• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kecemasan saat praktikum pada Mahasiswi Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HASIL PENELITIAN

6.1 Pembahasan Hasil

6.1.2. Gambaran Kecemasan saat praktikum pada Mahasiswi Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kegiatan praktikum merupakan salah satu sumber stressor dan menjadi masalah bagi mahasiswa keperawatan (Martos et al., 2011; Cato, 2013). Kecemasan sering dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran simulasi (praktikum) pada mahasiswa keperawatan (Horsley, 2012; Afolayan et al.,

2013; Gosselin, 2013). Kecemasan yang dialami mahasiswa keperawatan dapat menurunkan kemampuan koping dan mempengaruhi kinerja akademik dan motivasi belajar siswa (Moscaritolo, 2009).

Penelitian ini menemukan bahwa responden mengalami berbagai tingkat kecemasan saat menghadapi ujian praktikum mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan presentase 46,7% pada tingkat kecemasan ringan dan tertinggi berada pada tingkat kecemasan sedang 53,3% (n=15). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Suyamto et al.

(2009) dan Eka (2012) menunjukan bahwa mahasiswa keperawatan mengalami kecemasan dengan berbagai tingkatan kecemasan saat menghadapi ujian praktikum.

Pada penelitian Suyamto et al (2009) mengenai pengaruh relaksasi otot dalam menurunkan kecemasan mahasiswa didapatkan hasil bahwa mahasiswa mengalami kecemasan sedang saat menghadapi ujian. Sedangkan hal yang berbeda disampaikan Eka (2012) bahwa mahasiswa keperawatan saat ujian praktikum mengalami kecemasan mengalami kecemasan saat menghadapi ujian praktikum dengan rata-rata tertinggi pada tingkat kecemasan ringan 93,7% (n=36). Namun secara keseluruhan dapat

disimpulkan bahwa penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kanji et al. (2004); Mellincavage, (2008); Blazeeck (2010); Mlek, (2011); Horsley, (2012); Souto et al., (2012); Afolayan et al., (2013); Cato, (2013); dan Gosselin, (2013) yang menyatakan bahwa mahasiswa keperawatan mengalami kecemasan saat menghadapi ujian praktikum dengan berbagai tingkat kecemasan.

Pada penelitian ini responden mengalami kecemasan saat ujian praktikum mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Hal tersebut berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, bahwa mata kuliah yang paling menyebabkan kecemasan adalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.

Mata kuliah modul Keperawatan Medikal Bedah (KMB) merupakan modul yang diselenggarakan di semester empat selama 4 minggu dengan fokus bahasan meliputi asuhan keperawatan pada gangguan sistem endokrin, sistem hematologi, sistem kardiovaskuler, sistem imunologi, dan gangguan sistem pencernaaan yang diitegrasikan ke dalam konsep islami. Kegiatan modul ini meliputi kuliah interaktif, diskusi kelompok, praktikum laboratorium, dan kuliah pakar. Pembelajaran dilakukan berdasarkan problem based learning (PBL) dengan menggunakan scenario sebagai trigger untuk meningkatkan pengetahuannya (Ernawati dan Yuanita, 2015). Untuk ujian praktikum khususnya pada penyuntikan insulin menggunakan sistem dua mahasiswa saat ujian diawasi oleh satu penguji dengan waktu 15 menit.

Metode pembelajaran yang dipergunakan pada mudul atau mata kuliah ini adalah pengajaran aktif mandiri. Mahasiswa dianggap telah mampu

mencapai tingkat pengetahuan yang telah ditetapkan dalam kompetensi, tujuan dan sasaran pembelajaran modul secara aktif dan mandiri. Terkait penilaian hasil belajar mahasiswa akan disatukan menjadi nilai akhir mata kuliah atau modul, yang menjadi tingkat kelulusan mahasiswa. Penilaian hasil belajar meliputi penilaian proses, ujian praktikum dan sumatif (Ernawati dan Yuanita, 2015 tidak dipublikasikan).

Melihat penjelasan di atas serta pemaparan pada buku panduan modul Keperawatan Medikal Bedah, jadwal belajar mengajar yang teramat padat yaitu selama 4 minggu harus mampu menguasai kompetensi yang diharapkan pada modul KMB tersebut, dengan fokus bahasannya yaitu asuhan keperawatan pada gangguan sistem endokrin, sistem hematologi, sistem kardiovaskuler, sistem imunologi, dan gangguan sistem pencernaaan yang diitegrasikan ke dalam konsep islami. Kemudian beban yang harus dicapai oleh mahasiswa yang cukup berat terkait kompetensi yang telah ditentukan serta beberapa ujian praktikum dianggap baru bagi mahasiswa hal inilah yang mungkin menjadi anggapan dikalangan mahasiswa Keperawatan UIN Syaraif Hidayatullah Jakarta bahwa mata kuliah atau modul Keperawatan Medikal Bedah dianggap sebagai mata kuliah yang paling menyebabkan kecemasan yang dialami mahasiswa.

Kecemasan yang dialami responden pada penelitian ini, masuk ke dalam level kecemasan sedang. Seseorang yang mengalami kecemasan pada level ini hanya fokus pada urusan yang akan dilakukan dengan segera termasuk mempersempit pandangan perseptual tetapi masih dapat

melakukan hal lain jika menginginkan untuk melakukan hal lain tersebut (Stuart et al 2005).

Seseorang yang mengalami kecemasan pada umumnya akan mengakibatkan berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis (Videbeck, 2008). Hyman dan Pedrick (2012) mengemukakan bahwa kecemasan mempengaruhi seseorang dalam tiga hal, yaitu perubahan fisik, perubahan mental, dan perubahan perilaku. Perubahan fisik yang dialami mahasiswi saat menghadapi ujian praktikum melibatkan berbagai sistem dalam tubuh. Respon saraf utama terhadap rangsangan stres adalah pengaktifan sistem saraf simpatis generalisata dan secara bersamaan sistem simpatis mengaktifkan penguatan hormon epinefrin dari medula adrenal dan berbagai hormon lain (Stuart dan Michele, 2007; Sherwood, 2012; Stipanuk, 2013). Secara spesifik, sistem simpatis dan epinefrin meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung dan menyebabkan vasokontriksi generalisata (Sherwood, 2012). Epinefrin menyebabkan dilatasi saluran pernafasan, meningkatkan heart rate (MacDougall, 2011) dan bersama norepinefrin mengurangi aktifitas pencernaan dan menghambat pengosongan kandung kemih (Sherwood, 2012), selain meningkatkan kadar epinefrin, kecemasan juga mengaktifasi sistem CRH- ACTH-kortisol dan sistem renin-angiotensin-aldosteron pada tubuh sehingga menimbulkan gejala ketegangan fisik, perubahan sistem kardiovaskular, sistem urogenital, dan gejala gastrointestinal (Goodman, 2010; Sherwood, 2012; Bolen, 2014). Stres dan kecemasan juga meningkatkan kinerja retikular neuron dalam batang otak dan medulla

spinalis yang mengontrol fungsi vital dalam tubuh (Potter dan Perry, 2005) sehingga menyebabkan gejala somatik dan autonom. Seseorang yang mengalami kecemasan tinggi menunjukkan gejala respiratorik seperti hiper- atau hipoventilasi, semakin tinggi kecemasan semakin tinggi pula frekuensi pernafasan (Giardino et al., 2008; Homa dan Yuri, 2008).

Shin dan Israel (2010) menyebutkan bahwa kecemasan tingkat tinggi dapat meningkatkan aktivasi beberapa regional otak, seperti Cortex Prefrontal Dorsolateral bagian kanan (DLPFC) dan sulcus kiri bagian depan dan bawah serta penurunan aktivasi cortex rostral-ventral anterior cingulate yang dapat menurunkan kinerja otak. Kecemasan tingkat tinggi juga dapat menyebabkan perubahan psikologis dan gejala insomnia (Drake

et al. 2003; Branes et al., 2009) dan menurunkan Emotional Intelligence

6.1.3. Pengaruh Wudhu terhadap kecemasan saat ujian praktikum pada

Dokumen terkait