• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.2 Iklim

Pada umumnya iklim dan curah hujan di Desa Bonto Cinde hampir sama dengan daerah lainnya yang ada di Kabupaten Bantaeng yakni terdapat 2 musim (musim hujan dan musim kemarau). Musim hujan biasanya mulai pada bulan April sampai Juli sedangkan musim kemarau biasanya terjadi antara bulan Agustus sampai Februari. Namun ada kecenderungan curah hujan pada kondisi saat ini tidak menentu dan tidak jelas.Hujan biasa terjadi secara rutin bukan pada musim hujan malah terjadi pada musim kemarau begitupun sebaliknya. Dengan curah hujan rata – rata setiap tahunn 23 mm. Desa Bonto Cinde mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82°C – 27,68°C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Klasifikasi iklim di Desa Bonto Cinde termasuk iklim lembab atau agak basah.

Sebagai sumber daya pengembangan, subsektor persawahan dan perkebunan memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai aspek seperti:

ekonomi, ekologi, dan sosial. Pada aspek ekonomi, sektor persawahan dan perkebunan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah, yang berimplikasi pada aspek sosial (social security). Adapun pada aspek ekologi, sektor ini berperan besar dalam menjamin keseimbangan lingkungan hidup yang juga berdampak pada aspek sosial pembangunan (social change). Dengan kondisi wilayah yang cukup luas yang terletak di areal strategis merupakan potensi ekonomi terutama disektor persawahan yang dapat meningkatkan hasil produksi pertanian terutama tanaman padi dengan menggunakan jajar tanam legowo.

4.3 Kondisi Demografi

4.3.1 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk merupakan salah satu syarat bagi terbentuknya suatu negara dan sekaligus sebagai aset atau modal bagi suksesnya pembangunan di segala bidang kehidupan. Olehnya itu kehadiran dan peranan sangat menentukan bagi perkembangan suatu wilayah, baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Untuk mengetahui keadaan penduduk Desa Bonto Cinde dapat dilihat dari jenis kelamin, usia dan pendidikan dan mata pencaharian.

Di Desa Bonto Cinde pada tahun 2013 penduduk berjumlah 2.370 jiwa, dengan mayoritas penduduknya beragama islam dengan jumlah penduduk laki-laki 971 jiwa dan penduduk perempuan 1.399 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi dalam 586 kepala keluarga. Dusun Pundinging I merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu 640 jiwa

sedangkan yang terkecil adalah Dusun Parigi 539 jiwa. Untuk lebih jelasnya penduduk di Desa Bonto Cinde tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bonto Cinde, 2013

No Dusun Jumlah Penduduk Presentase

L P JML (%)

1. Dusun Pundingin I 237 403 640 27,00

2. Dusun Pundingin II 274 344 618 26,08

3. Dusun Parigi 222 317 539 22,74

4. Dusun Karangmaja 238 335 573 24,18

Total 971 1399 2370 100,00

Sumber : Data Profil Desa Bonto Cinde, 2013 4.3.2 Keadaan Penduduk Menurut Usia

Jumlah penduduk di Desa Bonto Cinde dapat dikelompokkan menurut kelompok umur. Jumlah penduduk Desa Bonto Cinde menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia di Desa Bonto Cinde Tahun 2013

Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Presentase (%)

0-15 510 21,52

Sumber: Data profil Desa Bonto Cinde, 2013

Berdasarkan Tabel 3 jumlah penduduk di Desa Bonto Cinde hanya sampai pada tahun 2013. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT). Berdasar Tabel dapat dilihat besarnya jumlah penduduk di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng tergolong dalam usia produktif (16-65 tahun) adalah sebesar 1,610 (67,95 %) dari keseluruhan jumlah penduduk. Penduduk yang tergolong dalam usia non produktif (0-15 tahun dan ≥ 65 tahun) adalah sebesar 510 jiwa atau 21,52 % dan 250 jiwa (10,53 %) dengan jumlah keseluruhan 760 jiwa (32,05 %). Berdasarkan data jumlah penduduk usia produktif dan non produktif dapat dihitung ABTnya yaitu perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif, dengan rumus sebagai berikut:

= 100

= 760

1,610 100

= 47,20

Dari perhitungan diperoleh nilai ABT sebesar 47,20 artinya setiap 100 orang penduduk berusia produktif menanggung 47 penduduk yang tidak produktif. ABT di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng termasuk rendah. ABT dikatakan tinggi apabila ABT lebih dari atau sama dengan 50, sedangkan ABT dikatakan rendah jika kurang dari 50.

Menurut Mantra (2003), tingginya ABT merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh

golongan produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak produktif.

4.3.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Desa Bonto cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng bersifat heterogen. Masyarakat Desa Bonto Cinde bekerja di berbagai sektor untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sektor yang dominan di desa ini adalah pertanian karena Desa Bonto Cinde merupakan Desa Pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bonto Cinde dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bonto Cinde Tahun 2013

Sumber: Data profil Desa Bonto Cinde, 2013

Berdasarkan Tabel 4 jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bonto Cinde hanya sampai pada tahun 2013, sehingga dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Bonto Cinde memiliki beragam mata pencaharian.

Mata pencaharian yang paling banyak adalah sebagai petani yaitu sebanyak 504 orang (53,38 %). Mata pencaharian terbesar kedua yang dimiliki penduduk Desa Bonto Cinde yaitu mata pencaharian buruh bangunan sebanyak 361 orang

(38,25 %). Hal ini berarti mata pencaharian di bidang pertanian masih diminati dan belum ditinggalkan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan seterusnya.

4.3.4 Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk dapat digunakan untuk melihat kemampuan seseorang, misalnya saja dalam menyerap berbagai pengetahuan.

Tingkat pendidikan seseorang juga berpengaruh terhadap pola pikir dan cara bertindak. Misalnya, kemampuan mengolah dan memanfaatkan hasil usahatani dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dari petani itu sendiri. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng Tahun 2013

Tingkat

Sumber: Data profil Desa Bonto Cinde,2013

Berdasarkan data pada Tabel 5 keadaan penduduk di Desa Bonto Cionde hanya sampai pada tahun 2013, dapat diketahui bahwa penduduk yang

sedang/tamat SD sebanyak 38,82 %, sedang/tamat SLTP 12,83 %, sedang/tamat SLTA 11,05 %, sedang/tamat akademi 2,70 %, dan sedang/tamat perguruan tinggi (S1, S2) 2,74 %. Hal ini menunjukkan penduduk telah menganggap penting arti pendidikan. Sebagian besar penduduk Desa Bonto Cinde telah mengenyam pendidikan, ini berarti tingkat pendidikan di Desa Bonto Cinde berada pada kondisi yang baik, meskipun terdapat 11, 43 % penduduk yang buta huruf dan 5,53 % penduduk yang tidak tamat sekolah.

Penduduk yang tidak tamat sekolah tersebut tetap termasuk dalam penduduk yang telah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Banyaknya penduduk yang tidak tamat sekolah ini disebabkan karena usia mereka telah lanjut, dimana dahulu sekolah itu terbatas, kekurangan dana untuk bersekolah, dan kesadaran akan pendidikan yang kurang.

4.4 Kondisi Pertanian

Areal pertanian terutama persawahan di Desa Bonto Cinde cukup subur, Upaya Desa Bonto Cinde untuk meningkatkan hasil pertanian terutama tanaman padi dengan cara penerapan sistem tanam jajar legowo itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan produsi padi.

Untuk lebih jelasnya tentang tanaman pokok rakyat dan tanaman perdagangan rakyat di Desa Bonto Cinde dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tanaman Pangan Rakyar di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng Tahun 2013

No Jenis

Tanaman

Luas Areal (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (kw)

1. Padi 201 4 50,25

2. Jagung 105 4 26,25

3. Kacang Tanah 5 1,3 3,84

Sumber : Kantor Kepala Desa Bonto Cinde, 2013

Berdasarkan Tabel 6 tanaman pangan di Desa Bonto Cinde hanya sampai pada tahun 2013, terlihat bahwa tanaman pokok dan tanaman rakyat masih diminati penduduk di Desa Bonto Cinde. Bila dilihat dari kondisi tanah Desa Bonto Cinde, maka tanaman padi sangat diharapkan produksinya terus meningkat, meski perlu ketelatenan dalam perawatan mulai dari penanaman sampai panen karena tanaman padi merupakan harapan masyarakat di Desa Bonto Cinde untuk bisa mendatangkan keuntungan yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden Petani Padi

Identitas responden menggambarkan suatu kondisi atau keadaan serta status dari responden tersebut. Identitas responden dapat memberikan informasi tentang keadaan usaha taninya, terutama Adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam legowo pada tanaman padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng. Informasi-informasi mengenai identitas responden sangat penting untuk diketahui karena merupakan salah satu hal yang dapat memperlancar proses penelitian. Berikut ini identitas petani responden yang berhasil dikumpulkan di lapangan. Identitas responden Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng dapat dilihat sebagai berikut:

5.1.1 Umur Petani

Salah satu karakteristik yang dimiliki seorang petani yang dianggap penting adalah faktor umur. Umur sangat mempengaruhi bagi para petani yang tergolong masih mudah biasanya mempunyai semangat tinggi untuk ingin tahu apa yang mereka belum ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi, Identitas responden petani ditingkat umur dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Identitas Responden Petani Padi diTingkat Umur di Desa Bonto Cinde

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Tabel 7 menunjukkan bahwa umur petani berada dalam usia produktif yaitu antara 29-47 tahun. Pada usia ini petani penggarap bisa dikatakan mampu bekerja dengan baik didukung dengan fisik yang kuat dalam melaksanakan peran sebagai petani padi.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden juga ikut mempengaruhi pola pengolaan usaha tani. Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan pola pikir petani dalam perkembangan usahanya terutama dalam menyerap dan mengadopsi teknologi baru dalam rangka pencapaian tingkat produksi yang optimal.

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang pernah diperoleh responden, semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan pengalaman responden terhadap teknologi. Identitas responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Pendidikan di Desa Bonto

Sumber : Data Primer Setelah diOlah, 2015

Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh respon dan petani telah mengikuti pendidikan formal dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Tingkat pendidikan sebagian besar petani penggarap adalah tamat SD sebanyak 26 petani atau 78,78 % sedangkan pada tingkat terendah ada yang tamat S1 dan SMP sebanyak 2 petani dengan presentase 6,06 %. Dari keseluruhan responden petani, Pendidikan yang dimiliki diharapkan dapat menjadi modal bagi petani untuk memperhatikan keadaan tanaman padi mulai dari sistem budidaya sampai dengan proses panen sehingga dapat meningkatkan hasil produksi.

5.1.3 Luas Lahan Responden

Lahan merupakan salah satu faktor produksi, dimana luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Petani yang memiliki lahan usahatani luas akan memperoleh hasil produksi yang besar, tetapi tidak menjamin bahwa lahan yang luas tersebut lebih produktif dalam memberikan hasil dibandingkan lahan yang sempit. Untuk mengetahui rata-rata luas lahan petani responden di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada Tabel 9 .

Tabel 9. Identitas Responden Petani Padi ditingkat Berdasarkan Luas Lahan di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

No Luas Lahan

Sumber : Data primer setelah diolah, 2015.

Tabel 9 menunjukkan luas lahan petani responden, petani yang memiliki luas lahan terbanyak dari keseluruhan responden adalah 2,1 – 3 ha sebanyak 1 orang atau 3,0 %, terendah pada luas lahan di atas 0,5-1 ha sebanyak 25 orang atau 75,75 %.

5.2 Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi.

Proses adopsi merupakan proses kejiwaan atu mental yang terjadi pada diri petani pada saat menghadapi suatu inovasi dimana terjadi proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui atau didengar sampai diterapkanya ide baru tersebut. Pada proses adopsiakan terjadi perubahan-perubahan dalam prilaku sasaran umumnya akan menentukan suatu jarak waktu tertentu. Cepat lambatnya proses adopsi akan tergantung dari sifat dinamika sasaran. Adopsi merupakan suatu proses dimana individu berubah dari pengetahuan awalnya tentang inovasi kearah pembentukan sikap terhadap inovasi atau kearah pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau menolak kearah implementasi ide baru dan kearah konfirmasi keputusan tersebut.

Menurut Mosher (1998) dan Marsuki (1999) Adopsi suatu inovasi adalah suatu proses dimana seorang petani memperhatikan, mempertimbangkan, dan akhirnya menolak atau mempraktekkan suatu inovasi.

Menurut Suhardiyono (1992) untuk mencapai perubahan dan kemajuan maka dalam diri seseorag harus terdapat kemauan untuk melakukan tindakan nyata yang sistematis dan bertahap. Hawkins (1999) menjelaskan kembali bahwa dalam implementasi sering dilakukan modifikasi sesuatu dengan keperluan petani mengadopsi. Petani sering kali menambah informasi setelah mengadopsi inovasi untuk memperkuat keputusan yang telah diambil.

Sistem tanam legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong.

Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti

luas dan ”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong.

Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1. Pada awalnya tanam jajar legowo umum diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama dan penyakit. Jarak tanam dua baris terpinggir pada tiap unit legowo lebih rapat daripada baris yang di tengah (setengah jarak tanam baris yang di tengah), dengan maksud untuk mengkompensasi populasi tanaman pada baris yang dikosongkan. Pada baris kosong, di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas dan untuk pemeliharaan ikan kecil.

Sistem tanam legowo kemudian berkembang untuk mendapatkan hasil panen yang lebih tinggi dibanding sistem tegel melalui penambahan populasi.

Selain itu dapat mempermudah pada saat pengendalian hama dan penyakit. Tikus

merupakan salah satu hama yang paling suka menyerang padi dibahagian tengah dan jarang sekali menyerang dipinggir pematang. tanaman padi yang ditanam dengan sistim legowo 2: 1 dapat memberi nuansa terang di bahagian bawah atau di permukaan lahan sawah yang ditanami padi. Akibat adanya sinar matahari yang masuk secara merata kepermukaan lahan yang menyebabkan urangnya serangan tikus pada tanaman terutama pada siang hari. Penyakit hawar daun atau sering disebut penyakit kresek adalah penyakit padi yang sering ditemukan dilapangan.

Serangan akan meningkat pada kelembaban tinggi dan sel bakteri akan bebas tersebar dengan melarutnya embun-embun pada permukaan daun. Perkembangan semakin cepat juga dipengaruhi oleh pemberian pupuk Nitrogen yang berlebihan dan jarak tanam yang rapat. Sistim tanam legewo dapat menekan perkembangan penyakit kresek. Hal ini disebabkan akibat pengaruh masuknya sinar matahari secara merata kedalam tanaman sehingga suhu akan meningkat dan dapat memberi penurunan tingkat kelembaban sehingga dapat menstabilkan kelembaban yang tinggi menjadi rendah. Pada situasi kelembaban rendah proses perkembangan penyakit kresek dapat ditekan sedangkan untuk sist

Sistem tanam legowo kemudian berkembang untuk mendapatkan hasil panen yang lebih tinggi dibanding sistem tegel melalui penambahan populasi.

Selain itu, dapat mempermudah pada saat pengendalian hama, walang sangit dan tikus sawah. penyakit, gulma, dan juga pemupukan. Namun kemudian, pola tanam ini berkembang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi akibat dari peningkatan populasi dan optimalisasi ruang tumbuh bagi tanaman. Sistem tanam jajar legowo pada arah barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar

sekaligus populasi yang lebih tinggi. Dengan sistem tanam ini, mampu memberikan sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih optimal untuk penanaman. Selain itu, upaya penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Sistem tanam legowo yang diterapkan di Desa Bonto Cinde Kecematan Bissappu Kabupaten Bantaeng adalah dengan sistem tanam jajar legowo dimana diantara barisan tanaman padi terdapat lorong kosong yang lebih lebar dan memanjang sejajar dengan barisan tanaman padi. Sehubungan dengan hasil penelitian menunjukan bahwa petani sudah mengerti tentang jenis penerapan tanam jajar legowo dalam mempengaruhi petani sehingga dapat menerapkan teknologi budidaya padi sistem tanam jajar legowo agar dapat meningkatkan pendapatan para petani yang secara merata dengan baik, jajar yang diterapkan di Desa Bonto Cinde kecematan Bissappu Kabupaten Bantaeng yaitu Tipe (2 : 1) karena dengan sistem jajar legowo (2 : 1) dapat meningkatkan produksi padi dengan gabah kualitas benih dimana sistem jajar legowo seperti ini sering dijumpai pada pertanaman untuk tujuan penangkaran atau produksi benih.

Sistem jarak tanam yang jarak antara barisan 20 cm dan barisan kosong 40 cm dan jarak mundur 10 cm merupakan hasil rekayasa dari sistem jarak legowo merupakan sistem tanam tandur jajar dimana diantara barisan tanaman padi terdapat lorong kosong yang lebih lebar dan memanjang sejajar dengan barisan tanaman padi (Suriapermana dkk, 1994).

Sehubungan dengan hasil penelitian menunjukan bahwa petani sudah mengerti tentang jenis penerapan sistem tanam jajar legowo sehingga dapat

menerapkan teknologi budidaya padi agar dapat meningkatkan pendapatan para petani yang secara merata dengan baik.

Hasil penelitian adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi dapat dilihat secara rinci pada Tabel 10.

Tabel 10. Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

No. Uraian Kategori Nilai

1. Informasi Padi Legowo Dari Penyuluh Pertanian 2,57 Tinggi 2. Kelompok Tani Berperan Membantu Anggota

Dalam Sistem Tanam jajar Legowo

2,42 Tinggi 3. Mengetahui Penanaman Sistem Tanam Jajar

Legowo

2,87 Tinggi 4. Menerapkanan Sistem Tanam Jajar Legowo 2,48 Tinggi 5. Kendala Yang diHadapi Saat Penanaman Sistem

Tanam Jajar Legowo

2,36 Tinggi 6. Peningkatan Produksi Sistem Tanam Jajar

Legowo Dengan Sistem Tanam Konvensional

2,45 Tinggi 7. Perbedaan Produksi Sistem Tanam Jajar Legowo

Dengan Sistem Tanam Konvensional

2,60 Tinggi 8. Serangan Hama dan Penyakit Dengan Sistem

Tanam Jajar Legowo

2,03 Sedang

9. Merespon Tentang Sistem Tanam Jajar Legowo 2,51 Tinggi 10. Mengadopsi Sistem Tanam Jajar Legowo 2,45 Tinggi 11. Melakukan Pengolahan Tanah Secara Moderen

atau Secara Tradisional

2,96 Tinggi 12. Perbedaan Pengolahan Tanah Secara Moderen

Dengan Secara Tradisional

2,78 Tinggi

Jumlah 30,48

Rata-rata 2,54 Tinggi

Sumber : Data primer setelah diolah, 2015.

Tabel 10 menunjukkan adopsi petani diperoleh setelah di olah sebagai berikut: Penyuluh pertanian mempunyai peran aktif dalam menyampaikan informasi padi legowo dari penyuluh pertanian ini terbukti dengan nilai (2,57) dengan kategori tinggi. Hal ini membuktikan penyuluh berupaya memberikan informasih inovasi teknologi jajar legowo kepada petani melalui kelompok tani.

Informasi yang di sampaikan oleh kelompok tani dalam mensosialisasikan sistem jajar tanam legowo sangat mendapat respon positif dari masyarakat terbukti dengan banyaknya petani yg mengadopsi sistem jajar tanam legowo di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng dalam survei yang saya lakukan Kelompok tani berperan membantu anggota dalam sistem tanam jajar legowo memiliki nilai (2,42), dengan kategori tinggi. Ini tidak terlepas dari upaya kelompok tani mengenalkan kepada anggotanya tentang sistem tanam legowo.

Hasil penelitian yang kami peroleh di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng menunjukkan bahwa sudah banyak yang mengetahui dan menerapkan tentang sistem jajar tanam legowo, pengetahuan itu tak lepas dari peranan penyuluh sehingga petani begitu antusias untuk menerapkan sistem tanam jajar legowo, survei saya membuktikan bahwa petani Mengetahui penanaman sistem tanam jajar legowo dengan memiliki nilai (2,87), dengan kategori tinggi. Penyuluh memberikan informasi kepada petani melalui metode ceramah dan mendemonstrasikan sistem legowo kepada petani.

Penerapan sistem jajar tanam legowo di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng mendapatkan respons positif terbukti dengan tinnginya hasil survei yang kami peroleh petani mengadopsi sistem tanam jajar legowo karena adanya keunggulan yang di paparkan oleh penyuluh. petani menerapkanan sistem tanam jajar legowo memiliki nilai (2,48), dengan kategori tinggi.

Kendala yang dihadapi oleh petani saat penanaman sistem tanam jajar legowo di desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng yaitu kebanyakan petani mengeluh dengan caplakan yang berat dan susah untuk mengaflikasikanya apa lagi saat saat musim hujan, serta pada saat penanaman bibit padi petani mengalami kesulitan karena harus memperhatikan larikan yang sudah dibuat, jangan sampai terinjak dengan demikian dapat dilihat kendala yang dihadapi petani saat penanaman sistem tanam jajar legowo memiliki nilai (2,36), dengan kategori tinggi.

Sistem tanam legowo merupakan salah satu bentuk rekayasa teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman padi dengan pengaturan populasi sehingga tanaman mendapatkan ruang tumbuh dan sinar matahari yang optimum terutama pada musim penghujan dengan intensitas matahari yang rendah. Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Seperti diketahui bahwa tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir) (Suriapermana et al, 2000). Hasil produksi padi yang menggunakan sistem konvensional yaitu 5,6 % dibandingkan pada produksi padi sistem legowo yaitu 7,8 % mengalami peningkatan karena adanya pengaturan jarak tanam pada tanaman padi. penerapan sistem tanam jajar legowo

Dokumen terkait