dunia maya, seperti halnya dalam dunia nyata, dapat menyebabkan terjadinya pembentukan identitas. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Matsuba (2006) yang menunjukkan bahwa orang-orang yang merasa belum jelas akan siapa dirinya dan yang sedang mencari identitasnya menggunakan internet untuk mencari sisi lain dari diri mereka. Internet digunakan oleh individu tersebut sebagai media untuk mencari tahu berbagai alternatif yang dapat mereka pilih dalam pencarian identitas diri.

Pembentukan identitas dapat terjadi melalui internet dimana ketika komunikasi masih tetap terjadi antara individu-individu yang melakukan interaksi di dalamnya, masing-masing individu menentukan dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok, menerima nilai-nilai dari kelompok, menerima peran sebagai individu dari anggota kelompok, serta menentukan perbedaan dan persamaan dengan anggota kelompok yang melakukan interaksi tersebut. Dalam pertukaran informasi yang terjadi, individu yang menggunakan internet membentuk identitas mereka dengan menginternalisasikan elemen-elemen yang mereka dapatkan dari internet, seperti sikap, persepsi, pandangan mengenai orang lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai sesuatu, serta

hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup. Individu yang menggunakan internet juga dapat berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai dan berbagi mengenai hal-hal lainnya (Rimskii, 2010).

Perkembangan penggunaan internet menjadi sebuah fenomena yang kemudian membuat penggunaan internet menjadi bagian dari kehidupan manusia. Hal tersebut memunculkan berbagai penelitian yang menunjukkan adanya kecanduan dalam penggunaan internet (Essau, 2008). Menurut Kartinah (2005) seiring dengan berkembangnya jaringan internet, jumlah penderita kecanduan internet semakin bertambah. Kecanduan internet dapat dialami anak-anak maupun dewasa. Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan internet tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya, seperti sekolah, pekerjaan, interaksi dengan lingkungan, dan kewajiban lainnya serta lebih memilih untuk menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet.

Young (dalam Essau, 2008) mendefenisikan kecanduan internet sebagai suatu kondisi dimana individu menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet sehingga mengakibatkan terganggunya hubungan dengan orang lain, hubungan dengan keluarga, dan juga pekerjaan. Hal tersebut juga didukung oleh Brenner (dalam Essau 2008) yang menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami kecanduan internet adalah individu yang menghabiskan banyak waktunya untuk menggunakan internet sehingga menyebabkan munculnya masalah dalam berbagai hal yang menjadi peran individu tersebut. Individu yang menunjukkan masalah ini adalah individu yang rata-rata menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu. Orzack (dalam Mukodim, Ritandiyono & Sita, 2004)

9

menambahkan bahwa individu yang mengalami kecanduan internet adalah individu yang merasa bahwa dunia maya di layar komputernya lebih menarik dibandingkan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Hasil penelitian yang lain mengenai kecanduan internet juga dikemukakan oleh Stefanescu, Chirita, Chirita, dan Chele (2007) yang menyatakan, remaja yang mengalami kecanduan internet akan merasa bahwa kepuasaan untuk menggunakan internet akan mereka peroleh ketika mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet. Ketika remaja yang mengalami kecanduan internet tidak dapat menggunakan internet, maka mereka akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet. Selain itu remaja yang mengalami kecanduan internet juga memiliki pandangan bahwa hubungan yang dimiliki melalui internet lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata sehingga remaja tersebut mengabaikan hubungan yang seharusnya dapat mereka miliki dengan orang lain di dunia nyata dan lebih memilih untuk melakukan interaksi melalui internet.

Menurut Louge (2006), penggunaan internet dapat digunakan oleh remaja sebagai media untuk mencari berbagai hal yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri. Seperti halnya konteks sosial di kehidupan nyata, individu yang menggunakan internet juga dapat melakukan komunikasi melalui penggunaan aplikasi yang tersedia di internet, seperti e-mail, chatroom dan blog,

Mudahnya akses dalam penggunaan internet membuat remaja dapat bersosialisasi dan berhubungan dengan teman sebaya tanpa melihat jarak di antara mereka.

Bertentangan dengan hal ini, Maazalin & Moore (2006) melihat bahwa komunikasi secara tidak langsung yang dapat terjadi melalui berbagai aktivitas yang dilakukan melalui internet, seperti penggunaan chatroom dan websearch,

akan membatasi penerimaan informasi yang diperoleh individu yang terlibat komunikasi. Hal ini disebabkan karena berkurangnya tanda-tanda komunikasi seperti bahasa tubuh atau ekspresi wajah yang dapat diperoleh dalam proses yang terjadi ketika interaksi secara langsung dilakukan.

Interaksi yang banyak dilakukan melalui internet sehingga mengabaikan interaksi secara langsung dapat mempengaruhi kematangan identitas diri individu. Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya merupakan salah satu hal yang membatasi kesempatan bagi remaja untuk dapat belajar dari lingkungan sosialnya dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebayanya. Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada masa perkembangan. Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas remaja. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan banyak waktunya menggunakan internet sebagian besar berada pada status identitas diffusion dan foreclosure (Mazalin & Moore, 2004).

Perkembangan identitas diri remaja juga berbeda antara laki-laki dan perempuan. Hasil sebuah penelitian mengenai pembentukan identitas

11

menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung memiliki status identitas diffusion

dibandingkan perempuan (Faber, Edwards, Bauer, & Wetchler, 2003). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mazalin & Moore (2004) yang menunjukkan bahwa remaja laki-laki kebanyakan berada pada status identitas diffusion dan foreclosure, sementara perempuan kebanyakan berada pada status identitas achievement. Dilihat dari proses pembentukan identitas diri, remaja perempuan menunjukkan lebih tertarik untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan dengan orang lain seperti hal-hal yang berkaitan dengan hubungan dengan lawan jenis serta prioritas antara karir atau keluarga (Rice & Dolgen, 2008). Menurut Erikson (dalam Dacey & Kenny, 1997), jika dilihat berdasarkan domain identitas yang ada, pria lebih memandang penting karir dan idiologi dalam perkembangan identitas diri dibandingkan dengan wanita.

Berdasarkan dari fenomena dan teori yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa usia remaja sebagai usia terjadinya pencarian identitas diri, yang menghabiskan banyak waktu dengan teman sebaya, kini semakin sering menggunakan internet sebagai salah satu tempat atau jaringan sosial untuk berinteraksi. Melalui interaksi dengan menggunakan internet, remaja dapat memperoleh berbagai informasi dan menginternalisasikan elemen-elemen yang diperoleh dari internet. Hal-hal yang diinternalisasikan adalah sikap, persepsi, pandangan mengenai orang lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai sesuatu, hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup, serta berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai. Karakteristik yang muncul dalam dunia nyata ketika berinteraksi secara langsung juga dapat

muncul pada interaksi secara tidak langsung melalui internet. Disisi lain, berkembangnya jaringan dan berbagai fitur pada internet menyebabkan terjadinya penggunaan internet yang berlebihan dan individu tidak memiliki kontrol untuk membatasi keinginan dalam menggunakan internet. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kecanduan sehingga meninggalkan aktivitas sosialnya dalam dunia nyata termasuk interaksi secara langsung dengan orang lain. Berkurangnya interaksi secara langsung dapat membatasi kesempatan bagi remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebaya, yang dapat mempengaruhi proses pencapaian identitas diri remaja. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimanakah gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian yang telah disampaian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet

13

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi kajian ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada mengenai gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengetahuan bagi peneliti lain yang juga ingin meneliti tentang identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet sehingga dapat menambah pengetahuan bagi para orang tua untuk menghadapi anaknya yang mengalami kecanduan internet

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para remaja, khususnya para remaja yang mengalami kecanduan internet, mengenai gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet secara umum

c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca mengenai identitas diri dan kecanduan internet pada remaja

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Dokumen terkait