• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Wudhu terhadap kecemasan saat ujian praktikum pada mahasiswi keperawatan

HASIL PENELITIAN

6.1 Pembahasan Hasil

6.1.3. Pengaruh Wudhu terhadap kecemasan saat ujian praktikum pada mahasiswi keperawatan

Kecemasan atau ansietas merupakan salah satu masalah dalam keperawatan. Cemas atau ansietas menurut diagnosis keperawatan NANDA (2014) merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindank menghadapi ancaman. Kecemasan dapat ditangani dengan salah satu terapi non Farmakologi yaitu wudhu. Wudhu merupakan integrasi dari tehnik hidroterapi dan napas dalam yang dapat memberikan efek relaksasi. Namun pengaruh wudhu terhadap kecemasan pada mahasiswi saat menghadapi ujian praktikum dalam hal ini perlu dibuktikan.

Hasil analisa uji statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh wudhu terhadap kecemasan saat menghadapi ujian praktikum pada mahasiswi keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan (p<0,001) atau p < (α). Selama proses intervensi wudhu responden mengalirkan atau membasuh tubuh dengan media air yang termasasuk anggota wudhu. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa berwudhu menggunakan media air (hidroterapi) dengan mengalirkan air tersebut ke bagian tubuh tertentu dan mengenai rambut dan kulit yang termasuk anggota tubuh dalam wudhu (Muslimah, 2014). Penggunaan hidroterapi

untuk penanganan kecemasan sejalan dengan penelitian Pranata et al

(2014) yang menyatakan hidroterapi meningkatkan relaksasi pada tubuh, sehingga mampu menurunkan intensitas kecemasan seseorang.

Penelitian yang dilakukan Pranata et al (2014) membahas pengaruh hidoterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di desa sumbersari kecamatan maesan kabupaten bondowoso tahun 2014. Meskipun menghasilkan kesimpulan yang sama, ada beberapa hal yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Pranata

et al (2014), diantaranya selain responden yang digunakan adalah lansia angka signifikansi perubahan kecemasanpun (p=0,021), jenis hidroterapi yang digunakan yaitu hidroterapi (rendam kaki air hangat). Sedangkan pada penelitian ini jenis hidroterapi yang digunakan adalah wudhu, responden penelitian ini adalah mahasiswi yang diajarkan satu kali pelatihan wudhu, menghasilkan angka signifikansi lebih rendah (p=0,000).

Pada saat proses intervensi wudhu air yang digunakan responden merupakan air yang keluar dari perut bumi menggunakan kran air. Hal ini sesuai dengan teori bahwa air yang boleh digunakan untuk berwudhu haruslah air yang termasuk kategori air suci yang mensucikan. Secara ringkas air yang sah untuk bersuci ada dua macam, yaitu air turun dari langit dan air keluar dari perut bumi (Kardjono, 2009).

Sejak zaman dahulu manusia sebetulnya sudah mengetahui khasiat air walaupun belum didukung penelitian. Menurut Stevenson (2007) dalam Pranata et al (2014), hidroterapi memiliki efek relaksasi bagi tubuh, karena

mampu merangsang pengeluaran hormon endorphin dalam tubuh dan menekan hormon adrenalin.

Wudhu juga akan memberikan efek sejuk secara langsung pada kepala yang akan terus mengalirkan rasa sejuk sampai pada seseorang yang melakukannya, sehingga pikiran bisa menjadi tenang. Dengan pikiran tenang, seseorang lebih mampu untuk mengonsentrasikan pikirannya. Air wudhu yang sifatnya mendinginkan ujung-ujung saraf tangan dan jari-jari kaki memiliki pengaruh untuk memantapkan konsentrasi pikiran (Kardjono, 2009).

Selain itu, ditinjau dari ilmu Akupuntur, pada anggota tubuh yang terkena basuhan wudhu terdapat ratusan titik akupuntur yang bersifat reseptor terhadap stimulus berupa basuhan, gosokan, usapan, atau pijatan ketika melakukan wudhu. Stimulus tersebut akan dihantarkan melalui jaringan menuju sel, organ, dan system organ yang bersifat terapi. Hal ini terjadi karena adanya system saraf dan hormone bekerja untuk menciptakan homeostasis (keseimbangan) dalam tubuh (Bantanie, 2010).

Dasar kewajiban berwudhu diterangkan dalam surat Al-Maidah ayat 6 yang artinya “Hai Orang-orang beriman! Jika kamu hendak berdiri melakukan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai kesiku, lalu sapulah kepalamu dan basuh kakimu hingga dua-mata kaki”. Allah menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Serta Rasululah barkata melalui hadistnya “Dari Abu Huraira r.a. Bahwa Rasulullah bersabda:

“Maukah saya tunjukkan kepadamu hal-hal dengan nama Allah

Rasulullah”, ujar mereka. “Meyempurnakan wudhu menghadapi segala

kesusahan, dan sering melangkah menuju masjid, serta menunggu shalat demi shalat. Nah itulah dia perjuangan. Perjuangan sekali lagi

perjuangan!” (H.r. Malik, Muslim, Turmudzi dan Nasa`i).

Sebagaimana yang dijelaskan dengan dalil diatas menerangkan wudhu merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah. Seseorang yang telah dekat kepada Allah maka hidupnya akan berjalan indah, damai, berkah dan bahagia. Tidak akan ada masalah apapun yang membuat dirinya risau . Karena merasa yakin Allah SWT senantiasa bersamanya (Bantanie, 2010).

Intervensi wudhu yang dilakukan oleh responden, selain mengandung unsur hidroterapi, juga memuat unsur relaksasi, sehingga ketika melakukan wudhu, responden juga melakukan proses relaksasi yaitu dengan teknik napas dalam pada saat membaca niat sebelum wudhu dan berdo`a setelah wudhu yang dilakukan dengan ikhas karena Allah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wudhu yang diintegrasikan dengan relaksasi napas dalam sebagai satu rangkaian saat intervensi dapat menurunkan kecemasan mahasiswi saat menghadapi ujian praktikum dengan signifikan (p=0.000). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ghofur dan Eko (2007) mengemukakan hasil dalam penelitiannya tentang pengaruh tehnik napas dalam terhadap kecemasan pada ibu persalinan kala I yang menemukan adanya perbedaan yang signifikan (p=0.000) antara kecemasan sebelum dan setelah pelakuan. Seperti halnya relaksasi, tehnik napas dalam dapat mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, menurunkan frekuensi jantung dan tekanan darah, mengurangi konsumsi oksigen, dan

meningkatkan fungsi pernafasan dan sistem kardiovaskular (Brody dan Paula, 2009; Seaward, 2012). Tehnik napas dalam disebut juga tehnik pernafasan diafragma (difraghmatic breathing) yaitu dengan mengurangi frekuensi nafas menjadi 4-6 kali permenit (Seaward, 2012).

Pada penelitian inipun mengintegrasikan keislaman dengan keilmuan keperawatan. Hal tersebut diKarena kecemasan merupakan salah satu masalah dalam keperawatan yang perlu ditangani, salah satunya dengan terapi non farmakologi wudhu ini. Wudhu merupakan salah satu terapi non farmakologi melalui pendekatan islami yang mengintegrasikan realaksasi napas dalam dan hidroterapi (Muslimah, 2014). Dari penjelasan tersebutlah membuktikan terapi non farmakologi dengan pendekatan Islami contohnya seperti wudhu dapat digunakan sebagai intervensi dalam menangani masalah keperawatan seperti cemas..

Penerapan model integrasi keislaman dan dengan keilmuan keperawatan terdapat pada Institusi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi lokasi dan mahasiswinya menjadi responden pada penelitian ini.

Visi dari institusi pendidikan Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu menjadikan program studi ilmu Keperawatan sebagai program studi terkemuka dalam mengintegrasikan aspek keilmuan, keislaman dan keindonesiaan. Disinilah terlihat bahwa sangatlah tepat jika penelitian terkait pendekatan keislaman dan keilmuan keperawatan salah satunya yaitu pada hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menangani kecemasan pada mahsiswa. Ketika model pengintegrasian

keislaman dan keilmuan keperawatan berhasil diterapkan maka mahasiswa dalam hal ini mahasiswa memiliki modal dasar sebagai calon perawat yaitu keislaman dan keperawatan yang nantinya mampu menangani masalah pelayanan kesehatan melalui pendekatan islami (Ernawati, 2014 tidak dipublikasikan).

Dokumen terkait