• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADOPSI PETANI TERHADAP PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA BONTO CINDE KECAMATAN BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ADOPSI PETANI TERHADAP PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA BONTO CINDE KECAMATAN BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ADOPSI PETANI TERHADAP PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA

BONTO CINDE KECAMATAN BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG

SURIANA 105960092211

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(2)

ADOPSI PETANI TERHADAP PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA

BONTO CINDE KECAMATAN BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG

SURIANA 105960092211

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Srata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa BontoCinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

Nama : Suriana

Stambuk : 105960092211

Konsentrasi : Penyuluhan

Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Hj. Rosanna, MP Asriyanti Syarif, SP., M.Si

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Prodi Agribisnis

Ir. SalehMolla,M.M Amruddin, S.Pt.,M.Si

(4)

PENGESAHAN KOMISIS PENGUJI

Judul : Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa BontoCinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

Nama : Suriana

Stambuk : 105960092211

Konsentrasi : Penyuluhan

Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

KOMISI PENGUJI

Nama TandaTangan

1. Dr. Ir. Hj. Rosanna, MP KetuaSidang

2. Asriyanti Syarif, SP., M.Si Sekertaris

3.

Dr. Sri Mardiyanti, SP., MP Anggota

4. Firmansyah, SP., M. Si Anggota

Tanggal Lulus:………

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Lewogo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Makassar, Juni 2015

Suriana 105960092211

(6)

ABSTRAK

SURIANA.105960092211. Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Lewogo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng. Dibimbing oleh ROSANNA dan ASRIYANTI SYARIF.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng.

Pengambilan populasi dalam penelitian ini dilakukan dengan secara sengaja yaitu pada kelompok tani di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng. Sementara untuk pengambilan sampel dilakukan secara sengaja atau purposive sampling dengan memilih 3 orang anggota kelompok tani dengan jumlah sampel keseluruhan adalah 33 orang. Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif dengan menggunakan tehnik skoring.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petani responden di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng telah mengadopsi sistem tanam jajar legowo dengan nilai 2,54 dengan kategori tinggi. Adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng mengalami banyak perubahan dari sistem yang sebelumnya dimana mereka menggunakan sistem tanam konvensional beralih ke sistem tanam legowo, dari perubahan tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan produksi dan berkurangnya serangan hama penyakit dalam Penerapan sistem tanam jajar legowo di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng dan petani telah mengadopsi tehnologi sistem tanam jajar legowo.

(7)

KATA PENGANTAR

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salam dan salawat kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang merupakan tauladan bagi kaum muslimin dimuka bumi ini. Walaupun berbagai macam tantangan yang dihadapi, tetapi semua itu telah memberikan pengalaman yang berharga untuk dijadikan pelajaran dimasa yang akan datang.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Jurusan agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar, yang berjudul “Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Lewogo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde Kecematan Bissappu Kabupaten Bantaeng”.

Kami menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik berupa petunjuk, bimbingan maupun dorongan moril dan materil, untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT karena berkat nikmat dan izinnya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dan tak lupa pula kepada nabi tercinta, yaitu Nabi

(8)

Muhammad SAW berkat beliau kita bisa lepas dari masa kebedohan ke masa yang berpendidikan seperti yang kita rasakan ini.

2. Kedua orang tua penulis ibu tercinta Hamsia yang tak akan tergantikan dan ayahanda Kamaruddin yang telah melahirkan membesarkan dan tak henti- hentinya mencurahkan kasih sayangnya pengorbanan yang diberikan kepada saya dalam menempuh jenjang pendidikan.

3. Dr. Ir. Hj. Rosanna, MP selaku pembimbing I dan Asriyanti Syarif, SP., M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak Ir. Saleh Molla, M.M selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Bapak Amruddin, S.Pt., M.Si selaku ketua Jurusan Agribisnis fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Para dosen dan karyawan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada penulis.

7. Kepada pihak pemerintah Kecamatan Bissappu khususnya kepala Desa Bonto Cinde beserta jajarannya serta para petani yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Daerah tersebut.

8. Teristimewa kepada kakak tercinta Alimsyah dan adik Sahar, Saharuddin yang senantiasa memberi semangat dan dorongan moril dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

9. Dan khusus kepada sahabat Nuraeni yang selalu menyemangati, sehingga penyusunan skripsi dari awal sampai akhir bisa terselesaikan.

10. Semua sahabat dan teman-teman yang tidak dapat disebut satu persatu serta seluruh rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Agribisnis khususnya teman-teman angkatan 2011 yang selalu memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dan bantuan rekan-rekan sekalian, Amin.

Kami menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritikan dan saran pembaca yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa kami berharap semoga skripsi ini, dapat memberikan manfaat bagi peningkatan dan pengembangan pendidikan khususnya pada Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar. Amien

Wassalam

Makassar, Juni 2015

Suriana

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI...iii

HALAMAN PERNYATAAN...iv

ABSTRAK...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR LAMPIRAN...x

I. PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian…...4

II. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Tanaman Padi...5

2.2 Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi...8

2.3 Penyuluhan Pertanian...14

2.4 Adopsi Petani...15

2.5 Kerangka Pikir...17

(11)

III. METODE PENELITIAN...19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian...19

3.2 Teknik Penentuan Sampel...19

3.3 Jenis dan Sumber Data...19

3.4 Teknik Pengumpulan Data...20

3.5 Teknik Analisis Data...20

3.6 Definisi Operasional...21

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN...22

4.1 Letak Geografis...22

4.2 Iklim...23

4.3 Kondisi Demokrafis...24

4.4 Kondisi Pertanian...29

V. PEMBAHASAN...31

5.1 Identitas Responden Petani Padi...31

5.2 Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi...34

VI. KESIMPULAN DAN SARAN...43

6.1 Kesimpulan...43

6.2 Saran...43 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah di

Kabupaten Bantaeng, 2013...1 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, di Desa

Bonto Cinde, 2013...25 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia di Desa

Bonto Cinde, 2013...25 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa

Bonto Cinde, 2013...27 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa

Bonto Cinde, 2013...28 6. Tanaman Pangan Rakyat di Desa Bonto Cinde, 2013...30 7. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Umur di Desa

Bonto Cinde...32 8. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Pendidikan,

di Desa Bonto Cinde...…...33 9. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Berdasarkan Luas

Lahan di Desa Bonto Cinde...34 10. Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar

Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde...37

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Skema Kerangka Pikir Penelitian………...18

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Kuesioner Penelitian ...47

2. Identitas Responden Petani Padi...50

3. Tingkat Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi...51

4. Peta Lokasi Penelitian...53

5. Dokumentasi Penelitian...54

6. Jadwal Pelaksanaan Penelitian...58

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Pembangunan ekonomi masih akan tetap berbasis pertanian secara luas.

Namun, sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi maka kegiatan jasa-jasa dan bisnis berbasis pertanian juga akan semakin meningkat, dengan kata lain kegiatan agribisnis akan menjadi salah satu kegiatan unggulan pembangunan ekonomi nasional dalam berbagai aspek yang luas. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani dari usaha tani lahan sawah yang nilai produktivitasnya sudah cukup tinggi adalah dengan menggunakan sistem jarak tanam yang teratur yang merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usaha padi (Purnamingsi, 2005) .

Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan yang sangat penting karena hingga kini beras masih merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia terutama di Asia. di Indonesia, beras juga merupakan komuditas strategis karena mempunyai pengaruh sensitifitas terhadap kestabilan ekonomi sosial dan politik (Anonim, 2000).

Tabel 1. Luas panen, produktivitas, dan produksi padi sawah di Kabupaten Bantaeng Tahun 2011-2013

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha)

2011 16,216 87,686 54,07

2012 15,601 83,774 48,86

2013 17,049 92,420 57,79

Sumber : BPS Kabupaten Bantaeng, Tahun 2013.

(16)

Berdasarkan Tabel 1 menggambarkan kondisi produksi dan produktivitas padi sawah mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang dianggap sebagai peningkatan hasil produksi padi sawah tersebut adalah penerapan sistem legowo di beberapa daerah di Kabupaten Bantaeng. Pada dasarnya sistem legowo dimaksudkan sebagai suatu upaya meningkatkan pengetahuan yang dulunya jarak yang digunakan dalam bercocok tanam yaitu sistem konvensional, maka dari itu dengan adanya sistem tanam jajar legowo diharapkan dapat meningkatkan pendapatan produksi padi.

Produksi padi pada tahun 2012 mengalami penurunan, karena masih menggunakan sistem konvensional. Sedangkan dibandingkan pada tahun 2013 produksi padi mengalami peningkatan disebabkan karena adanya penerapan sistem tanam jajar legowo.

Salah satu daerah yang menggunakan sistem tanam legowo adalah Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng yang dulunya menggunakan sistem konvensional dan beralih kesistem legowo karena dengan sistem legowo dapat mengurangi serangan hama tikus dan jumlah anakan padi lebih banyak dari pada sisstem konvensional sehingga ada peningkatan produksi padi dan penerapan sistem tanam jajar legowo ini dianggap dapat meningkatan produktivitas tanaman padi. Hanya saja petani yang telah menerapkan sistem tanam legowo masih perlu melakukan penyuluhan secara menyeluruh kepada petani lain agar petani dapat menerapkan sistem tanam jajar legowo karena petani di Desa Bonto Cinde ini masih banyak yang sulit untuk berpindah kepenanaman sistem tanam jajar legowo agar menerapkan sistem tanam jajar legowo. Dengan

(17)

demikian diperlukan adanya bantuan penyuluhan kepada petani. Hal tersebut harusnya tidak luput dari bantuan pemerintah sebagai fasilitator untuk melakukan penyuluhan maupun pembinaan kepada petani mengenai penerapan sistem tanam jajar legowo.

Penelitian ini membawa inovasi baru terhadap petani sangat diperlukan dalam menerapkan sistem jarak tanam yang teratur dan terarah, sehingga penghasilan petani padi dalam penggunaan sistem ini dalam satu hektarnya meningkat dari penanaman sebelumnya, karena dikalangan petani seorang penyuluh pertanian berperan sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari sumber daya alam.

Penelitian ini akan mengkaji “ Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem

Tanam jajar Legowo pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan yakni:

Bagaimana adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng?

(18)

1.3 Tujuan dan kegunaan 1.3.1. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yakni: untuk mengetahui adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini yaitu diharapkan mampu memberikan informasi baru dan sebagai masukan yang dapat merubah pemikiran petani menjadi lebih baik terutama untuk menggunakan sistem tanam jajar legowo.

Diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Pertanian dan Dinas Pendidikan dan instansi terkait untuk perbaikan maupun implementasi program-program kedepannya.

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan penulis dan sebagai salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh di bangku kuliah.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dalam mengambil langkah yang lebih efisien dan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya,

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu komoditi pertanian yang lama dikenal masyarakat sejak lama, saat revolusi hijau dan adopsi teknologi padi moderen dapat menciptakan varietas yang baru ( Sisworo, 2006 ).

Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae, Ordo adalah Poales, Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Spesiesnya adalah Oryza sativa (Hanum, 2008).

Padi termaksuk tanaman pangan yang sangat penting karena hingga kini beras masih merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia terutama di Indonesia, beras juga merupakan komuditas strategis karena mempunyai pengaruh sensitifitas terhadap kestabilan ekonomi, sosial dan politik.

Tanaman padi (Oryza sativa L.) sebagai mana yang kita ketahui bahwa tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang beriklim panas dan lembab, padi sangat di pengaruhi oleh curah hujan, suhu ( temperatur ) dan penyinaran oleh matahari langsung(Adhisuyaperdana, 2013).

Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Upaya untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta berkurangnya lahan sawah beririgasi akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan

(20)

pemukiman. kemarau panjang serta banjir maupun ledakan hama penyakit yang terjadi hampir setiap tahun, ikut mempengaruhi kapasitas penyediaan beras (Purnamingsi, 2005).

Adapun budidaya tanaman padi yaitu sebagai berikut:

a) Pengolahan Tanah

Pengolahan adalah persiapan tanah untuk penanaman padi sebelum penanaman, persiapan ini harus sudah disiapkan sejak satu bulan sebelum penanaman, pengolahan dapat dilakukan sesuai dengan kondisi ekonomi yaitu pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu dengan pengolahan tanah sawah dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang semuanya dilakukan oleh manusia atau dibantu oleh binatang misalnya, kerbau dan sapi atau kuda (Suriapermana, dan Syamsiah, 2012).

Pengolahan tanah sawah dengan cara modern yaitu pengolahaan tanah sawah yang dilakukan dengan mesin. Dengan traktor dan alat-alat pengolahan tanah yang serba dapat kerja sendiri. Waktu pengolahan lahan yang bagus yaitu diolah 2 sampai 4 kali supaya lahan/sawah menjadi gembur dan pertumbuhan rumput-rumput akan terlambat dalam perkembangannya. Hal ini memudahkan juga dalam penanaman karna kegemburan membuat tanah jadi lembek ditanami hal ini memperlancar dalam gerak penanaman (Crawford, 2003).

Sebelum penanaman lahan diberikan pupuk kompos seperti kotoran kuda dan sapi yang terbuang percuma, jadi kotoran ini dipergunakan menjadi pupuk kompos dalam pemupukan dasar, supaya tanaman padi di persawahan menjadi subur ( Anonim, 2007 ).

(21)

Pengolahan tanah terbagi menjadi empat tahapan yaitu sebagai berikut:

Pembersihan

Sebelum tanah sawah dicangkul terlebih dahulu dibersihkan dari jerami- jerami atau rumput-rumput yang ada disawah tersebut, setelah jerami-jerami atau rumput-rumput dikumpulkan di satu tempat, sebaiknya jangan dibakar tapi diolah menjadi pupuk kompos karena pupuk kompos sangat bermanfaat bagi tanaman seperti memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kesuburan tanah.

Pencangkulan

Sawah yang akan dicangkul harus digenagi air terlebih dahulu agar tanah menjadi lunak dan rumput-rumputnya cepat membusuk. Pekerjaan pencangkulan ini dilanjutkan pula dengan perbaikan pematang-pematang yang bocor.

Pembajakan

Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air lebih dahulu. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan sawah yang dalamnya antara 12-20 cm.

tujuan pembajakan adalah mematikan dan membenamkan rumput, dan membenamkan bahan-bahan organis seperti pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos sehingga bercampur dengan tanah. Selesai pembajakan sawah digenagi air lagi selama 5-7 hari untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan melunakan bongkahan-bongkahan tanah (Wahyuni, 2000).

Penggaruan

Pada waktu sawah akan digaru genangan air dikurangi. Sehingga cukup hanyya untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja. Penggaruan

(22)

dilakukan berrulang-ulang sehingga sisa-sisa rumput terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah. Setelah penggaruan pertama selesai, sawah digenagi air lagi selama 7-10 hari, selang beberapa hari diadakan pembajakan yang kedua.

Tujuannya yaitu: meratakan tanah, meratakan pupuk dasar yang dibenamkan, dan pelumpuran agar menjadi lebih sempurna( Ratna, 2000).

b) Penanaman

Pekerjaan penanaman didahului dengan pekerjaan pencabutan bibit di pesemaian. Bibit yang akan dicabut adalah bibit yang sudah berumur 25-40 hari (tergantung jenisnya), berdaun 5-7 helai. Sebelum pesemaian 2 atau 3 hari tanah digenangi air agar tanah menjadi lunak dan memudahkan pencabutan (Salim, 2005).

Penanaman Jajar legowo (2 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris. Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (2 : 1) adalah 20 cm (antar barisan) X 10 cm (barisan pinggir) X 40 cm (barisan kosong) (Suriapermana, 1994 ).

Gambar 1. Jajar legowo tipe 2:1

(23)

2.2 Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi

Proses bertani atau budidaya pertanian dalam hal tanam padi menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan negara Indonesia, bagai mana tidak. beras menjadi salah satu produk yang sangat penting, ini dikarenakan beras menjadi produk yang termasuk pada Sembilan bahan pokok. Pada saat ini ada cara yang bisa di tempuh oleh petani dalam proses meningkatkan produksi padi salah satu yang bisa dipilih yaitu dengan Cara Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo selain itu banyak hal yang mempengaruhi proses meningkatnya produksi padi seperti pemilihan varietas padi unggul dengan jenis membramo, pemupukan yang tepat sasaran, pengairan yang tepat, pengendalian hama seperti tikus dan lain sebagainya di bandingkan sebelum menggunakan pola tanam legowo petani hanya menggunakan pola konversional yang hasil produksinya kurang maksimal dikarenakan pola tanam yang kurang bagus, adanya serangan hama tikus dan penyakit walang sangit (Suriapermana, 1994 ).

Sistem tanam jajar legowo (tajarwo) merupakan system tanam yang memperhatikan larikan tanaman dan merupakan tanam berselang seling antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris kosong. Tujuannya agar populasi tanaman per satuan luas dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan. Dalam melaksanakan usaha tanam padi ada bebarapa hal yang menjadi tantangan salah satunya yaitu bagaimana upaya ataupun cara yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi padi yang tinggi. Namun untuk mewujudkan upaya tersebut masih terkendala karena jika diperhatikan masih banyak petani yang belum mau melaksanakan anjuran sepenuhnya. Sebagai contoh dalam hal sistem

(24)

tanam masih banyak petani yang bertanam tanpa jarak tanam yang beraturan.

Padahal dengan pengaturan jarak tanam yang tepat dan teknik yang benar dalam hal ini adalah sistem tanam jajar legowo maka akan diperoleh efisiensi dan efektifitas pertanaman serta memudahkan tindakan kelanjutannya (Yunizar, 2012).

Pola tanam legowo menurut bahasa Jawa berasal dari kata “Lego” yang berarti luas dan “dowo” atau panjang. Cara tanam ini pertama kali diperkenalkan oleh Bapak Legowo, Kepala Dinas Pertanian kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem ini juga memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik, hal ini disebabkan karena tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak sedangkan pola tanam konvensional merupakan pola tanam yang tidak teratur, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 (Anonimus, 2001)

Gambar 2. Sistem Legowo Tipe 2:1

(25)

Gambar 3. Sistem Konvensional

Sistem tanam jajar legowo adalah suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Seperti diketahui bahwa tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang lebih banyak (Anonim, 2008).

Secara umum jarak tanam yang dipakai adalah 20 X 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 X 22,55 cm atau 25 X 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64 seperti varietas ciherang cukup dengan jarak tanam 20 X 20 cm sedangkan untuk varietas padi yang memiliki penampilan lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 sampai 25 cm. Demikian juga pada tanah yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 X 20 cm sedangkan pada tanah yang lebih subur perlu diberi jarak yang lebih lebar misal 22,5 cm atau pada tanah yang sangat subur

(26)

jarak tanamnya bisa 25 X 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam ini bertujuan agar mendapatkan hasil yang optimal (Sumodiningrat, 2001).

Seperti telah diuraikan di atas bahwa Pada prinsipnya sistem jarak tanam legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik hal ini disebabkan karena tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak (Sumodiningrat, 2001).

Penerapan sistem tanam jajar legowo ini para petani sangat kesusahan dan sangatlah minim dalam melakukan penanaman dikarenakan tingkat pengetahuannya yang rendah, maka dari itu dalam penelitian ini kami mencoba untuk menambah pengetahuan para petani akan pentingnya sistem jajar tanam legowo dibandingkan dengan sistem tanam yang tidak teratur yang dipakai secara turun- temurun dari nenek moyang mereka seperti yang rata-rata dilakukan oleh petani (Suriapernama, 1994 ).

Adapun manfaat dan tujuan dari penerapan sistem tanam jajar legowo yaitu : (a) Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 % yang diharapkan akan meningkatkan produksi baik secara makro maupun mikro, (b) Dengan adanya baris kosong akan mempermudah pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan melalui barisan kosong/lorong, (c) Mengurangi serangan hama dan penyakit terutama hama tikus.

Pada lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya dan

(27)

dengan lahan yang relatif terbuka kelembaban juga akan menjadi lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan, (d) Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam barisan, (e) Dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang berada pada barisan pinggir. Semakin banyak intensitas sinar matahari yang mengenai tanaman maka proses metabolisme terutama fotosintesis tanaman yang terjadi di daun akan semakin tinggi sehingga akan didapatkan kualitas tanaman yang baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.

2.3 Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan adalah suatu system pendidikan di luar sekolah untuk keluarga- keluarga tani di pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dan sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan kepentingan, baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan bisa juga disebut pendidikan nonformal.

Penyuluhan pertanian adalah pendidikan di luar sekolah atau disebut pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani-nelayan beserta keluarganya agar mereka dapat berusaha tani lebih baik (better farming), menguntungkan (better business), hidup lebih sejahtera (better living) dan bermasyarakat lebih baik (better community). penyuluhan pertanian juga sebagai pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan

(28)

membawa dua tujuan utama yang diharapkannya yaitu untuk jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk didalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, sedangkan untuk jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan meningkatkan taraf hidup mereka ( Daniel, 2005).

Menurut Soetriono ( 2003 ) bahwa penyuluhan pertanian bertujuan untuk mengubah perilaku para petani sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Pada pembangunan seperti sekarang ini pemerintah sangat memperhatikan pendidikan. Pendidikan yang cocok bagi mereka adalah pendidikan non formal yang praktis, mudah diterapkan dalam usaha-usaha produksi produk pertanian. Tujuan utama penyuluh pertanian adalah untuk menambah kesanggupan petani dalam usahataninya. Hal ini berarti melalui penyuluhan diharapkan adanya perubahan perilaku, sehingga mereka dapat memperbaiki cara bercocok-tanam, menggemukkan ternak, agar lebih besar penghasilannya dan lebih layak hidupnya.

2.4 Adopsi Petani

Proses adopsi merupakan proses kejiwaan atu mental yang terjadi pada diri petani pada saat menghadapi suatu inovasi dimana terjadi proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui atau didengar sampai diterapkanya ide baru tersebut. Pada proses adopsi akan terjadi perubahan-perubahan dalam prilaku sasaran umumnya akan menentukan suatu jarak waktu tertentu. Cepat lambatnya proses adopsi akan tergantung dari sifat dinamika sasaran. Adopsi merupakan suatu proses dimana individu berubah dari pengetahuan awalnya tentang inovasi kearah pembentukan sikap terhadap inovasi atau kearah pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau

(29)

menolak kearah implementasi ide baru dan kearah konfirmasi keputusan tersebut (Asyikin, 1999).

Marsuki (1999) Adopsi suatu inovasi adalah suatu proses dimana seorang petani memperhatikan, mempertimbangkan, dan akhirnya menolak atau mempraktekkan suatu inovasi.

Menurut Suhardiyono (1992) untuk mencapai perubahan dan kemajuan maka dalam diri seseorag harus terdapat kemauan untuk melakukan tindakan nyata yang sistematis dan bertahap.

Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan yang khas (Suprapto dan Fahrianoor, 2004).

Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) mengartikan adopsi sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya.

Rogers (1983) menyatakan adopsi adalah proses mental, dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut. Adopsi juga dapat didefenisikan sebagai proses mental seseorang dari mendengar, mengetahui

(30)

inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Adopsi adalah suatu proses dimulai dan keluarnya ide-ide dari satu pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai ide tersebut diterima oleh masyarakat sebagai pihak kedua.

Menurut Suprapto dan Fahrianoor (2004) dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar (awreness), minat (interest), menilai (evaluation), mencoba (trial) dan adopsi ( adoption).

1. Tahap Sadar

Sasaran telah mengetahui informasi tetapi informasi tersebut dirasa kurang. Pada tahap ini sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini sasaran sudah maklum atau menghayati sesuatu hal yang baru yang aneh tidak biasa (kebiasaan atau cara yang mereka lakukan kurang baik atau mengandung kekeliruan, cara baru dapat meningkatkan hasil usaha dan pendapatannya, cara baru dapat mengatasi kesulitan yang sering dihadapi). Hal ini diketahuinya karena hasil berkomunikasi dengan penyuluh.

Tahapan mengetahui adanya inovasi dapat diperoleh seseorang dari mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian seseorang tersebut belum mendalam.

2. Tahap Minat

Sasaran mencari informasi atau keterangan lebih lanjut mengenai informasi tersebut. Pada tahap ini sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini sasaran mulai ingin mengetahui lebih banyak perihal yang baru tersebut. Ia menginginkan keterangan-keterangan yang lebih terinci lagi. Sasaran mulai bertanya-tanya.

(31)

3. Tahap Menilai

Sasaran sudah menilai dengan cara membandingkan inovasi terhadap keadaan dirinya pada saat itu dan dimasa yang akan datang serta menentukan apakah petani sasaran mencoba inovasi atau tidak. Pada tahap ini sasaran mulai berpikir-pikir dan menilai keterangan-keterangan perihal yang baru itu. Juga ia menghubungkan hal baru itu dengan keadaan sendiri (kesanggupan, resiko, modal, dll.). Pertimbangan- pertimbangan atau penilaian terhadap inovasi dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu teknis, ekonomis dan sosiologis.

4. Tahap Mencoba

Sasaran sudah mencoba meskipun dalam skala kecil untuk menentukan angka dan kesesuaian inovasi atau tidak. Pada tahap ini sasaran sudah mulai mencoba-coba dalam luas dan jumlah yang sedikit saja. Sering juga terjadi bahwa usaha mencoba ini tidak dilakukan sendiri, tetapi sasaran mengikuti (dalam pikiran dan percakapan-percakapan), sepak terjang tetangga atau instansi mencoba hal baru itu (dalam pertanaman percobaan atau demosntrasi).

5. Tahap Adopsi/Menerapkan

Sasaran sudah meyakini kebenaran inovasi dan inovasi tersebut dirasa bermanfaat baginya. Pada tahap ini petani sasaran menerapkan dalam jumlah/skala yang lebih besar. Pada tahap ini sasaran sudah yakin akan kebenaran atau keunggulan hal baru itu, maka ia mengetrapkan anjuran secara luas dan kontinu. Dapat saja sesuatu tahap dilampaui, karena tahap tersebut dilaluinya secara mental. Tidak semua orang mempunyai waktu, kesempatan, ketekunan,

(32)

kesanggupan dan keuletan yang sama untuk menjalani, kadang-kadang mengulangi proses adopsi sampai sakhir dan mendapat sukses.

Menurut Rogers dan Schoemaker (1992) menyatakan bahwa proses adopsi dapat terjadi melalui 4 (empat) tahapan yaitu : tahap mengetahui (knowledge), persuasif (persuasive), mengambil keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation) yang selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat tahap yaitu :

1. Tahap mengetahui : petani sasaran sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti bagaimana inovasi itu berfungsi.

2. Tahap Persuasi : petani sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi yaitu apakah inovasi tersebut dianggap sesuai ataukah tidak sesuai bagi dirinya.

3. Tahap Keputusan : petani sasaran sudah terlibat dalam pembuatan keputusan yaitu apakah menerima atau menolak inovasi.

4. Tahap Konfirmasi:petani sasaran mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Mungkin pada tahap ini petani sasaran mengubah keputusan untuk menolak inovasi yang telah di adopsi sebelumnya.

2.5 Kerangka Pikir

Sektor yang dominan di Desa Bonto Cinde ini adalah sektor pertanian. Desa Bonto Cinde merupakan Desa pertanian karena sebagian besar penduduknya bermata pecaharian sebagai petani yang mempunyai usahatani padi. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena hingga saat ini berasa masih merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di Indonesia terutama di Desa Bonto Cinde.

(33)

Petani padi di Desa Bonto Cinde masih mengandalkan hasil produksi padi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari, oleh karena itu dengan adanya penyuluhan tentang sistem tanam jajar legowo diharapkan petani merespon masukan tersebut dan terjadi peningkatan penerapan sistem tanam jajar legowo sebagai solusi bagi petani padi sehingga hasil produksi padi di Desa Bonto Cinde dapat memberikan peningkatan produksi.

(34)

Secara sitematis kerangka pikir tentang “Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Legowo pada Tanaman Padi (Oryza Sativa L. ) di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng untuk lebih jelasnya dapat lihat kerangka pikirnya pada Gambar 1. Sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka pikir Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Legowo pada Tanaman Padi (Oryza Sativa L. ) di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng.

Usahatani Padi

Petani Padi Penyuluhan

Sistem Tanam Jajar Legowo

Adopsi Petani

Aplikasi Sistem Tanam Jajar Legowo

 Tinggi

 Sedang

 Rendah

 Pengolahan Tanah

 Penanaman

Peningkatan Penerapan Sistem

Tanam Jajar Legowo Untuk

Tanaman Padi

(35)

III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng. penelitian telah dilaksanakan selama dua bulan yaitu dari bulan April sampai Mei 2015.

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Populasi ditentukan secara acak dengan mengambil semua kelompok tani yang ada di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng yang jumlah kelompok tani yang ada di Desa Bonto Cinde adalah 11 kelompok tani dengan jumlah anggota tiap kelompok tani adalah 15 orang. Jadi jumlah populasi secara keseluruhan adalah 165 orang. Sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja) dengan memilih secara langsung 3 orang anggota kelompok tani, Jadi jumlah sampel secara keseluruhan adalah 33 orang.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dua macam yaitu sebagai berikut:

a. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi langsung dengan pihak terkait, dalam hal ini adalah petani padi.

b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan menyimpulkan dokumen-dokumen dan informasi penunjang dikantor kelurahan.

(36)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai objek penelitian sebagai berikut :

1. Observasi adalah metode pengamatan yang dilakukan secara langsung pada petani padi.

2. Wawancara adalah pengumpulan data dengan mewawancarai petani.

3. Dokumentasi adalah pengambialan data beberapa dokumen, foto-foto yang berkaitan dengan penelitian.

3.5 Teknik analisis data

Data yang dikumpulkan dikategorikan secara tabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis data untuk menjawab adalah analisis pengukuran terhadap indikator pengamatan dengan menggunakan tehnik skoring atau skala nilai dengan ketentuan (Sugiyono, 2004).

a. Tinggi : 3 b. Sedang : 2 c. Rendah : 1

Interval = Skor tertinggi-Skor terendah Jumlah kelas

= 3-1 = 2 = 0,66

3 3

(37)

Kategori :

1,00 - 1,66 = Rendah 1,67 - 2,33 = Sedang 2,34 - 3,00 = tinggi

3.6 Definisi Operasional

Adapun operasional variabel penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Petani padi adalah petani yang membudidayakan tanaman padi dengan penerapan sistem tanam jajar legowo.

2. Sistem tanam legowo adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian diselingi barisan kosong dimana pada setiap jarak tanam pada tipe legowo adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 25 cm (barisan kosong).

3. Adopsi merupakan tahapan yang dilakukan petani dalam penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi yang disampaikan oleh penyuluh.

4. Penerapan sistem legowo adalah penggunaan sistem tanam jajar legowo untuk penanaman terutama untuk tanaman padi.

5. Penyuluhan adalah proses belajar atau pemberian informasi tentang pengaturan jarak tanam atau penggunaan sistem tanam legowo pada petani supaya menerapkan atau menggunakan sistem tanam jajar legowo pada penanaman padi untuk meningkatkan hasil produksinya padi.

6. Usahatani padi adalah kegiatan yang dilakukan oleh petani dalam membudidayakan tanaman padi.

(38)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Desa Bonto Cinde terletak di wilayah pemerintahan Kecamatan Bissappu kabupaten Bantaeng, yang berjarak ± 8 km sebelah Barat Ibu Kota Kabupaten Bantaeng, serta ± 4 km dari kelurahan Bonto Lebang ibu kota Kecamatan Bissappu dengan Jarak tempuh 30 menit.

Desa Bonto Cinde merupakan salah satu dari 4 Desa di Wilayah Kecamatan Bissappu yang terletak 4 Km ke arah Barat Dari Kecamatan Bissappu. Desa Bonto Cinde merupakan bagian dari wilayah Desa Bonto Manai, yang terdiri dari beberapa kampung, diantaranya: kampong pundingin, kampong parigi, kampung mannilingi yang penduduknya pada umumnya bermata pencarian sebagai petani.

Kelurahan Bonto mania dimekarkan kembali, yang melahirkan kelurahan Bonto Langkasa, sedangkan Lingkungan Lemoa dibagi menjadi Lingkungan Lemoa dan Lingkungan Pundingin. Terbentuklah Desa persiapan Bonto Cinde, yang diartikan sebagai anekan ragam , hal ini terlihat dari karateristik penduduk dan mata pencahariannya atas dukungan dari tokoh – tokoh masyarakat maka pada masa persiapan ini Desa Bonto Cinde dipimpin oleh bapak Drs.

MUH.YUSUF, sebagai pelaksana tugas kepala desa dengan fokus pembangunan pada pengadaan kantor Desa. Desa Bonto Cinde resmi menjadi desa defenitif dengan surat keputusan Gubernur No.1062/XII/1998 tertanggal 29 Desember 1998. Berulah Desa Bonto Cinde mengadakan pemilihan kepala Desa untuk yang pertama kalinya, tepatnya pada tanggal 24 januari 2000. Dan yang terpilih pada

(39)

saat itu adalah Bapak Drs.Muh.YUSUF untuk periode 2000-2005. Dengan membawahi 2 ( dua ) Dusun yaitu Dusun Pundingin dan Dusun Parigi.

Desa Bonto Cinde merupakan salah satu desa di Kabupaten Bantaeng yang terletak diwilayah pegunungan yang memiliki luas ±4.353 Ha2 dengan batas wilayah sebagai berikut :

a) Bagian Barat berbatasan lansung dengan Desa Bonto Loe

b) Bagian Timur berbatasan lansung dengan Kelurahan Bonto Langkasa c) Bagian Selatan berbatasan lansung dengan Kelurahan Bonto Langkasa

d) Bagian Utara berbatasan lansung dengan Desa Bonto Rannu Kecematan Uluere

4.2 Iklim

Pada umumnya iklim dan curah hujan di Desa Bonto Cinde hampir sama dengan daerah lainnya yang ada di Kabupaten Bantaeng yakni terdapat 2 musim (musim hujan dan musim kemarau). Musim hujan biasanya mulai pada bulan April sampai Juli sedangkan musim kemarau biasanya terjadi antara bulan Agustus sampai Februari. Namun ada kecenderungan curah hujan pada kondisi saat ini tidak menentu dan tidak jelas.Hujan biasa terjadi secara rutin bukan pada musim hujan malah terjadi pada musim kemarau begitupun sebaliknya. Dengan curah hujan rata – rata setiap tahunn 23 mm. Desa Bonto Cinde mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82°C – 27,68°C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Klasifikasi iklim di Desa Bonto Cinde termasuk iklim lembab atau agak basah.

Sebagai sumber daya pengembangan, subsektor persawahan dan perkebunan memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai aspek seperti:

(40)

ekonomi, ekologi, dan sosial. Pada aspek ekonomi, sektor persawahan dan perkebunan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah, yang berimplikasi pada aspek sosial (social security). Adapun pada aspek ekologi, sektor ini berperan besar dalam menjamin keseimbangan lingkungan hidup yang juga berdampak pada aspek sosial pembangunan (social change). Dengan kondisi wilayah yang cukup luas yang terletak di areal strategis merupakan potensi ekonomi terutama disektor persawahan yang dapat meningkatkan hasil produksi pertanian terutama tanaman padi dengan menggunakan jajar tanam legowo.

4.3 Kondisi Demografi

4.3.1 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk merupakan salah satu syarat bagi terbentuknya suatu negara dan sekaligus sebagai aset atau modal bagi suksesnya pembangunan di segala bidang kehidupan. Olehnya itu kehadiran dan peranan sangat menentukan bagi perkembangan suatu wilayah, baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Untuk mengetahui keadaan penduduk Desa Bonto Cinde dapat dilihat dari jenis kelamin, usia dan pendidikan dan mata pencaharian.

Di Desa Bonto Cinde pada tahun 2013 penduduk berjumlah 2.370 jiwa, dengan mayoritas penduduknya beragama islam dengan jumlah penduduk laki-laki 971 jiwa dan penduduk perempuan 1.399 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi dalam 586 kepala keluarga. Dusun Pundinging I merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu 640 jiwa

(41)

sedangkan yang terkecil adalah Dusun Parigi 539 jiwa. Untuk lebih jelasnya penduduk di Desa Bonto Cinde tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bonto Cinde, 2013

No Dusun Jumlah Penduduk Presentase

L P JML (%)

1. Dusun Pundingin I 237 403 640 27,00

2. Dusun Pundingin II 274 344 618 26,08

3. Dusun Parigi 222 317 539 22,74

4. Dusun Karangmaja 238 335 573 24,18

Total 971 1399 2370 100,00

Sumber : Data Profil Desa Bonto Cinde, 2013 4.3.2 Keadaan Penduduk Menurut Usia

Jumlah penduduk di Desa Bonto Cinde dapat dikelompokkan menurut kelompok umur. Jumlah penduduk Desa Bonto Cinde menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia di Desa Bonto Cinde Tahun 2013

Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Presentase (%)

0-15 510 21,52

16-25 412 17,39

26-35 495 20,89

36-45 322 13,59

46-55 241 10,17

56-65 140 5,91

66-70 120 5,06

71-80 120 5,06

81-90 4 0,17

91-95 3 0,12

96-100 3 0,12

Jumlah 2.370 100,00

Sumber: Data profil Desa Bonto Cinde, 2013

(42)

Berdasarkan Tabel 3 jumlah penduduk di Desa Bonto Cinde hanya sampai pada tahun 2013. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT). Berdasar Tabel dapat dilihat besarnya jumlah penduduk di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng tergolong dalam usia produktif (16-65 tahun) adalah sebesar 1,610 (67,95 %) dari keseluruhan jumlah penduduk. Penduduk yang tergolong dalam usia non produktif (0-15 tahun dan ≥ 65 tahun) adalah sebesar 510 jiwa atau 21,52 % dan 250 jiwa (10,53 %) dengan jumlah keseluruhan 760 jiwa (32,05 %). Berdasarkan data jumlah penduduk usia produktif dan non produktif dapat dihitung ABTnya yaitu perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif, dengan rumus sebagai berikut:

= 100

= 760

1,610 100

= 47,20

Dari perhitungan diperoleh nilai ABT sebesar 47,20 artinya setiap 100 orang penduduk berusia produktif menanggung 47 penduduk yang tidak produktif. ABT di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng termasuk rendah. ABT dikatakan tinggi apabila ABT lebih dari atau sama dengan 50, sedangkan ABT dikatakan rendah jika kurang dari 50.

Menurut Mantra (2003), tingginya ABT merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh

(43)

golongan produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak produktif.

4.3.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Desa Bonto cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng bersifat heterogen. Masyarakat Desa Bonto Cinde bekerja di berbagai sektor untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sektor yang dominan di desa ini adalah pertanian karena Desa Bonto Cinde merupakan Desa Pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bonto Cinde dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bonto Cinde Tahun 2013

Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Presentase

Petani 504 53,38

Pedagang 54 5,72

Buruh Bangunan 361 38,25

Pegawai Negri Sipil 25 2,65

Total 944 100,00

Sumber: Data profil Desa Bonto Cinde, 2013

Berdasarkan Tabel 4 jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bonto Cinde hanya sampai pada tahun 2013, sehingga dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Bonto Cinde memiliki beragam mata pencaharian.

Mata pencaharian yang paling banyak adalah sebagai petani yaitu sebanyak 504 orang (53,38 %). Mata pencaharian terbesar kedua yang dimiliki penduduk Desa Bonto Cinde yaitu mata pencaharian buruh bangunan sebanyak 361 orang

(44)

(38,25 %). Hal ini berarti mata pencaharian di bidang pertanian masih diminati dan belum ditinggalkan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan seterusnya.

4.3.4 Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk dapat digunakan untuk melihat kemampuan seseorang, misalnya saja dalam menyerap berbagai pengetahuan.

Tingkat pendidikan seseorang juga berpengaruh terhadap pola pikir dan cara bertindak. Misalnya, kemampuan mengolah dan memanfaatkan hasil usahatani dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dari petani itu sendiri. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng Tahun 2013

Tingkat Pendidikan

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Belum sekolah 131 5,53

Taman kanak-kanak 21 0,89

Tidak tamat SD 56 2,36

Sedang/tamat SD 920 38,82

Sedang/tamat SLTP 304 12,83

Tidak Tamat SLTP 135 5,70

Sedang/tamat SLTA 262 11,05

Tidak Tamat SLTA 141 5,95

Sedang/tamat(,D2,D3) 64 2,70

Sedang/tamat(S1,S2,) 65 2,74

Buta huruf 271 11,43

Jumlah 2370 100,00

Sumber: Data profil Desa Bonto Cinde,2013

Berdasarkan data pada Tabel 5 keadaan penduduk di Desa Bonto Cionde hanya sampai pada tahun 2013, dapat diketahui bahwa penduduk yang

(45)

sedang/tamat SD sebanyak 38,82 %, sedang/tamat SLTP 12,83 %, sedang/tamat SLTA 11,05 %, sedang/tamat akademi 2,70 %, dan sedang/tamat perguruan tinggi (S1, S2) 2,74 %. Hal ini menunjukkan penduduk telah menganggap penting arti pendidikan. Sebagian besar penduduk Desa Bonto Cinde telah mengenyam pendidikan, ini berarti tingkat pendidikan di Desa Bonto Cinde berada pada kondisi yang baik, meskipun terdapat 11, 43 % penduduk yang buta huruf dan 5,53 % penduduk yang tidak tamat sekolah.

Penduduk yang tidak tamat sekolah tersebut tetap termasuk dalam penduduk yang telah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Banyaknya penduduk yang tidak tamat sekolah ini disebabkan karena usia mereka telah lanjut, dimana dahulu sekolah itu terbatas, kekurangan dana untuk bersekolah, dan kesadaran akan pendidikan yang kurang.

4.4 Kondisi Pertanian

Areal pertanian terutama persawahan di Desa Bonto Cinde cukup subur, Upaya Desa Bonto Cinde untuk meningkatkan hasil pertanian terutama tanaman padi dengan cara penerapan sistem tanam jajar legowo itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan produsi padi.

Untuk lebih jelasnya tentang tanaman pokok rakyat dan tanaman perdagangan rakyat di Desa Bonto Cinde dapat dilihat pada Tabel 6.

(46)

Tabel 6. Tanaman Pangan Rakyar di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng Tahun 2013

No Jenis

Tanaman

Luas Areal (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (kw)

1. Padi 201 4 50,25

2. Jagung 105 4 26,25

3. Kacang Tanah 5 1,3 3,84

Sumber : Kantor Kepala Desa Bonto Cinde, 2013

Berdasarkan Tabel 6 tanaman pangan di Desa Bonto Cinde hanya sampai pada tahun 2013, terlihat bahwa tanaman pokok dan tanaman rakyat masih diminati penduduk di Desa Bonto Cinde. Bila dilihat dari kondisi tanah Desa Bonto Cinde, maka tanaman padi sangat diharapkan produksinya terus meningkat, meski perlu ketelatenan dalam perawatan mulai dari penanaman sampai panen karena tanaman padi merupakan harapan masyarakat di Desa Bonto Cinde untuk bisa mendatangkan keuntungan yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka.

(47)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden Petani Padi

Identitas responden menggambarkan suatu kondisi atau keadaan serta status dari responden tersebut. Identitas responden dapat memberikan informasi tentang keadaan usaha taninya, terutama Adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam legowo pada tanaman padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng. Informasi-informasi mengenai identitas responden sangat penting untuk diketahui karena merupakan salah satu hal yang dapat memperlancar proses penelitian. Berikut ini identitas petani responden yang berhasil dikumpulkan di lapangan. Identitas responden Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng dapat dilihat sebagai berikut:

5.1.1 Umur Petani

Salah satu karakteristik yang dimiliki seorang petani yang dianggap penting adalah faktor umur. Umur sangat mempengaruhi bagi para petani yang tergolong masih mudah biasanya mempunyai semangat tinggi untuk ingin tahu apa yang mereka belum ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi, Identitas responden petani ditingkat umur dapat dilihat pada Tabel 7.

(48)

Tabel 7. Identitas Responden Petani Padi diTingkat Umur di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

No Umur

(Tahun)

Petani (Orang)

Presentase (%)

1. 29-35 5 15,15

2. 36-42 12 36,37

3. 43-49 - -

4. 50-56 6 18,18

5. 57-63 4 12,12

6. 64-70 6 18,18

Jumlah 33 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Tabel 7 menunjukkan bahwa umur petani berada dalam usia produktif yaitu antara 29-47 tahun. Pada usia ini petani penggarap bisa dikatakan mampu bekerja dengan baik didukung dengan fisik yang kuat dalam melaksanakan peran sebagai petani padi.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden juga ikut mempengaruhi pola pengolaan usaha tani. Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan pola pikir petani dalam perkembangan usahanya terutama dalam menyerap dan mengadopsi teknologi baru dalam rangka pencapaian tingkat produksi yang optimal.

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang pernah diperoleh responden, semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan pengalaman responden terhadap teknologi. Identitas responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8.

(49)

Tabel 8. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Pendidikan di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

No Pendidikan Petani

(Orang)

Presentase (%)

1. SD 26 78,79

2. SMP 2 6,06

3. SMA 3 9,09

4 S1 2 6,06

Jumlah 33 100,00

Sumber : Data Primer Setelah diOlah, 2015

Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh respon dan petani telah mengikuti pendidikan formal dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Tingkat pendidikan sebagian besar petani penggarap adalah tamat SD sebanyak 26 petani atau 78,78 % sedangkan pada tingkat terendah ada yang tamat S1 dan SMP sebanyak 2 petani dengan presentase 6,06 %. Dari keseluruhan responden petani, Pendidikan yang dimiliki diharapkan dapat menjadi modal bagi petani untuk memperhatikan keadaan tanaman padi mulai dari sistem budidaya sampai dengan proses panen sehingga dapat meningkatkan hasil produksi.

5.1.3 Luas Lahan Responden

Lahan merupakan salah satu faktor produksi, dimana luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Petani yang memiliki lahan usahatani luas akan memperoleh hasil produksi yang besar, tetapi tidak menjamin bahwa lahan yang luas tersebut lebih produktif dalam memberikan hasil dibandingkan lahan yang sempit. Untuk mengetahui rata-rata luas lahan petani responden di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada Tabel 9 .

(50)

Tabel 9. Identitas Responden Petani Padi ditingkat Berdasarkan Luas Lahan di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

No Luas Lahan

(ha)

Petani (Orang)

Presentase (%)

1. 0,5-1 25 75,76

2. 1,1-2 7 21,21

3. 2,1-3 1 3,03

Jumlah 33 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2015.

Tabel 9 menunjukkan luas lahan petani responden, petani yang memiliki luas lahan terbanyak dari keseluruhan responden adalah 2,1 – 3 ha sebanyak 1 orang atau 3,0 %, terendah pada luas lahan di atas 0,5-1 ha sebanyak 25 orang atau 75,75 %.

5.2 Adopsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi.

Proses adopsi merupakan proses kejiwaan atu mental yang terjadi pada diri petani pada saat menghadapi suatu inovasi dimana terjadi proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui atau didengar sampai diterapkanya ide baru tersebut. Pada proses adopsiakan terjadi perubahan-perubahan dalam prilaku sasaran umumnya akan menentukan suatu jarak waktu tertentu. Cepat lambatnya proses adopsi akan tergantung dari sifat dinamika sasaran. Adopsi merupakan suatu proses dimana individu berubah dari pengetahuan awalnya tentang inovasi kearah pembentukan sikap terhadap inovasi atau kearah pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau menolak kearah implementasi ide baru dan kearah konfirmasi keputusan tersebut.

Menurut Mosher (1998) dan Marsuki (1999) Adopsi suatu inovasi adalah suatu proses dimana seorang petani memperhatikan, mempertimbangkan, dan akhirnya menolak atau mempraktekkan suatu inovasi.

(51)

Menurut Suhardiyono (1992) untuk mencapai perubahan dan kemajuan maka dalam diri seseorag harus terdapat kemauan untuk melakukan tindakan nyata yang sistematis dan bertahap. Hawkins (1999) menjelaskan kembali bahwa dalam implementasi sering dilakukan modifikasi sesuatu dengan keperluan petani mengadopsi. Petani sering kali menambah informasi setelah mengadopsi inovasi untuk memperkuat keputusan yang telah diambil.

Sistem tanam legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong.

Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti

luas dan ”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong.

Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1. Pada awalnya tanam jajar legowo umum diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama dan penyakit. Jarak tanam dua baris terpinggir pada tiap unit legowo lebih rapat daripada baris yang di tengah (setengah jarak tanam baris yang di tengah), dengan maksud untuk mengkompensasi populasi tanaman pada baris yang dikosongkan. Pada baris kosong, di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas dan untuk pemeliharaan ikan kecil.

Sistem tanam legowo kemudian berkembang untuk mendapatkan hasil panen yang lebih tinggi dibanding sistem tegel melalui penambahan populasi.

Selain itu dapat mempermudah pada saat pengendalian hama dan penyakit. Tikus

(52)

merupakan salah satu hama yang paling suka menyerang padi dibahagian tengah dan jarang sekali menyerang dipinggir pematang. tanaman padi yang ditanam dengan sistim legowo 2: 1 dapat memberi nuansa terang di bahagian bawah atau di permukaan lahan sawah yang ditanami padi. Akibat adanya sinar matahari yang masuk secara merata kepermukaan lahan yang menyebabkan urangnya serangan tikus pada tanaman terutama pada siang hari. Penyakit hawar daun atau sering disebut penyakit kresek adalah penyakit padi yang sering ditemukan dilapangan.

Serangan akan meningkat pada kelembaban tinggi dan sel bakteri akan bebas tersebar dengan melarutnya embun-embun pada permukaan daun. Perkembangan semakin cepat juga dipengaruhi oleh pemberian pupuk Nitrogen yang berlebihan dan jarak tanam yang rapat. Sistim tanam legewo dapat menekan perkembangan penyakit kresek. Hal ini disebabkan akibat pengaruh masuknya sinar matahari secara merata kedalam tanaman sehingga suhu akan meningkat dan dapat memberi penurunan tingkat kelembaban sehingga dapat menstabilkan kelembaban yang tinggi menjadi rendah. Pada situasi kelembaban rendah proses perkembangan penyakit kresek dapat ditekan sedangkan untuk sist

Sistem tanam legowo kemudian berkembang untuk mendapatkan hasil panen yang lebih tinggi dibanding sistem tegel melalui penambahan populasi.

Selain itu, dapat mempermudah pada saat pengendalian hama, walang sangit dan tikus sawah. penyakit, gulma, dan juga pemupukan. Namun kemudian, pola tanam ini berkembang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi akibat dari peningkatan populasi dan optimalisasi ruang tumbuh bagi tanaman. Sistem tanam jajar legowo pada arah barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar

(53)

sekaligus populasi yang lebih tinggi. Dengan sistem tanam ini, mampu memberikan sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih optimal untuk penanaman. Selain itu, upaya penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Sistem tanam legowo yang diterapkan di Desa Bonto Cinde Kecematan Bissappu Kabupaten Bantaeng adalah dengan sistem tanam jajar legowo dimana diantara barisan tanaman padi terdapat lorong kosong yang lebih lebar dan memanjang sejajar dengan barisan tanaman padi. Sehubungan dengan hasil penelitian menunjukan bahwa petani sudah mengerti tentang jenis penerapan tanam jajar legowo dalam mempengaruhi petani sehingga dapat menerapkan teknologi budidaya padi sistem tanam jajar legowo agar dapat meningkatkan pendapatan para petani yang secara merata dengan baik, jajar yang diterapkan di Desa Bonto Cinde kecematan Bissappu Kabupaten Bantaeng yaitu Tipe (2 : 1) karena dengan sistem jajar legowo (2 : 1) dapat meningkatkan produksi padi dengan gabah kualitas benih dimana sistem jajar legowo seperti ini sering dijumpai pada pertanaman untuk tujuan penangkaran atau produksi benih.

Sistem jarak tanam yang jarak antara barisan 20 cm dan barisan kosong 40 cm dan jarak mundur 10 cm merupakan hasil rekayasa dari sistem jarak legowo merupakan sistem tanam tandur jajar dimana diantara barisan tanaman padi terdapat lorong kosong yang lebih lebar dan memanjang sejajar dengan barisan tanaman padi (Suriapermana dkk, 1994).

Sehubungan dengan hasil penelitian menunjukan bahwa petani sudah mengerti tentang jenis penerapan sistem tanam jajar legowo sehingga dapat

(54)

menerapkan teknologi budidaya padi agar dapat meningkatkan pendapatan para petani yang secara merata dengan baik.

Hasil penelitian adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi dapat dilihat secara rinci pada Tabel 10.

Tabel 10. Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng

No. Uraian Kategori Nilai

1. Informasi Padi Legowo Dari Penyuluh Pertanian 2,57 Tinggi 2. Kelompok Tani Berperan Membantu Anggota

Dalam Sistem Tanam jajar Legowo

2,42 Tinggi 3. Mengetahui Penanaman Sistem Tanam Jajar

Legowo

2,87 Tinggi 4. Menerapkanan Sistem Tanam Jajar Legowo 2,48 Tinggi 5. Kendala Yang diHadapi Saat Penanaman Sistem

Tanam Jajar Legowo

2,36 Tinggi 6. Peningkatan Produksi Sistem Tanam Jajar

Legowo Dengan Sistem Tanam Konvensional

2,45 Tinggi 7. Perbedaan Produksi Sistem Tanam Jajar Legowo

Dengan Sistem Tanam Konvensional

2,60 Tinggi 8. Serangan Hama dan Penyakit Dengan Sistem

Tanam Jajar Legowo

2,03 Sedang

9. Merespon Tentang Sistem Tanam Jajar Legowo 2,51 Tinggi 10. Mengadopsi Sistem Tanam Jajar Legowo 2,45 Tinggi 11. Melakukan Pengolahan Tanah Secara Moderen

atau Secara Tradisional

2,96 Tinggi 12. Perbedaan Pengolahan Tanah Secara Moderen

Dengan Secara Tradisional

2,78 Tinggi

Jumlah 30,48

Rata-rata 2,54 Tinggi

Sumber : Data primer setelah diolah, 2015.

Tabel 10 menunjukkan adopsi petani diperoleh setelah di olah sebagai berikut: Penyuluh pertanian mempunyai peran aktif dalam menyampaikan informasi padi legowo dari penyuluh pertanian ini terbukti dengan nilai (2,57) dengan kategori tinggi. Hal ini membuktikan penyuluh berupaya memberikan informasih inovasi teknologi jajar legowo kepada petani melalui kelompok tani.

(55)

Informasi yang di sampaikan oleh kelompok tani dalam mensosialisasikan sistem jajar tanam legowo sangat mendapat respon positif dari masyarakat terbukti dengan banyaknya petani yg mengadopsi sistem jajar tanam legowo di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng dalam survei yang saya lakukan Kelompok tani berperan membantu anggota dalam sistem tanam jajar legowo memiliki nilai (2,42), dengan kategori tinggi. Ini tidak terlepas dari upaya kelompok tani mengenalkan kepada anggotanya tentang sistem tanam legowo.

Hasil penelitian yang kami peroleh di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng menunjukkan bahwa sudah banyak yang mengetahui dan menerapkan tentang sistem jajar tanam legowo, pengetahuan itu tak lepas dari peranan penyuluh sehingga petani begitu antusias untuk menerapkan sistem tanam jajar legowo, survei saya membuktikan bahwa petani Mengetahui penanaman sistem tanam jajar legowo dengan memiliki nilai (2,87), dengan kategori tinggi. Penyuluh memberikan informasi kepada petani melalui metode ceramah dan mendemonstrasikan sistem legowo kepada petani.

Penerapan sistem jajar tanam legowo di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng mendapatkan respons positif terbukti dengan tinnginya hasil survei yang kami peroleh petani mengadopsi sistem tanam jajar legowo karena adanya keunggulan yang di paparkan oleh penyuluh. petani menerapkanan sistem tanam jajar legowo memiliki nilai (2,48), dengan kategori tinggi.

Gambar

Tabel  1.  Luas  panen,  produktivitas,  dan  produksi  padi  sawah  di Kabupaten Bantaeng Tahun 2011-2013
Gambar 1. Jajar legowo tipe 2:1
Gambar 2. Sistem Legowo Tipe 2:1
Gambar 3. Sistem Konvensional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset desa di Desa Ngabar sudah berjalan baik dengan inisiatif memberdayakan peran serta masyarakat dan elemen masyarakat (BPD)

Berdasarkan tabel diatas, efek antimikroba ekstrak kelopak bunga rosella yang mempunyai diameter sama dengan kontrol positif dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%,

Hipotesis kesembilan dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah sebagai berikut: hipotesis kesembilan : diduga intervensi motivasi kerja dapat menambah

Hasil panen umbi-umbian lokal seperti singkong (ubi kayu), ubi jalar, kacang tanah, kimpul atau talas, gadung, garut, ganyong, uwi dan gembili biasanya dikonsumsi

Hasil analisis simulasi dengan CFD- Fluent menunjukkan daerah temperatur tertinggi di dalam sistem reaktor SAMOP berada pada celah antara bahan bakar Triga

Sejalan dengan pembahasan di atas, permasalahan umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah : bagaimana pengaruh penggunaan metode demonstrasi terhadap

Bagi kode RDF yang tidak menggunakan node kosong misalnya pada contoh RDF Standar, maka pencarian informasi dapat dilakukan cukup dengan menggunakan kueri

Selanjutnya adalah bagaimana da’i bisa mengemas pesannya melalui media sosial tersebut, agar objek dakwah dapat menerima dengan baik pesan-pesan yang