• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL FISIOTERAPI KARDIOVASKULER PULMONAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL FISIOTERAPI KARDIOVASKULER PULMONAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL FISIOTERAPI KARDIOVASKULER

PULMONAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

(2)

VISI DAN MISI FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI

VISI

Menghasilkan lulusan yang unggul dalam bidang keperawatan gawat darurat

traumatik dan manual terapi yang mampu bersaing secara nasional dan regional Asia

pada tahun 2022.

MISI

1.

Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan berbagai

fasilitas belajar, metode, dan sistem pembelajaran kelas dan praktik (laboratorium,

RS, dan pelayanan kesehatan lainnya) sehingga menghasilkan karakter yang

unggul, kompeten dan excellent service.

2.

Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset keperawatan dan

fisioterapi di tingkat lokal maupun nasional dengan menggunakan pendekatan

riset kolaboratif dalam bidang ilmu keperawatan dan fisioterapi.

3.

Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset

untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kesehatan di tingkat nasional bahkan

kawasan regional Asia dengan menekankan upaya pendekatan preventive health

science.

4.

Menjalin kerjasama yang baik dengan stakeholder mulai dari pemerintah, dunia

usaha, dan masyarakat sebagai pengguna lulusan.

(3)

VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI

FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI

VISI

Menjadi program studi yang unggul dan excellent service dalam bidang

fisioterapi khususnya manual terapi di tingkat nasional dan regional Asia pada

tahun 2022.

MISI

1.

Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan berbagai

fasilitas belajar, tools, metode, dan sistem pembelajaran kelas dan praktik di

laboratorium dan lapangan

2.

Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset dibidang

fisioterapi yang difokuskan pada masalah manual terapi dengan menggunakan

pendekatan riset dalam bidang fisioterapi.

3.

Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset

untuk menyelesaikan berbagai permasalahan fisioterapi.

4.

Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan, pelayanan,

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat

menyelesaikan modul praktek KardioPulmonal I ini. Modul ini di susun guna

memenuhi sebagian persyaratan dalam pendidikan profesi Fisioterapi Institut

Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.

Penyelesaian penulisan modul ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, arahan dan

dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan rekan yang ikut serta dalam

penyusunan modul ini.

Penyusun menyadari bahwa apa yang tertuang dalam modul ini masih banyak memiliki

kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun

sangat kami harapkan dan semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Lubuk Pakam, 2020

(5)

DAFTAR ISI

1. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) ... 1

2. Terapi Latihan Nafas ... 15

3. Spirometry ... 20 4. Asthma Broncial ... 23 5. Bronchitis ... 32 6. Gangguan Pleura ... 35 7. Pneumonia ... 39 8. Bedah Torax... 44 9. Bronciectatis ... 48 10. Emplisema ... 52 11. TB Paru ... 58 12. DAFTAR PUSTAKA ... 59

(6)

1. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

Diagnosa medis: ICD 9: 490-496 -ICD 10: j449

ICF : b.440-449, b 455, s430, s.730, d410-429, d450-469

A. Masalah Kesehatan 1. Definisi

PPOK adalah istilah umum yang mengacu pada kondisi paru kronis yang ditandai dengan penyempitan dan penyumbatan saluran udara, peningkatan retensi sekresi paru dan kerusakan struktural alveoli. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel.

2. Klasifikasi

Penyakit tergolong COPD/PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya:

a. Bronkitis kronik kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

b. Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

3. Karakteristik pasien dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik.

a. Pasien menunjukkan tahanan yang tinggi dari aliran udara, yang menyebabkan berkepanjangan dan sering keterpaksaan ekspirasi.

b. Kapasitas Vital menurun.

c. Terbukti toleransi Latihan berkurang, pasien dengan PPOK menjadi sesak nafas dengan tenaga minimal/kapasitas tubuh minimal.

4. Faktor resiko.PPOK.

a. Usia Penderita akan mengalami keadaan yang fatal dua kali lebih tinggi pada usia 65- 74 tahun dan tiga kali lebih tinggi pada usia 75-84 tahun, baik pada laki-laki maupun perempuan ( annete, 2006)

(7)

diperhatikan : (1). Riwayat merokok - Perokok aktif (2). Perokok pasif / Bekas perokok (3).. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600 ( PDPAI; 2003).

c. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

d. Hipereaktiviti bronkus

e. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

B. Pencegahan

1. Menghindarkan faktor pencetus

2. Lakukan pola hidup sehat (makan, aktivitas fisik daresn tidak stres.

C. Patofisiologi:

Perubahan patologis di paru-paru menyebabkan perubahan fisiologis yang sesuai karakteristik penyakit, termasuk hipersekresi mucus, disfungsi silia, Keterbatasan ekspirasi aliran udara, hiperinflasi paru, kelainan pertukaran gas, hipertensi pulmonal, dan korpulmonal. Lazimnya berkembang sesuai perjalanan penyakit.

1. Kerja otot-otot pernapasan pada COPD

a. Diafragma hanya memberikan kontribusi 30% (dibandingkan dengan yang biasa 65%) dari inspirasi yang kuat, sedangkan otot aksesori memainkan peran lebih sehingga mengalami hyperaktif.

b. Otot-otot pernapasan dapat menjadi lelah dan paru-paru menjadi hyperinflasi.

c. Ada peningkatan resistensi saluran udara dan hiperinflasi. Hiperinflasi paru-paru merata, diafragma berkontraksi pendek termasuk otot asesoris inspirasi dan mereka kerja menurunkan ventilasi secaramekanik merugikan. Selain efisiensi berkurang dari enam otot inspirasi, sejumlah besar pekerjaan tekanan diperlukan untuk mengatasi tingginya pertahanan saluran udara.

2. Selama latihan maksimal, otot-otot pernapasan dapat memanfaatkan 35-40% (normal 10- 15%) dari seluruh konsumsi oksigen tubuh. Peningkatan pekerjaan pernapasan dilakukan selama inspirasi. Sekitar 25% dari pasien COPD tidak dapat mempertahankan status gizi

(8)

mereka. dibuktikan dengan penurunan berat badan, deplesi nutrisi ini akan menurunkan mekanis kebutuhan gas.. Selain itu, hilangnya protein dan massa tubuh tanpa lemak menyebabkan kelemahan skeletal dan otot diafragma.

Gambar (1): menunjukkan adanya peningkatan elastisitas paru dan tahanan jalan nafas.

D. Derajat tingkat Keparahan.

Untuk alasan pendidikan, klasifikasi sederhana dari keparahan penyakit menjadi empat tahap direkomendasikan :

Tabel 1. Klasifikasi tingkat keparahan pada PPOK

Hilangnya elastisitas pada jaringan paru-paru dan resistensi saluran

napas meningkat, mengakibatkan menurunkan aliran udara ekspirasi

pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik dibandingkan dengan

(9)

Tingkat keparahan

0: Beresiko Normal spirometri

Gejala kronik ( Batuk dan produksi sputum)

1. COPD Ringan /Mild FEV1/FVC < 70 %

FEV1≥80% perkiraan

Dengan atau tanpa gejala kronik ( batuk dan produksi sputum

2. COPD

Sedang /Moderate

FEV1/FVC < 70%

30% ≤ FEV1 < 80% perkiraan ( IIA: 50% ≤FEV1< 80% perkiraan

(II B: 30% ≤FEV1 < 50% perkiraan)

Dengan atau dengan gejala kronik (Batuk, Produksi sputum dan sesak nafas)

3. COPD FEV1/FVC < 70% Berat/severe

FEV1 < 30%perkiraan atau FEV1 < 50% perkiraan gagal pernafasan atau dengan tanda-tanda klinis gagal jantung kanan

E. Problem fisioterapi: impaiment.

1. Spasme bronkus/Penyempitan jalan nafas /inflamasi bronkus(s43010)

2. Spasme otot-otot asesores inspirasi (s 43038). Kelelahan otot asesoris (b4452)

3. Frekuensi sesak napas tidak teratur (b4401) " sasak nafas saat aktivitas".(b4402)

4. Tachinae (b4400)

5. Jangka panjang keterpaksaan ekspirasi /kerja keras ekspirasi. (b) Udara terjebak dalam alveoli akibat saluran udara menyempit selama ekspirasi dan menyebabkan (meningkatnya residual volum(s43011)).

(10)

7. FEV1 < 80 % (b)

8. Kemampuan daya tahan latihan menurunan (b).

9. Gangguan sikap (s).

10. Kemampuan kerja menurun (d)

11. Bila parah perlu alat bantu dan lingkungan khusus (e).

F. Hasil anamnese Fisioterapi:

Assesment umum: Cantumkan jam: tanggal, bulan, dan tahun..

1) Identitas pasien. Termasuk BB dalam Kg, dan TB dalam cm/m.

2) Vital signs: Meliputi: HR, RR,BP,

3) Assesment khusus berdasarkan masalah tidak terbatas pada:

a) Spasme bronkus/Penyempitan jalan nafas /inflamasi bronkus(s43010)

b) Spasme otot-otot asesores inspirasi (s 43038). Kelelahan otot asesoris (b4452)

c) Frekuensi sesak napas tidak teratur (b4401) " sasak nafas saat aktivitas".(b4402)

d) Tachinae (b4400)

e) Keterpaksaan ekspirasi /kerja keras ekspirasi. (b)

f) Peningkatnya residual volum(s43011)).

g) Akumulasi sekresi (s43010).

h) FEV1 < 80 % (b)

i) Kemampuan daya tahan latihan (b).

j) Gangguan sikap (s).

k) Kemampuan kerja (d)

l) Alat bantu yang digunakan (e).

G. Tujuan Fisioterapi:

1) meringankan rasa sesak nafas (dyspnea).

(11)

c) Mengurangi keterpasaan ekspirasi

d) Meminimalkan volume residual.

2) Memobilisasi sekresi.

a) Akumulasi sekresi (s43010).

b) Meningkatkan FEV1 > 80 % (b)

3) Meningkatkan toleransi latihan.

1) Meningkatkan kKemampuan daya tahan latihan (b).

2) Meminalkan gangguan sikap (s).

3) Meningkatkan kemampuan kerja (d)

4) Menganalisa kebutuhan alat bantu yang digunakan dan lingkungan yang sesuai.

I. Metode:

1. Meringankan rasa sesak nafas (Relief dyspnea):

a. Posisi rileks:

Langkah pertama adalah mengatur posisi minimal energi. Ini adalah teknik yang efektif dan terbaik untuk mengurangi gejala sesak napas dan kerja pernapasan berlebih.

b. Latihan re breathing kembali:

Latihan kontrol pernapasan meringankan sesak nafas dan meningkatkan pertukaran gas. Teknik paling sering diajarkan adalah pernapasan diafragma dengan mengerutkan bibir saat ekspirasi atau kombinasi diapraghma dan pursed lips breathing tehnik.

(1). Diaphragmatic Breathing Exercise(DBE) /Latihan Pernapasan Diafragma:

Latihan pernapasan diafragma meningkatkan kekuatan diafragma sebagai otot inspirasi utama. Ini meningkatkan ventilasi saluran udara kecil dan dasar paru-paru. Selain itu, sering digunakan dalam kombinasi dengan pernapasan mengerutkan bibir saat ekspirasi (PLBT) dan relaksasi teknik.

(2). Pursed lips breathing (PLB) / Bernapas Mengerutkan Bibir (BMB) dikombinasi dengan

low brething control tecnigoe(LBCT) /deep breathing technigues (DBT) Berlatih bernapas

dengan bibir mengerucut selama ekspirasi untuk mengatasi spasme saluran udara, karena dengan mempertahankan tekanan positif di saluran udara selama ekspirasi menstimulasi rileksasi bronkus. Selain itu ekspirasi dengan bibir mengerucut waktu panjang akhirnya

(12)

menyebabkan penurunan jebakan udara dan volume residu sehingga, menstimulasi alveolar di dasar paru-paru komplin lebih luas.

(3).Breathing Control Techniques (BCT)/ Teknik Kontrol Pernapasan (TKP): istilah lain deep

breathing technigue( low breathing technigue)

Teknik Kontrol Pernapasan mendorong pernapasan dalam dan untuk mengontrol sesak nafas (Napas dangkal/cepat). Mengontrol napas/ nafas perlahan saat bekerja sangat baik seperti ketika berjalan atau naik tangga, misalnya satu langkah menarik napas dalam dan dua langkah untuk menghembuskan napas, atau satu langkan tarik nafas dan satu langkah berikutnya untuk meng eluarkan nafas, atau irama sesuai pola nafas oleh individu tertentu. Selain itu, kontrol pernapasan dapat dilakukan melalui latihan pernapasan diafragma dan mengerutkan bibir, yang mendorong pernapasan dalam dan mengontrol sesak nafas tersebut dengan menurunkan jumlah frekuensi nafasnya. Dalam low breathing atau mengurangi frekuensi nafas dapat dilakukan berdasarkan prosentasi dari respiratori rate hasil pemeriksaan. Misalnya RR pemeriksaan 30/min dengan dosis 80%, 60%,40 % 20% contoh 80% RR 30 x80 /100=RR latihan 24/min , 60%= 30x60/100= RR latihan 18 , 40 % =30x40/100 = RR latihan 12/min , 20% = 30 x 20/100 = RR latihan 6 kali /min. Dan dalam dosis selalu ingat : frekuensi latihan. Intensitas latihan, waktu latihan. Tipe latihan, Repetisi ( pengulangan/menit), set (berapa pengulangan per set( satu kali latihan) dan latihan dilakukan berapa sesi (intermeten training).

(4).Biofeedback and respiratory muscle training/Biofeedback dan pelatihan otot pernafasan:

Biofeedback mengajarkan pengendalian diri terhadap fungsi fisiologis dan pelatihan otot pengendali ventilasi membangun kekuatan dan daya tahan pada otot pernapasannya.

2. Mobilisasi skret.

a. Incentive spirometry: Tujuan intervensi ini adalah untuk mendorong pasien untuk mengambil pernapasan panjang/dalam yang mengarah ke pengurangan sesak napas.

b. Peak expiratory flow meter/Puncak arus ekspirasi : yang mendorong pasien untuk melakukan ekspirasi penuh di setiap latihan dengan keberhasilan diakhir latihan.

c. Oksimetri biofeedback digabung dengan latihan bernafas bibir mengerucut : pasien dapat menggunakan oksimetri pulsa sebagai panduan biofeedback untuk mengajar mereka, meningkatkan oksigen saturasi selama kinerja pernapasan mengerutkan bibir yang mengurangi sesak nafas dan meningkatkan pertukaran gas, yang mengakibatkan peningkatan saturasi oksigen.

(13)

Sebagai alternatif, dilakukan "huffing" terdiri dari inspirasi lambat dan mengeluarkan nafas spontan/ cepat untuk meningatkan total kapasitas paru, diikuti oleh huffing dengan glotis terbuka agar lebih efektif. Huffings dapat membuka saluran udara kecil, bronkospasme danmenurunkan kelelahan.

e. Chest physiotherapy/Fisioterapi dada:

Postural drainase, perkusi/ getaran dinding dada efektif secara klinis untuk mobilisasi mukus.

3. Latihan peningkatan kemampuan aktifitas:

Pada kelemahan otot rangka dan otot torak pada umumnya dialami pasien PPOK untuk meningkatkan kekuatan kelompok otot tersebut dilakukan pelatihan kelompok otot tertentu memungkinkan pasien untuk lebih nyaman dan percaya diri, sehingga mampu melakukan ADL mandiri. Oleh karena itu, latihan kekuatan dimungkinkan digabungkan dengan pelatihan daya tahan dengan intensitas: 60-80% dan frekuensi 3-5/minggu.

a. Pedoman dosis latihan untuk pasien dengan COPD:

1) Latihan Fleksibilitas:

Peregangan kelompok otot utama dari kedua ekstremitas atas dan, termasuk otot trapezius . Fleksibilitas / peregangan dianggap sebagai bagian dari pemanasan sebelum latihan aerobik dan sebagai bagian dari pendinginan setelah latihan aerobik.

2) Latihan aerobik:

a) Motode: Harus menggabungkan kelompok otot besar yang dapat terus menerus dan aktivitas berirama. Jenis latihan meliputi: senam, berjalan, bersepeda, mendayung, berenang dll

b) Frekuensi: Direkomendasikan minimal latihan adalah tiga sampai lima kali per minggu.

c) Intensitas: intensitas Minimal 50% dari puncak VO2 maks/60 % HR maks- 85 %. Pendekatan lain adalah di bawah batas maksimum ditoleransi oleh gejala.

d) Durasi : direkomendasikan minimal 20 sampai 45 menit, latihan intermiten/terus menerus.

e) Tipe latihan aerobik

f). Repetisi 20-30 grakan/menit

g). satu set minimal 2 x 8 gerakan (shehab M, Abd- Kader 2011) h). sesi disesuaikan dengan waktu.

(14)

K. Prognosis

1. Baik.

2. Ringan dapat sembuh sendiri.

L. Sarana dan Prasarana

1. Sarana : Bed, Sphygmomanometer,Ultrasound, Nebulizer

(15)

2. TERAPI LATIHAN LAFAS

A. Uraian Materi

Latihan pernafasan merupakan salah satu bentuk terapi yang diberikan kepada pasien dengan kasus jantung, latihan ini bertujuan untuk dapat menormalkan kembali fungsi otot-otot pernafasan guna mengontrol kerja pipa pernfasan. Latihan ini akan berdampak pada perbaikan pola dan kecepatan bernapas sehingga volume dan kapasitas paru menjadi meningkat. Perbaikan fungsi ini dikarenakan latihan ini akan mengontrol kerja system saraf otonom yang memberikan respon “fliglht or fight” dan “rest” pada tubuh.

Bentuk Latihan pernafasan yang diberikan adalah: 1. Latihan nafas diafragma

2. Latihan napas segmental 3. Pursed lip breathing B. Tujuan

1. Untuk dapat melakukan latihan nafas diafragma 2. Dapat melakukan latihan nafas segmental 3. Dapat melakukan pursed lip breathing C. Pelaksanaan

Latihan Nafas Diafragma Latihan Nafas Segmental Latihan Pursed Lip Breathing

Instruksikan kepada pasien untuk meletakkan salah satu tangan di perut

Instruksikan kepada pasien untuk meletakkan salah satu tangan pada segmen dada yang akan dilatih mulai dari segmen anterior (apical, middle & lower) later (middle & lower) pada sisi ini dibantu oleh terapis

Instruksikan kepada pasien untuk meletakkan salah satu tangan di perut

Mintalah kepada pasien untuk menarik napas dengan

menggembungkan perut dan tidak menggembungkan dada

Mintalah kepada pasien untukmenarik napas dengan mengembangkan segmen dada yang ingin dilatih

Mintalah kepada pasien untuk menarik napas dengan

menggembungkan perut dan tidak mengembangkan dada lalu tahan selama 2 hitungan

Jika sudah menarik naps (Inspirasi) dengan benar mintalah segera untuk

menghembuskan napas hingga perut mengempis maksimal

Jika sudah menarik naps (Inspirasi) dengan benar mintalah segera untuk

menghembuskan napas hingga segmen dada mengempis maksimal

Mintalah pasien and untuk mencucukan bibir, kemudian tiup napas melalui mulut perlahan-lahan

(16)

Deep breathing exercise

Merupakan bagian yang penting dalam penanganan kasus kardiopulmonal demikian juga pada pasca CABG, dimana dijumpai gangguan pernapasan yang tidak efektif, oleh karena itu perlu suatu tehnik untuk rileksasi, memelihara ekspansi thorak dan membantu mengeluarkan secret.

a. Latihan relaksasi

Tujuan latihan relaksasi pada pasca operasi CABG adalah: 1) Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan. 2) Menghilangkan rasa cemas karena operasi dan sesak napas. 3) Memberikan sense of wellbeing

Pada umumnya pasien pasca operasi CABG selalu merasa tegang, cemas dan takut mati karena sesak. Untuk mengatasi keadaan ini fisioterapist membuat posisi yang menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. yaitu posisi semi fowler atau setengah duduk. Sikap ini selalu diambil setiap akan memulai tindakan fisioterapi (drainase postural, latihan pernapasan).

Agar penderita memahami, latihan ini harus diperagakan. Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang, posisi yang nyaman yaitu telentag dengan bantal menyangga kepala dan guling di bawah lutut atau sambil duduk.

b. Latihan pernapasan

Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai penderita. Tujuan latihan pernapasan adalah untuk: 1) Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air

trapping. 2) Memperbaiki fungsi diafragma 3) Memperbaiki mobilitas sangkar torak 4)

Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan. 5) Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan. Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan diafragma sebesar 65% dari volume tidal. Bila terjadi peningkatan ventilasi barulah digunakan otot-otot bantu pernapasan akan digunakan seperti skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang. Pada pasien pasca CABG terjadi penurunan expansi thorak dan ventilasi paru yang disebabkan oleh spasme otot otot dada karena sayatan operasi, perubahan postur yang cenderung membungkuk kedepan sebagai proteksi nyeri. Obstruksi saluran napas karena penumpukan secret sputum dan darah, tidak maksimalnya reflek batuk karena pengaruh

(17)

menyebabkan penurunan volume paru dan kapasitas paru Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PE max) sekitar 37%.Latihan pernapasan meliputi:

1)Latihan pernapasan diafragma

Latihan pernapasan diafragma adalah : menggunakan diafragma sebagai usaha pernapasan, sementara otot-otot bantu pernapasan mengalami relaksasi. Sehingga bermanfaat terhadap irama pernapasan, ventilasi paru dan pelepasan secret sehingga terjadi peningkatan volume tidal dan penurunan residu fungsional. Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut : 1) Sebelum melakukan latihan, kita akan pastikan keadaan pasien dalam keadaan stabil, perhatikan layar monitor yang terpasang untuk mengetahui; Frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan, saturasi, temperature, CVP, drainage, O2, dll. 2) Posisi pasien biasanya terlentang, miring kanan atau kiri, setengah duduk , duduk, duduk ditepi bed dan berdiri. 3) Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Pasien perlu kita jelaskan bahwa diafragma akan turun pada waktu inspirasi atau kontraksi dan rilek saat ekspirasi atau kembali naik. 4) Pasien menarik napas/inspirasi melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah.

5) Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5–1 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini. Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan bersamaan dengan latihan ektremitas superior, inferior dan leher yang diselingi dengan insentif spirometri.

2) Pursed lips breathing

Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik napas (inspirasi) secara biasa

beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul, lamanya ekspirasi 2–3 kali lamanya inspirasi, sekitar 4–6 detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras. PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung, karena terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang menutup lubang nasofaring. Dengan pursed

(18)

akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu, kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveoli. Selain itu PLB dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan mengurangi rasa sesak sehingga didapatkan rileksasi . Pursed lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan bersama-sama dengan pernapasan diafragma.

3) Latihan batuk

Batuk merupakan cara yang efektif pada pasca CABG untuk membersihkan sekret pada saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus memenuhui kriteria: 1) Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret. 2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi.

Cara melakukan batuk yang baik adalah sbb:

Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga menimbulkan tekanan intratorak. Tungkai bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut. Penderita diminta menarik napas melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan otot-otot dinding perut serta badan sedikit membungkuk ke depan. Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita yang mengeluh sesak napas atau kelelahan saat latihan batuk, diistirahatkan dengan mencari posisi yang nyaman. Bila penderita tidak mampu batuk secara efektif fisioterapist dapat membantu dengan vibrasi atau percussi atau menekan trakea dari satu sisi ke sisi yang 1ain. Bersihnya saluran napas ini akan mengurangi tahanan udara , membuat proses inspirasi dan ekspirasi lebih efektif sehingga volume dan kapasitas paru akan meningkat .

(19)

.

3. SPIROMETRI

A. URAIAN MATERI

Kapasitas dan volume menjadi poin terpenting pada fungsi paru.pada kasus obstruktif dan restriktif memiliki perbedaan kemampuan fungsi paru terlihat pada nilai kemampuan paru untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi. Pada obstruktif terlihat pada kemampuan ekspirasi akan menurun dibandingkan dengan kemampuan inspirasi yang terus meningkat. Sedangkan pada kondisi restriktif kemampuan inspirasi dan ekspirasi keduanya menurun dari nilai normalnya. Pemeriksaan spirometry ini menjadi tolak ukur yang tepat untuk melihat fungsi paru. Tiga poin yang perlu diketahui dalam hasil pemeriksaan spirometry yaitu :

1. Forced Vital Capacity (FVC) = total volume udara saat melakukan ekspirasi dan inspirasi 2. Forced expiratory volume in one second ((FEVI)= Volume udara ekspirasi pada satu detik

pertama ketika melakukan manufer FVC

3. Ratio of FEVI/FVC (FEVI/FVC)- rasio normal 80% dengan kata lain dewasa muda mampu ekspirasi paksa sebesar 80% dari kapasitas vital paru

B. PELAKSANAAN 1. Persiapan Alat :

a. Menyalakan alat spirometri b. Menyiapkan pipa tiup spirometri c. Membuat profil pasien pada mesin 2. Pelaksanaan Praktek

a. Posisi pasien boleh duduk dan berdiri b. Pasien menggunakan penutup hidung

c. Intruksikan pasien untuk menarik napas terlebih dahulu kemudian tahan napas sebentar

d. Masukkan pipa tiup kedalam mulut kemudian perintahkan pasien untuk meniup napas hingga selesai dilanjutkan dengan tarik napas panjang menggunakan pipa spirometry e. Ulangi sebanyak 3 kali, cetak dan catat hasilnya

(20)

INSENTIF SPIROMETRI

Insentif spirometri adalah: Suatu bentuk latihan pernapasan dengan menggunakan alat spirometri untuk membantu pasien dalam meningkatkan fungsi dan vital capasity paru. Penggunaan alat ini efektif pada berbagai macam kasus paru dan bedah terutama bedah thorak atau Operasi jantung bypass graft. Efek dari anaestesia, nyeri luka operasi dan posisi supine

lying, respirasi yang monoton dan dangkal menyebabkan penimbunan secret di saluran napas

atau atelektasis (Nurbasuki, 2008). Pada penelitian atelektasis akibat pola napas dangkal dan tidal volumenya yang monoton tanpa dibarengi napas dalam akan menyebabkan kolap alveolar setelah satu jam, hal ini akan menurunkan volume dan kapasitas paru. Pemberian alat ini juga diberikan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi respirasi karena bed rest lama.

Insentif spirometri memberikan fasilitasi neuro fisiologi respirasi melalui rangsangan eksternal dan internal, propioseptik dan taktil sehingga memberikan efek terhadap pola pernafasan, ekspansi thorak, mencegah penumpukan cairan di dalam paru-paru, dan meningkatkan kekuatan otot-otot respirasi. Semuanya itu akan berimplikasi terhadap peningkatan volume dan kapasitas paru pada pasca bypass graft.

Sebelum melakukan insentif spirometri Fisioterapist memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang manfaat dan cara penggunaanya, sebaiknya waktu pemberian edukasi dilakukan sebelum operasi (pre operasi).

Tehnik pemakaian :

1. Posisi pasien : Posisi yang paling nyaman dirasakan oleh pasien biasanya duduk, setengah duduk ( semi fowler) atau berdiri.

2. Mouthpeace dimasukkan kemulut dipastikan tidak ada celah udara dari bibir, kemudian disuruh tarik napas dalam-dalam dari mulut dan tiupkan berlahan-lahan selama menjalani latihan therapist memberikan support agar hasilnya lebih maksimal.

3. Dilakukan setiap 2 jam sekali selama ± 5 - 10 menit, setiap tiga kali inspirasi diselingi dengan napas biasa dan selalu melihat alat monitor yang terpasang pada pasien.

4. Latihan ini dapat dilanjutkan sendiri oleh pasien di ruangan rawat inap atau di rumah sebagai home program, kita dapat melihat indikator yang tersedia di alat insentif spirometri ( 0 – 4.000 ml) untuk mengetahui seberapa banyak udara yang dihirup oleh pasien, ukuran ini bisa kita gunakan sebagai salah satu bagian dari evaluasi kemajuan terapi. Sedangkan untuk pengukuran paru yang lebih obyektif dapat dilakukan dengan spirometri.

(21)

Gambar2.6 Insentif spirometri.

Diunduh dari: file:///C:/Users/Admin/Pictures/karya%20amii/animee/spiro .htm (26 Desember 20011).

Pemeriksaan faal paru dengan spirometry.

Spirometry merupakan salah satu jenis pemeriksaan fungsi paru yang paling umum dan sering dilakukan di rumah sakit. Pemeriksaan faal paru mempunyai peranan penting pada pra dan pasca operasi coronary arteri bypass graft (CABG) yaitu: untuk menentukan derajat tingkat resiko operasi yang akan dijalani, memonitor progresivitas penyakit dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Masing-masing pemeriksaan mempunyai nilai dan arti tertentu. Dalam aplikasinya spirometry merupakan ekspirasi paksa tunggal hingga diperoleh beberapa pengukuran yaitu :FVC,VEP1,PEFR dan KVP. ( Nurbasuki, 2008 ).

Prosedur pelaksanaan : pasien dapat duduk tegak atau berdiri, mouthpiece diletakkan sedemikian rupa sehingga dagu sedikit terelevasi dann leher sedikit ekstensi, pasang clip hidung, pasien diminta untuk menarik napas sedalam mungkin, kemudian menghembuskannya secepat mungkin, sekuat mungkin dan selama mungkin. Selama menjalani tes therapist memberikan support agar hasilnya lebih maksimal dan jalannya test harus dievaluasi. Idealnya test ini dilakukan sebanyak tiga kali, hasil yang terbaik akan diambil untuk interpretasi hasil. Scoring penyakit paru restriktif jika nilai VC < 80 % nilai

(22)

prediksi, FVC < 80% nilai prediksi. Penyakit obstruktif jika FEV1 < 80 % nilai prediksi, FEV1/FVC < 75%.(Nurbasuki 2008)

Vital capasity (VC), jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi

maksimal. Pemeriksaan faal paru berguna untuk menilai beratnya obstruksi yang terjadi, dengan demikian dapat ditentukan beratnya kelainan. Pemeriksaan ulangan sesudah pengobatan dapat memberikan informasi sebagai bahan evaluasi untuk pertimbangan terapi selanjutnya.

(23)

4. ASMA BRONCHIAL

Diagnosa medis; ICD 9: 493; ICD-10: j45.8

ICF : b.440-449; s. 430; d.410-499; e.110-199.

A. Masalah kesehatan:

1. Definisi:

Asma adalah gangguan inflamasi pada saluran jalan nafas yang hiper reaktivitas, terjadi secara berulang, disertai mengi, sesak nafas , dan batuk terutama pada malam dan pagi hari (Marjolein L.J. Bruurs, et al; 2012).

2. Mekanisme faktor-faktor resiko dan perubahan .

Faktor pencetus asma dibagi dalam dua kelompok, yaitu genetik, di antaranya atopi/alergi bronkus, eksim; faktor pencetus di lingkungan, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, asap dapur, pembakaran sampah, kelembaban dalam rumah, serta alergen seperti debu rumah, tungau, dan bulu binatang.(Canadian Lung Association; 2015

3. Perubahan struktur dan fisiologis yang terjadi : (PDPAI)

a. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas

b. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

c. Penebalan membran reticular basal

d. Pembuluh darah meningkat

e. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

f. Perubahan struktur parenkim

g. Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

4. Penjegahan;

Meringankan rasa sesak nafas (Relief dyspnea):

a. Posisi rileks:

Langkah pertama adalah mengatur posisi minimal energi. Ini adalah teknik yang efektif dan terbaik untuk mengurangi gejala sesak napas dan kerja pernapasan berlebih.

(24)

b

1). Saat ekserbasi posisi rileksasi: posisi fowler/ setengah tidur; posisi stoop sitting/Forward

lean sitting/ duduk dan posisi forward standing /berdiri

Gamabar 1.1 (a): Posisi fowler,(b) stoop sitting ,(c) posisi forward lean s,

(25)

Menghindarkan faktor pencetus

b. Aktivitas fisik teratur dan terukur

B. Problem Fisioterapi :

1. Impairment (Body Structure &Function):

a. Ketidak mengertiannya terhadap pencetus problem.(pendidikan)

b. Kapasitas aerobik (b.4551)

c. FEV1 < 80 % (? .... ),

d. Retensi sekret (b.4501)

e. sesak nafas/tachypnoea (b 4400),

f. Kemampuan latihan rendah (b.4548),

g. Inflamasi saluran nafas (S.43010).

h. Ketegangan m. scaleni sterno cledomastoideus, m.Trapezius (s.7104)/(s.43038).

2. Keterbatasan Aktivitas

a. Berjalan dan bergerak (d.450-469)

b. Beraktivitas terbatas, berjalan terbatas, bekerja terbatas

3. Keterbatasan Partisipasi

a. Perlu alat tranportasi (e.5401)

b. Edukasi lingkungan dan latihan ( e.5851).

C. Hasil asesmen

1. Riwayat penyakit :

a. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa berobat.

b. Problem berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

c. Problem timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari

d. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

(26)

a. Riwayat keluarga (atopi)

b. Riwayat alergi / atopi

c. Penyakit lain yang memberatkan

d. Perkembangan penyakit dan pengobatan

3. Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan fisik seperti normal, yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi dan menimbulkan hiperaktif otot asesoris inspirasi (m. Trapezius dan m. Sternocledomastoideus) dan menimbulkan kelelahan, Otot ekspirator lemah termasuk inspirator utama m. Diapraghma).

a. Pemeriksaan tanda vital(denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan darah).Temuan pemeriksaan adalah frekuensi napas yang meningkat (tachypnea) dan tachycardia.

b. Sesak napas dan batuk

c. Terdapat bunyi mengi (wheezing) dan ronchi

d. Disertai/tidak disertai nyeri pada dada

e. Regio kepala dan leher: – Ditemukan hiperarthropi otot-otot inspirator

–Adanya sianosis pada ujung jari dan bibir yang diakibatkan karena menurunnya oksigen dalam darah

f. Analisis bentuk dada dan postur :–Bahu nampak sedikit elevasi dan protraksi bahu dikarenakan pada saat ekspirasi selalu menggunakan otot aksesori pernapasan (m.scaleni sterno cledomastoideus)

– Postur tubuh cenderung forward

– Bentuk thoraks barrel chest anterior posterior

g. Pola napas : Cepat dan dalam karena adanya gangguan pada fase ekspirasi

(27)

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan spirometri

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam menilai klasifikasi berat ringannya kondisi :

- Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

- Menentukan derajat asma. Menentukan dosis latihan: pasif,asisted, actif atau dengan beban (batas aerobik). Klasifikasi derajat asma:

b. Pemeriksaan Lab : eosinovil, Gas darah

c. Chest X-Ray : bila diperlukan

D. Penegakan Diagnosa Fisioterapi:

1. Automatik respon: Memonitor perubahan tanda vitaldan gejala yang muncul setelah ada perubahan posisi atau aktivitas gerak dasar.

(28)

2. Six minutes walking test (test 6 menit jalan).

3. Diagnosa Fisioterapi : Bergerak atau berjalan terbatas:

karena penyempitan bronkus, ketegangan m.asesoris inspirator, penumpukan sputum, FEV1 < 80%, sesak nafas.

E. Rencana intervensi.

Tujuan mengatasi masalah:

• Masalah anatomi:

▪ Ketidak mengertiannya terhadap pencetus problem.(pendidikanInflamasi saluran nafas (S.43010).

▪ Ketegangan m. scaleni sterno cledomastoideus, m.Trapezius s.7104)/(s.43038). • Masalah Fisiologi:

▪ Kapasitas aerobik(b.4551), ▪ FEV1 < 80 % (? ... ) ▪ Retensi sekret (b.4501),

▪ sesak nafas/tachypnoea (b 4400), ▪ Kemampuan latihan rendah (b.4548),

• Keterbatasan Aktivitas: Berjalan dan bergerak (d.450-469): Beraktivitas terbatas, berjalan terbatas, bekerja terbatas

• Keterbatasan Partisipasi: . Perlu alat tranportasi (e.5401) dan edukasi dan latihan (e.5851). F. Prognosis : Prediksi; membaik, memburuk ( Paul F Beattie, Roger M Nelson,2007)

Setelah dilakukan intervensi Fisioterapi: masalah minimal dan Kemampuan meningkat, gunakan tes reevaluasi.

G. Intervensi.

Prinsip intervensi Fisioterapi :

- informed consent

(29)

1. Problem anatomi:

i. Ketidak mengertiannya terhadap pencetus

b. Edukasi dan home program (sesuai SOP)

i. Inflamasi saluran nafas (S.43010).

- Pursed lips breathing ( Sesuai SOP)

- Inhalasi

ii. Ketegangan m. scaleni sterno cledomastoideus, m.Trapezius s.7104)/(s.43038).

- Stretching/ kontrak rileks/ IR/ MWD/ Manipulasi (Sesuai SOP).

2. Problem Fisiologi:

a. Kapasitas aerobik (b.4551)

aktivitas fisik/ sepeda statik/ tread mill/ joging/senam dll Sesuai (SOP).

b. FEV1 < 80 %

- Deep Diaphragmatic Breathing

c. Retensi sekret (b.4501),

- Manual Hyperinflation, Chest Fisioterapi, ACBT, Humidifikasi/inhalasi (Sesuai SOP).

d. sesak nafas/tachypnoea (b 4400),

- Posisioning, Deep Breathing, rilaksasi, perbaikan sirkulasi (sesuai SOP).

e. Kemampuan latihan rendah (b.4548),

- Mobilitas, ADL dan latihan progresif ( Sesuai SOP).

3. Problem Keterbatasan Aktivitas : Berjalan dan bergerak (d.450-469):

: Beraktivitas terbatas, berjalan terbatas, bekerja terbatas.

: Latihan jalan, senam, bersepeda statik (sesuai SOP).

(30)
(31)

I. Sarana dan Prasarana

1. Sarana : Bed, Sphygmomanometer, spirometri/peak flow , IR/MWD, Nebulizer

(32)

5. BRONCHITIS

1. Definisi

Bronkitis akut merupakan peradangan akut membran mukosa bronkus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Penyakit ini sering melibatkantrakea sehingga lebih tepat jika disebut trakeobronkitis akut. Sedangkan, Bronkitiskronis didefinisikan sebagai adanya sekresi mukus yang berlebihan pada saluranpernapasan (bronchial tree) secara terus-menerus (kronik) dengan disertai batuk.Pengertian terus-menerus (kronik) adalah terjadi sepanjang hari selama tidakkurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama dua tahunberturut-turut (Djojodibroto, 2009).

2. Tanda dan Gejala

a. Batuk Produktif

Sifat batuk yang terdapat pada penderita bronkitis kronik berupa batukyang kental terus-menerus yang menandakan adanya inflamasi lokal. Kekentalandahak akan meningkat tajam sebagai hasil dari kehadiran DNA bebas (Wilkins,2006).

b. Sesak napas

Sesak napas merupakan gejala signifikan yang terjadi pada pernderita COPD. Beban otot inspirasi dibutuhkan untuk melawan resitensi aliran napasakibat bronkokontriksi meningkat. Ketika terjadi hiperinflasi otot inspirasi memendek sehingga mengubah radius kurvatura diafragma. Akibatnyadibutuhkan usaha untuk mencapai treshold agar terjadi inspirasi. Hal tersebutmenyebabkan dispnea (Nishino, 2011).

c. Suara napas mendecit

Napas berbunyi mendecit menandakan adanya penyempitan saluran napas,baik secara fisiologik (oleh karena dahak) maupun secara anatomik (oleh karenakontriksi). Hal itu dikarenakan oleh aspirasi refluks esofagus (Djojodibroto,2009).

(33)

a. Pemeriksaan Fisioterapi pada kasus Bronchitis chronic meliputi Pemeriksaan Obyektif (Pemeriksaan tanda vital ), Inspeksi, Palpasi, Auskultasi,Pemeriksaan fungsi gerak dasar Sendi bahu, leher, dada ( Aktif, Pasif, dan Gerak isometrik), Pemeriksaan Ekspansi Thorax, Pemeriksaan Sesak napas, Pemeriksaan Nyeri, Pemeriksaan Panjang Otot ( m. Pectoralis mayor dan minor (tidak dilakukan), m. SCM, m. Upper trapezius, Pemeriksaan ( kognitif, Intrapersonal, Interpersonal), dan Pemeriksaan Kemampuan Fungsional.

b. Problematika Fisioterapi a. Adanya sesak napas b. Adanya nyeri dada,

c. Terdapat penurunan EkspansiThorax. 4. Intervensi Fisioterapi

a. Sinar Infra Merah

Lakukan tes sensibilitas tajam tumpul pada area otot pectoralis mayordan trapezius upper kemudian posisikan pasien senyaman mungkin. Padaarea yang diterapi bebas dari pakaian. Persiapkan alat IR denganmengarahkan sinar infra merah tepat tegak lurus pada otot pectoralismayor dan trapezius upper dengan jarak 45 cm dengan waktu penyinaran10 menit pada tiap bagian. Terapis memberikan informasi efek rasa hangatyang muncul pada sinar infra merah, apabila pasien merasakan panas yangberlebihan saat terapi berlangsung diharapkan dapat memberitahukankepada terapis.

b. Chest Fisioterapi

Fisioterapi dada dengan menggunakan beberapa tehnik seperti posturaldrainage, tapotement, batuk efektif, breathing exercise.

a. Postural Drainage

Postural drainage adalah posisi tubuh dengan menggunakan gravitasiuntuk membantu mengalirkan sekresi (mukus) dari segmen paru-parupasien. Pada setiap posisi, bronchus segmental pada area yang akandialirkan harus tegak lurus dengan lantai.

(34)

Tapotement adalah pengetokan dinding dada dengan tangan. Untukmelakukan tapotement, tangan dibentuk seperti mangkuk denganmemfleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan jaritelunjuk. Perkusi dinding dada secara mekanis akan melepaskan sekret.Indikasi untuk perkusi dilakukan pada pasien yang mendapatkan posturaldrainage.

c. Batuk Efektif

Latihan batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dandapat mengeluarkan sekret secara maksimal.

d. Breathing Exercise

Latihan napas yang terdiri atas pernapasan diafragma dan purse lipsbreathing. Tujuan latihan pernapasan adalah untuk mengatur frekuensi danpola napas, memperbaiki fungsi diafragma,memperbaiki mobilitas sangkarthorak dan mengatur kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebihefektif. Latihan ini meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkanrelaksasi otot, menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktivitasotot-otot pernapasan yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi,melambatkan frekuensi pernapasan, dan mengurangi kerja pernapasan.

(35)

6. GANGGUAN PLEURA

1. Definisi

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yangdiakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat berdasarkanpenyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura pareital dan pleura visceral(Khairani, 2012).

2. Etiologi

Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapibiasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Menurut Bruner &Suddart (2010), terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu :

1. Infeksi

Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain: tuberkulosis, pneumonia, abses paru dan abses subfrenik.

2. Non Infeksi

Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabakan efusi pleura antara lain Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum,tumor ovarium, gagal ginjal dan gagal hati.Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat,bergantung pada mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi pleura tersebut. Cairan transudat dihasilkan dari ketidakseimbangan antara tekananhidrostatik dan onkotik, sementara eksudat dihasilkan oleh proses inflamasi pleuraataupun akibat berkurangnya kemampuan drainase limfatik. Pada kasus-kasustertentu cairan pleura dapat memiliki karakteristik kombinasi dari transudat daneksudat.

a. Transudat

Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik pada membran pleura, misalnya jumlah cairan yangdihasilkan melebihi jumlah cairan yang dapat diabsorbsi.

(36)

b. Eksudat

Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/kondisi inflamasi dan bisanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang lebih luas dariefusi pleura transudat. Cairan eksudat dapat terbentuk sebagai akibat dari prosesinflamasi paru ataupun pleura, gangguan drainase limfatik pada rongga pleura.

3. Patofisiologi

Didalam rongga pleura teradapat ± 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura visceralis. Cairan inidihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatis,tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali olehkapiler paru dan pleura visceralis, sebagian kecil lainya (10-20 %) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan ini mencapai 1 liter seharinya.Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut dengan efusi pleura, ini terjadi bilakeseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemiaakibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik, peningkatan tekanan vena (gagaljantung). Atas dasar kejadianya efusi dapat dibedakan atas eksudat dan transudat. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai dengan peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Penimbunan eksudat disebabakan oleh peradangan suatu keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening (Damjanov, 2009).

4. Pemeriksaan

1) Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mendapatkan informasi tentang keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat pribadi, dan riwayat pengobatan.

2) Pemeriksaan Klinik

a) Rontgen Thoraks : penekanan paru b) CT Scan dada

(37)

d) Pemeriksaan Lab : Torakosintesis, Biopsi, dan Bronkoskopi

3) Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan darah)

b. Pemeriksaan gerakan dasar (aktif, pasif, isometrik) c. Pemeriksaan ekspansi thoraks

d. Pemeriksaan sesak napas

e. Pemeriksaan spasme otot-otot pernapasan f. Pemeriksaan nyeri dada

g. Pemeriksaan Spirometer

5. Evaluasi

1) Pengukuran Objektif a. Sesak napas

b. Retensi sputum

c. Antropometri sangkar thoraks d. Integritas otot bantu pernafaan e. Daya tahan jantung paru f. Volume dan kapasitas paru 2) Outcome Measure

a. Antropometri sangkar thoraks b. Borg scale

c. Test panjang otot

d. Volume dan kapasitas paru

6. Diagnosis Fisioterapi

1) Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD 2) Problematik actual dan Potensial yang dijumpai

a) Keterbatasan Aktivitas : berjalan jauh, bekerja b) Struktur & Fungsi Tubuh :

1) Adanya spasme otot bantu pernapasan (m.Pectoralis mayor, m.pectoralis minor, dan m.Sternocleidomastoideus)

2) Penurunan ekspansi sangkar thorak 3) Penurunan fungsi limpatik

(38)

5) Penurunan kemampuan aktivitas

c) Keterbatasan Partisipasi : Pola hidup sehat, Bersosialisasi

7. Prognosis Fungsional

Prognosis sangat bervariasi dan tergantung pada faktor penyebab dan ciri efusi pleura. Pasien yang mencari pertolongan medis lebih dini karena penyakitnya dan dengan diagnosis yang tepat serta penatalaksanaan yang tepat pula memiliki angka komplikasi yang lebih rendah.

8. Intervensi

1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability target, dan Environment Target)

a) Meningkatkan ekspansi thoraks b) Melatih otot-otot pernapasan perut

c) Mengurangi spasme pada otot-otot pernapasan dada d) Menlancarkan sirkulasi limpatik

2. Intervensi (24-72 intervensi selama 2-6 bulan)

a. Meningkatkan ekspansi thoraks (Thoracic Expansion Exercise) b. Melatih otot-otot pernapasan perut (Deep Breathing Exercise) c. Penurunan fungsi paru (Deep Breathing Exercise, Incentive

Spirometry, Mobilisasi Thoraks)

d. Mengurangi spasme pada otot-otot pernapasan dada (Massage, Stretching)

(39)

7. PNEUMONIA

Diagnosa medis: ICD 9. 486 ICD-10 : J17

A. ICF : b: 122, 280, 415,440,445,455,515,710, s:140,430, d 410-450 e.110 dan 210

B. Masalah Kesehatan

1. Definisi :

Menurut Misnadiarly (2008), pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru

. dan sel–sel tubuh mengalami kekurangan oksigen.

Menurut Burke A. Cunha, MD, (2010) pneumonia adalah gangguan menular

/peradangan paru pada parenkim paru-paru. Kebanyakan pasien memiliki gejala demam, menggigil, gejala gangguan paru (batuk, dyspnea, produksi sputum berlebih, pleuritic, nyeri dada), dan satu atau lebih infiltrat/opacities pada hasil foto x-ray dada.

2. Epidemiologi :

Data WHO tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian pada balita karena saluran pernafasan di dunia adalah sebesar 19-26%. Pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 1,8 juta kematian akibat penumonia atau sekitar 20% dari total 9 juta kematian pada anak. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare. (Depkes RI, 2009)

3. Klasifikasi:

b. Aspirasi pneumonia

Terjadi apabila tersedak dan ada cairan /makanan masuk ke paru- paru.pada bayi baru lahir, biasanya tersedak karena air ketuban atau asi.

(40)

c. Pneumonia karena infeksi virus, bakteri, atau jamur

Umumnya penyebab infeksi paru adalah virus dan bakteri sepertistreptococcus pneumonia dan haemophylus influenzae. Gejala akanmuncul 1-2 hari setelah terinfeksi. Gejala yang muncul mulai dari demam,batuk lalu sesak nafas.

d. Pneumonia akibat faktor lingkungan

Polusi udara menyebabkan sesak nafas terutama bagi yang alergi.bila tidak segera dilakukan pengobatan maka akan mengakibatkan bronchitis dan selanjutnya menjadi pneumonia.

4. Komplikasi

a. Efusi pleura: Ketika cairan menumpuk antara pleura dan dinding dada karena jumlah besar cairan yang ada di paru-paru akibat dari Pneumonia, efusi pleura dapat berkembang yang dapat

menyebabkan tekanan terhadap paru-paru, jika tidak diobati

b. Empiema: Pus mungkin ada dalam paru-paru karena infeksi dengan demikian kantong nanah dapat berkembang pada rongga antara pleura dan dinding dada, atau di paru-paru itu sendiri yang dikenal sebagai empyema.

c. Abses paru: terjadi ketika infeksi telah merusak jaringan paru-paru dan terbentuk nahah.

d. Bakteremia: Hal ini terjadi ketika infeksi tidak lagi tertahan dalam paru-paru dan bergerak ke dalam aliran darah, sehingga darah terinfeksi .

e. Keracunan darah: Ketika bakteremia terjadi septikemia dapat menyebar dan infeksi menyebar ke seluruh tubuh. f. Radang selaput meningen yang menutupi otak dan sumsum

tulang belakang, dapat ikut terinfeksi menyebabkan meningitis g. Septic arthritis : Ketika bakteremia terjadi septic arthritis juga

bahaya, karena bakteri memanifestasikan pada sendi melalui darah .

(41)

h. Endokarditis atau pericarditis: darah yang terinfeksi juga beredar melalui otot-otot jantung dan pericardium, risiko terinfeksi sangat tinggi jika otot jantung lemah (Health- cares.net, 2005).

C. Hasil Anamnesis:

Didapatkan pada anak dibawah 3 tahun atau lansia dengan adanya sering kali batuk berdahak, sputum exudat, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai nafas yang pendek, nyeri dada tajam atau seperti ditusuk. Salah satu nyeri atau kesulitan bernafas dalam atau batuk. Kadang-kadang berdarah , sakit kepala atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu makan, kelelahan,kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak jarang bentuk penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fisik :

- Pemeriksaan tanda vital(denyut nadi, frekuensi napas dan suhu meningkat)..

- Tekanan darah menurun.

- Sesak napas, demam, batuk, dan nyeri dada

- Terdapat bunyi mengi (wheezing) dan ronchi

- Inspeksi :

a. Regio kepala dan leher : – Ditemukan hiperarthropi otot-otot asesoris pernapasan

– Bahu nampak sedikit elevasi

karena ketegangan otot asesori pernapasan.

b. Analisis bentuk dada dan postur : – Bahu nampak sedikit elevasi dan protraksi

(42)

pada saat ekspirasi

selalu menggunakan otot aksesori pernapasan (m.scaleni sternocledomastoideus) – Postur tubuh cenderung

forward

c. Pola napas : frekuensi nafas yang meningkat (tachypnea) dan tachycardia (1:4)

- Pemeriksaan : - Palpasi : – Pump hundle movement

– Bucket hundle movement

- Perkusi : Sonor rendah.

- Auskultasi : wheezeng daerah retensi skret

- Pemeriksaan spirometri : Fev1dibawah 80 %.

2. Pemeriksaan Penunjang

- Sample sputum

- Pemeriksaan Lab darah :

a. Kadar Hb : 12-14 (wanita), 13-16 (pria) g/dl

b. Jumlah leukosit : 5000 – 10.000 /µl

c. Jumlah trombosit : 150.000 – 400.000 /µl

d. Hematokrit : 35 – 45 %

e. LED : 0 – 10 mm/jam (pria), 0 – 20 mm/jam (wanita

dilakukan untuk menentukan jenis pneumonia, tes dahak dilakukan untuk menentukan apakah itu adalah infeksi jamur atau bakteri. Tes darah dilakukan untuk memeriksa jumlah sel darah putih pasien, ini dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keparahan pneumonia, serta untuk menentukan apakah itu adalah infeksi virus atau bakteri.

infeksi bakteri akan menghasilkan jumlah darah yang memiliki peningkatan jumlah neutrofil jumlah darah yang memiliki

(43)

peningkatan jumlah limfosit akan menunjukkan infeksi virus. - Chest X-Ray : untuk mendukung problematik yang ada.

E. Penegakkan Diagnosa

Body Structure &Function :- Ketegangan otot asesori pernafasan.

- Penurunan ventilasi pulmonal dan mobilitas thoraks

- Retensi Sputum.

- Lab darah normal

Keterbatasan Partisipasi : Makan seimbang, lingkungan sehat Keterbatasan

Aktivitas : Penurunan

Tranvers dan ambulasi

Diagnosis Fisioterapi : Penurunan tranvers dan ambulasi karena sesak nafasan , retensi mukus, demam, spasme otot asesoris (trapezius dan stenokledomastoideus).

F. Rencana Penatalaksanaan

1. Tujuan : -Membebaskan jalan nafas dan memobilisasi sputum

- Meningkatkan ventilasi dan ketersediaan oksigen.

- meningkatkan kemampuan ambulasi

2. Prinsip Terapi : - Relaksasi dengan penurunan tonus otot pernapasan

- Mengurangi penumpukan sputum

- Perbaikan ventilasi pada paru

3. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

G. Intervensi.

(44)

batuk/ huffing , suction, Incentive spirometri ( sesuai SOP). 2. Rileksasi: Manipulasi, MLD, Breathing exercise ( sesuai SOP).

3. Perbaikan ventilasi: ACBT, Breathing technigue, Mobilisasi toraks, incentive spirometri (sesuai SOP). (Madjoe & Marais, 2007)

H. Prognosis

Di kalangan lansia atau orang yang memiliki masalah paru-paru lain penyembuhan mungkin memakan waktu lebih dari 12 minggu. Di kalangan orang yang memerlukan perawatan di rumah sakit, mortalitas mungkin hingga 10% dan di kalangan mereka yang memerlukan perawatan intensif (ICU) mortalitas bisa mencapai 30–50%. Komplikasi bisa muncul terutama di kalangan lansia dan mereka yang memiliki masalah kesehatan dasar. Ini bisa termasuk, antara lain: emfisema, abses paru-paru, bronkiolitis obliteran, sindrom kesulitan pernafasan.

I. Sarana dan Prasarana

1. Sarana : Bed, Sphygmomanometer, Nebulizer

(45)

8. BEDAH THORAX

1. Defenisi

Bedah thorak terdiri dari berbagai prosedur yang mencakup pembedahanmembuka rongga dada, bedah toraks meliputi pneumonektomi (pengangkatankeseluruhan paru), lobektomi (pengakatan lobus paru), segmentektomi (reseksisegmentasi), reseksi baji, reseksi bronkoplastik atau sleeve, toraskopi video(pemeriksaan dengan suatu endoskop) (Brunner&Suddarth,2001)

2. Jenis – jenis bedah thoraka.

a. Pneumonektomi ( pengangkatan keseluruhan paru )

b. Dilakukan terutama untuk kanker ketika lesi tidak dapat diangkat denganprosedur yang lebih rendah. Pneumoktomi mungkin juga dilakukan untukabses paru, bronkleaktasi, atau tuberkulosis unilateral luas. pengangkatanparu kanan lebih berbahaya dibanding pengangkatan paru kiri, karena parukanan mempunyai jaring – jaring vaskuler yang lebih besar danpengangkatanya menyebabkan masalah fisiologis yang lebih besar

c. Lobektomi ( pengangkatan lobus paru )

d. Dapat dilakukan untuk karsinoma bronkogenik, bulla atau bleb emfisemaraksa, tumor jinak tumor maligna yang bermetasase, bronkolektasis, infeksijamur Operasi ini merupakan operasi yang lebih umum disbanding pneumoektomia

e. Segmentektomi ( reseksi segmental ).

f. Satu segmen dapat diangkat dari setiap lobus, kecuali lobus tengah kanan,yang hanya mempunyai dua segmen kecil, tanpa kecucali diangkatseluruhnya, Proses penyakit dapat dibatasi pada suatu segmen. Kehati – hatianharus diterapkan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin jaringan paruyang sehat dan berfungsi, terutama pada pasien yang sebelumnya sudahmempunyai cadangan kardiopulmonal terbatas.

(46)

h. Prosedur ini dilakukan unrtuk biopsi paru diagnostik dan untuk eksisi non-lobus perifer kecil. Reaksi Baji dari lesi kecil yang terbatas sangat tegas dapatdilakukan tanpa memperhatikan lokasi bidang intersegmental.

i. Reseksi Bronkoplastik atau Sleeve:

j. Prosedur dimana hanya satu lobaris bronkus dengan bagian kanan atau kiribronkus yang dieksisi. Bronkus distal direa-nastomosis ke Bronkusproksimal / trakea.

k. Toraskopi video

l. Toraskopi video adalah prosedur endoskopi yang memungkinkan

ahli bedah,tanpa melakukan insisi terbuka untuk melihat kedalam keadaan toraks,mengambil spesimen jaringan untuk biopsi, mengatasi pneumotoraks rekurenspontan, dan mendiagnosis baik efusi pleural maupun massa pleural.(Brunner& Suddarth, 2001)

Indikasi Bedah Thorak

1. Obstruksi jalan nafas ( sumbatan jalan nafas dari dalam / luar dari pasiencontohnya : muntahan , gigi palsu, lidah terlekuk kedalam. 2. Hemotoraks ( penggumpalan darah dalam ruang potensial yaitu

antara pluraviseral dan parietal ) yang berat ( > 800 cc )

3. Temponade pericardium ( terkumpulnya darah dalam cavum perikardium(> 50cc)

4. Tension pneomothoraks .( udara masuk ke dalam cavum toraks tapi tidakdapatkeluar lagi sehingga terjadi peningkatan tekanan )

5. Flail chest ( fraktur costa segmen > dari dua costa yang berurutan sehinggaterdapat area telepas dari angka toraks) fraktur sternum 6. Pneomothoralis terbuka ( gangguan pada dinding dada berupa

hubunganlangsung antara ruang pleura dan lingkungan).

3. Patologi

Patologi fungsional Praoperasi, fisioterapi diperlukan untuk edukasi kualitas perawatan, pemulihan dan fungsi paru pasca operasi. Pasca operasi, terdapat nyeri, disfungsi bahu; serta terdapat penurunan kemampuan paru sehingga fisioterapi berperan dalam peningkatan

(47)

ekspansi paru dan maneuver pembersihan jalan napas pada stadium awal pascaoperasi.

4. Pemeriksaan

1) Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari tahu keluhan yang dialami pasien dan keadaan mentalnya terkait bedah yang akan dilaksanakan; dan untuk mencari tahu harapan aktivitas fisik yang ingin dicapai pasca operasi.

2) Pemeriksaan klinis;

a. Pemeriksaan radiografi b. Pemeriksaan laboratorium 3) Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan darah)

b. Pemeriksaan gerakan dasar (aktif, pasif, isometrik) c. Pemeriksaan nyeri

d. Endurance test

5. Evaluasi

1) Pengukuran Objektif 1) Daya tahan jantung paru 2) Nyeri

3) Keadaan luka operasi

4) Status mental dan emosional 5) Fungsi pernapasan

2) Outcome Measure

a. Tes daya tahan jantung paru b. Skala VAS

6. Diagnosa Fisioterapi

1) Berdasarkan ICF komplemen terhadap 2) Problema aktual dan potensial yang dijumpai

a Penurunan fungsi sirkulasi b Penurunan fungsi pernapasan

(48)

c Penurnan toleransi aktivitas

7. Prognosis Fungsional

Dengan fisioterapi intensif, diharapkan dapat mengurangi masa rawat inap; sehingga pasien dapat segera kembali beraktivitas normal.

8. Intervensi

1) ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability target, dan Environment Target)

a Peningkatan toleransi latihan b Pengendalian gejala

c Pengendalian kadar lipid dalam darah d Peningkatan kapasitas psikososial

e Peningkatan penyesuaian sosial dan fungsi f Kembali ke pekerjaan

g Mengurangi kematian h Meningkatkan ventilasi.

i Meningkatkan efektifitas mekanisme batuk.

j Meningkatkan kekuatan, daya tahan dan koordinasi otot-otot respirasi.

k Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan thoracal spine.

l Koreksi pola-pola napas yang tidak efisien dan abnormal. m Meningkatkan relaksasi.

n Meningkatkan toleransi aktifitas

o Menjaga mobilitas anggota gerak atas (pencegahan keterbatasan gerak)

2) Modalitas yang direkomendasikan (6-12 intervensi selama 2-4 minggu) a Latihan pernapasan b Latihan aerobic c Nebulisasi d Edukasi e Massage f Perawatan luka

(49)
(50)

9. BRONCHIECTASIS

1. Defenisi

Bronkiektasis adalah dilatasi irreversibel yang abnormal dari bronkus dan dikaitkan dengan perubahan yang bersifat bersilia Epitel. Istilahbronkiektasis menggambarkan pelebaran permanen pada bronkus danbronkiolus sebagai hasil dari penghancuran otot dan jaringan ikat elastis.Gangguan ini kebanyakan dimulai dengan penyempitan pohon bronkus dipicuoleh infeksi, yang mungkin menyebabkan kerusakan epitel jika terjadi kronis.(Montserrat dkk, 2008).

2. Etiologi

Ada sebagian besar penyebab umum dari bronkiektasis adalah kondisi heterogen dengan riwayat klinis yang panjang sebelum didiagnosis, peranpasti faktor penyebab potensial seringkali tidak jelas. Mungkin pertimbanganyang lebih tepat dari penyebab ini sebagai faktor risiko (seperti yang terjadidengan faktor risiko penyakit jantung iskemik) bukan satu-satunya agenpenyebabnya (King, 2009)

3. Patofisiologi Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal bronkus proksimal dan menengah (>2mm) yang disebabkan oleh melemahnya atau perusakankomponen otot dan elastis dinding bronkus. Daerah yang terkena bias menunjukkan berbagai perubahan, termasuk peradangan transmural,edema, jaringan parut, dan ulserasi, di antara temuan lainnya. Parenkimparu distal juga mungkin rusak sekunder terhadap infeksi mikroba persisten dan pneumonia postobstructive sering. Bronkiektasis dapatbawaan tetapi paling sering diperoleh (Emmons,dkk. 2008).

4. Gambaran Klinis

Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hepopmitis dan pneuomina berulang. Batuk padabronkiektasis memiliki ciri antara lain batuk produktif yang berlangsung lamadan frekuensi mirip dengan bronkitis kronik.jika terjadi karena infeksi, warnasputum akan menjadi purulen dan dapat memberikan bau tidak sedap padamulut. Pada kasus yang sudah berat, sputum disertai

(51)

dengan nanah dan jaringan nekrosis bronkus. Pada sebagian bedaar pasien juga ditemukandipsneu dengan tambahan suara wheezing akibat adanya obstruki bronkus.

Demam berulang juga dapat dirasakan pasien karena adanya infeksi berulang yang sifatnya kronik. Hemoptisis juga dapat terlihat pada sebagian besar kasus, hal ini disebabkan adanya destruksi mukosa bronkus yang mengenaipembuluh darah. Pada bronkiektasis kering, hemoptisis terjadi tanpa disertaidengan batuk dan pengeluaran dahak. Hal ini biasanya terjadi padabrokiektasis yang menyerang mukosa bronkus bagian lobus atas paru. Bagianini memiliki drainase yang baik sehingga sputum tiadk pernah menumpukpada bagian ini.

Pada pemeriksaan fisik daat ditemukan sianosis dan jari tabuh. Padakeadaan yang lebih parah dapat dilihat tanda-tanda kor pulmonal. Kelainanparu yang lain dapat ditemukan tergantung dari tempat kelainan yang terjadi.Pada bronkiektasis biasanya ditemukan tergantung dari tempat kalainan yangterjadi. Pada Bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah paru yang jelaspada bagian lobus bawah paru dan ini hilang setelah melakukan drainasepostural. Dapat dilihat pulan retraksi dinding dada dan berkurang gerakandinding dada pada paru yang terkena serta terjadi pergeseran mediastinum kearah yang terkena.

5. Patologi

Infeksi merusakkan dinding bronkial, sehingga akan menyebabkan hilangnya struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan mengobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial, pada kondisi ini timbullah saccular bronchiectasis. Setiap kali dilatasi, sputum kental akan berkumpul dan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru. Lobus bawah merupakan area yang paling sering terkena.

Retensi dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan kolaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi tingkat keparahan pada PPOK

Referensi

Dokumen terkait

Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur, klien yang mengalami apnea

Pemberian Breathing Exercise dengan teknik pursed lips breathing dapat meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP 1 ) pada tenaga kerja

Sprain adalah pembebanan , peregangan atau robekkan berat pada jaringan lunak, seperti kapsul sendi , ligament, tendon, atau otot, ini sering digunakan pada

Dari jumlah tersebut, lima paling relevan dengan populasi orang dengan Alzheimer atau demensia terkait,yang sebagian besar adalah orang dewasa yang lebih tua, dan

Kurang menarik, materi kurang dimengerti, cukup menguasai materi, dan media peraga kurang lengkap Tidak menarik, materi sulit dimengerti, tidak menguasai materi,

Alhamdulillahirobbil’alamin, dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, kami dapat menyelesaikan Modul Asuhan Kebidanan Komunitas dapat digunakan untuk kegiatan

(e). melakukan test-test Khusus neck kepada pasien dan berikan penjelasan kepada pasien mengenai test khusus ini, guna mempermudah pasien mengetahui penyakit

Latar Belakang: Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari ekspirasi yang didahului dengan