Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hepopmitis dan pneuomina berulang. Batuk padabronkiektasis memiliki ciri antara lain batuk produktif yang berlangsung lamadan frekuensi mirip dengan bronkitis kronik.jika terjadi karena infeksi, warnasputum akan menjadi purulen dan dapat memberikan bau tidak sedap padamulut. Pada kasus yang sudah berat, sputum disertai
dengan nanah dan jaringan nekrosis bronkus. Pada sebagian bedaar pasien juga ditemukandipsneu dengan tambahan suara wheezing akibat adanya obstruki bronkus.
Demam berulang juga dapat dirasakan pasien karena adanya infeksi berulang yang sifatnya kronik. Hemoptisis juga dapat terlihat pada sebagian besar kasus, hal ini disebabkan adanya destruksi mukosa bronkus yang mengenaipembuluh darah. Pada bronkiektasis kering, hemoptisis terjadi tanpa disertaidengan batuk dan pengeluaran dahak. Hal ini biasanya terjadi padabrokiektasis yang menyerang mukosa bronkus bagian lobus atas paru. Bagianini memiliki drainase yang baik sehingga sputum tiadk pernah menumpukpada bagian ini.
Pada pemeriksaan fisik daat ditemukan sianosis dan jari tabuh. Padakeadaan yang lebih parah dapat dilihat tanda-tanda kor pulmonal. Kelainanparu yang lain dapat ditemukan tergantung dari tempat kelainan yang terjadi.Pada bronkiektasis biasanya ditemukan tergantung dari tempat kalainan yangterjadi. Pada Bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah paru yang jelaspada bagian lobus bawah paru dan ini hilang setelah melakukan drainasepostural. Dapat dilihat pulan retraksi dinding dada dan berkurang gerakandinding dada pada paru yang terkena serta terjadi pergeseran mediastinum kearah yang terkena.
5. Patologi
Infeksi merusakkan dinding bronkial, sehingga akan menyebabkan hilangnya struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan mengobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial, pada kondisi ini timbullah saccular bronchiectasis. Setiap kali dilatasi, sputum kental akan berkumpul dan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru. Lobus bawah merupakan area yang paling sering terkena.
Retensi dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan kolaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan
fungsi dari jaringan paru. Pada saat ini kondisi klien berkembang ke arah insufisiensi pernapasan yang ditandai dengan menurunnya kapasitas vital (vital capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terhadap kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas di mana gas inspirasi saling bercampur (ventilasi-perfusi imbalance) dan juga terjadi hipoksemia.
6. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mendapatkan informasi tentang keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat pribadi, dan riwayat pengobatan
2. Pemeriksan Klinik a) Radiografi b) Ultrasonografi c) CT Scan Dada d) Pemeriksaan Lab 3. Pemeriksaan Fisik
A Pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan darah) B Pemeriksaan gerakan dasar (aktif, pasif, isometrik)
C Pemeriksaan nyeri dada D Pemeriksaan spirometer
7. Evaluasi
1) Pengukuran Objektif a. Sesak napas
b. Retensi sputum
c. Antropometri sangkar thoraks d. Integritas otot bantu pernafaan e. Daya tahan jantung paru 2) Outcome Measure
a. Antropometri sangkar thoraks b. Borg scale
8. Diagnosis Fisioterapi
1) Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD 2) Problematik actual dan Potensial yang dijumpai
a. Keterbatasan Aktivitas : Berjalan jauh, Melakukan pekerjaan rumah b. Struktur & Fungsi Tubuh :
(1) Adanya sesak napas
(2) Adanya penurunan ekspansi thoraks
(3) Adanya spasme pada musculus upper trapezius dan sternocleidomastoideus.
(4) Penurunan kapasitas paru (5) Nyeri dada
c. Keterbatasan Partisipasi : Berolahraga, Berkebun
9. Prognosis Fungsional
Prognosis baik jika ditangani dengan cepat tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi. Dan apabila tidak dapat ditangani dengan cepat akan menimbulkan komplikasi yang lebih berat pada jalan napas.
10. Intervensi.
1) ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability target, dan Environment Target)
a. Mengembalikan kemampuan fungsional dengan meningkatkan dan mempertahankan kekuatan serta daya tahan jantung paru.
b. Meningkatkan ventilasi.
c. Relaksasi lokal pada daerah dada dan punggung juga untuk memperbaiki sirkulasi darah
d. Memperbaiki ventilasi udara, melatih pernapasan diafragma, dan menjaga ekspansi thorak
e. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan thoracal spine.
f. Meningkatkan toleransi aktifitas
g. Menjaga mobilitas anggota gerak atas (pencegahan keterbatasan gerak)
A. Mengembalikan kemampuan fungsional dengan meningkatkan dan mempertahankan kekuatan serta daya tahan jantung paru (Aerobic Exercise)
B. Meningkatkan ventilasi (Breathing Control, Breathing Exercise, Aerobic Exercise)
C. Relaksasi lokal pada daerah dada dan punggung juga untuk memperbaiki sirkulasi darah (Massage, Heating, Stretching)
D. Memperbaiki ventilasi udara, melatih pernapasan diafragma, dan menjaga ekspansi thorak (Breathing Technique)
E. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan thoracal spine (Thoracic Expansion Exerccise)
F. Meningkatkan toleransi aktifitas (Aerobic Exercise)
G Menjaga mobilitas anggota gerak atas (pencegahan keterbatasan gerak (Active Exercise)
10. EMPHYSEMA
1. Defenisi
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Emfisema adalah suatu penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan pernafasan yang pendek yang disebabkan oleh kesulitan untuk menghembuskan seluruh udara keluar dari paru-paru karena tekanan udara yang berlebihan dari kantung udara di dalam paru-paru (alveoli). Normalnya ketika bernafas, alveoli mengembang ketika udara masuk untuk pertukaran gas antara alveoli dan darah. Sewaktu menghembuskan nafas, jaringan elastis di alveoli menyebabkan alveoli kembali menguncup, memaksa udara untuk keluar dari paru-paru melalui saluran pernafasan.
Pada emfisema, hilangnya elastisitas yang demikian karena kerusakan akibat bahan kimia dari asap tembakau atau polutan yang menyebabkan alveoli berekspansi terus menerus dan udara tidak dapat keluar sama sekali. Ketika jaringan kehilangan elastisitasnya pada saluran pernafasan kecil di atas alveoli, hal ini menyebabkan terjadinya pengempisan saluran pernafasan, yang lebih lanjut lagi dapat membatasi udara mengalir keluar.
Pada kasus berat, hal ini dapat menyebabkan pelebaran rongga dada, yang dikenal dengan nama barrel chest. Orang yang menderita emfisema biasanya bernafas dengan mengerutkan bibir karena bibir hanya sedikit terbuka ketika mereka menghembuskan nafas, meningkatkan tekanan pada saluran pernafasan yang mengempis dan membukanya, membiarkan udara yang terperangkap agar dapat dikosongkan.
Pengobatan seperti bronkoldilator dan kortikosteroid, tersedia untuk membantu mengurangi gejala. Berhenti merokok adalah satu-satunya cara untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari kondisi ini.
Terdapat tiga tipe emfisema: a. Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa. b. Emfisema panlobular (panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umunya juga merusak paru-paru bagian bawah. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok. Panacinar timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim alfa-antitripsin.
c. Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan.