• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES. Terapi umumnya ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.

- Medikamentosa

• Agen vasodilator

Iskemik radik saraf sebagian dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan penurunan kekuatan otot yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom.

Berdasarkan penelitian, terapi vasodilator sangat berguna untuk beberapa pasien.

Terapi dengan Lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan lebih efektif dalam meningkatkan aliran darah di bagian cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan kelemahan motorik. Pilihan terapi sebaiknya diberikan pada pasien dengan gejala stenosis spinal ringan dengan klaudikasio neurogenik. Dari laporan, tidak ada keuntungan menggunakan terapi ini pada pasien dengan gejala-gejala berat atau pasien dengan gejala- gejala radikular.

• Agen anti-inflamasi

Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien dengan penyebab inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam pengobatan nyeri punggung, tapi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat-obat tersebut memberikan manfaat yang signifikan. Regimen steroid yang biasa dipakai adalah deksametason dengan dosis awal 10 mg secara intravena, diikuti 4 mg secara intravena diberikan setiap enam jam. Deksametason umumya diberikan intravena pada dosis 4 sampai 100 mg.

NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak, osifikasi heterotopik dan perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan resiko potensial penggunaan steroid. Pernah dilaporkan bahwa penggunaan agen antiinflamasi mungkin menghambat penyembuhan dan seringkali menimbulkan pembentukan abses.

Pasien dengan cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari infeksi sebaiknya diberikan terapi antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal sebaiknya dievaluasi untuk kemoterapi yang cocok dan terapi radiasi.

Sebaiknya perlu diperhatikan dalam menggunakan obat-obatan untuk manajemen terapi dari cauda equina sindrom. Beberapa pasien dengan true

cauda equina sindrom dengan gejala anastesi saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah bilateral atau kehilangan kontrol berkemih atau defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis awal tidak lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada keringanan gejala yang diperlihatkan selama periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya dilakukan untuk meminimalisir kesempatan luka neurogenik yang permanen.

- Pembedahan

Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari kanalis spinalis adalah pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk memebebaskan tekanan saraf pada cauda equina dengan memindahkan alat-alat yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis spinalis. Dulunya, pada penderita cauda equina sindrom diyakini perlu dilakukan bedah segera dengan dekompresi bedah selama 48 jam dari awal onset gejala.

Pada pasien dengan herniasi diskus sebagai penyebab cauda equina sindrom, dianjurkan melakukan laminektomi untuk melepaskan penekanan dari kanalis, diikuti dengan retraksi terbaik dan laminektomi.

Banyak tim medis dan peneliti melaporkan telah mempresentasikan data fungsional dengan melakukan dekompresi bedah. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pembedahan yang dilakukan secara elektif dibandingkan pembedahan emergensi (dalam 24 jam pertama) tidak mengganggu perbaikan neurologis. Meskipun begitu, sebagian besar peneliti merekomendasikan tindakan operasi dekompresi secepat mungkin setelah munculnya gejala untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh perbaikan neurologis komplit.

- Rehabilitasi Medik

✓ Perawatan kulit

Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan pasien memerlukan tirah baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya ulkus dekubitus pada daerah-daerah tubuh tertentu yang mengalami penekanan terus menerus. Usaha terhadap pencegahan penanganan dekubitus harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar perawatan adalah membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali.

✓ Lower Motor Neuron Bladder Training

Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif, penekanan / pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot-otot abdomen dan diafragma yang tidak mengalami paralisis serta dibantu manual kompresi (maneuver Crede) dapat dilakukan untuk membantu pengosongan kandung kemih (pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya cedera).

Bila ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung kemih ( biasanya terjadi setelah 2-8 minggu). Dapat juga dilakukan usaha dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam untuk melatih pengosongan kandung kemih secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi, maka usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang hari dan perawat membantu melakukan penekanan secara manual di malam hari saat membalik posisi pasien. Setelah penderita menguasai tehnik pengosongan kandung kemih ini dengan baik, maka frekuensi pengosongan dapat diatur sendiri.

- Fisioterapi

Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada berbagai macam program fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan sindrom kauda equina dan tentunya tidak semuanya cocok diberikan untuk setiap pasien. Jelas pemberian latihan ini disesuaikan dengan keadaan klinis pasien dan juga gangguan neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut.

Adapun program-program tersebut antara lain:

1. Gerakan pasif.

Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif dan full ROM, sekurang – kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya kontraktur, karena gerakan pasif tersebut memelihara tonus dan panjang otot, serta melancarkan aliran darah dari ekstremitas inferior yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya trombosis yang disebabkan aliran darah biasanya ditempat tersebut sangat lambat.

2. Keseimbangan duduk.

Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat saat mula-mula di pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien dapat duduk tegak dengan baik. Paralisis otot-otot tubuh seringkali mengganggu keseimbangan dan bagi pasien hal ini dirasakan sangan mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala seperti hipotensi antara lain pusing dan mual. Biasanya secara bertahap pasien dapat menyesuaikan diri. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat digunakan tilt table untuk membantu pasien membiasakan diri duduk tegak.

3. Berenang

Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena akan membantu dan mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif berfungsi. Ban dan jaket penyelamat dapat digunakan untuk pengaman dan memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika pasien ragu-ragu, maka terapis dapat membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat yang sensoriknya masih berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah dapat dikembangkan menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan sekaligus sebagai suatu rekreasi.

4. Gym work

Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya aktifitas otot- otot yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan, per dan beban, press up, dan memanjat dengan tali.

5. Mat work (senam lantai di matras),

Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otot–otot trunkus dan meningkatkan tonus otot-otot paravertebralis sehingga nantinya hal tersebut dapat membantu pasien dalam memperbaiki keseimbangan duduk dan postur. Latihan di matras ini bertujuan membantu mengurangi spastisitas otot-otot tersebut dan ini kelak akan membantu berfungsinya bladder dan bowel. Semua pasien diajarkan berguling di lantai dan jika mungkin belajar

duduk tanpa dibantu. Selanjutnya latihan keseimbangan dapat terus di kembangkan dengan latihan duduk di tepi tempat tidur.

6. Berdiri

Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk berdiri tegak. Disamping meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien, hal ini bertujuan untuk meringankan beban tekanan di sakrum dan pantat, memperbaiki tonus otot di trunkus dan ekstremitas inferior, mencegah deformitas fleksi di pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki, memperbaiki efisiensi pengosongan ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum dan juga berperan dalam pencegahan osteoporosis dan fraktur patologis. Untuk memungkinkan latihan berdiri tegak ini dapat digunakan alat yang dinamakan standing frame.

7. Latihan jalan.

Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah:

kekuatan otot quadriceps, propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi dari panggul dan kontrol lengan. Untuk melangkah adalah merupakan problem yang besar bagi pasien. Kemauan merupakan kunci kearah keberhasilan, yang juga sangat tergantung faktor umur, berat badan dan jumlah otot-otot yang masih berfungsi.

8. Pemakaian kursi roda

Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien dipesankan kursi roda sedini mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Waktu yang paling tepat adalah saat pasien mulai belajar duduk.

Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis kursi roda sangat tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat badan dan ditentukan oleh kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat dibuka dan berputar, ketinggian yang dapat diatur serta sandaran tangan yang dapat dilepaskan merupakan bentuk standart. Latihan mengendalikan kursi roda diberikan sampai pasien betul – betul yakin akan kemampuannya.

Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara – cara melintasi pintu,

permukaan lantai yang tidak rata, kemiringan dari “trotoar”. Kepada pasien juga diajarkan cara–cara mundur dengan baik.

9. Ortotik

Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako lumbal brace. Prinsip kerja ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3 buah titik yang dikenal dengan “three point pressure”. Penekanan tersebut diberikan dibagian antero distal yang terletak diatas pubis, dibagian antero proksimal pada sternum, sedangkan dibagian posterior tekanan diberikan pada daerah thorax bagian distal hingga lumbal bagian proksimal yang berupa

“padding”.

Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat diberikan torako lumbo sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk menghambat gerakan tulang punggung kearak fleksi, ekstensi, laterofleksi.

“Frame dan padding” yang menahan otot – otot abdominal mulai dari umbilikus sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan salah satu bentuk torako lumbo sakral brace yaitu Goltwait brace.

Lesi pada T12 – L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik mulai dari panggul ke bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan “swing throuh” yang memerlukan energi 6 kali lebih besar dibandingkan keadaan normal untuk setiap meternya. Pasien yang mampu berjalan dengan pola ini dan dalam kecepatan yang cukup baik 60 m/menit sangat jarang.

FISIOTERAPI PADA KASUS ALZEIMER

Dokumen terkait