• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEKERJA ANAK

Jumlah Anggota Rumah Tangga

Jumlah anggota rumah tangga adalah orang-orang yang masih hidup dan tinggal satu atap dengan responden. Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah anggota rumah tangga minimal responden adalah 3 orang, jumlah maksimal anggota rumah tangga responden adalah 11 orang, dan rata-rata jumlah anggota rumah tangganya adalah 5-6 orang. Jumlah anggota rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Anggota rumah tangga tergolong rendah apabila anggotanya berjumlah 3-5 orang, tergolong sedang jika berjumlah 6-8 orang, dan tergolong tinggi jika berjumlah 13-15 orang. Berikut rincian jumlah dan persentase jumlah anggota rumah tangga responden.

Tabel 19 Jumlah dan persentase angota rumah tangga (ART) responden Desa Lingkungpasir tahun 2016

Anggota Rumah Tangga (ART)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (<4) 5 16,66 5 25.00 Sedang (5-7) orang 20 66,66 15 75.00 Tinggi (>7 orang) 5 16,66 - - Total 30 100.00 20 100.00

Tabel 19 menunjukkan bahwa di dalam rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang tinggi terdapat anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi jumlah ART maka kecenderungan anak untuk ikut bekerja akan semakin besar. Kebutuhan rumah tangga yang besar yang dimiliki sebuah rumah tangga mengharuskan anak-anak membantu meringankan pekerjaan orang tuanya atau justru meringankan beban ekonomi dengan ikut membantu menghasilkan uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Pendidikan kepala rumah tangga adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh kepala rumah tangga dari responden. Pendidikan kepala rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang, tinggi. Berikut rincian jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden

Tabel 20 Jumlah dan presentase pendidikan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Pendidikan Kepala Rumah Tangga (KRT)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah (orang) Presentase (%) Jumlah (orang) Presentase (%) SD 24 80.00 12 60.00 SMP 4 13.33 6 30.00 SMA 2 6.67 2 10.00 Total 30 100.00 20 100.00

Berdasarkan tabel 20 pendidikan kepala rumah tangga yang hanya sampai SD tergolong rendah, hanya sampai SMP tergolong sedang, dan sampai SMA tergolong tinggi. Terdapat 36 orang kepala rumah tangga responden yang memiliki pendidikan tergolong rendah dengan 24 orang KRT dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan 12 KRT dari anak yang hanya bersekolah, 10 orang tergolong sedang dengan 4 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 6 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah, dan 4 orang sisanya tergolong tinggi dengan 2 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 2 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah. Banyak dari pekerja anak yang berasal dari keluarga yang kepala rumah tangganya memiliki pendidikan yang tergolong rendah yaitu hanya sampai jenjang sekolah dasar (SD).

Pada penelitian sebelumnya tahun 2015, Putri mengatakan bahwa berawal dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya keterbatasan ekonomi dan tradisi, maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan:

1. Wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi

Warga desa masih berpikiran bahwa anak-anak perempuan mereka tidak perlu sekolah tinggi karena pada akhirnya hanya akan di rumah mengurus rumah tangga dan mengasuh anak.

2. Biaya pendidikan mahal

Biaya sekolah untuk jenjang SD dan SMP di Desa Lingkungpasir sudah dibebaskan, namun hal ini masih dijadikan alasan kenapa anak-anak tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

3. Sekolah tinggi akhirnya jadi pengangguran

Berdasarkan pengalaman bahwa sekolah tidak menjamin pekerjaan, yang membuat warga desa tidak terlalu memperdulikan pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan

kesejahteraan anak di masa datang. Situasi tersebut yang mendorong anak untuk memilih menjadi pekerja anak.

“si Risa mah sekolahnya gak usah tinggi-tinggi gapapa neng. dia kan anak cewek, biar aja bantu-bantu ibunya di rumah” (DA, 36 tahun, buruh tani)

Hal ini menunjukkan bahwa kepala rumah tangga dengan pendidikan rendah cenderung tidak terlalu mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya sehingga anak yang bersekolah sambil bekerja sama sekali bukan masalah bagi mereka. Pendidikan yang rendah membuat KRT tidak dapat memiliki pekerjaan yang baik dan mapan sehingga anak-anak mereka pada akhirnya secara langsung maupun tidak, diharuskan untuk ikut bekerja.

Pekerjaan Kepala Rumah Tangga

Pekerjaan kepala rumah tangga dari responden di Desa Lingkungpasir terdiri dari petani, buruh tani, pegawai swasta, wirausaha, ibu rumah tangga, dan lainnya. Berikut rincian jumlah dan persentase pekerjaan kepala rumah tangga dari responden.

Tabel 21 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Pekerjaan Kepala Rumah Tangga

(KRT)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah (orang) Presentase (%) Jumlah (orang) Presentase (%) Petani 2 6.67 - - Buruh Tani 18 60.00 4 20.00 Pegawai Swasta 1 3.33 - - Wirausaha 6 20.00 14 70.00 Ibu Rumah Tangga 1 3.33 1 5.00 Lainnya (pension dan PRT) 2 6.67 1 5.00 Total 30 100.00 20 100.00

Berdasarkan tabel 21 sejumlah 2 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak bekerja sebagai petani, 22 orang KRT bekerja sebagai buruh tan dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 18 orang KRT dan anak yang hanya bersekolah sebanyak 4 orang KRT. Bekerja sebagai pegawai swasta 1 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak. Wirausaha 20 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 6 orang dan dari anak yang hanya bersekolah sebanyak 14 orang KRT. Sebanyak 2 orang KRT berprofesi sebagai ibu rumah tangga dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 1 orang dan dari anak yang hanya bersekolah 1 orang, dan 3 KRT lainnya dengan 2 KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 1 KRT dari anak yang

hanya bersekolah. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi kecenderungan anak untuk bekerja terutama ketika kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh tani. Pada penelitian sebelumnya tahun 2008 menurut Fitdiarini resiko terhadap munculnya pekerja anak pada keluarga petani lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga non-petani, dan hal ini sejalan dengan hasil secara deskriptif bahwa sebagian besar (76,6%) pekerja anak bekerja pada sektor pertanian. Hal ini terjadi karena untuk bisa memasuki pekerjaan pada sektor pertanian tidak dibutuhkan keahlian yang bersifat khusus.

Orang tua atau kepala rumah tangga dengan pekerjaan berpenghasilan baik dan hidup berkecukupan bahkan mapan, menjadikan anak dari keluarga tersebut akan fokus untuk hanya bersekolah saja dan tidak perlu lagi ikut bekerja membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus, dia bisa bantuin saya”(SS, 40 tahun, buruh tani)

Pekerjaan yang memiliki pendapatan yang baik di desa ini bukan berasal dari pekerjaan di sektor pertanian meskipun Desa Lingkungpasir termasuk desa dengan jagung sebagai komoditas unggulnya. Kepala rumah tangga yang bekerja sebagai buruh tani yang justru paling banyak memiliki anak yang berstatus sebagai pekerja anak. Karena penghasilan orang tua yang kurang mencukupi kebutuhan sehari-hari, mereka memang sudah dibiasakan bekerja di kebun untuk membantu orang tua dan agar sudah terbiasa nantinya untuk membantu di kebun.

Kesejahteraan Rumah Tangga

Pekerja anak didominasi oleh rumah tangga dengan kesejahteraan rumah tangga yang tergolong rendah. Banyak dari rumah tangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari menyebabkan anak harus ikut bekerja. Berikut jumlah dan persentase status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga.

Tabel 22 Jumlah dan persentase status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan (diukur dengan taraf hidup) rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Status Kegiatan

Anak

Golongan Skor Pencapaian Taraf Hidup

Total

Rendah Sedang Tinggi

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Pekerja anak 15 50.00 11 36.77 4 13.33 30 100.00 Hanya bersekolah 2 10.00 3 15.00 15 75.00 20 100.00 Total 17 34.00 14 28.00 19 38.00 50 100.00

Dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, sejumlah 15 anak menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong rendah, 11 anak menunjukkan skor sedang, dan 4 anak menunjukkan skor tinggi. Dari jumlah 20 anak yang hanya bersekolah, 2 di antaranya menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong sedang, 3 di antaranya menunjukkan skor sedang, dan 15 sisanya menunjukkan skor tinggi pada taraf hidup. Tabel 22 menunjukkan bahwa status anak sebagai pekerja anak memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangganya diukur dari taraf hidup.

Rumah tangga dengan taraf hidup yang rendah mendominasi munculnya pekerja anak. Hal ini menunjukan bahwa ketika suatu rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan baik, maka anak-anak yang berasal dari rumah tangga atau keluarga tersebut diharuskan ikut membantu orang tua mereka dalam pekerjaannya atau justru ikut bekerja untuk meringankan beban ekonomi rumah tangga terlepas apakah hal tersebut merupakan keinginan mereka ataukah sebuah keharusan.

Pada kuisioner tingkat kesejahteraan yang diukur dengan taraf hidup, tingkat pendapatan yang diukur menggunakan kelompok pengeluaran menunjukan dengan jelas selisih antara pendapatan dan jumlah yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari. Banyak dari rumah tangga yang memiliki selisih lebih banyak, harus berhutang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada setiap rumah tangga tersebut, terdapat anak-anak yang berstatus sebagai pekerja anak

PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN