• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Gambaran Keuangan PT. SMART Tbk

Pada tahun 2009, PT. SMART, Tbk dan anak perusahaannya (“Perseroan”) telah mencapai pendapatan usaha sebesar Rp 14,20 triliun,

EBITDA sebesar Rp 1,47 triliun dan laba bersih sebesar Rp 748 milyar. Perseroan ini beroperasi dengan rasio pinjaman bersih terhadap ekuitas yang sehat yaitu sebesar 0,57 kali pada akhir tahun 2009.

Pendapatan usaha PT. SMART, Tbk sebagian besar berasal dari penjualan produk – produk berbasis CPO dan PK, serta produk – produk turunannya, seperti minyak goreng, margarin dan shortening. Sementara itu, selama tahun 2009 total pendapatan usaha dari perusahaan ini menurun sebesar 12% menjadi Rp 14,20 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 16,10 triliun. Hal ini dikarenakan menurunnya harga pasar rata-rata untuk produk CPO, yang juga diimbangi oleh peningkatan kuantitas penjualan dari produk tersebut.

Sebagian besar penjualan berasal dari pasar ekspor. Sekitar 71% dari jumlah pendapatan selama tahun 2009 merupakan penjualan ke luar Indonesia, meningkat dari sebelumnya 67% pada tahun 2008. Pendapatan dari produk penyulingan tidak bermerek menurun menjadi Rp 4,28 triliun dibandingkan dengan Rp 4,53 triliun pada tahun 2008. Pendapatan dari produk bermerek, yang terdiri dari minyak goreng dan margarin adalah sebesar Rp 1,59 triliun, memberikan kontribusi 11% dari total penjualan tahun 2009.

Beban pokok penjualan terdiri dari beban bahan baku, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan dan beban tidak langsung lainnya. Beban pokok penjualan pada tahun 2009 adalah Rp 12,48 triliun, hampir sama dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 12,34 triliun. Hal ini dipengaruhi oleh beban

pemupukan yang lebih tinggi dan meningkatnya kuantitas pembelian CPO, diimbangi oleh turunnya harga pasar CPO. Kuantitas pembelian CPO yang lebih tinggi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pabrik penyulingan baru kami di Tarjun yangmulai beroperasi secara penuh. Sementara itu, harga pupuk di tahun 2009 masih tetap tinggi karena pembelian di muka yang dilakukan tahun sebelumnya.

Beban usaha terdiri dari beban penjualan serta beban umum dan administrasi. Beban penjualan terutama adalah pungutan ekspor, beban transportasi, gaji dan tunjangan, serta iklan dan promosi. Beban umum dan administrasi terutama terdiri dari beban gaji dan tunjangan, sewa, perjalanan, penyusutan dan alokasi dari jasa pengelolaan dan komisi. Jasa pengelolaan dan komisi adalah pendapatan jasa dari perusahaan afiliasi, di mana Perseroan menyediakan jasa yang terkait dengan pengelolaan perkebunan, akuntansi dan keuangan serta teknologi informasi. Selama tahun 2009, beban penjualan menurun secara signifikan sebesar 68% menjadi Rp 442 milyar dari Rp 1,36 triliun pada tahun sebelumnya, disebabkan oleh menurunnya pungutan ekspor. Beban umum dan administrasi juga menurun menjadi Rp 165milyar pada tahun 2009 dari Rp 258 milyar pada tahun 2008, terutama karena meningkatnya pendapatan jasa pengelolaan dan komisi, yang sebagian diimbangi dengan meningkatnya beban gaji dan tunjangan karyawan sebagai dampak dari bertambahnya jumlah karyawan Perseroan.

Laba usaha tahun 2009 menurun 48% menjadi Rp 1,11 triliun dari Rp 2,14 triliun pada tahun sebelumnya, seiring dengan penurunan laba kotor

sebesar 54% menjadi Rp 1,72 triliun dari Rp 3,76 triliun pada tahun sebelumnya. Sebagai dampak dari turunnya laba usaha, EBITDA Perseroan selama tahun 2009 menurun menjadi Rp 1,47 triliun, atau 39% lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp 2,42 triliun.

Penghasilan atau beban lain-lain terutama terdiri dari beban keuangan dan laba atau rugi selisih kurs. Pada tahun 2009, beban lain-lain menurun menjadi Rp 117 milyar dari Rp 662 milyar di tahun 2008, terutama karena meningkatnya beban keuangan, yang sebagian diimbangi dengan laba selisih kurs. Beban keuangan meningkat sebesar Rp 62 milyar, seiring dengan meningkatnya nilai pinjaman dan tingkat bunga yang terkait. Laba selisih kurs tercatat sebesar Rp 216 milyar pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2008, Perseroan mencatat rugi selisih kurs sebesar Rp 456 milyar. Hal ini merupakan dampak dari menguatnya Rupiah terhadap dolar AS yang menghasilkan laba dari translasi atas posisi bersih kewajiban dalam dolar AS ke Rupiah. Rupiah menguat dari Rp 10.950 per dolar AS pada 31 Desember 2008 menjadi Rp 9.400 per dolar AS pada 31 Desember 2009.

Laba bersih Perseroan menunjukkan penurunan sebesar 28% menjadi Rp 748 milyar dari Rp 1,05 triliun di tahun sebelumnya. Laba per saham untuk tahun 2009 adalah sebesar Rp 261.

Jumlah aktiva Perseroan pada akhir 2009 adalah sebesar Rp 10,21 triliun, sedikit lebih tinggi sebesar 2% dari tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 10,03 triliun. Aktiva lancar tercatat sebesar Rp 4,35 triliun pada akhirtahun 2009, turun 8% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 4,71 triliun,

terutama disebabkan oleh pencairan investasi jangka pendek diimbangi dengan meningkatnya nilai piutang usaha dan persediaan.

Pada akhir 2009, piutang usaha adalah sebesar Rp 1,07 triliun. Lebih dari 96% saldo piutang usaha ini jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu bulan. Aktiva tidak lancar meningkat sebesar 10% menjadi Rp 5,86 triliun pada akhir 2009 dari Rp 5,32 triliun pada tahun 2008. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh perluasan perkebunan kelapa sawit sekitar 5.700 hektar, pembangunan sebuah pabrik pengolahan kelapa sawit dan sebuah pabrik pengolahan inti sawit di Kalimantan, serta pembangunan sebuah pabrik penyulingan di Jakarta.

Pada akhir tahun 2009, jumlah kewajiban Perseroan relatif sama dengan tahun sebelumnya, yaitu Rp 5,26 triliun dibandingkan Rp 5,25 triliun pada tahun 2008. Sebagian besar pinjaman perusahaan adalah dalam mata uang dolar AS. Nilai kewajiban lancar dan tidak lancar juga relatif sama dengan tahun lalu, masing-masing sebesar Rp 2,75 triliun danRp 2,51 triliun pada akhir tahun 2009 serta Rp 2,73 triliundan Rp 2,51 triliun pada akhir tahun 2008.

Nilai ekuitas meningkat sebesar 4% menjadi Rp 4,80 triliun dari Rp 4,62 triliun pada tahun sebelumnya. Laba ditahan Perseroan mencapai Rp 2,35 triliun pada akhir tahun 2009, meningkat sebesar 11% dari tahun sebelumnya, dengan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp 748 milyar dan setelah dikurangi dengan pembagian dividen sebesarRp 517 milyar pada tanggal 16 Juli 2009 terhadap laba tahun 2008.

Selama tahun berjalan, SMART telah berhasil melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit seluas 5.700 hektar serta menyelesaikan pembangunan sebuah pabrik pengolahan kelapa sawit berkapasitas 200.000 ton per tahun di Kalimantan Timur dan sebuah pabrik pengolahan inti sawit berkapasitas 90.000 ton per tahun di Kalimantan Selatan. Satu pabrik penyulingan di Jakarta dengan kapasitas 240.000 ton per tahun masih dalam proses pembangunan.

Per tanggal 31 Desember 2009, Perseroan memiliki beberapa perjanjian dengan para pemasok dan kontraktor sehubungan dengan pembangunan dan penyelesaian pabrik pengolahan kelapa sawit, pabrik pengolahan inti sawit, bulking serta pabrik penyulingan di Kalimantan dan Jakarta. Komitmen ini keseluruhan bernilai sekitar Rp 164 milyar dan US$ 15,6 juta.

Tahun 2010

PT.SMART. Tbk mencapai rekor kinerja keuangan. Dengan nilai penjualan bersih mencapai Rp 20,27 triliun, Perseroan mencatat EBITDA sebesar Rp 2,15 triliun dan laba bersih sebesar Rp 1,26 triliun. Posisi keuangan tetap sehat dengan rasio pinjaman bersih terhadap ekuitas sebesar 0,69 kali pada akhir tahun 2010, memberikan dasar yang kuat bagi pertumbuhan perseroan di masa mendatang.

Sebagian besar penjualan berasal dari produk-produk berbasis CPO dan PK, serta produk-produk turunannya, seperti minyak goreng, margarin dan shortening. Penjualan bersih tumbuh sebesar 43% dan mencapai rekor

tertinggi sepanjang sejarah Perseroan yaitu sebesar Rp 20,27 triliun. Pertumbuhanyang pesat ini didukung oleh meningkatnya harga CPO serta volume penjualan selama tahun berjalan.

Penjualan untuk pasar ekspor, sekitar 81% dari jumlah penjualan bersih selama tahun 2010 merupakan penjualan ke luar Indonesia, meningkat dari sebelumnya 71% pada tahun 2009.Penjualan produk turunan curah meningkat menjadi Rp 5,80 triliun dibandingkan dengan Rp 4,28 triliun pada tahun 2009. Penjualan produk bermerek, yang terdiri dari minyak goreng dan margarin, adalah sebesar Rp 2,04 triliun, memberikan kontribusi 10% dari jumlah penjualan bersih pada tahun 2010.

Beban pokok penjualan terdiri dari bahan baku yang digunakan, beban pemupukan, pemeliharaan, pemanenan dan bebantidak langsung lainnya. Beban pokok penjualan pada tahun 2010 meningkat sebesar 37% menjadi Rp 17,13 triliun, terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beli dan volume bahan baku yang digunakan, seiring dengan meningkatnya penjualan yang tercatat selama tahun berjalan.

Beban usaha terdiri dari beban penjualan serta beban umum dan administrasi. Beban penjualan terutama adalah pungutan ekspor, beban transportasi, gaji dan tunjangan, serta iklan dan promosi. Beban umum dan administrasi terutama terdiri dari beban gaji dan tunjangan, sewa, perjalanan, penyusutan dan alokasi dari jasa pengelolaan dan komisi. Jasa pengelolaan dan komisi adalah pendapatan jasa dari perusahaan afiliasi, di mana Perseroan

menyediakan jasa yang terkait dengan pengelolaan perkebunan, penjualan, akuntansi dan keuangan serta teknologi informasi.

Pada tahun 2010, beban penjualan berlipat ganda menjadi Rp 1,47 triliun dari Rp 606 milyar tahun lalu, terutama disebabkan oleh beban penjualan yang meningkat secara signifikan dari Rp 442 milyar menjadi Rp 1,10 triliun di tahun 2010.Beban penjualan yang meningkat terutama disebabkan oleh beban pungutan ekspor yang lebih tinggi sebagai akibat dari meningkatnya tarif pungutan ekspor sejalan dengan meningkatnya harga pasar internasional CPO selama tahun berjalan. Beban umum dan administrasi meningkat sebesar 126% menjadi Rp 372 milyar pada tahun 2010, terutama disebabkan oleh meningkatnya beban gaji dan beban yang terkait sebagai dampak dari bertambahnya jumlah karyawan Perseroan serta menurunnya pendapatan manajemen dan komisi.

Laba usaha Perseroan pada tahun 2010 sebesar Rp 1,67 triliun, 50% lebih tinggi dari tahun sebelumnya, seiring dengan meningkatnya laba kotor menjadi Rp 3,14 triliun dari Rp 1,72 triliun tahun lalu. Sebagai dampak dari naiknya laba usaha, EBITDA Perseroan selama tahun 2010 menguat menjadi Rp 2,15 triliun, atau 47% lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1,47 triliun.

Penghasilan atau beban lain-lain terutama terdiri dari beban keuangan, laba selisih kurs dan lain-lain.Pada tahun 2010, beban lain-lain menurun menjadi Rp 13 milyardari Rp 117 milyar pada tahun 2009, terutama karena turunnya beban keuangan dan adanya pendapatan lain-lain. Meskipun nilai

pinjaman bank meningkat, beban keuangan mengalami penurunan sebesar Rp 34 milyar, sebagai hasil dari tingkat bunga yang lebih rendah.

Laba bersih Perseroan menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar 68% menjadi Rp 1,26 triliun pada tahun 2010, dari Rp 748 milyar ditahun sebelumnya. Laba per saham untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp 439. Jumlah aset Perseroan meningkat sebesar Rp 2,27 triliun atau 22%, mencapai Rp 12,48 triliun per tanggal 31 Desember 2010. Aset lancar tercatat sebesar Rp 6,27 triliun pada akhir tahun 2010, naik 37% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 4,59 triliun. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya nilai piutang usaha, uang muka pembelian dan persediaan.

Pada akhir tahun 2010, piutang usaha adalah sebesar Rp 1,92 triliun. Hampir 99% dari saldo piutang usaha ini jatuh tempo dalam waktu kurang dari tiga bulan. Meningkatnya piutang usaha, uang muka pembelian dan persediaan ini terkait dengan naiknya harga pasar CPO dan sejalan dengan meningkatnya penjualan Perseroan. Aset tidak lancar meningkat sebesar 10% menjadi Rp 6,21 triliun pada akhir tahun 2010 dari Rp 5,62 triliun pada tahun 2009. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh pembangunan sebuah pabrik pengolahan kelapa sawit, penambahan kapasitas pabrik pengolahan inti sawit di Kalimantan, serta pembangunan sebuah pabrik hilir kelapa sawit di Jawa Barat.

Pada akhir tahun 2010, jumlah kewajiban Perseroan meningkatsebesar Rp 1,24 triliun menjadi Rp 6,50 triliun pada tanggal31 Desember 2010, terutama disebabkan oleh meningkatnyakewajiban lancar. Kewajiban lancar

tercatat sebesar Rp 4,11 triliun,48% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 2,77 triliun.Sementara kewajiban tidak lancar tercatat Rp 2,39 triliun, 4% lebihrendah dari saldo tahun lalu.

Meningkatnya kewajiban lancarterutama disebabkan oleh penambahan pinjaman jangka pendekuntuk keperluan modal kerja.Jumlah pinjaman (jangka pendek dan panjang) meningkatmenjadi Rp 3,18 triliun dari Rp 2,35 triliun tahun sebelumnya.

Nilai ekuitas meningkat sebesar 22% menjadi Rp 5,83 triliun dariRp 4,80 triliun pada tahun sebelumnya. Laba ditahan Perseroanmencapai Rp 3,40 triliun pada akhir tahun 2010, meningkatsebesar 44% dari tahun sebelumnya, dengan laba bersih tahunberjalan sebesar Rp 1,26 triliun dan setelah dikurangi denganpembagian dividen sebesar Rp 215 milyar pada tanggal 19 Juli2010 terhadap laba tahun 2009.

Selama tahun berjalan,perusahaan berhasil melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit seluas 3.600 hektar, menyelesaikanpembangunan sebuah pabrik hilir kelapa sawit di Jawa Baratdengan kapasitas 240.000 ton per tahun dan menambah kapasitas pabrik pengolahan inti sawit sebesar 90.000 ton per tahun.

Per tanggal 31 Desember 2010, Perseroan memiliki beberapa perjanjian dengan param pemasok dan kontraktor sehubungandengan pembangunan dan penyelesaian pabrik pengolahankelapa sawit, tanki penyimpanan serta pabrik hilir kelapa sawit diKalimantan dan Jawa. Komitmen ini keseluruhan bernilai

sekitarRp 113 milyar dan AS$ 15 juta.Kebijakan pembagian dividen tergantung pada:

a. hasil operasi, arus kas dan posisi keuangan b. prospek industri dan rencana belanja modal c. jadwal pembayaran pinjaman

d. penerimaan dividen dari anak-anak perusahaan

e. faktor-faktor lain yang dianggap relevan oleh Direksi, DewanKomisaris dan para pemegang saham

Untuk tahun 2009, Perseroan telah membagikan dividensebesar Rp 75 per saham. Dividen ini dibayarkan kepadapara pemegang saham pada tanggal 19 Juli 2010. PadaRapat Umum Pemegang Saham Tahunan 2011 yang akandatang, manajemen akan mengusulkan kepada pemegangsaham untuk menyetujui pembagian dividen sebesarRp 150 per saham.

Tahun 2011

Pada tahun 2011 diakhiri dengan kinerja yang luar biasa dan 2012 dimulai dengan pandangan yang optimis akan industriminyak sawit, meskipun kondisi ekonomi tidak stabil dinegara-negara Barat tetap berlanjut. Fundamental industriminyak sawit tetap kuat didukung oleh permintaan yangbesar atas minyak nabati untuk keperluan pangan danpenggunaan alternatif, dikombinasikan dengan terbatasnyapertumbuhan pasokan global.

Selama tahun 2011, SMART memanenlebih dari 2,7 juta ton TBS, termasuk darikebun plasma, 12% lebih tinggi dari tahunsebelumnya.

Rata-rata tingkat hasil TBS perhektar juga meningkat menjadi 21,9 ton perhektar dari 19,8 ton per hektar tahun lalu.Seluruh TBS yang dipanen diolah di fasilitaspengolahan perusahaan, yang letaknya strategisdekat dengan lokasi perkebunan, untukmenghasilkan CPO dan PK.

Selama tahun berjalan, pabrik pengolahanmenghasilkan 709.000 ton CPO dan158.000 ton PK. Produksi ini lebih tinggimasing-masing 13% dibandingkan tahun2010. Pada tahun 2011, tingkat ekstraksiCPO mencapai 23,22%, sedangkan tingkatekstraksi PK adalah 5,17%, keduanya lebihtinggi dibandingkan dengan tahun 2010.

PT.SMART. Tbk menunjukkan kinerja keuanganyang sangat baik pada tahun 2011. Denganpenjualan bersih mencapai Rp 31,68 triliun,Perseroan mencatat EBITDA sebesar Rp 2,96triliun dan laba yang diatribusikan kepadapemilik entitas induk sebesar Rp 1,79 triliun.

Posisi keuangan tetap sehat dengan rasiopinjaman bersih terhadap ekuitas sebesar0,59 kali pada akhir tahun 2011, memberikandasar yang kuat bagi pertumbuhan Perseroandi masa mendatang.Sebagian besar penjualan kami berasal dariproduk-produk berbasis CPO dan PK, sertaproduk-produk turunannya, seperti minyakgoreng, margarin dan shortening.

Penjualan bersih meningkat sebesar 56% dan mencapairekor tertinggi sepanjang sejarah Perseroanyaitu sebesar Rp 31,68 triliun. Pertumbuhanyang pesat ini didukung oleh meningkatnyaharga CPO serta volume penjualan selamatahun berjalan. Sebagian besar penjualan untuk pasar ekspor. Sekitar 83% darijumlah penjualan bersih selama tahun 2011merupakan penjualan ke

luar Indonesia,meningkat dari sebelumnya 81% pada tahun2010.Penjualan produk turunan curah meningkatmenjadi Rp 8,76 triliun dibandingkan denganRp 5,80 triliun pada tahun 2010. Penjualanproduk bermerek, yang terdiri dari minyakgoreng dan margarin, adalah sebesar Rp 3,01triliun, memberikan kontribusi 10% darijumlah penjualan bersih pada tahun 2011.

Beban pokok penjualan terdiri dari bahan baku yang digunakan, beban pemupukan,pemeliharaan, beban panen dan bebantidak langsung lainnya. Beban pokok penjualan pada tahun2011 meningkat sebesar 41% menjadi Rp 24,15 triliun, terutamadisebabkan oleh meningkatnya harga beli dan volume bahanbaku yang digunakan, seiring dengan meningkatnya penjualanyang tercatat selama tahun berjalan.

Beban usaha terdiri dari beban penjualan serta beban umumdan administrasi. Beban penjualan terutama adalah pajakekspor, ongkos angkut dan pengiriman, iklan dan promosi,serta gaji, upah dan kesejahteraan karyawan. Beban umumdan administrasi terutama terdiri dari beban gaji, upah dankesejahteraan karyawan, perjalanan dinas, jasa profesional,pemeliharaan dan perbaikan, penyusutan dan alokasi dari jasapengelolaan dan komisi. Jasa pengelolaan dan komisi adalahpendapatan jasa dari perusahaan afiliasi, di mana Perseroanmenyediakan jasa seperti penyediaan sumber daya manusia,akuntansi dan pajak, komputer (perangkat keras dan lunak),transaksi penjualan dan pembelian serta jasa terkait lainnya.

Pada tahun 2011, beban usaha meningkat lebih dari tiga kali lipatmenjadi Rp 5,05 triliun dari Rp 1,47 triliun tahun sebelumnya,terutama

disebabkan oleh beban penjualan yang meningkatsecara signifikan menjadi Rp 4,70 triliun dari Rp 1,10 triliun.Beban penjualan yang meningkat terutama disebabkan olehpajak ekspor yang lebih tinggi sebagai akibat dari meningkatnyatarif pajak ekspor sejalan dengan meningkatnya harga pasarinternasional CPO selama tahun berjalan. Beban umum danadministrasi menurun sebesar 6% menjadi Rp 350 milyar padatahun 2011, terutama disebabkan oleh meningkatnya alokasidari jasa pengelolaan dan komisi.

Laba usaha Perseroan tahun 2011 sebesar Rp 2,47 triliun,48% lebih tinggi dari tahun sebelumnya, seiring denganmeningkatnya laba kotor menjadi Rp 7,52 triliun dari Rp 3,14triliun tahun lalu.Sejalan dengan meningkatnya laba usaha, EBITDA Perseroanselama tahun 2011 menguat menjadi Rp 2,96 triliun, 38% lebihtinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp 2,15 triliun.

Penghasilan atau beban lain-lain terutama terdiri dari bebanbunga dan keuangan lainnya, laba selisih kurs - bersih dan lain bersih.Beban lain-lain meningkat menjadi Rp 85 milyar di tahun 2011dari Rp 13 milyar pada tahun 2010, terutama karena turunnyalaba selisih kurs.

Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Perseroan menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar42% menjadi Rp 1,79 triliun pada tahun 2011, dari Rp 1,26triliun di tahun sebelumnya. Labaper saham dasar untuk tahun 2011adalah sebesar Rp 621.

Jumlah aset Perseroan meningkatsebesar Rp 2,25 triliun atau 18%,mencapai Rp 14,72 triliun pertanggal 31 Desember 2011.Aset lancar tercatat sebesar Rp 7,96triliun pada akhir tahun 2011, naik27% dari tahun

sebelumnya sebesarRp 6,24 triliun. Peningkatan tersebutdisebabkan oleh meningkatnyanilai piutang usaha, kas dan setarakas serta persediaan. Pada akhirtahun 2011, piutang usaha adalahsebesar Rp 3,26 triliun. Hampir 98%dari saldo piutang usaha ini jatuhtempo dalam waktu kurang dari tigabulan. Meningkatnya piutang usahaterkait dengan peningkatan hargapasar CPO yang sejalan denganmeningkatnya penjualan Perseroan.Aset tidak lancar meningkat sebesar8% menjadi Rp 6,76 triliun pada akhirtahun 2011 dari Rp 6,24 triliun padatahun 2010. Peningkatan tersebut terutama disebabkan olehpenambahan fasilitas pada pabrik hilir kelapa sawit di Marunda,Jawa Barat dan Tarjun, Kalimantan Selatan.

Pada tanggal 31 Desember 2011, jumlah liabilitas Perseroan meningkat sebesar Rp 886 milyar menjadi Rp 7,39 triliun,terutama disebabkan oleh meningkatnya liabilitas jangkapanjang. Liabilitas jangka panjang tercatat sebesar Rp 3,12triliun, 30% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesarRp 2,39 triliun. Sementara liabilitas jangka pendek tercatatsebesar Rp 4,27 triliun, 4% lebih tinggi dari saldo tahun lalu.Meningkatnya liabilitas jangka panjang terutama disebabkanoleh penambahan utang pemegang saham.

Jumlah ekuitas pada akhir tahun 2011 mencapai Rp 7,34 triliun dari Rp 5,83 triliun pada tahun 2010. Laba ditahan Perseroanmencapai Rp 4,89 triliun pada akhir tahun 2011, meningkatsebesar 44% dari tahun sebelumnya, dengan jumlah labakomprehensif tahun berjalan sebesar Rp 1,79 triliun dan setelahdikurangi dengan pembagian dividen sebesar Rp 431 milyarpada tanggal 26 Juli 2011 terhadap laba tahun 2010. Tahun 2011, PT Purimas

Sasmitameningkatkan kepemilikannya diPerseroan menjadi 97,20% dari 95,21%pada awal tahun.

Untuk tahun 2010, Perseroan telah membagikan dividensebesar Rp 150 per saham. Dividen ini dibayarkan kepadapara pemegang saham pada tanggal 26 Juli 2011. PadaRapat Umum Pemegang Saham Tahunan 2012 yang akandatang, manajemen akan mengusulkan kepada pemegangsaham untuk menyetujui pembagian dividen sebesarRp 200 per saham.

Selama tahun berjalan, SMART telah berhasil melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit seluas 900 hektar dan menambahfasilitas di pabrik hilir yang berlokasi di Jawa danKalimantan.Per tanggal 31 Desember 2011,

Perseroan memiliki beberapaperjanjian dengan para pemasok dan kontraktor sehubungandengan pembangunan dan penyelesaian pabrik pengolahankelapa sawit dan pabrik hilir di Kalimantan, Jawa, dan Sumatra.

4.3. Perhitungan Analisis Rasio dan Kinerja Keuangan PT. SMART, Tbk

Dokumen terkait