Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam i
MODUL FISIOTERAPI NEUROMUSKULER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam ii
VISI DAN MISI FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI
VISI
Menghasilkan lulusan yang unggul dalam bidang keperawatan gawat darurat traumatik dan manual terapi yang mampu bersaing secara nasional dan regional Asia pada tahun 2022.
MISI
1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan berbagai fasilitas belajar, metode, dan sistem pembelajaran kelas dan praktik (laboratorium, RS, dan pelayanan kesehatan lainnya) sehingga menghasilkan karakter yang unggul, kompeten dan excellent service.
2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset keperawatan dan fisioterapi di tingkat lokal maupun nasional dengan menggunakan pendekatan riset kolaboratif dalam bidang ilmu keperawatan dan fisioterapi.
3. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kesehatan di tingkat nasional bahkan kawasan regional Asia dengan menekankan upaya pendekatan preventive health science.
4. Menjalin kerjasama yang baik dengan stakeholder mulai dari
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sebagai pengguna lulusan.
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam iii
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI
VISI
Menjadi program studi yang unggul dan excellent service dalam bidang fisioterapi khususnya manual terapi di tingkat nasional dan regional Asia pada tahun 2022.
MISI
1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan berbagai fasilitas belajar, tools, metode, dan sistem pembelajaran kelas dan praktik di laboratorium dan lapangan
2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset dibidang fisioterapi yang difokuskan pada masalah manual terapi dengan menggunakan pendekatan riset dalam bidang fisioterapi.
3. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan fisioterapi.
4. Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan,
pelayanan, organisasi, dan stakeholderbaik dalam maupun luar
negeri.
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam iv KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang MAha Esa karena senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul mata kuliah Dasar Muskuloskletal ini. Modul ini di susun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam pendidikan Fisioterapi (S1) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
Penyelesaian penulisan modul ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan rekan yang ikut serta dalam penyusunan modul ini.
Penyusun menyadari bahwa apa yang tertuang dalam modul ini masih banyak memiliki kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dan semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Lubuk Pakam, 2020
Penyusun
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam v DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL DALAM...
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ...
PEMBAHASAN ...
A. Fisioterapi Pada Kasus Stroke……… ...
B. Fisioterapi Pada Kasus Parkinson…………...
C. Fisioterapi Pada Kasus Vertigo...
D. Fisioterapi Pada Kasus Spinal Cord Injury...
E. Fisioterapi Pada Kasus Cidera Otak...
F. Fisioterapi Pada Kasus Brain Cancer...
G. Fisioterapi Pada Kasus Penyakit Medulla Sipnalis ...
H. Fisioterapi Pada Kasus Alzheimer...
I. Fisioterapi Pada Kasus Skizofrenia...
J. Fisioterapi Pada Kasus Echepalitis ...
DAFTAR PUSTAKA ...
PENGANTAR NEUROMUSCULAR I 1.1 Definisi
Manajemen fisioterapi neuromuscular adalah ilmu yang mempelajari penanganan-penangana fisioterapi pada kasus musculoskeletal. Manajemen fisioterapi neuromuscular merupakan gabungan dari beberapa ilmu seperti anato- mi fisiologi, patologi, manajemen fisioterapi, yang bertujuan untuk memberikan gambaran penatalaksanaan kasus-kasus fisioterapi di bidang fisioterapi muscu- lokeleal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan instruksional umum
a. Memahami kasus-kasus fisioterapi neuromuscular
b. Memahami dan mampu menganalisa kasus-kasus fisioterapi neuro- muscular
c. Memahami dan mampu melakukan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus neuromuscular
1.2.2 Tujuan intruksional khusus
Mahasiswa memahami dan mampu melakukan proses-proses fisioter- api spesifik seperti:
a. Pemeriksaan dengan cermat pada bidang neuromuscular dalam kasus neuromuscular bedah dan non bedah.
b. Memberikan program latihan untuk proses rehabilitasi pada kasus- kasus neuromuscular
c. Pemeriksaan deteksi dini pada kasus neuromuscular
d. Pemberian pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot, menambah lingkup gerak sendi, dan meningkatkan aktivitas fungsional dari pasien.
1.3 Sasaran
Sasaran pembelajaran praktikum manajemen fisioterapi neuromuscular ada- lah mahasiswa Profesi Fisioterapi Fakultas Keperawatan dan Fisioterapi yang telah lulus pada mata kuliah anatomi fisiologi, patologi, manual thera- py, terapi latihan, dan elektrofisika dan sumberfisis, dll pada semester lalu atau pada jenjang pembelajaran sebelumnya.
1.4 Sumber daya
1.4.1 Sumber daya manusia:
a. Dosen pemberi mata kuliah b. CI
1.4.2 Sarana dan Prasarana:
a. RS Grandmed Lubuk Pakam b. RSU Sembiring Deli Tua c. RSUP H. Adam Malik Medan
d. RSU Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam e. Klinik Manual Terapi Bridg. Katamso 1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup praktikum manajemen fisioterapi neuromuscular adalah melakukan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus neuromuscular system saraf pusat dan system saraf tepi mulai dari pemeriksaan hingga intervesi pemberian pelatihan khususnya manual terapy untuk meningkatkan aktivitas fungsional pasien.
1.6 Alat dan Perlengkapan:
1. Bed atau matras 2. Bantal
3. Formulir pemeriksaan 4. Baby oil
5. Alat-alat untuk manual terapy 1.7 Pengendalian dan Pemantauan
1. Absensi mahasiswa dan dosen yang telah ditandatangani
2. Format penilaian responsi yang telah ditandatangani dan diberi nama jelas instruktur yang menilai dan peserta didik yang bersangkutan
3. Pedoman penilaian pencapaian kompetensi 1.8 Pelaksanaan
1.8.1 Persiapan alat
a. Menyiapakan bed/alat/kursi/alat-alat latihan b. menyiapkan formulir response
1.9 Pelaksanaan Praktik
FSIOTERAPI PADA KASUS STROKE 2.1 Pendahuluan
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner. Perubahan pola hidup dan aktivitas masyarakat yang tidak sehat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terserangnya penyakit stroke. Gejala stroke tidak selalu muncul dalam keadaan berat. Serangan stroke ringan ditangani dengan tepat dan cepat dapat diatasi dan memungkinkan pasien dapat pulih dengan sempurna.
2.2 Pengertian
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak yang terjadi secara mendadak atau secara cepat yang menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah di otak yang terganggu. Sroke pada umumnya terjadi pada orang dengan umur di atas 65 tahun, tetapi setiap orang ada kemungkinan terkena stroke, bahkan anak-anak atau bayi sekalipun. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler(pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
2.2.1 Assesment - Nama pasien - Usia
- Jenis kelamin - Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit penyerta riwayat penyakit keluarga
2.2.2 Pemeriksaan fisioterapi - Kelemahan Otot
- Gangguan Keseimbangan - Gangguan Koordinasi - Gangguan Fungsional
2.2.3 Pemeriksaan penunjang
- Test untuk melihat Otak, Tengkorak, dan Sumsum tulang belakang - CT-Scan, (CT-Scan, Computed Tomography aksial
- CT-Scan menggunakan sinar x untuk menghasilkan gambar 3 dimensi dari 3 kepala.
- CT-Scan dapat digunakan untuk mendiagnosa stroke iskemik, Stroke haemorrage, dan masalah lain dari otak dan batang otak.
2.2.4 MRI scan ( Magnetic resonance imaging scan)
MRI menggunakan medan magned besar untuk mengasilkan gabar dari otak. Seperti CT-Scan, itu menunjukkan lokasi dan luasnya cedera otak.
Gambar yang dihasilkan oleh MRI lebh tajam dan lebih rinci dari pada CT- Scan sehingga sering digunakan untuk mendiagnosa luka kecil yang mendalam.
2.3 Pemeriksaan pembuluh darah yang mengalir ke otak a. Carrotid Dopler (SG carotid)
Gelombang ultrasound digunakan untuk mengambil gambar dari arteri carotid dileher, dan untuk menunjukkan darah yang mengalir ke otak Test ini dapat menunjukkan apakah arteri carotid anda menyempit oleh ateroskelorosis (pengendapan kolesterol)
b. Trans kranial dopler (TCD) ini adalah jenis khusus dari MRI Scan yang dapat digunakan untuk melihat pembuluh darah dileher atau diotak.
1. MRA (Magnetic resonance angiogram)
Ini adalah jenis khusus dari MRI Scan yang dapat digunakan untuk melihat pembuluh darah diotak atau dileher.
2. Cerebral anteriogram (Cerebral angiogram, digital subtraction angiography, (DSA) sebuah kateter dimasukkan dalam arteri dilengan atau kaki dan pewarna kusus disuntikkan kedalam pembuluh darah yang menuju keotak.
Gambar x-ray menunjukkan adanya kelainan pembuluh darah, termasuk penyempitan, penyumbatan atau malformasi (seperti aneurisma atau malformasi arteri vena.
c. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Stroke 1. Latihan Passive Range of Motion (PROM)
a. Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat dalam menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi. Jenis latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dll.
b. Pemberian PROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur terlentang, tidur mirirng, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai dengan alat latihan yang digunakan.
c. Latihan dalam gerakan pasif tidak akan berdampak terhadap proses pembelajaran motorik, akan tetapi sangat bermanfaat sebagai tindakan awal sebelum aplikasi metode untuk latihan pembelajaran motorik.
d. Hal ini perlu disadari oleh fisioterapis, bahwa aktivitas pasif yang diberikan hanya untuk menjaga kualitas komponen gerak, dan bukan sebagai program pembelajaran motorik.
e. Beberapa fisioterapis menempatkan PROM sebagai prelimanary exercise bagi insan stroke sebelum memberikan terapi latihan yang bersifat motor relearning. Pemberian latihan PROM sangat bermanfaat, sehingga penulis menganjurkan agar setiap fisioterapis dapat mengaplikasikannya pada setiap insan stroke.
f. Latihan PROM juga dapat diberikan dalam bentuk program latihan
di rumah dengan terlebih dahulu memberikan edukasi pada keluarga pasien.
g. Menjalankan program 24 hours physiotherapy.
2. Latihan Pada Anggota Gerak Atas (upper extremity).
a. Fleksi dan ekstensi bahu (Shoulder Joint)
Gambar 1. gerakan pasif fleksi – ekstensi bahu Latihan
Posisi insan stroke tidur terlentang.
1. Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan juga pada lengan bawah (sedikit dibawah siku insan stroke). Peletakan tangan insan stroke sebaiknya menyilang agar mempermudah gerakan saat ekstensi dilakukan.
2. Posisi awal dari lengan insan stroke adalah mid position, kemudian lakukan gerakan fleksi, instruksikan agar insan stroke rileks.
3. Pada saat bahu membentuk sudut 900 berikan gerakan eksternal rotasi (berputar keluar) pada lengan hingga membentuk posisi supinasi lengan bawah.
4. Rasakan endfeel pada akhir gerakan. Hindari penguluran berlebihan pada bahu yang mengalami kelemahan.
5. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali atau sesuai toleransi.
6. Latihan ini akan mampu mengurangi komplikasi akibat kurang gerak pada bahu dan terpeliharanya sifat fisiologis jaringan pada area bahu dan lengan. Tujuan utama latihan ini terpeliharanya jarak gerak sendi pada bahu kearah fleksi.
b. Ekstensi / hiperekstensi Bahu (Shoulder Joint).
Gambar 2. Gerakan pasif ekstensi bahu Latihan
1. Posisi insan stroke tidur mirirng (side lying).
2. Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan pada bagian bahu.
3. Posisi lengan insan stroke semi fleksi dengan lengan bawah mid position.
4. Berikan topangan pada siku atau lengan bawah insan stroke dengan lengan bawah fisioterapis.
5. Berikan gerakan ekstensi secara penuh.
6. Hindari adanya kompensasi gerak berupa elevasi bahu dengan pemberian stabilisasi.
7. Rasakan endfeel pada akhir gerakan.
8. Hindari adanya keluhan nyeri saat gerakan dilakukan.
9. Pertahankan gerakan terjadi pada mid posisi lengan bawah insan stroke.
10. Lakukan pengulangan minimal 7 kali atau sesuai toleransi.
Latihan ini ditujukan untuk memelihara jarak gerak sendi bahu, khususnya pada arah ekstensi dan memelihara elastisitas jaringan pada sisi
anterior. Hal ini dimungkinkan karena pada latihan ini terdapat regangan di akhir gerakan pada jaringan-jaringan sisi depan sendi bahu.
Latihan ini hendaknya dilakukan secara perlahan karena sering ditemukan adanya kelemahan dan penurunan tonus otot yang signifikan sehingga banyak terjadi subluksasi sendi.
c. Abduksi Bahu (Shoulder Joint)
Gambar 3. Gerakan pasif abduksi bahu Latihan :
11. Posisi insan stroke tidur terlentang, dengan siku semi fleksi.
12. Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan lengan atas (sedikit diatas siku).
13. Lakukan gerakan abduksi
14. Awali gerakan dengan posisi prpnasi pada lengan bawah, kemudian pada 900 abduksi lakukan otasi kearah supinasi lengan bawah insan stroke.
15. Berikan instruksi untuk tetap rileks 16. Rasakan endfeel di akhir gerakan
17. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali atau sesuai toleransi.
Latihan ini ditujukan untuk memelihara jarak gerak sendi bahu khususnya kearah abduksi. Selain itu, latihan ini akan mengurangi adanya komplikasi berupa kontraktur jaringan pada sendi bahu.
Hindari adanya gerakan kompensasi pada bahu, sehingga jarak gerak sendi pada latihan dapat dicapai dengan lebih baik. Adanya kompensasi gerak, merupakan indikator adanya masalah pada jaringan lunak ataupun jaringan keras disekitar bahu yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih spesifik.
Abduksi dan Adduksi Horizontal Bahu (Shoulder Joint)
Gambar 4. Gerakan pasif abduksi dan adduksi horizontal
- Posisi insan stroke tidur terlentang dengan bahu membentuk 900 abduksi dan siku ekstensi penuh dengan lengan bawah dalam posisi supinasi.
- Posisikan insan stroke dalam keadaan rileks.
- Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan juga pada sendi siku.
- Berikan gerakan kearah dalam (adduksi) dan kearah luar (abduksi) pada sendi bahu.
- Berikan instruksi agar insan stroke tetap rileks - Rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Hindari adanya nyeri saat gerakan dilakukan.
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
- Latihan ini sangat bermanfaat bagi terpeliharanya jarak gerak sendi, khususnya pada gerakan horizontal. Pemberian PROM akan menjaga elastisitas jaringan sisi anterioir dan posteriaor serta memelihara sistem sirkulasi lokak pada jaringan sehingga dapat menghindari adanya pembengkakan pada ekstremitas atas.
d. Internal dan Eksternal Rotasi Bahu (Shoulder Joint).
Gambar 5. Gerakan Pasif Eksternal dan Internal Rotasi
- Persiapkan posisi insan stroke dengan menghindari adanya hambatan gerak oleh faktor tempat tidur atau benda lainnya.
- Posisi insan stroke tidur terlentang dengan bahu membentuk 900 abduksi dan siku 900 fleksi.
- Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan juga pada sendi siku sebagai stabilisasi gerak.
- Berikan gerakan kearah ekternal (a) dan internal (b) pada sendi bahu.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks, rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Perhatikan jarak gerak sendi yang dibentuk apakah dalam jarak yang normal atau terbatas.
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
Pada aplikasi gerakan ini hindari adanya nyeri gerak. Umumnya pada insan stroke komplikasi akibat kurang gerak adalah adanya kekakuan sendi.
Pada sendi bahu maka gerakan ekternal rotasi adalah salah satu gerakan yang sering mengalami limitasi gerak. Jika terdapat gangguan limitasi gerak akibat adanya masalah pada persendian, maka pendekatan intervensinya akan berbeda.
e. Fleksi dan ekstensi siku (Elbow Joint)
Gambar 6. Gerakan pasif fleksi-ekstensi siku - Posisi insan stroke tidur terlentang.
- Posisi tangan insan stroke supinasi.
- Tangan fisioterapis berada pada pergelangan tangan dan sendi siku.
- Lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi siku.
- Berikan Intruksi agar insan stroke tetap rileks.
- Pastikan gerakan yang diberikan berada pada midline yang benar.
- Rasakan endfeel pada akhir gerakan.
- Perhatikan jarak gerak sendi yang dibentuk apakah dalam jarak yang normal atau terbatas.
Latihan gerak ini sangat penting, karena gerakan ini pada aktivitas fungsional ektremitas atas memiliki peran yang dominan. Adanya gangguan gerak pada siku akan berdampak terhadap banyaknya masalah aktivitas fungsional yang terganggu.
Dalam aplikasinya gerakan fleksi dan ekstensi siku dapat dilakukan dalam beberapa posisi lengan antara lain dengan mid posisi atau dengan posisi supinasi pada lengan bawah.
f. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan (Wrist Joint)
Gambar 7. Gerakan pasif pada fleksi-eksensi ulnar dan radial deviasi pada wrist joint
- Posisi insan stroke tidur terlentang dengan fleksi siku 900
- Tangan fisioterapis diletakkan pada pangkal pergelangan dan pada telapak tangan.
- Berikan gerakan kearah luar (ekstensi) dan kearah dalam (fleksi).
- Pada saat gerakan fleksi wrist dilakukan maka sebaiknya jari-jari dalam kondisi lurus (ekstensi), sedangkan saat dilekukan gerakan ekstensi wrist, maka sebaiknya jari-jari menggenggam.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks.
- Tambahkan gerakan dengan peregangan pada punggung tangan untuk membentuk arkus telapak tangan.
- Rasakan endfeel di akhir gerakan.
Latihan dengan gerakan tersebut sangat penting oleh karena banyaknya problematik yang ditemukan pada tangan dan jari-jari insan stroke. Umumnya latihan yang dilakukan secara mandiri oleh insan stroke mengakibatkan terjadinya hipermobilitas pada sendi metacapophalangeal sehingga stabilitas
pada jari-jari menurun yang akhirnya mempersulit terbentuknya gerakan pada jari-jari. Untuk itu sangat dibutuhkan edukasi bagi insan stroke.
g. Elevasi-Depresi dan Protraksi-Retraksi Bahu (Shoulder Joint).
Gambar 8. Gerakan pasif elevasi-depresidan protaksi retraksi bahu Latihan
- Posisi insan stroke tidur tengkurap (pronelying).
- Tangan fisioterapis diletakkan pada area bahu dan lengan bawah insan stroke.
- Berikan gerakan kearah atas (elevasi) dan kearah bawah (Depresi), kedepan (protraksi) dan kebelakang (Retraksi) pada sendi bahu.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks - Rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
Latihan dengan gerakan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah terdapat limitasi gerak pada sendi bahu. Limitasi gerak pada sendi bahu akan menurunkan kemampuan stabilitas pada bahu yang berdampak terhadap sulitnya melakukan gerakan fungsional pada lengan dan tangan dengan pola yang benar. Jika stabilitas gerak pada bahu menurun, maka aktivitas gerak pada lengan akan menimbulkan adanya gerak kompensasi.
Kompensasi gerak merupakan bentuk gerakan yang terjadi akibat
ketidak sesuaian atau kurangnya stabilitas gerak. Kompensasi gerak adalah bentuk gerak yang tidak efisien dan memerlukan energi lebih besar dibandingkan pada pola gerak normal. Sering terjadi adalah berupa gerakan fleksi (menekuk) pada siku saat melakukan aktifitas berjalan.
3. Latihan Pada Anggota Gerak Bawah (Lower Extremity) a. fleksi-ekstensi panggul (hip) dan lutut (knee)
Latihan
- Posisi insan stroke tidur terlentang
- Posisi tangan fisioterapis pada tumit serta sisi bawah dan tepi luar lutut insan stroke.
- Lakukan gerakan ke atas-depan sehingga membentuk gerakan fleksi hip dan fleksi knee.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks.
- Lakukan gerakan kembali pada posisi awal - Rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
Gerakan-gerakan yang dijelaskan sebelumnya dapat diberikan pada insan stroke oleh keluarga atau petugas perawatan agar dapat membantu mencegah munculnya komplikasi akibat kurang gerak.
Aktivitas ini akan sangat membantu proses pemulihan insan stroke dan
merupakan bentuk latihan persiapan untuk mendapatkan metode latihan khusus yang bersifat relearning atau reeducation.
FISIOTERAPI PADA KASUS PARKINSON
3.1 Definisi
Parkinson’s Disease (Penyakit Parkinson) merupakan suatu penyakit karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Parkinson’s Disease adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pada daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipotalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, serta sistem saraf otonom.
3.2 Gejala Klinis 1. Gejala Motorik a. Tremor/bergetar b. Rigiditas/kekakuan c. Akinesia/Bradikinesia
d. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah e. Langkah dan Gaya berjalan (sikap Parkinson)
(1) tubuh condong ke depan, (2) bahu abduksi, (3) siku fleksi 90˚, (4) pergelangan tangan ekstensi, (5) Hip dan lutut semifleksi.
f. Bicara Monoton g. Gangguan Behavioral
h. Gejala Lain (Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).)
2. Gejala non motorik a. Disfungsi otonom
✓ Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
✓ Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
✓ Pengeluaran urin yang banyak
✓ Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, dan orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia) e. Gangguan sensasi, seperti :
- kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna.
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension ortostatik, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan - berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
Hal yang termasuk dalam pemeriksaan koordinasi:
- Lenggang
- Bicara : berbicara spontan, pemahaman, mengulang, menamai - Menulis : mikrografia
- Percobaan apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang terampil: mengancing baju, menyisir rambut, dan mengikat tali sepatu
- Mimik wajah
- Tes telunjuk : pasien merentangkan kedua lengannya ke samping sambil menutup mata. Lalu mempertemukan jari-jarinya di tengah ba- dan
- Tes telunjuk-hidung : pasien menunjuk telunjuk pemeriksa, lalu menunjuk hidungnya
- Disdiadokokinesia : kemampuan melakukan gerakan yang bergantian secara cepat dan teratur
- Tes tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai diluruskan, lalu pasien menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.
4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, dapat melihat dari derajat berdasarkan kriteria Hoehn and Yahr (1967), yaitu:
Stadium 1 : Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi belum menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak.
Stadium 2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu
Stadium 3 : Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5 : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Kriteria Hughes (1992) :
Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama
5. Pemeriksaan penunjang - EEG
Biasanya terjadi perlambatan yang progresif - CT Scan kepala
Biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulkus-sulkus melebar
6. Fisioterapi
Peranan rehabilitasi medik pada penyakit Parkinson adalah :
- Mencegah kontraktur oleh karena rigiditas, dengan gerakan pasif perlahan namun full ROM.
- Meningkatkan nilai otot secara general dengan fasilitasi gerak yang dimulai dari sendi proximal, misalnya dengan menggunakan PNF, NDT atau konvensional.
- Meningkatkan fungsi koordinasi.
- Meningkatkan transfer dan ambulasi disertai dengan latihan keseimbangan.
1. Terapi Fisik
▪ Terapi Range of Motion (ROM), penguatan, mobilisasi dan tekhnik kompesatori.
▪ Neurodevelopmental Treatment (NDT) Bobath-Training
▪ Stimulasi dari saraf, otot, reseptor sensorik untuk menghasilkan respon melalui rangsangan manual untuk meningkatkan kemudahan pergerakan dan meningkatkan fungsi otot.
▪ Mekanise neuromuskular yang normal memberi kemampuan untuk melakukan aktifitas motorik yang luas dengan struktur anatomis yang terbatas. Hal ini terintegrasi dan efisien tanpa mempengaruhi aksi motorik, aktifitas reflex dan reaksi lainnya.
▪ Mekanisme neuromuskular yang tidak lengkap tidak cukup memenuhi untuk hidup sehari-hari karena kelemahan, ikoordinasi, spasme otot atau spastisitas.
▪ Keperluan khusus diberikan oleh terapis fisik dan terapis okupasional memfasilitasi efek dari mekanisme neuromuskular dan mengembalikan keterbatasan pasien.
▪ Pola pergerakan-massa digunakan sesuai dengan aksioma Beevor (bahwa otak tidak tahu tentang aksi dari otok tertentu tapi tahu tentang pergerakannya)
▪ Brunnstrom: Fasilitasi sentral menggunakan pemulihan Twitchell dimana meningkatkan sinergi tertentu melalui stimulus proprioseptif pada kulit.
Dengan menambahkan breating retraining (BRT) dan inspiratory mucle training (IMT) pada program rehabilitasi pasien Parkinson’s Disease menghasilkan perbaikan fungsi otot pernafasan, kapasitas latihan, dan kualitas hidup menurut Sutbeyaz dkk. Pada studi ini pasien diberikan BRT dan IMT selama setengah jam sehari, 6 kali seminggu.
2. Terapi Sinar Infra Red
Sinar infra red merupakan suatu gelombang yang mempunyai pancaran gelombang yang mempunyai elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700 – 4.000.000 Amstrong. Sinar infra red ini selain berasal dari matahari, dapat pula diperoleh dengan cara buatan dari bantalan listrik, lampu luminous infra red gelombang panjang dan pendek. Berdasarkan panjang gelombangnya infra red dapat dibedakan sebagai berikut:
❖ Gelombang Panjang
Gelombang panjang ini diatas 12.000 A sampai dengan 150.000 A.
Penetrasi sinar ini hanya sampai pada lapisan superficial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm.
❖ Gelombang Pendek
Panjang gelombang ini antara 7.700 A sampai dengan 12.000 A. Daya penetrasi ini lebih dalam dari gelombang panjang, yaitu sampai jaringan subcutan darah kapiler, pembuluh lymph, ujung-ujung saraf dan jaringan lain dibawah kulit.
Berdasarkan tipe sinar infra red dapat dibedakan sebagai berikut:
▪ Tipe A: panjang gelombang 780 – 15000 mm, penetrasi dalam
▪ Tipe B: panjang gelombang 1500 – 3000 mm, penetrasi dangkal
▪ Tipe C: panjang gelombang 3000 – 10.000 mm, penetrasi dangkal
❖ Efek Fisiologis
Pengaruh sinar infra red jika sinar infra red diabsorbsi oleh kulit, maka panas akan timbul pada tempat sinar tadi diabsorbsi.
Dengan adanya panas ini temperature naik dan pengaruh-pengaruh lain akan terjadi antara lain adalah:
✓ Meningkatkan proses metabolisme
✓ Vasodilatasi pembuluh darah
✓ Pigmentasi
✓ Pengaruh terhadap jaringan otot
✓ Menaikkan temperatur tubuh
✓ Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
❖ Efek Terapeutik
✓ Relaksasi otot
✓ Meningkatkan suplai darah
3. Latihan Keseimbangan dan Koordinasi
➢ Latihan keseimbangan a. Posisi duduk
Pasien duduk di tempat tidur, terapis di belakang pasien dengan memegang salah satu tangan pasien dan tangan yang lain memfiksasi pada bahu yang kontralateral. Lalu terapis menarik tangan pasien secara perlahan ke arah samping secara perlahan dan pasien di minta untuk mempertahankan keseimbangan agar tidak jatuh ke samping. Setelah itu dilakukan pada tangan yang lain dengan prosedur yang sama.
b. Posisi berdiri
Pasien berdiri dengan tumpuan 10 cm, terapis memfiksasi pada pevis pasien, lalu terapis menggerakkan ke depan, belakang, samping kanan dan samping kiri dan pasien diminta agar menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.
➢ Latihan koordinasi
Dilakukan pada posisi berdiri maupun duduk untuk gerak jari ke hidung, jari pasien ke jari terapis, jari ke jari tangan pasien, gerak oposisi jari tangan dan gerakan lain yang ada pada pemeriksaan koordinasi non- ekuilibrium. Pasien duduk atau berdiri dengan kedua lengan ke depan (fleksi sendi bahu 90ᵒ) sehingga ke dua jari telunjuk pasien dan terapis saling bersentuhan, lalu pasien di minta mempertahankannya setelah itu pasien di minta mengikuti gerakan tangan terapis, usahakan jari telunjuk masih saling bersentuhan selama pergerakan tangan terapis.
➢ Frenkel’s exercise
Merupakan suatu bentuk latihan gerak untuk perbaikan koordinasi dengan menggunakan indra yang lain (visual, pendengaran, reseptor).
Program ini terdiri seri latihan yang sudah terencana yang didesain untuk membantu mengkompensasi ketidak mampuan dari lengan dan tungkai untuk melakukan gerakan yang terkoordinasi, yaitu ketidak mampuan untuk meletakkan posisi dan mengatakan dimana posisi lengan dan tungkai jika bergerak tanpa pasien melihat gerakan.
Dasar fisiologi Frenkel’s exercise sebagai berikut : a. Perbaikan koordinasi melalui indra yang lain
b. Belajar kembali tentang fungsi dan pola fungsional yang hilang Prinsip latihan antara lain sebagai berikut :
a. Tujuan latihan untuk melatih koordinasi bukan untuk tujuan penguatan otot.
b. Selama latihan harus diberikan instruksi dan aba-aba, suara yang lembut, dan selama latihan harus dihitung.
c. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah melihat gerakan yang dilakukan.
d. Untuk menghindari kelelahan setiap gerakan dilakukan tidak boleh lebih dari empat kali dan diselingi istirahat diantara setiap gerakan.
e. Latihan dilakukan dalam ROM yang normal untuk menghindari over-streching dari otot.
f. Latihan dimulai dari gerakan yang sederhana kemudian ditingkatkan pada pola gerakan yang lebih sulit.
Gerakan dalam Frenkel’s exercise antara lain :
a. Fine motor, Gerakan halus yang memerlukan keterampilan dan koordinasi visual yang prima serta melibatkan extremitas superior b. Gross motor, gerakan kasar yang melibatkan aktivitas tungkai atau
axtremitas inferior.
4. Edukasi dan Home Program
Edukasi dan home program prinsipnya adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh keluarga dan penderita untuk menunjang pemulihan kemampuan gerak dan fungsi. Dengan melakukan program rumah ini akan sangat membantu proses perkembangan motorik. Namun demikian, program latihan di rumah hendaknya dilakukan dengan benar agar proses pembelajaran motorik yang diberikan oleh fisioterapis tidak berlawanan dengan yang dilakukan di rumah.
a. Mengatur Posisi di Tempat Tidur
Umumnya penderita Parkinson’s Disease akan mengalami imobilisasi atau kurang gerak karena menurunnya kemampuan fungsional.
Dengan kondisi tersebut, makan beberapa komplikasi mungkin terjadi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktur otot, keterbatasan sendi, dan lain lain.
b. Pijatan pada Lengan
Pijatan yang diberikan pada penderita Parkinson’s Disease bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah local pada area yang diberikan pijatan. Pada area lengan maka arah pijatan dari distal ke area proksimal.
c. Latihan Mandiri (self exercise)
Pada dasarnya penderita Parkinson’s Disease juga dapat melakukan latihan mandiri, hal ini ditujukan untuk membantu proses pembelajaran motorik. Setiap gerakan yang dilakukan hendaknya secara perlahan dan berkelanjutan dan anggota gerak yang mengalami gangguan ikut aktif melakukan gerakan seoptimal mungkin.
d. Latihan Fungsional Tangan
Salah satu ciri khas dari Parkinson’s Disease adalah tangan tremor jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Fungsi tangan begitu penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang paling aktif.
Latihan fungsional tangan dapat berupa:
✓ Membuka tangan.
✓ Menutup jari-jari untuk menggenggam objek.
✓ Menggeser engsel kunci pintu atau lemari.
✓ Membuka menutup kran air
✓ Membuka dan mengancingkan baju, dll e. Latihan pada Wajah dan Mulut
Salah satu mesalah yang sering muncul pada penderita Parkinson’s Disease adalah menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi wajah.
Latihan pada wajah dan mulut antara lain, latihan tersenyum, memembentuk bibir menjadi huruf “O” dan lain lain.
DIAGNOSIS FISIOTERAPI Impairment :
▪ Adanya tremor pada kedua lengan saat istirahat
▪ Kekuatan otot menurun
▪ Bradikinesia (pergerakan terganggu)
▪ Adanya spasme otot pada lengan kanan atas (m.bicep)
▪ Masked face (ekspresi wajah datar ) Functional Limitations :
▪ Sulit menulis karena adanya kekakuan pada lengan
▪ Mudah terjatuh saat berjalan
▪ Langkah kaki menjadi kecil-kecil saat berjalan
▪ Pergerakan anggota tubuh menjadi lambat
Disability :sejak sakit pasein sudah tidak beraktivitas di luar rumah seperti mengikuti kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya
PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI TUJUAN
a. Jangka Pendek :
▪ mengurangi tremor
▪ memperbaiki keseimbangan dan koordinasi
▪ memperbaiki ekspresi wajah
▪ menaikan kekuatan otot yang menurun
▪ menghilangkan spasme
b. Jangka Panjang : Meningkatkan Aktivitas fungsional dan kemandirian 1. Tindakan Fisioterapi
1. Infra red 2. Terapi Latihan
3. Latihan ekspresi wajah 4. Latihan jalan
5. Latihan koordinasi
6. Edukasi: minta pasien untuk menerapkan atau melakukan latihan yang telah di ajarkan. Latihan koordinasi dan Latihan ekspresi wajah
FISIOTERAPI PADA KASUS VERTIGO
4.1 Definisi Vertigo
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali (Israr, 2008).
4.2 Klinis vertigo perifer dan sentral
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan
kepala + –
Gejala otonom ++ –
Gangguan pen-
dengaran + –
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, saraf perifer)
Sistem vertebrobasiler dan gangguan vaskular (otak, batang otak, sere-
belum)
Penyebab
Vertigo posisional paroksismal jinak (BPPV), penyakit maniere, neuronitis vestibuler, labirintis, neuroma akustik, trauma
iskemik batang otak, ver- tebrobasiler insufisiensi, neoplasma, migren basil- er
Gejala gangguan
SSP Tidak ada
Diantaranya :diplopia, parestesi, gangguan sen- sibilitas dan fungsi mo- torik, disartria, gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
4.3 MANAJEMEN FISIOTERAPI 1. Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu : “Gangguan gerak dan fungsi.
2. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi
Adapun problem dan planning yang dapat diuraikan berdasarkan hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
Problem Fisioterapi a. Problem Primer
1. Gangguan keseimbangan
2. Gangguan stabilitas penglihatan b. Problem Sekunder
Gangguan kecemasan.
c. Problem Kompleks
Gangguan activity daily living (ADL), yaitu shalat dan ambulance (tidur ke duduk dan duduk ke berdir)
Planning Fisioterapi
a. Tujuan Jangka Pendek
1) Mengurangi kecemasan pasien.
2) Mengatasi gangguan keseimbangan dan gangguan stabilitas penglihatan.
b. Tujuan Jangka Panjang
1) Mengembalikan kemampuan activity daily living, yaitu shalatdan ambulance (tidur ke duduk dan duduk ke berdiri).
Program Fisioterapi
Tabel 3.4. Program Intervensi Fisioterapi
No. Problem FT Modalitas FT Dosis FT
1. Kecemasan Komunikasi
Terapeutik
F: 1x/terapi I: Pasien fokus T: Motivasi, Edukasi T: 3-5 menit
2. Gangguan keseimbangan Exercise Therapy F: 1x/terapi
I: 15 detik, 4x repetisi T: Cawthorne
Cooksey,Semont Liberato- ry, Brand Darrof Exercise, Manufer Eplay, Manufer
Semont, Manufer Foster.
T: 10 menit
No. Problem FT Modalitas FT Dosis FT
3. GAngguan stabilitas penglihatan
Exercise Therapy F: 1x/terapi
I: 7 menit/1x repetisi T: Gaze Stabilition Exer- cise
T: 7 menit 4. Gangguan ADL Exercise Therapy F: 1x/terapi
I:5 menit
T: gerakan shalat dan am- bulance tidur keduduk dan duduk keberdiri
T: 5 menit
Home Program dan Evaluasi Fisioterapi
Adapun home program dan hasil evaluasi terhadap program fisioterapi yang telah diberikan kepada pasien tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pasien disarankan untuk tidak menggunakan bantal yang terlalu tinggi saat tidur.
b. Pasien disarankan dan diajarkan untuk melakukan latihan-latihan sebatas kemampuannya (pain free) berupa senam vertigo. Adapun latihan-latihan yang diberikan, yaitu
1)
F: 2 x sehari I: 8xhitungan, 3xrepitisi, 2 set T:Neck
Flexion- Extension
T: 2 menit
2)
F: 2 x sehari I: 8xhitungan, 3xrepitisi, 2 set T:Neck
Rotation
T: 2 menit
3)
F: 2 x sehari I: 8xhitungan, 3xrepitisi, 2 set T:Head Tilt T: 2 menit
4)
F: 2 x sehari I: 8xhitungan, 3xrepitisi, 2 set T:Neck
Retraction Exercise
T: 2 menit
5)
F: 2 x sehari I: 8xhitungan, 3xrepitisi, 2 set T:Side Bending Exercise
T: 2 menit
6)
F: 2 x sehari I: 8xhitungan, 3xrepitisi, 2 set T:Neck
Flexion- Extension Resistance
T: 2 menit
7)
F: 2 x sehari I: 8xhitungan, 3xrepitisi, 2 set T:Neck
Stretching (right-left side)
T: 2 menit
FISIOTERAPI PADA KASUS SPINAL CORD INJURY
5.1 Defenisi
Spinal cord injury adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan area yang dipersyarafi oleh level vertebra yang terkena, serta gangguan sistem vegetatif berupa gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya gangguan fungsi sexual.
5.2 Intervensi Fisioterapi
Berdasarkan problema, kita dapat menentukan intervensi fisioterapi yang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhan pasien atau keluhan pasien agar tujuan akhir dari intervensi dapat tercapai. Intervensi fisioterapi terutama ditujukan untuk mengurangi atau mencegah masalah-masalah yang belum ada namun berpotensi untuk terjadi pada penderita tersebut. Selain itu intervensi juga ditujukan untuk meningkatkan kemandirian penderita. Adapun berbagai intervensi fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain :
a) Fisioterapi pada fase akut / spinal shock 1. Posisioning
• Berbaring telentang
• Miring ke sisi yang sehat
• Miring ke sisi yang lumpuh
Bila pasien hanya mampu bergerak dengan bantuan orang lain, fisioterapis adalah salah satu anggota tim yang berperan dalam membantu gerakan pasien selain perawat. Fisioterapis memegang peranan penting dalam mengatur posisi anggota gerak untuk mencegah deformitas dan untuk mengobservasi area yang terkena tekanan untuk melihat adanya tanda – tanda timbulnya kelainan, seperti decubitus
2. Latihan gerak pasif.
Latihan gerak pasif harus dilakukan pada semua sendi pada anggota gerak bawah pada penderita paraplegi, dan juga mencakup latihan pada sendi-sendi anggota gerak atas pada penderita tetraplegi. Pada lesi di lumbal yang harus diperhatikan adalah saat menggerakkan hip jangan sampai spine juga ikut bergerak. Perhatian yang sama juga dilakukan saat menggerakkan upper ekstremity bila lesi terdapat pada cervical.
3. Chest terapi
Pada paraplegi tidak memerlukan penanganan chest terapi kecuali bila ada kondisi pengakit paru kronik, tetapi fisioterapis harus memperhatikan adanya tanda-tanda gangguan respirasi. Pasien dengan tetraplegi memerlukan chest terapi karena adanya peralysis pada otot-otot intercostalis. Pasien kemungkinan memakai trakheoostomi atau alat bantu nafas.
4. Exercise
a) Paraplegi : Latihan penguatan untuk anggota gerak atas dilakukan seawal mungkin
b) Tetraplegi : Gerakan aktif pada anggota gerak atas dilakukan pada posisi yang tidak mengganggu posisi cervical.
5. Interaksi pasien – fisioterapi
Salah satu aspek penting dalam melakukan treatment pada fase akut adalah untuk membangun kepercayaan yang baik dengan pasien. Hal ini dapat menjadi sulit, tergantung pada reaksi pasien terhadap kondisi penyakitnya. Fisioterapis harus mengerti kondisi pasien dan mengerahkan selurh kemampuannya untuk membangun kooperatif dan motivasi pasien.
b) Fisioterapi pada fase pemulihan
Saat pertama kali diberikan weight bearing pada spine fisioterapis secara intensif harus diberikan untuk membangun kemandirian yang maximum.
1) Paraplegia a. Sitting balance
Walau terjadi gangguan sensasi pada bagian bawah tubuh, namun sitting balance bisa dicapai. Pasien dapat belajar untuk menggunakan sensasi pada bagian atas tubuh dan menggunakan pandangan dengan lebih intensif. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam melatih balance.
b. Mobilisasi dengan kusi roda
Kursi roda yang digunakan bisa berupa kursi roda manual ataupun kursi roda elektrik. Penggunaan kursi roda ini sangat penting bagi pasien untuk dapat bergerak dan membangun kemandirian. Pasien dengan kursi roda manual dapat berlatih untuk mengoperasikan kursi rodanya pada jalan yang menanjak atau menurun serta pada jalan yang ada tangganya.
c. Transfer
Pada saat awal pasien dapat diajarkan untuk miring kanan dan miring kiri dan duduk di atas tempat tidur. Lalu dapat dilanjutkan untuk berpindah ( transfer ) dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya. Saat pasien sudah dapat melakukan hal tersebut dengan rasa aman, pasien dapat berpindah dari kursi roda ke toilet ataupun ke dalam mobil.
d. Perawatan diri
Perawatan diri harus dimulai saat awal terapi. Pasien harus diajarkan untuk mengurangi tekanan-tekanan pada bagian tubunya (dudukannya) setiap 10 – 15 menit, sehingga selanjutnya hal tersbut dapat menjadi suatu reaksi yang otomatis. Pasien juga harus diajarkan cara mengobservasi daerah yang tertekan, atau bila areanya tidak dapat terlihat oleh pasien, maka harus ada orang lain yang dapat mengobservasinya.
Pasien diajarkan untuk melatih gerakan pasif sendiri dan melaporkan kepada terapis bila ada gerakan yang sulit dilakukan. Pasien diajarkan untuk melakukan beberapa kegiatan fungsional yang mungkin untuk dilakukannya, seperti berpakaian dan mandi.
e. Penguatan anggota gerak atas
Hal ini dapat dilakukan pada matras atau kursi roda. Untuk memulai latihan fisioterapis dapat menggunakan tahanan secara manual.
Selanjutnya pasien dapat menggunakan paralatan dengan beban atau dengan menggunakan beban berat badannya sendiri. Selain itu pasien dapat melakukan olah raga untuk meningkatkan kekuatan otot ekstemitas atas, seperti volley atau berenang.
f. Latihan berdiri dan berjalan
Seperti saat latihan duduk, pasien harus diajarkan untuk mengkompensasi sensoris yang hilang pada tubuh bagian bawah. Untuk dapat berdiri dan berjalan pasien akan membutuhkan beberapa orthosis atau dengan menggunakan kruk, tergantung level lesi yang terkena dan kondisi pasien.
g. Kemandirian
Untuk seorang muda yang menderita paraplegia, kemungkinan besar ia akan dapat hidup secara mandiri dan dapat kembali bekerja. Modifikasi pekerjaan mungkin diperlukan apabila pekerjaannya yang lama tidak dapat dilakukan dengan nyaman pada kondisinya saat ini. Hal yang penting adalah bahwa persiapan untuk hidup mandiri harus dilakukan sejak awal program terapi.
2) Tetraplegia
Walaupun beberapa tujuannya sama, pada kondisi tetraplegia akan membutuhkan waktu yang lama dan akan lebih sulit untuk mencapainya.
Salah satu masalah yang timbul pada SCI yang lebih tinggi adalah adanya hipotensi postural yang timbul akibat hilangnya kontrol vasomotor. Pasien dapat diajarkan untuk beradaptasi dengan perubahan posisi, dan mereka harus mengenali tanda-tanda bila ia akan pingsan.
Kursi roda yang akan digunakan memerlukan adaptasi, seperti sandaran yang tinggi. Pada kondisi pasien dengan lesi pada cervical bawah, pasien mampu untuk transfer, namun pada lesi cervical atas, akan memerlukan bantuan untuk transfer.
Pada pasien dengan tetraplegi, tidak mudah untuk melakukan perawatan diri, tapi pasien harus mampu mengetahui apa yang ia butuhkan dan tahu kapan ia harus memerlukan bantuan dari orang lain. Derajat kemandirian yang dapat dicapai oleh seorang dengan tetraplegi
FISIOTERAPI PADA KASUS CIDERA OTAK
A. Pengertian
Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau otak (Borley & Grace, 2006).
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (pierce, 1995).
Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang atau berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik, perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi ringan, sedang, berat. Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah
1. Cidera kepala ringan (CKR)
Tanda-tandanya adalah: a). Skor glasgow coma scale 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif); b). Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi); c). Tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat terlarang; d).
Pasien dapat mengeluh sakit dan pusing; e). Pasien dapat menderita laserasi, abrasi, atau hematoma kulit kepala.
2. Cidera kepala sedang (CKS)
Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor); b). Konkusi; c). Amnesia pasca trauma; d).
Muntah; e). Kejang
3. Cidera kepala berat (CKB)
Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 3-8 (koma); b). Penurunan derajat kesadaran secara progresif; c). Tanda neurologis fokal; d). Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.
B. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan berada dalam kepala. Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang.
Adapun pelindung otak yang lain adalah lapisan meningen, lapisan ini yang membungkus semua bagian otak. , Lapisan ini terdiri dari duramater, araknoid, piamater.
Tl. parietal
Tl. Oksipital
Gambar 1. Tengkorak (Sumber: Lutjen drecoll, 2001).
1. Tengkorak
Tengkorak merupakan kerangka kepala yang disusun menjadi dua bagian kranium yang terdiri dari tulang oksipital, parietal, frontal, temporal, etmoid dan kerangka wajah terdiri dari tulang hidung, palatum, lakrimal, zigotikum, vomer, turbinatum, maksila, mandibula.
Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, yang licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah.
Tl. frontal
Tl. Nasal Tl. Lakrimal Tl. Etmoidal Tl. Palatum Tl. zygomatikum
Tl. Maksila Tl. Mandibula
Permukaan bawah rongga dikenal dengan dasar tengkorak permukaan ini dilalui banyak lubang supaya dapat dilalui serabut saraf dan pembuluh darah (Pearce, 2009).
1. Meningen
Gambar 2. Lapisan otak (Sumber: Lutjen drecoll, 2001)
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen, ada tiga lapisan meningen yaitu duramater, araknoid, dan piamater, masing-masing memiliki struktur dan fungsi yang berbeda
a) Duramater
Duramater adalah membran luar yang liat semi elastis. Duramater melekat erat dengan pemukaan dalam tengkorak. Duramater memiliki suplai darah yang kaya.
Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria karotis dan menyuplai fosa anterior. Duramater berfungsi untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena dan membentuk poriosteum tabula interna.
Diantara duramater dan araknoid terdapat ruang yang disebut subdural yang merupakan ruang potensial terjadi perdarahan, pada perdarahan diruang subdural dapat menyebar bebas , dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena yang melewati otak yang melewati ruang ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong oleh karena mudah terjadi cidera dan robek yang menendakan adanya trauma kepala.
b) Araknoid
Araknoid terletak tepat dibawah duramater, lapisan ini merupakan lapisan avaskuler, mendapat nutrisi dari cairan cerbrospinal, diantara araknoid dan piamater terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu, dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Araknoid membentuk tonjolan vilus.
c) Piamater
Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya akan pembuluh darah halus, piamater merupakan satu-satunya lapisan meningen yang masuk ke dalam suklus dan membungkus semua girus(kedua lapisan yang hanya menjembatani suklus).
Pada beberapa fisura dan suklus di sisi hemisfer, piamater membentuk sawar antara ventrikel dan suklus atau fisura. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus koroideus pada setiap ventrikel (price, 1995).
2. Otak
Menurut Pearce (2009) Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak terletak didalam rongga tengkorak (kranium) dan dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang kuat.
Lobus perietali
Lobus frontalis
Lobus oksipitalis
Lobus temporalis Batang otak
cerebellum
a) Cerebrum
Cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur terbagi menjadi dua hemisperium yaitu kanan dan kiri dan tiap hemisperium dibagi menajdi empat lobus yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis dan oksipitalis. Dan bagian tersebut mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan suklus sentralis dan di dasar suklus lateralis. Pada bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek vegetatif dari batang otak.
2) Lobus parietalis
Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak di belakang suklus sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas belakang ke fisura parieto-oksipitalis.
Lobus ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran.
3) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum. Lobus ini merupakan pusat asosiasi visual utama yang diterima dari retina mata
4) Lobus Temporalis
Lobus Temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus temporalis merupakan asosiasi primer untuk audiotorik dan bau.
a) Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak belakang. Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan diatapi tentorium cerebri yang merupakan lipatan duramater yang memisahkan dari lobus oksipitalis serebri.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada bagian lateral disebut hemisfer. Cerebelum berhubungan dengan batang otak melalui pedunkulus cerebri inferior
(corpus retiform). Permukaan luar cerebelum berlipat-lipat seperti cerebrum tetapi lebih lipatanya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan cerebelum ini mengandung zat kelabu.
Korteks cerebelum dibentuk oleh substansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam.
Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari cerbrum harus melewati cerebelum.
b) Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon)pons varoli dan medula oblongata.
Otak tengah merupakan merupakan bagian atas batang otak akuaduktus cerebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini.
Otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan bola mata.
c) Saraf kranial
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial jika mengenai batang otak karena edema otak atau perdarahan pada otak. Macam saraf kranial antara lain
d) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Berfunsi sebagai saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak;
e) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak;
f) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris;
g) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf ini berfunsi sebagai pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata;
h) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu
1) Nervus oftalmikus sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata;
2) Nervus maksilaris sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris;
3) Nervus mandibula sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
i) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata;
j) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot- otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut- serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap;
k) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar;
l) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
m) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf- saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru- paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa;
n) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan;
o) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung (Smeltzer, 2001).
C. Etiologi
Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury) (hudak & gallo, 1996);
2. Rotasi / deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral;
3. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak yang elastis);
4. Peluru
Cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.
Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi. Terngkorak yang secara otomatis akan menekan otak;
5. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misalnya kecelakaan, dipukul dan terjatuh;
6. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum;
7. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak; Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang dapat mengenai kepala dan otak sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada funsi otak dan seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya aliran darah sehingga terjadi hipoksia.
Akibat hipoksia ini otak mengalami edema serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur yang dapat menyebabkan desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini dapat menyebabkan cidera intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan intra kranial, dampak peningkatan tekanan intra kranial antaralain terjadi kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Borley &
Grace, 2006). .
E. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,