• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pekerja Anak Dengan Pencapaian Pendidikan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pekerja Anak Dengan Pencapaian Pendidikan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN

PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA

ZAHRA FIRDAUSI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

(4)
(5)

ABSTRAK

ZAHRA FIRDAUSI. Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI dan DINA NURDINAWATI.

Pekerja Anak menjadi kondisi dilematis mengenai peran mereka sebagai generasi penerus bangsa yang harus mendapatkan pendidikan yang layak disamping keharusan mereka bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara anak yang bersekolah sambil bekerja dengan anak yang hanya bersekolah, dilihat dari capaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangganya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survei menggunakan instrumen kuesioner dan didukung oleh data kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan status anak sebagai pekerja anak. Anak yang bekerja cenderung memiliki capaian pendidikan yang rendah dan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga yang juga rendah dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah.

Kata kunci: pekerja anak, pencapaian pendidikan, tingkat kesejahteraan rumah tangga

ABSTRACT

ZAHRA FIRDAUSI. Relation between Child Labor and Educational Achievement, and Household’s Welfare. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI and DINA NURDINAWATI.

Child Labor is a dilemma because on one side children should get decent education while on the other side is necessary work to helped household’s economic. The Purpose of this research is to identify the relations between children as a child labor and children who study to educational achievement and household’s welfare. The research use is quantitative approach with survey that using quesionaire and supported by qualitative approach with in-depth interviews. The research shows that that educational achievement and household’s welfare level has relations with the children as a child labor. Child labor tend to have lower educational achievement and household’s welfare than the children that just as a student.

(6)
(7)

HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN

PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA

ZAHRA FIRDAUSI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga” dengan lancar, tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS dan Ibu Dina Nurdinawati, Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti serta sabar menghadapi penulis dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis Bapak Eka Firdaus, Ibu Aan Mardiah, Miqdad Firdaus, Hana S Firdausi dan Miftah S Firdaus, juga kepada teman-teman penulis Ridho, Aden, Nensi, Dinda, Ferdhian, Delys, Suhaila, Efriska, Dara, Enggal, Shifa, Nanda, Abed, Vany dan teman-teman KPM 49 yang telah membantu dan menyemangati penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Juli 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Pekerja Anak 5

Kondisi Pekerja Anak di Indonesia 6

Pekerja Anak dan Pendidikan 7

Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak dan Pendidikan

7

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga 8

Kerangka Pemikiran 9

Hipotesis Penelitian 10

PENDEKATAN LAPANG 11

Metode Penelitian 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Teknik Pengumpulan Data 13

Teknik Penentuan Responden dan Informan 14

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 14

Definisi Operasional 16

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21

Sejarah Desa 21

Kondisi Geografis 21

Kondisi Demografi 22

Kondisi Sosial dan Ekonomi 23

Sarana dan Prasarana 23

KARAKTERISTIK RESPONDEN 27

Golongan Umur 27

Jenis kelamin 29

Status Kegiatan Anak 30

KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA LINGKUNGPASIR

34

Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa Lingkungpasir

(14)

Jam Kerja Anak 39

Pendapatan Pekerja Anak 40

GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEKERJA ANAK

41

Jumlah Anggota Rumah Tangga 43

Pendidikan Kepala Rumah Tangga 43

Pekerjaan Kepala Rumah Tangga 45

Kesejahteraan Rumah Tangga 46

PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

47

Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak 48

Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

49

Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga 51

PENUTUP 53

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 58

(15)

DAFTAR TABEL

1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga 16

2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak 17

3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak 18

4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)

19

5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2015

22

6 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Lingkungpasir tahun 2015

22

7 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun 2015

23

8 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun 2015

12 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016

29

13 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di Desa Lingkungpasir tahun 2016

34

14 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima pelajaran di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016

35 responden Desa Lingkungpasir tahun 2016

41

19 Jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

42

20 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

43

21 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

45

22 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2016

47

23 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016

(16)

24 Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

50

25 Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016

50

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 11

2 Status kegiatan anak sebagai pekerja anak 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

57

2 Daftar responden 58

3 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa Lingkungpasir

59

4 Dokumentasi Penelitian 61

5 Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir 64

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pekerja anak adalah masalah sosial yang telah menjadi isu dan agenda global bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pada tahun (2009) data Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukan, jumlah pekerja anak di dunia mencapai sekitar 200 juta jiwa. Dari jumlah itu, 75% berada di Afrika, 7% di Amerika Latin, dan 18% di Asia.Di Indonesia, diperkirakan terdapat 2.4 juta pekerja anak. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011) terdapat 2.7 juta anak berumur 10-15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi 117.996 jiwa di antaranya merupakan pekerja anak..

Menurut Todaro (2003) Pekerja anak seringkali menjadi masalah serius di negara-negara berkembang, ketika anak di bawah usia 14 tahun bekerja, waktu bekerja mereka telah menggantikan waktu mereka untuk belajar di sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut tingkat kesehatan para pekerja anak lebih buruk bila dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam sehari.

Basu dan Tzannatos (2003) menyatakan bahwa sudah sangat jelas, rumah tangga mengirim anak mereka untuk bekerja hanya saat mereka terdorong karena kondisi mereka terjerat dalam kemiskinan. Menurut BKKBN (2011) terdapat enam indikator sebuah keluarga atau rumah tangga dikatakan sejahtera, salah satunya adalah anak dalam keluarga yang berusia 7-15 tahun diwajibkan untuk bersekolah. Anak-anak yang merupakan masa depan bangsa menyebabkan Indonesia tidak akan maju jika anak-anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak Pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dengan sengaja diselenggarakan untuk membantu perkembangan kepribadian dan kemampuan setiap anak agar kelak dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya di masa yang akan datang. Di satu sisi terdapat pertentangan mengenai keharusan anak bekerja untuk memperoleh kesejahteraan karena kondisi ekonomi keluarganya dengan hak seorang anak untuk mengenyam pendidikan yang layak dan hanya fokus pada pendidikan demi masa depannya, namun ternyata sebanyak 81,8% pekerja anak juga bersekolah. Realitas menunjukkan bahwa kemiskinan orangtua membuat anak kehilangan kesempatan dan hak untuk memperoleh pendidikan.

(18)

Perumusan Masalah

Pada penelitian sebelumnya Usman dan Nachrowi (2004) mengatakan bahwa anak-anak terjun ke dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal di luar diri anak yang menarik anak untuk bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat dengan status ekonomi keluarga. Pada penelitian sebelumnya, Nandi (2006) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan akar permasalahan dari persoalan pekerja anak, namun kemiskinan bukan satu-satunya alasan dari munculnya pekerja anak. Status pekerja anak itu sendiri juga mencegah anak-anak dari memperoleh keterampilan dan pendidikan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik. Secara tidak langsung, kondisi seperti inilah yang akan melanggengkan rantai kemiskinan itu sendiri. Dalam penelitian ini, dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa?

Pada penelitian sebelumnya Guarcello, Lyon, dan Rosati (2008) menyatakan bahwa status kegiatan anak sebagai pekerja anak dipandang merugikan kemampuan anak untuk masuk dan bertahan dalam sekolah, dan membuat anak-anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah mempengaruhi persentase kehadiran anak di sekolah. Menurut Chandra (2014) kendala utama bagi pendidikan semua anak adalah status sebagai pekerja anak. Bekerja penuh waktu membuat anak-anak tidak dapat mengembangkan proses berpikir yang lebih baik. Kesehatan dan keselamatan anak juga rentan saat berada di tempat kerja, juga kondisi emosional anak yang tidak baik karena seringkali mendapat perlakuan buruk saat bekerja. Dalam penelitian ini selanjutnya dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana hubungan status kegiatan anak (pekerja anak dan anak yang hanya bersekolah) dengan pencapaian pendidikan?

Pada penelitian sebelumnya Nandi (2006) menyatakan bahwa keluarga miskin terpaksa mengerahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum mencapai usia untuk bekerja, terpaksa harus bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang bekerja ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, melainkan justru untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga menurut BKKBN (2011) adalah semua anak usia 7-15 tahun dalam keluarga harus mengenyam pendidikan dan tidak memiliki status lain yang dapat mengganggu pendidikannya sehingga anak tidak sejahtera, sehingga dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana pengaruh upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu:

1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa

(19)

3. Menganalisis pengaruh upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak yang berminat maupun pihak yang terkait dengan masalah pekerja anak di suatu wilayah. Secara spesifik penelitian ini memiliki manfaat dan dapat digunakan oleh berbagai pihak di antaranya sebagai berikut:

1. Bagi akademisi

Penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai hubungan pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu, diharapkan pula dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan kependudukan, khususnya pada fokus perhatian peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan pekerja anak di pedesaan.

2. Bagi masyarakat

(20)
(21)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pekerja Anak

Tiga teori yang melatarbelakangi keberadaan pekerja anak menurut Irwanto (1995) pertama, teori budaya. Menurut teori tersebut bahwa dalam budaya tertentu anak memang diharapkan menimba pengalaman bekerja dari orang dewasa sejak usia muda. Kedua, teori kemiskinan, faktor mendasar terjadinya fenomena anak bekerja adalah kemiskinan. Kemiskinan itulah yang harus menjadi sasaran intervensi bahwa keadaan ini memang tidak dapat dipungkiri. Penghasilan orang tua dari anak yang bekerja sangat minim dan banyak di antaranya merupakan orang tua tunggal yang kepala keluarganya wanita. Ketiga, teori ekonomi, teori ini menyatakan bahwa perhitungan ekonomis rasional merupakan motivasi yang utama yang melatarbelakangi persoalan pekerja anak. Pertimbangan akan tingginya ongkos karena peluang yang hilang untuk memperoleh penghasilan karena terus untuk menyekolahkan anak merupakan faktor pendorong utama.

Definisi

Menurut Subri (2003) menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain, dengan membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan maupun tidak.

Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam sehari.

Faktor Bekerja Anak

Menurut Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N (2013) motivasi anak terjun ke dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal di luar yang menarik anak untuk bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat dengan status ekonomi keluarga menurut Usman dan Nachrowi (2004).

Kemiskinan memainkan peran utama dalam munculnya pekerjaan anak. Rumah tangga yang tergolong menengah ke bawah akan sangat mungkin untuk mengirim anaknya bekerja demi membantu ekonomi keluarga. Menurut Ben (1994) pendapatan penghasilan yang sangat rendah mengartikan bahwa semua anggota keluarga termasuk anak-anak harus berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga agar dapat bertahan hidup. Kemiskinan rumah tangga ini dapat dilihat melalui tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut yang dapat diamati melalui pengeluaran atau pendapatan per kapita rumah tangga tersebut.

Menurut Priyambada (2002) walaupun kemiskinan adalah faktor yang penting dalam mempengaruhi keputusan keluarga akan timbulnya pekerja anak, itu bukanlah faktor tunggal, faktor lainnya adalah akses pendidikan. Alternatif bila anak tidak bekerja adalah sekolah, namun jika orangtua tidak mampu membayar biaya pendidikan (termasuk transportasi ke sekolah, uang jajan, uang buku, dll), anak-anak tidak dapat bersekolah dan harus bekerja untuk keluarga atau untuk orang lain, selanjutnya adalah norma dan sikap sosial.

(22)

Faktor berikutnya adalah permintaan dari rumah tangga, pertanian keluarga atau usaha keluarga. Banyak anak-anak yang bekerja untuk orangtua mereka, jika anak-anak melakukan pekerjaan rumah tangga, maka orangtua mereka bisa bekerja di tempat lain untuk menambah penghasilan. Faktor terakhir adalah permintaan dari usaha-usaha lain. Anak-anak adalah tenaga kerja yang murah dan banyak jumlahnya sehingga banyak usaha-usaha kecil yang suka mempekerjakan pekerja anak. Pekerja anak juga lebih mudah diatur karena mereka lebih tidak mampu untuk mempertahankan hak dan kepentingan mereka dibandingkan orang dewasa.

Menurut pendapat Suyanto yang dikutip oleh Endrawati (2013) menunjukan bahwa selain tekanan kemiskinan, masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong anak-anak di pedesaan cenderung atau terpaksa terlibat dalam kegiatan produktif bekerja, yaitu faktor kultur atau budaya masyarakat atau juga disebut sebagai faktor tradisi, yang memandang bahwa anak-anak yang sejak dini terbiasa bekerja, merupakan bagian dari proses sosialisasi untuk melatih anak mandiri dan merupakan bentuk darma bakti anak kepada orang tua. Kemungkinan anak yang bekerja juga sebagai bentuk pelarian dari beban pekerjaan di rumah yang acapkali dipandang menjenuhkan, disamping mereka juga ingin merasakan suasana yang lain seperti layaknya teman-temannya yang sudah bekerja di luar rumah terlebih dahulu atas kemauan sendiri.

Dampak Pekerja Anak

Menurut Avianti dan Sihaloho (2013) anak-anak yang bekerja di industri kecil berperan dalam menyumbangkan pendapatan kepada keluarganya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan bekerjanya seorang anak dalam keluarga, maka akan mengurangi jumlah tanggungan keluarga tersebut. Namun di sisi lain bekerjanya seorang anak juga berdampak pada tidak terpenuhinya hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak serta hak-hak lain yang mestinya diperoleh anak-anak seusia mereka.

Menurut ILO (2009) anak yang telah memutuskan untuk terjun ke dunia kerja akan memiliki motivasi yang rendah untuk melanjutkan sekolah. Anak yang ikut bekerja memiliki peluang yang besar untuk juga berdampak pada kegagalan dan belajar dalam waktu yang sama juga akan berdampak pada prestasi yang rendah. Irwanto (1995) menyatakan bahwa keterlibatan anak dalam aktivitas ekonomi secara penuh didasarkan pada trade of yang optimal. Anak-anak harus terpaksa meninggalkan bangku sekolah, untuk bekerja penuh dalam rangka ikut meningkatkan pendapatan keluarga yang umumnya sangat marginal. Bertambahnya anggota keluarga yang mencari nafkah, maka pendapatan per kapita keluarga diharapkan naik meskipun anak harus meninggalkan bangku sekolah.

Kondisi Pekerja Anak di Indonesia

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011) terdapat 2.7 juta anak berumur 10 -15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi 117.996 jiwa termasuk pekerja anak. Menurut tingkat laju pertumbuhan penduduk, Provinsi Banten merupakan Provinsi yang memilki laju pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 2.97%.

(23)

Pekerja Anak dan Pendidikan

Anak-anak merupakan masa depan bangsa, Indonesia tidak akan maju jika anak-anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak karena pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan sukses tanpa disertai dengan pembangunan di bidang pendidikan. Menurut Guarcello et al. (2008) pekerja anak dipandang merugikan kemampuan anak untuk masuk dan bertahan dalam sekolah, dan membuat anak-anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah mempengaruhi presentase kehadiran anak di sekolah.

Menurut Fitdiarini dan Sugiharti (2008) Pekerja anak membawa pada suatu kondisi dilematis, yaitu di satu pihak mereka sebagai generasi penerus bangsa yang harus dipersiapkan sejak dini sebagai modal pembangunan, di pihak lain mereka terpaksa harus bekerja atau memilih untuk bekerja karena kondisi ekonomi keluarganya dan yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan anak-anak tersebut, dapat menyebabkan mereka putus sekolah, atau menyebabkan proses belajar di sekolah menjadi tidak efektif. Rendahnya tingkat pendidikan pekerja anak disebabkan lantaran kurangnya kesadaran dari para orangtua terhadap pentingnya arti pendidikan bagi anak. Anak-anak kurang dimotivasi untuk bersekolah sehingga mereka malas untuk bersekolah ataupun melanjutkan sekolah setelah lulus. Faktor lain yang menjadi alasan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah adanya anggapan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta uang yang banyak. Alasan lain yang menyebabkan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah faktor biaya, orangtua berpenghasilan rendah sehingga kurang mampu untuk membiayai anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi.

Menurut Putri (2015) berawal dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya keterbatasan ekonomi dan tradisi, maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, biaya pendidikan mahal, dan sekolah tinggi akhirnya hanya menjadi pengangguran. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, membuat orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan anak di masa datang. Situasi tersebut yang pada akhirnya juga mendorong anak untuk memilih menjadi pekerja anak.

Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak dan Pendidikan Menurut Putri (2015) variabel pekerjaan kepala rumah tangga dibidang sektor pertanian berhubungan dengan kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian memiliki probabilitas yang lebih rendah untuk bersekolah daripada anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non pertanian. Variabel sektor pertanian berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bekerja, bersekolah dan bekerja, tidak bersekolah dan tidak bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian memilki probabilitas lebih tinggi untuk bekerja, bersekolah dan bekerja, tidak bersekolah dan tidak bekerja daripada anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non pertanian

(24)

bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di bidang formal memilki probabilitas lebih tinggi untuk bersekolah dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya bekerja di bidang informal. Bekerja di bidang formal umumnya lebih baik dibandingkan dengan bekerja di bidang informal karena para kepala rumah tangga yang bekerja di sektor formal biasanya dapat mencukupi kehidupan keluarganya sehingga tidak perlu menyuruh anaknya untuk bekerja.

Variabel pendidikan kepala rumah tangga baik lulusan SMP, lulusan SMA, serta lulusan Perguruan Tinggi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga, maka akan cenderung untuk mendorong anaknya memiliki pendidikan yang tinggi juga, karena pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin baik pula pekerjaan yang didapatkan. Kepala rumah tangga dari anak yang memiliki pekerjaan yang baik atau dapat dikatakan sebagai keluarga yang mapan tidak perlu menyuruh anaknya untuk bekerja.

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

BPS (2011) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) agar sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera. Dengan pendekatan ini, kurangnya kesejahteraan rumah tangga yang digambarkan sebagai kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan.

Keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 dalam BKKBN 2011).

Menurut BKKBN (2011) terdapat enam indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator”kebutuhan dasar keluarga” (basic needs), dari 21 indikator keluarga sejahtera yaitu:

1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan kebiasaan masyarakat setempat, seperti makan nasi bagi mereka yang biasa makan nasi sebagai makanan pokoknya (staple food), atau seperti makan sagu bagi mereka yang biasa makan sagu dan sebagainya.

2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian yang tidak hanya satu pasang, sehingga tidak terpaksa harus memakai pakaian yang sama dalam kegiatan hidup yang berbeda beda. Misalnya pakaian untuk di rumah (untuk tidur atau beristirahat di rumah) lain dengan pakaian untuk ke sekolah atau untuk bekerja (ke sawah, ke kantor, berjualan dan sebagainya) dan lain pula dengan pakaian untuk bepergian (seperti menghadiri undangan perkawinan, piknik, ke rumah ibadah dan sebagainya).

3. Rumah yang di tempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik. Pengertian Rumah yang di tempati keluarga ini adalah keadaan rumah tinggal keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding dalam kondisi yang layak dihuni, baik dari segi perlindungan maupun dari segi kesehatan.

4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.

(25)

modern dan telah mendapat izin peredaran dari instansi yang berwenang (Departemen Kesehatan/Badan POM).

5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.

Pengertian Sarana Pelayanan Kontrasepsi adalah sarana atau tempat pelayanan KB, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik, Dokter Swasta, Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi modern, seperti IUD, MOW, MOP, Kondom, Implan, Suntikan dan Pil, kepada pasangan usia subur yang membutuhkan (hanya untuk keluarga yang berstatus Pasangan Usia Subur).

6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.

Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua anak 7-15 tahun dari keluarga (jika keluarga mempunyai anak 7-15 tahun), yang harus mengikuti wajib belajar 9 tahun. Bersekolah diartikan anak usia 7-15 tahun di keluarga itu terdaftar dan aktif bersekolah setingkat SD/sederajat SD atau setingkat SLTP/sederajat SLTP.

Kerangka Pemikiran

Status anak sebagai pekerja juga keharusannya untuk mendapatkan pendidikan, membuat banyaknya anak-anak yang masih bersekolah tetapi juga bekerja demi memenuhi kebutuhan dirinya dan membantu ekonomi keluarganya. Karakteristik keluarga menjadi salah satu faktor munculnya pekerja anak.

Pekerjaan, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan terakhir orang tua dan tingkat kesejahteraan rumah tangga berpengaruh terhadap status kegiatan anak yaitu untuk bersekolah, atau bersekolah sambil bekerja, sehingga terdapat proses sosialisasi yang terjadi di dalam keluarga yang mendasari cara pandang atau keputusan anak dalam hal pendidikannya. Pekerja anak (buruh) adalah anak yang bekerja dan mendapatkan upah atas pekerjaannya, sementara pekerja anak (rumah tangga) adalah anak yang bekerja tetapi tidak mendapatkan upah (membantu orang tua). Pekerja anak dipandang merugikan dan mempengaruhi prestasi akademik. Anak-anak yang menggabungkan pekerjaan dan sekolah, mengakibatkan anak-anak ini meninggalkan sekolah sebelum waktunya untuk bekerja.

(26)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Diduga pencapaian pendidikan pekerja anak lebih rendah dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah

2. Diduga upah pekerja anak mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak.

Karakteristik Rumah Tangga Anak:

a. Pekerjaan kepala rumah tangga b. Pendidikan kepala rumah tangga c. Jumlah anggota rumah tangga d. Tingkat kesejahteraan rumah tangga

Status Kegiatan Anak

Hanya Bersekolah

Status Kegiatan Anak

Pekerja Anak

Pencapaian Pendidikan Anak (Guarcello, Lyon, dan Rosati 2008):

a. Rencana pendidikan

b. Prestasi pendidikan

- kehadiran di sekolah

- kemampuan akademik

Kontribusi Upah Pekerja Anak bagi Kesejahteraan Rumah Tangga

- Pengeluaran rumah tangga

- Pendapatan riil

- Pendapatan total

Keterangan:

Berhubungan

(27)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang termasuk ke dalam penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman pertanyaan kepada informan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan di lokasi tersebut terdapat banyak anak-anak usia sekolah yang masih aktif bersekolah namun juga bekerja. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016 dengan kegiatan lapang pada bulan Maret selama 3 minggu. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei, observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa dan kantor kecamatan, BPS Kabupaten Bogor, data pada Survei Pekerja Anak (SPA) serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian dan laporan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu juga termasuk data monografi dan profil Desa Lingkungpasir.

(28)

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Subjek dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden adalah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka sendiri sebagai sumber data. Populasi dalam penelitian adalah seluruh anak di Desa Lingkungpasir. Populasi sampelnya adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang aktif bersekolah, dan kerangka samplingnya adalah seluruh anak-anak usia 7-15 tahun yang memiliki status sebagai pekerja anak dan masih aktif bersekolah di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut. Total responden dalam penelitian ini adalah 50, 30 responden diambil dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan 20 responden diambil dari anak-anak yang hanya bersekolah. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Setiap responden diwawancarai dengan menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan software (perangkat lunak) Microsoft Excel 2013 dan SPSS.

Pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlah minimalnya tidak ditentukan. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini meliputi rumah tangga tempat anak tersebut tinggal, guru, teman sekolah, rekan kerja anak, pemilik tempat kerja, serta berberapa masyarakat desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai pekerja anak di Desa Lingkungpasir.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil dari kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Data dimasukan ke microsoft excel 2013 kemudian dilakukan pengkodean data. Setelah pengkodean, selanjutnya data diolah dengan menggunakan software (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 2.3 dan Microsoft Exel 2013. Data kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi menggunakan software SPSS. Analisis hubungan dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Chi Square.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.

Dalam melakukan pengolahan data, berikut penjelasan bagaimana data pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan:

1.Karakteristik Individu dan Rumah Tangga

(29)

usia rendah adalah responden dengan usia <11 tahun yang akan dikategorikan sebagai kelompok 1. Golongan sedang adalah responden dengan usia 11-12 tahun dan dikategorikan sebagai kelompok 2, sedangkan golongan Tua merupakan responden dengan usia lebih dari 12tahun. b. Jenis Kelamin: Digolongkan kedalam dua golongan yaitu laki-laki dan

perempuan dengan kode golongan 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan c. Status kegiatan anak Digolongkan kedalam dua golongan yaitu anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dengan kode golongan 1, dan golongan 2 untuk anak yang memiliki status hanya bersekolah.

d. Tingkat Pendidikan: Tingkat pendidikan diukur menggunakan penggolongan berdasarkan variasi jenjang pendidikan responden

e. Jam kerja: Penggolongan jam kerja anak mengacu pada UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Golongan jam kerja dibagi menjadi 2, rendah dan tinggi. Termasuk kedalam golongan jam kerja rendah apabila ≤3 jam, dan tergolong tinggi apabila jam kerja >3 jam.

f. Jumlah anggota rumah tangga: Jumlah anggota rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang dan tinggi diukur menggunakan standar deviasi dari hasil dan rata-rata yang didapatkan dari penelitian ini.

2. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan diolah dengan menggunakan data pemasukkan dan pengeluaran rumah tangga responden. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah data pengeluaran. Tingkat pengeluaran ini ditentukan berdasarkan rumus yang menggunakan standar deviasi dan juga rata-rata dari pengeluaran responden dan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini. Rumus telah terlampir dalam definisi operasional.

3. Tingkat Capaian Pendidikan Anak

Pada tingkat capaian pendidikan anak, ada dua komponen yang dilihat yaitu rencana pendidikan dan prestasi pendidikan. Prestasi pendidikan meliputi kehadiran di sekolah, dan performa pendidikan. Semua komponen akan dianalisis menggunakan kuesioner. Dalam kuesioner akan diajukan beberapa pertanyaan dan pilihan jawaban. Jumlah skoring sudah tertera pada definisi operasional.

4. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

(30)

Definisi Operasional

1. Karakteristik rumah tangga, yaitu ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga

Tabel 1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga

Indikator Definisi Definisi

Operasional

Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar,

(31)

2. Karakteristik pekerja anak, ciri khas dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak.

Tabel 2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak kebutuhan sehari-hari suatu

Indikator Definisi Definisi

Operasional

Tingkat pendidikan menurut UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tingkat pendidikan atau sering disebut jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar,

1. SD

(32)

1. Pencapaian Pendidikan Anak

Pencapaian pendidikan anak adalah proses belajar secara formal yang di tempuh melalui sekolah yang memungkinkan anak mengembankan dirinya. Pendidikan anak terdiri dari rencana pendidikan dan prestasi pendidikan (kehadiran di sekolah dan kemampuan akademik) yang meliputi:

Tabel 3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak

Indikator Definisi Definisi

Operasional awal proses manajemen pendidikan, yang dijadikan sebagai panduan bagi pelaksanaan, pengendalian,

dan pengawasan

penyelenggaraan pendidikan (Somantri 2014)

Diukur dari sejumlah pertanyaan1 dengan skor tertinggi 2 untuk masing-masing pertanyaan, dan skor tertinggi 3 untuk pertanyaan yang memiliki 3 opsi pilihan

Keunggulan anak dalam pendidikan formal dan pengembangan dirinya. 1Terlampir pada kuesioner.

(33)

Indikator Definisi Definisi Operasional

Skala Pengukuran

Diukur dari sejumlah pertanyaan2 dengan skor tertinggi 3 untuk masing-masing pertanyaan, juga mengacu pada lampiran raport anak dan keterangan dari guru sehingga diperoleh penggolongan sebagai berikut dan mengikuti pembelajaran di sekolah dari awal hingga akhir jam pelajaran di sekolah

1. kehadiran mengikuti pembelajaran di sekolah

2. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan (Suharto 2003)

Tabel 4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)

Dengan demikian penggolongan taraf hidup dapat dirumuskan menjadi:

2Terlampir pada kuesioner

Indikator Definisi Definisi

Operasional

(34)

taraf hidup rendah jika skor 2-10, taraf hidup menengah 11-19, dan taraf hidup tinggi 20-29 sesuai dengan jmlah akumulasi skoring yang didapat pada kuesioner.

Pendapatan yang diperoleh rumah tangga diluar pendapatan pekerja anak selama satu bulan

Numerik

Pendapatan Total

Pendapatan yang diperoleh rumah tangga setelah

ditambahkan oleh

pendapatan pekerja anak selama satu bulan

Numerik

Kontribusi upah pekerja anak

Pendapatan total dikurangi pendapatan riil

Kondisi pemukiman dan lingkungan yang dilengkapi

dengan sarana dan

prasarana sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni

Diukur dari sejumlah pertanyaan3 dengan skor tertinggi 3 untuk

(35)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Desa

Menurut data monografi tahun 2015, Desa Lingkungpasir adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir yang merupakan desa pemekaran dari Desa Majasari, yang berdiri sekitar 12 Februari 1979. Kecamatan Cibiuk sendiri merupakan pemekaran dari Kecamatan Kadungora. Sebelum menjadi kecamatan, Cibiuk merupakan kamantren yang mewilayahi lima desa meliputi Desa Cipareuan, Desa Cibiuk Kidul, Desa Cibiuk Kaler, Desa Majasari, dan Desa Lingkungpasir. Kecamatan Cibiuk resmi menjadi kecamatan sekitar tahun 1992.

Sejarah pemberian nama Desa Lingkungpasir diusulkan oleh para tokoh masyarakat saat musyawarah. Nama lingkungpasir dipilih dengan alasan wilayah desa pemekaran ini secara geografis terdiri dari banyak pasir-pasir atau “dilingkung ku pasir-pasir”. Pasir-pasir yang ada di antaranya adalah pasir Naggoh, pasir Tanggulun, pasir Rancak, pasir Terong, pasir Monggor, pasir Kukun, pasir Biung, pasir Panglay. Pasir itu sendiri berarti bukit dalam bahasa sunda. Desa Lingkungpasir secara geografis dikelilingi oleh bukit-bukit, maka namanya menjadi Desa Lingkungpasir.

Kondisi geografis

Desa Lingkungpasir adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Letak Geografis Desa Lingkungpasir berada di wilayah Utara Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir memiliki ketinggian 697 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata kisaran 27-29ᴼ C dan curah hujan rata-rata/tahun mencapai 2000-3000 mm. Jarak tempuh ke Ibu kota Kecamatan sejauh 7 km dengan lama tempuh menggunakan sepeda motor sekitar 30 menit. Sedangkan jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten (Garut) sejauh 37 km dengan lama tempuh sekitar 75 menit. Jarak tempuh ke Ibu Kota Provinsi sejauh 58 km dengan lama tempuh sekitar 120 menit

(36)

1. Sebelah Utara : Desa Cijolang Kec. Limbangan Kab. Garut 2. Sebelah Timur : Desa Majasari Kec. Cibiuk Kab. Garut

3. Sebelah Selatan : Desa Harumansari Kec. Kadungora Kab. Garut 4. Sebelah Barat : Desa Ciaro Kec. Nagreg Kab. Bandung

Kondisi Demografi

Data monografi Desa Lingkungpasir sampai dengan tahun 2015 menyatakan bahwa penduduk Desa Lingkungpasir adalah sebanyak 6639 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 3332, dan jumlah penduduk perempuan 3237, dan terdapat 1674 keluarga. Sebanyak 6569 beragama islam, 6553 merupakan etnis sunda, dan 16 etnis jawa. Dari 6569 jiwa, 515 berusia 0-3 tahun, 423 berusia 4-6 tahun, 1308 berusia 7-19 tahun, 3025 berusia 20-56 tahun, 1193 berusia 57-75 tahun, dan 105 berusia lebih dari 76 tahun.Berikut rincian tingkat pendidikan penduduk Desa Lingkungpasir

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2015

Tingkat Pendidikan Jumlah

(orang)

Presentase (%)

Buta huruf 18 0.88

Tidak tamat SD 491 7.47

SD 2762 40.98

SMP 2625 39.96

SMA 716 10.89

Perguruan Tinggi 42 0.03

Total 6569 100.00

Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Lingkungpasir tahun 2015

Jenis Pekerjaan Jumlah

(orang)

Presentase (%)

Petani 2287 40,55

Buruh tani 1159 20,55

PNS 37 0,65

TNI 3 0,05

Polisi 71 1,25

Pegawai swasta 102 1,80

Pedagang/wirausaha 420 7,44

Tukang kayu 3 0,05

Lainnya 1557 27,61

Total 5639 100,00

(37)

Kondisi Sosial dan Ekonomi

Terdapat beberapa kelompok sosial dan budaya di Desa Lingkungpasir. Berikut uraian sumber daya sosial budaya yang ada di Desa Lingkungpasir sejak terbentuknya desa ini hingga sekarang.

Tabel 7 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun 2015

No Uraian Sumber Daya Sosial Budaya Jumlah Satuan

1 Pencak silat 3 Grup

2 Calung 1 Grup

3 Rebana 4 Grup

4 Marawis 3 Grup

5 Qosidah modern 1 Grup

6 Gotong royong 12 RW

7 Pencinta alam 1 Kelompok

Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

Kelompok sosial budaya yang nasih aktif berjalan di Desa Lingkungpasir adalah kelompok marawis dan gotong royong. Kelompok marawis masih aktif dilakukan oleh anak-anak setiap mereka pulang mengaji di masjid. Secara rutin 2 sampai 3 kali dalam satu minggu mereka berlatih marawis di halaman masjid. Kelompok gotong royong juga masih aktif dilakukan di desa. Satu minggu sekali pada hari jum’at para pemuda dan penduduk laki-laki di Desa Lingkungpasir bergotong royong membersihkan jalanan agar lebih mudah dilalui.

Pada tahun 2013 Desa Lingkungpasir masih mencanangkan menjadi Desa Pertanian. Kegiatan ekonomi masyarakat desa selama ini masih didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Komoditi yang menjadi unggulan adalah tanaman jagung dan singkong yang merupakan jenis pertanian yang sampai saat ini sangat diutamakan oleh sebagian besar masyarakat desa. Desa Lingkungpasir merupakan salah satu desa penghasil jagung terbesar di wilayah Kecamatan Cibiuk. Walaupun dari sisi keuntungan yang didapat oleh masyarakat dari hasil pertanian jagung selama ini belum begitu bisa dirasakan karena selama ini masyarakat masih menggunakan modal bandar atau pengusaha sehingga hasilnya sangat ditentukan oleh kebijakan pengusaha atau bandar.

(38)

minimnya permodalan bagi masyarakat untuk dapat berusaha dalam bidang peternakan ini.

Sarana dan Prasarana

Desa Lingkungpasir memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap guna mendukung aktivitas dan juga kegiatan yang dilakukan oleh penduduk desa. Sarana dan prasarana yang dimiliki Desa Lingkungpasir di antaranya adalah sarana dan prasarana dalam bidang kesehatan, perekonomian, perhubungan, pemerintahan, tempat peribadatan, dan pendidikan (pendidikan umum dan pendidikan Islam).Berikut ini merupakan tabel yang menunjukan jumlah sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Lingkungpasir.

Tabel 8 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun 2015

No Uraian Sumber Daya Pembangunan Jumlah Satuan

1 Prasarana umum

a. Jalan 5 Km

b. Jembatan 11 Unit

2 Prasarana Pendidikan Unit

a. Gedung Paud 5 Unit

b. Gedung TK 5 Unit

c. Gedung SD/MI 6 Unit

d. Gedung SMP 2 Unit

e. Taman Pendidikan Al-qur’an 3 Unit

3 Prasarana kesehatan

a. Posyandu 1 Unit

b. MCK umum 9 Unit

c. Sarana air bersih 1 Unit

d. Pustu 1 Unit

4 Prasarana ekonomi

a. BUMDES 1 Unit

5 Kelompok tani

a. Jumlah kelompok pertanian 13 Klp

b. Jumlah kelompok peternakan 2 Klp

c. Jumlah kelompok kehutanan 2 Klp

d. Jumlah kelompok wanita tani 1 Klp

6 Sarana umum

a. Masjid 9 Unit

b. Langgar 11 Unit

c. Pos KAMLING 7 Unit

Sumber: Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

(39)

Tabel 9 Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa Lingkungpasir tahun 2015

No Uraian Sumber Daya Alam Volume Satuan

1 Luas Wilayah 502.07 Ha

2 Tanah carik desa 17.00 Ha

3 Komplek balai desa 0.14 Ha

4 Lahan Persawahan 35.15 Ha

5 Tanah kuburan 1.70 Ha

6 Pekarangan penduduk 65.30 Ha

7 Tanah wakaf 0.70 Ha

8 Mata air 6.00 Titik

9 Sungai 6.00 Titik

Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015

(40)
(41)

KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN RUMAH TANGGA

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, dan status kegiatan anak, sedangkan karakteristik rumah tangga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga dan merupakan gambaran spesifik mengenai rumah tangga responden. Pada penelitian ini karakteristik rumah tangga terdiri dari jumlah anggota rumah tangga (ART), Pendidikan kepala rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga, dan pendapatan rumah tangga.

Golongan Umur

Salah satu yang diukur dari karakteristik responden adalah umur, meliputi umur anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan yang hanya bersekolah. Umur merupakan lama waktu hidup individu (dalam tahun) semenjak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir. Dari hasil penelitian, diperoleh minimum umur responden adalah 9 tahun, maksimal umur responden yang didapat adalah 15 tahun dan diperoleh rata-rata umur yaitu sekitar 12-13 tahun. Umur responden tersebut kemudian digolongkan menjadi tiga golongan. Berikut jumlah dan persentase penggolongan umur responden.

Tabel 10 Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir tahun 2015

Umur (tahun)

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

Tabel 10 menunjukan dari keseluruhan responden yang berjumlah 50 orang, 16 orang berusia <11 tahun, 8 orang berusia 11-12 tahun, dan 26 orang berusia >12 tahun. Responden yang memiliki status sebagai pekerja anak banyak ditemukan pada kisaran umur >12 tahun, namun yang banyak ditemukan sebagai pekerja anak didominasi oleh responden yang berusia 15 tahun. Hampir tidak ditemukan anak-anak usia di bawah 9 tahun yang bersekolah sambil bekerja. Tenaga pendidik yang menjadi informan mengatakan bahwa anak-anak di desa ini dominan mulai membantu orang tua mereka untuk bekerja pada saat anak-anak tersebut duduk dibangku SD kelas 4 atau setara dengan umur 9 tahun atau lebih.

(42)

yang bersekolah dan berumur antara 7-15 tahun disamping data yang diperoleh menunjukkan bahwa anak-anak yang bersekolah sekaligus bekerja memang banyak ditemukan di golongan umur tersebut.

Di sini, anak-anak yang sering bolos sekolah untuk bantu bapak ibunya kebanyakan dikelas 3 sd neng. Umur segitu soalnya udah bisa diajak bantu-bantu” (ML, 25 Tahun, Wali kelas murid kelas 3 SD)

Responden dengan umur di bawah 9 tahun tidak tertutup kemungkinannya untuk menjadi pekerja anak jika umurnya sudah bertambah nanti. Semakin besar anak, orang tua mempunyai anggapan bahwa mereka sudah bisa dipercayai untuk membantu pekerjaan orang tua..

Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga merupakan hal yang dilihat dari karakteristik responden pada penelitian ini. Jenis kelamin merupakan perbedaan fungsi, bentuk, dan sifat biologi dalam upaya meneruskan garis keturunan. Berikut tabel yang menunjukan jumlah dan persentase laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini.

Tabel 11 Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa Lingkungpasir tahun 2015

Jenis kelamin Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah (orang)

Presentase (%)

Jumlah (orang)

Presentase (%)

Laki-laki 20 66.66 9 45.00

Perempuan 10 33.33 11 55.00

Total 30 100.00 20 100.00

Tabel 11 menunjukan Jenis kelamin untuk responden yang memiliki status sebagai pekerja anak di dominasi oleh laki-laki dengan jumlah 20 orang dan 10 orang untuk jenis kelamin perempuan, sedangkan jenis kelamin untuk responden yang hanya bersekolah didominasi oleh perempuan dengan jumlah 11 orang, dan 9 orang untuk jenis kelamin laki-laki. Kecenderungan responden laki-laki untuk bekerja ataupun untuk bersekolah sambil bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan responden perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak sebagian besar laki-laki dikarenakan pekerjaan yang mereka lakukan tidak harus memiliki keahlian khusus selain fisik yang kuat, serta laki-laki dianggap nantinya sebagai tulang punggung keluarga yang harus bekerja agar kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi.

(43)

anak-anak mereka untuk terbiasa membantu orang tuanya untuk bekerja, terutama laki-laki yang dianggap nantinya akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.

“si Aggi kan laki-laki terus udah gede,masa iya dia ga bantu bapaknya di kebun. dia juga seneng kerja karena ya temen-temen seumurannya juga pada kerja semua bantu ibu bapaknya” (Naeni, 47 Tahun, Ibu Rumah Tangga)

Sebagian besar warga di Desa Lingkungpasir masih memandang bahwa anak-anak perempuan mereka tidak perlu untuk bersekolah hingga sampai ke jenjang yang tinggi serta menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Mayoritas warga Desa Lingkungpasir yang berjenis kelamin perempuan mengenyam pendidikan terakhir hanya sampai sekolah dasar. Sudah cukup bagi mereka jika anak mereka sudah bisa membaca dan menulis, dan jika usianya telah cukup untuk membantu kedua orangtuanya.

Status Kegiatan Anak

Pada penelitian ini status kegiatan anak terbagi menjadi dua yaitu anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, dan anak yang memiliki status hanya bersekolah. Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak adalah anak usia sekolah dan masih aktif bersekolah tetapi dalam kesehariannya anak tersebut juga bekerja, sedangkan anak yang hanya bersekolah adalah anak usia sekolah dan aktif bersekolah serta dalam kesehariannya anak tersebut tidak bekerja. Berikut jumlah dan persentase status kegiatan anak pada penelitian ini.

Tabel 12 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Status Kegiatan Anak Jumlah

(orang)

Presentase (%)

Pekerja anak 30 60,00

Hanya bersekolah 20 40,00

Total 50 100,00

(44)

Gambar 2 Status pekerjaan dari pekerja anak di Desa Lingkungpasir

Pekerja anak (buruh) adalah mereka yang bekerja pada orang lain, baik diberi imbalan dalam bentuk upah atau dalam bentuk lain sesuai dengan hasil kerjanya, sementara pekerja anak (keluarga) adalah mereka yang bekerja pada orang tua, keluarga, atau membantu pekerjaan orang tua dengan diberi imbalan ataupun tidak. 20 anak yang memiliki status hanya bersekolah akan dijadikan sebagai kelompok pengontrol mengenai bagaimana status anak sebagai pekerja anak memilki hubungan dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.

Bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak (buruh) salah satunya adalah mengepress karet silk untuk digunakan pada tabung gas elpiji. Dalam satu hari mereka akan bekerja dengan jam kerja sekitar 8 jam dalam sehari dengan upah Rp 40.000–50.000/hari, sedangkan pekerja anak (keluarga) terbagi menjadi beberapa jenis pekerjaan tergantung juga dari jenis pekerjaan orangtuanya. Beberapa dari pekerja keluarga membantu orang tuanya di kebun sehabis pulang sekolah atau seharian penuh saat musim panen musim panen, sebagian pekerja keluarga membantu orang tuanya dengan berjualan saat jam istirahat di sekolah, menjaga ternak, dan menggunting olahan karet silk dengan bahan yang diperoleh dari home industry yang diambil oleh pekerja anak (keluarga) tersebut setiap harinya saat pulang sekolah.

Anak-anak yang hanya bersekolah di Desa Lingkungpasir pada kenyataannya tidak hanya bersekolah saja. Setelah pulang sekolah, banyak dari anak tersebut yang memiliki tugas di rumah yang membebani meskipun tetap saja mereka lakukan karena hal itu merupakan perintah dari orang tua masing-masing, salah satu contohnya adalah mengasuh adik. Anggota keluarga dalam jumlah banyak di Desa Lingkungpasir menyebabkan banyaknya tanggungan dalam satu keluarga, sehingga orang tua yang memiliki anak-anak yang masih kecil sementara mereka harus bekerja sehingga anak yang lain dalam keluarga tersebut dibebankan untuk mengasuh adik kecilnya.

Pekerja anak (buruh)

33% Pekerja

anak (keluarga)

67%

PEKERJA ANAK

(45)

“Saya main sambil bawa-bawa adek teh, soalnya kan bapak kerja

terus ibu sibuk ngurus rumah sama jaga warung” (RN, 13 tahun)

Hal ini sudah biasa terjadi di desa pada setiap keluarga dengan anak-anak yang banyak dan masih memiliki anak kecil, anak-anak terbiasa membantu orang tua untuk mengasuh adiknya sambil melakukan kegiatan lain. Hal yang sudah menjadi kebiasaan tersebut secara tidak langsung sebenarnya membebani kegiatan sehari-hari mereka. Sepulang sekolah anak tersebut mengasuh adiknya sambil bermain dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar selama di rumah.

(46)
(47)

KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA

LINGKUNGPASIR

Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa Lingkungpasir

Pada data kondisi pendidikan yang diperoleh dari monografi Desa Lingkungpasir tahun 2015, sebanyak 18 orang masih buta huruf dan 491 orang bahkan tidak menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD). Kesadaran penduduk desa terhadap pendidikan masih rendah, meskipun sarana dan bangunan untuk sekolah sudah cukup memadai. Di Desa Lingkungpasir, terdapat 6 bangunan Sekolah Dasar (SD) dan 2 bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara untuk bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia di desa tersebut.

Penduduk di Desa Lingkungpasir sebagian besar hanya menyekolahkan anak-anaknya hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun banyak juga anak-anak yang sudah malas untuk bersekolah dan memilih berhenti sebelum mereka duduk di bangku SMP. Orang tua mereka juga tidak melarang mereka untuk tetap melanjutkan sekolah asalkan mereka tetap membantu pekerjaan orang tua. Berikut jumlah dan persentase golongan pendidikan anak yang menjadi responden di Desa Lingkungpasir.

Tabel 13 Jumlah dan persentase golongan pendidikan responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Golongan Pendidikan

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

Berdasarkan tabel 13 anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak banyak ditemukan pada golongan pendidikan jenjang SMP. Hal tersebut dikarenakan pada jenjang yang lebih tinggi dan dengan usia yang semakin bertambah menjadikan mereka sudah diperbolehkan untuk bekerja dengan anggapan bahwa usia mereka telah cukup untuk membantu orang tua dengan bekerja atau membantu meringankan pekerjaan orang tua.

(48)

Prioritas permasalahan utama di Desa Lingkungpasir menurut aparat desa yaitu kondisi jalan yang sangat buruk dan penerangan yang kurang memadai di sepanjang jalan menyebabkan warga desa lingkungpasir tidak berani bepergian jauh saat malam hari. Pembangunan infrastruktur jalan yang di prioritaskan dijadikan alasan mengapa persoalan mengenai pendidikan di Desa Lingkungpasir dianggap tidak terlalu penting untuk ditangani dalam jangka waktu dekat.

“Saya bingung neng sama orang desa. Katanya sih program utama untuk sekarang itu benerin jalan. Padahal itu dari dulu neng, tapi jalanan sampe sekarang masih aja jelek. Pendidikan kan padahal dasar pembangunan juga neng. kalau warga desa pendidikannya rendah, kan pembangunan apapun di desa juga jadi gak maju-maju akhirnya” (ML, 24 tahun).

Sudah terdapat bangunan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Desa Lingkungpasir dan anak-anak bisa bersekolah tanpa membayar uang gedung dan iuran setiap bulan. Hampir semua anak di desa sudah bersekolah meskipun hanya sampai jenjang SMP karena di desa belum terdapat gedung sekolah untuk SMA. Sebagian besar anak-anak berhenti dan tidak melanjutkan sekolahnya setelah lulus dari sekolah menengah pertama, kemudian membantu pekerjaan orang tua atau pergi keluar desa untuk mencari pekerjaan. Hanya beberapa orang tua dari anak-anak di Desa Lingkungpasir yang sadar akan pentingnya pendidikan dan tetap menyekolahkan anaknya meskipun jarak dari desa ke sekolah cukup jauh dan dengan kondisi jalan yang kurang baik, meskipun di Desa Lingkungpasir untuk mengenyam pendidikan di jenjang SD dan SMP tidak dipungut biaya, namun masih banyak sekali anak-anak yang bersekolah, tetapi tingkat kehadirannya di sekolah sangat rendah. Berikut tabel yang menunjukan jumlah dan persentase kehadiran anak di sekolah.

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Kehadiran di sekolah

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah

(49)

Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak juga cenderung mudah kelelahan saat harus bekerja dan bersekolah, meskipun waktu kerja berbeda dengan waktu untuk bersekolah dan responden mengaku bahwa jam kerja tidak mengganggu kegiatan lainnya, namun secara tidak langsung mempengaruhi aktifitas lainnya.

“Saya masuk sekolah terus kok teh, tapi kadang suka enggak kalau lagi capek, lagian telat bangun juga terus terlambat deh pasti, jadi yaudah di rumah aja sekalian istirahat” (AS, 14 tahun)

Alasan anak sering tidak masuk sekolah selain kelelahan adalah karena orang tua mereka juga tidak menegur dan memperbolehkan. Salah satu responden bernama imam seringkali tidak masuk sekolah karena membantu orang tuanya di kebun, terutama saat musim panen tiba. Orang tua responden tidak melarangnya ketika responden tidak masuk sekolah, asalkan responden membantu orang tuanya.

“Imam kan anak saya satu-satunya teh, lalaki. kalau bukan dia yang bantuin saya, terus siapa lagi?” (Kaba, 48 tahun, buruh tani)

Namun beberapa dari mereka juga ada yang menjadikan alasan tidak masuk ke sekolah karena harus membantu orang tua bekerja. Namun pada kenyataannya mereka hanya malas untuk pergi sekolah, serta banyak juga anak-anak di Desa Lingkungpasir tidak masuk sekolah atau membolos dengan alasan yang tidak jelas. Guru dan wali kelas sudah mencoba mencari tahu dari teman-teman sekelas atau bertanya langsung kepada orang tua, tetapi banyak dari orang tua mengaku tidak tahu alasan mengapa anak mereka malas-malasan untuk bersekolah dan tidak menganggap hal itu adalah sebuah masalah selama anak-anak mereka masih membantu mereka bekerja. Beberapa dari orang tua mengaku anaknya berpamitan untuk berangkat sekolah tetapi tidak berada di sekolah pada hari yang sama. Setelah diselidiki, beberapa anak-anak memang membolos sekolah tanpa sepengetahuan orang tua mereka.

“Kata teman sekelasnya dia gak masuk karena bantu bapaknya di kebon, tapi waktu saya mau pulang kerumah sebentar, saya lihat lagi pada asik nongkrong di warung” (Asep, 52 tahun, guru)

(50)

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima pelajaran di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016

Kemampuan menerima

pelajaran

Pekerja anak Hanya bersekolah

Jumlah Lingkungpasir dapat dilihat bahwa anak yang memiliki status sebagai pekerja anak sebanyak 70% atau sekitar 21 dari 30 anak memiliki tingkat kehadiran yang rendah di sekolah atau seringkali membolos dengan alasan yang tidak jelas. Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak juga kurang mampu dalam menerima pelajaran disekolah jika dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah. Sebanyak 73% pekerja anak kurang mampu menerima pelajaran dibandingkan dengan sebanyak 35% anak yang hanya bersekolah juga kurang mampu.

“Saya sering ngantuk teh kalau dikelas, abisnya saya ketinggalan banyak materi jadi saya bingung, yaudah jadi tidur aja deh” (MS, 15 tahun).

Ketertinggalan materi dalam pelajaran menyebabkan anak malas untuk memperhatikan pelajaran selama dikelas. Tidak ada kebijakan khusus di sekolah bagi anak-anak yang bekerja dan juga tidak ada hukuman atau peraturan apapun yang melarang murid-murid untuk membolos sekolah dengan alasan bekerja atau membantu orang tua. Hal ini seperti sudah lumrah terjadi di desa ini. Kesulitan menerima pelajaran tidak ditanggapi lebih jauh oleh wali kelas dari masing anak-anak tersebut. Pihak sekolah diwakili oleh guru pernah mencoba bertanya kepada beberapa orang tua dari pekerja anak yang seringkali membolos sekolah serta memiliki kesulitan dalam menerima pelajaran, namun orang tua selalu mengatakan bahwa anak-anak tersebut pada dasarnya malas untuk pergi ke sekolah dan lebih memilih membantu orang tua mereka bekerja.

“Kadang suka males teh merhatiin guru, omongannya saya gak

ngerti. Mendingan nanti minta dijelasin temen aja jadi lebih ngerti”

(SN, 12 tahun).

(51)

anak yang bekerja. Menurut pak Wawan orang tua dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak memperbolehkan mereka bekerja hanya untuk meringankan pekerjaan orang tua sebagai bentuk bakti, bukan untuk membantu perekonomiannya.

“Banyak di sini mah neng, anak-anak yang suka ikut bapaknya ke kebon, tapi itu abis pulang sekolah kok neng, jadi gak ganggu

rutinitas sekolah mereka”(Wawan, 45 tahun, Sekretaris desa)

Pada kenyataannya terdapat home industry milik warga di Desa Lingkungpasir kampung Cihanja yang mempekerjakan anak-anak usia sekolah untuk membuat karet silk yang nantinya akan digunakan untuk tabung gas elpiji. Motivasi bekerja mereka bermacam-macam dan usianya masih di bawah 18 tahun serta masih aktif bersekolah. Beberapa dari anak-anak hanya ke pabrik untuk mengambil bahan karet yang telah jadi dan mengguntingnya untuk kemudian dikembalikan dan mendapat upah sesuai berapa banyak yang telah mereka gunting, beberapa anak lagi berjualan di sekolah dan beberapanya membantu orang tua mereka di kebun. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak tersebut sudah dijelaskan sebelumnya pada karakteristik responden, namun berikut rincian jumlah dan persentase jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di Desa Lingkungpasir.

Tabel 16 Jumlah dan presentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016

Jenis pekerjaan Jumlah

(orang)

Presentase (%)

Buruh pabrik 20 66,67

Buruh tani 8 26,67

Pedagang asongan 2 6,67

Total 30 100,00

Berdasarkan tabel 16 sebanyak 30 orang dari responden yang memiliki status sebagai pekerja anak dibagi menjadi tiga bagian menurut jenis pekerjaannya. Terdapat 20 anak yang tergolong sebagai pekerja buruh pabrik, dan 8 anak tergolong kedalam pekerja buruh tani, dan 2 anak tergolong kedalam pedagang asongan. Pekerja buruh adalah anak-anak yang bekerja pada orang lain dan dibayar atau diupah sesuai jerih payahnya, sedangkan pekerja keluarga atau rumah tangga adalah anak-anak yang bekerja membantu pekerjaan orang tuanya dengan diberikan imbalan ataupun tidak.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga
Tabel 2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak
Tabel 3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

hukum terhadap anak yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga.. - Hambatan dari lingkungan kerja, pekerja rumah tangga

Skripsi dengan judul “ Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Kopi Di Kabupaten Lampung Barat ” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Migrasi yang dilakukan oleh rumah tangga petani berdampak pada perubahan tingkat kesejahteraan baik secara objektif yang ditunjukkan melalui perubahan kepemilikan asset;

Peran Wanita Pekerja Dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Sayogyo dan Pudjiwati (1999) mengatakan bahwa tujuan peningkatan kesejahteraan tidak dapat dilepaskan dan

Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar pekerja anak di Indonesia terdapat di rumah tangga yang tinggal di pedesaan yaitu sebesar 6.34 persen, pekerja anak juga

• Di Indonesia, tidak ada undang-undang yang secara khusus melindungi pekerja rumah tangga. Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 menetapkan hak-hak standar bagi pekerja di

Temuan dari penelitian ini menyatakan bahwa rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan yang bekerja di sektor informal memiliki kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan dengan rumah

Discussion Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 96 responden ibu rumah tangga pekerja di industri batu bata di Aceh Utara yang bertujuan untuk melihat hubungan dukungan