• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian berlokasi di Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Gambaran umum lokasi penelitian yang dibahas pada penelitian ini terdiri dari karakteristik wilayah dan karakteristik petani responden. Karakteristik wilayah meliputi kondisi geografis, kependudukan dan pertanian. Sementara karakteristik petani responden yang dijelaskan meliputi usia, jenis kelamin, luas penguasaan lahan padi, pendidikan formal, pengalaman usahatani padi, status usahatani padi, serta jumlah tangggungan keluarga.

Karakteristik Wilayah Kondisi Geografi

Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Jasinga bila ditinjau dari peta Kabupaten Bogor berada di bagian barat wilayah Kabupaten Bogor. Jarak Ibukota Kabupaten Bogor dengan pusat pemerintahan Kecamatan Cigudeg adalah 54 km dan dengan pemerintahan Kecamatan Jasingan adalah 64 km. Kecamatan Cigudeg memiliki luas 15 886.043 Ha yang terdiri dari 15 desa. Sedangkan Kecamatan Jasingan memiliki luas wilayah sebesar 19 026 Ha yang terdiri dari 16 desa. Tabel 2 Luas penggunaan tanah dan presentasenya di Kecamatan Cigudeg tahun

2008 dan di Kecamatan Jasinga tahun 2013a

Penggunaan tanah

Kecamatan Cigudeg Kecamatan Jasinga

Luas lahan (ha) Presentase (%) Luas lahan (ha) Presentase (%) Tanah sawah 3 724 23.44 1 968.5 10.35 Pekarangan / bangunan 606 3.81 868 4.56 Tegalan / kebun 2 207 13.89 6 069 31.898 Ladang 1 418.72 8.93 0 0

Tanah basah (setu dan empang)

67 0.42 20.5 0.11

Tanah perkebunan negara dan swasta

2 050 12.90 2 485 13.06

Tanah perkebunan rakyat 1 615 10.17 939 4.93

Tanah hutan 0 0 6 486 34.1

Tenah keperluan fasilitas umum

314.29 1.98 33 0.17

Lain-lain 3 884.03 24.45 157 0.82

Total 15 886.043 100 15 886.04 100

aSumber: Profil Kecamatan Cigudeg (2008) dan Data Monografi Kecamatan Jasinga (2013)

22

Penggunaan tanah di Kecamatan Cigudeg sebagian besar adalah untuk persawahan (23.44%), tegalan atau kebun (13.89%), dan tanah perkebunan Negara (12.90). Sementara penggunaan tanah di Kecamatan Jasinga sebagian besar adalah untuk tanah hutan (34.1%), tegalan/kebun (31.898%), tanah perkebunan Negara dan swasta (13.06%,) dan untuk persawahan (10.35%). Melihat besarnya luas lahan yang digunakan untuk lahan persawahan padi, Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Jasinga memiliki potensi untuk mengembangkan padi sebagai komoditas unggulan daerah. Luas penggunaan tanah dan presentasenya di kedua kecamatan secara rinci dijabarkan dalam Tabel 2.

Kependudukan

Penduduk Kecamatan Cigudeg berdasarkan Profil Kecamatan Cigudeg 2008 berjumlah 115 243 jiwa dengan perbandingan laki-laki sebanyak 59 473 jiwa (51.61%) dan perempuan sebanyak 55 770 jiwa (48.39%) dengan tingkat kepadatan yaitu 137.85 jiwa/ha. Penduduk Kecamatan Jasinga berdasarkan data Monografi Kecamatan Jasinga 2013 berjumlah 101 378 jiwa dengan perbandingan laki-laki sebanyak 52 642 jiwa (51.9%) dan perempuan sebanyak 48 736 jiwa (48.1%). Bila dilihat berdasarkan usia kerja (20 tahun – 60 tahun), maka jumlah penduduk Kecamatan Cigudeg yang berada dalam rentang usia kerja berjumlah 64 686 jiwa atau sebesar 56.1%, dan Kecamatan Jasinga berjumlah 38 341 jiwa atau sebesar 37.82%. Banyaknya penduduk usia kerja tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Jasinga memiliki potensi yang cukup besar dalam penyediaan tenaga kerja, khususnya di bidang pertanian yang merupakan sektor unggulan wilayah serta membutuhkan banyak tenaga kerja. Namun berdasarkan hasil wawancara 31 responden dalam penelitian, sebanyak 14 orang responden atau sebesar 45,2 % responden mengaku kurangnya ketersediaan tenaga kerja untuk usahatani padi akibat generasi muda tidak tertarik lagi bekerja di bidang pertanian. Sebanyak 11 responden atau 35.5% responden mengaku cukup dalam ketersediaan tenaga kerja dan sisanya menjawab sedang.

Berdasarkan jenis pekerjaannya, bidang pertanian masih menjadi bidang utama sumber mata pencaharian penduduk Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Jasinga. Penduduk Kecamatan Jasinga yang bekerja sebagai petani berjumlah 13 028 orang atau 76.325% dari total penduduk yang bekerja, dengan rincian petani pemilik tanah sejumlah 235 orang, petani penggarap tanah sejumlah 9 677 orang dan buruh tani sejumlah 3 116 orang. Sebagian besar petani padi di Kecamatan Jasinga dan Cigudeg tidak memiliki tanah atau berstatus petani penggarap. Sistem sewa lahan garapan yang berlaku di kedua kecamatan adalah sistem bagi hasil dan gadai. Adapun di Kecamatan Cigudeg, jumlah rumahtangga yang bekerja di bidang pertanian sebanyak 12 008 rumahtangga atau sebesar 47.63%. Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaaan di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga digambarkan dalam Tabel 3

Apabila dilihat berdasarkan tingkat pendidikannya, jumlah penduduk Kecamatan Cigudeg yang terdata tingkat pendidikannya hanya sebesar 104 081 jiwa dari total 115 243 jiwa, sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Jasinga hanya 96 428 jiwa dari total 101 378 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Cigudeg dan Jasinga tergolong rendah. Sebagian besar penduduk Kecamatan Cigudeg pada tahun 2008 belum bersekolah, yakni sebesar 74.06%. Tingkat pendidikan terbesar kedua di Kecamatan Cigudeg adalah tidak tamat SD yakni

23 sebesar 14 570 jiwa atau sebesar 14%. Sementara di Kecamatan Jasinga, lebih dari lima puluh persen penduduknya pada tahun 2013 hanya tamatan SD yakni sebesar 55.25%.

Tabel 3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kecamatan Cigudeg tahun 2008 dan Kecamatan Jasinga tahun 2013a

Jenis Pekerjaan Kecamatan Cigudeg Kecamatan Jasinga

Jumlah Presentase Jumlah Presentase

Petani 12 008 47.64 13 028 76.33 Pengusaha/pengrajin 0 0 24 0.14 Pedagang 3 603 14.3 1 712 10.03 Buruh penggalian/industri/perkebunan 1 075 4.26 1 178 6.9 Pengemudi/ jasa 1 042 4.13 479 2.81 PNS 0 0 521 3.05 TNI/POLRI 0 0 49 0.29 Pensiunan 0 0 75 0.43 Lain-lain 7 480 29.67 3 0.02 Jumlah 25 208 100 17 069 100

aSumber: Profil Kecamatan Cigudeg (2008) dan Data Monografi Kecamatan Jasinga (2013)

Hanya sedikit penduduk Kecamatan Cigudeg dan Jasinga yang menamatkan pendidikan hingga diploma/sederajat maupun sarjana/sederajat. Jumlah penduduk Kecamatan Cigudeg yang tamat akademi sebesar 0.076% dan Kecamatan Jasinga sebesar 1.2%. Adapun jumlah penduduk Kecamatan Cigudeg dan Jasinga yang menyelesaikan pendidikan sampai tingkat sarjana, berturut-turut hanya sebesar 0.02% dan 0.85% dari total penduduk yang terdata. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga lebih rinci dijelaskan pada Tabel 4. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Cigudeg dan Jasinga memengaruhi sikap masyarakat dalam mengadopsi teknologi terutama dalam bidang pertanian yang merupakan mata pencaharian terbesar penduduk di kedua kecamatan.

Tabel 4 Jumlah dan presentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Cigudeg tahun 2008 dan Kecamatan Jasinga tahun 2013

Tingkat Pendidikan Kecamatan Cigudeg Kecamatan Jasinga

Jumlah Presentase Jumlah Presentase

Belum sekolah 77 086 74.06 13 983 14.5 Tidak tamat SD 14 570 14 2 043 2.12 Tamat SD 7 099 6.82 53 281 55.25 Tamat SMP 3 590 3.45 5 985 6.21 Tamat SMA 1 635 1.57 19 158 19.87 Tamat Akademi/sederajat 79 0.076 1 158 1.2

Tamat Perguruan Tinggi/sederajat 22 0.02 820 0.85

Jumlah 104 081 100 96 428 100

aSumber: Profil Kecamatan Cigudeg tahun (2008) Data Monografi Kecamatan Jasinga (2013)

24

Pertanian

Bidang pertanian di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Komoditi tanaman pangan yang dibudidayakan di kedua kecamatan adalah padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat dan kacang tanah. Adapun komoditi hortikultura yang dibudidayakan di kedua kecamatan adalah sayuran yang terdiri dari: kacang panjang, cabe, tomat, terong, buncis, dan mentimun, juga buah-buahan yang terdiri dari: durian, dukuh, rambutan, nenas, dan pisang.

Padi merupakan tanaman yang memiliki luas panen terbesar di kedua kecamatan dibandingkan dengan tanaman pangan maupun tanaman hortikultura lainnya. Luas panen padi di Kecamatan Cigudeg adalah 4 705 ha atau sebesar 84.62% dari total lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman pangan maupun hortikultura. Luas panen padi di Kecamatan Jasinga adalah 2 472 ha atau sebesar 73.2% dari lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman pangan maupun hortikultura. Luas panen dan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura di kedua kecamatan disajikan pada Tabel 5

Tabel 5 Luas panen dan produktivitas per ha tanaman pangan dan hortikultura di Kecamatan cigudeg tahun 2008 dan Kecamatan Jasinga tahun 2013a

Jenis tanaman

Kecamatan Cigudeg Kecamatan Jasinga

Luas panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Luas panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Padi 4 705 7.7 2 472 5.56 Jagung 89 3.4 255 8 Ketela pohon 314 14 0 0 Ketela rambat 103 11 227 7.78 Kacang tanah 59 12 0 0 Sayur-sayuran 276 7.58 245 8.25 Buah-buahan 14 16.5 50 7

aSumber: Profil Kecamatan Cigudeg tahun (2008) Data Monografi Kecamatan Jasinga (2013)

Adapun tanaman perkebunan yang diusahakan di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga ialah kelapa sawit yang merupakan milik negara maupun swasta serta sejumlah tanaman perkebunan milik rakyat. Tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat ialah kelapa, kopi, pala, cengkeh, panili dan tangkil. Beberapa penduduk Kecamatan Cigudeg dan Jasinga juga memlihara hewan ternak berupa sapi potong, kerbau, kambing, domba, ayam pedaging, ayam buras, ayam petelur, itik, angsa dan bebek. Peternakan yang dikelola penduduk di kedua kecamatan berskala kecil, rata – rata jumlah sapi, kerbau, kambing dan domba yang dipelihara seorang perternak masing-masing adalah 4 ekor. Hewan ternak yang dipelihara biasanya digunakan juga untuk usahatani padi. Kerbau digunakan sebagai hewan bajak oleh beberapa petani, selain itu kotoran kambing, kotoran domba, kotoran ayam dan kotoran burung digunakan sebagai kompos oleh sebagian petani padi terutama petani padi perlakuan organik.

25 Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini merupakan petani padi perlakuan organik dan non-organik yang telah mengusahakan padi selama minimal dua musim tanam. Petani responden berjumlah 31 orang dengan rincian 12 petani padi perlakuan organik dan 19 petani padi perlakuan non-organik. Karakteristik dari masing-masing petani berbeda – beda. Karakteristik petani dapat memengaruhi sikap petani dalam melaksanakan budidaya tanaman padi serta dalam menentukan jenis usahatani padi yang akan diusahakan.

Beberapa variabel yang dianggap penting dalam melihat karakteristik petani responden yaitu usia, jenis kelamin, luas penguasaan lahan padi, pendidikan formal, pengalaman usahatani padi, status usahatani padi, serta jumlah tangggungan keluarga. Bagi petani padi perlakuan organik terdapat variabel tambahan yakni pengalaman usahatani padi organik dan asal informasi usahatani padi organik. Karakteristik petani responden dapat dilihat pada Tabel 6

Jenis kelamin

Jenis kelamin dapat memengaruhi petani dalam proses pengambilan keputusan. Wanita umumnya lebih menghindari adaptasi teknologi yang berpotensi memberi risiko tinggi dibanding pria. Jenis kelamin akan memengaruhi teknik budidaya yang dilakukan oleh petani. Petani pria memiliki fisik lebih kuat dibanding petani wanita sehingga lebih cepat dalam melakukan pekerjaan bertani. Meski begitu hal ini tidak dapat dijadikan perbandingan mutlak karena untuk beberapa pekerjaan tertentu, petani menggunakan buruh tani. Seluruh petani responden padi perlakuan organik berjenis kelamin pria. Sementara petani responden padi perlakuan non-organik terdiri dari 78.95% pria (15 orang) dan 21.05% persen wanita (4 orang). Umumnya profesi petani di Kecamatan Cigudeg dan jasinga dijalankan oleh laki-laki, sedangkan petani perempuan hanya mengerjakan kegiatan tertentu seperti penanaman, penyulaman, penyiangan dan pemanenan.

Usia

Usia dapat memengaruhi fungsi biologis dan psikologis petani dalam menjalankan usahatani. Semakin tua usia petani berimplikasi pada semakin menurunnya kemampuan fisik petani untuk mengelola usahatani. Semakin tua usia petani juga berimplikasi pada semakin rendahnya kemampuan dan kemauan dalam mengadopsi teknologi. Usia petani responden di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga pada tahun 2014 bervariasi dari yang termuda 37 tahun hingga yang tertua 69 tahun. Petani padi perlakuan organik didominasi oleh petani usia tua yakni 50-59 tahun dan 60-69 tahun. Sedangkan petani padi perlakuan non-organik didominasi sebesar 42.11% oleh petani golongan usia 40-49 tahun dan sebesar 42.11% oleh petani golongan usia 60-69 tahun.

Secara keseluruhan, petani padi perlakuan organik dan non-organik di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga pada tahun 2014 didominasi oleh petani golongan tua yakni berada pada golongan usia 60-69 tahun. Petani responden pada rentang usia ini telah memulai bekerja sebagai petani padi sejak remaja dan masih melanjutkan bertani hingga usia tua. Adapun pemuda di Kecamatan Cigudeg dan Jaisnga lebih memilih bekerja di bidang lain daripada di bidang pertanian. Hal ini

26

mengancam keberlanjutan usahatani padi di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga karena pemuda mulai meninggalkan bekerja sebagai petani. Hanya terdapat dua orang responden yan berusia dibawah 40 tahun.

Tabel 6 Karakteristik petani responden di Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor 2013a

N

o Karakteristik

Petani padi perlakuan organik Petani padi perlakuan non- organik Jumlah (orang) Presentase (%) Jumlah (Orang) Presentase (%) 1 Jenis Kelamin Pria 12 100.00 15 78.95 Wanita 0 0.00 4 21.05 2 Usia (tahun) 30-39 1 8.33 1 5.26 40-49 1 8.33 8 42.11 50-59 5 41.67 2 10.53 60-69 5 41.67 8 42.11 3 Pendidikan Terakhir Tidak Tamat SD 1 8.33 1 5.26 Tamat SD 8 66.67 13 68.42 Tamat SMP 0 0.00 2 10.53 Tamat SMA 1 8.33 1 5.26 Tamat Diploma 1 8.33 1 5.26 Tamat S1 1 8.33 1 5.26

4 Pengalaman Usahatani Padi

1 - 5 tahun 0 0.00 3 15.79

10 - 30 tahun 9 75.00 11 57.89

> 30 tahun 3 25.00 5 26.32

5 Jumlah Tanggungan Keluarga

1-3 orang 3 25.00 4 21.05

4-5 orang 7 58.33 11 57.89

≥6 orang 2 16.67 4 21.05

6 Status Usahatani Padi

Utama 5 41.67 10 52.63

Sampingan 7 58.33 9 47.37

7 Luas Penguasaan Lahan Padi

< 0.25 ha 0 0.00 9 47.37

0.25 ha - <0.5 ha 8 66.67 6 31.58

0.5 ha - < 1 ha 2 16.67 2 10.53

≥1 ha 2 16.67 2 10.53

aSumber: Data primer (diolah)

27 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan biasanya berpengaruh terhadap cara berpikir dan sikap adaptasi teknologi. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin terbuka pemikiran petani dalam menerima informasi baru. Tingkat pendidikan petani responden baik padi perlakuan organik maupun non-organik dapat digolongkan rendah. sebagian besar petani responden hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD, yakni sebesar 66.67% petani padi perlakuan organik dan 68.42% petani padi perlakuan non-organik. Hanya ada satu orang responden, baik pada petani padi perlakuan organik maupun non-organik, yang telah menamatkan pendidikan hingga tingkat diploma/sederajat dan sarjana/sederajat. Pengalaman usahatani padi

Pengalaman petani akan memengaruhi kemampuan dan keterampilan petani dalam mengelola usahataninya. Umumnya semakin lama pengalaman petani, maka semakin baik keterampilan petani dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada kegiatan usahatani. Pengalaman juga dapat memengaruhi sikap petani dalam mempertimbangkan penerapan inovasi teknologi pada kegiatan usahatani. Petani padi perlakuan organik dan non-organik responden dapat dikatakan telah berpengalaman dalam mengelola usahatani padi. Hal ini dapat dilihat dari hampir seluruh petani responden memiliki pengalaman bertani di atas sepuluh tahun.

Sebagian besar petani padi perlakuan non-organik, yakni sebesar 57.89%, memiliki pengalaman berusahatani selama 10-30 tahun. Sisanya sebesar 26.32% petani telah memiliki pengalaman diatas tiga puluh tahun dan sebesar 15.79% petani baru memiliki pengalaman 1-5 tahun. Adapun petani padi perlakuan organik responden, sebesar 75% memiliki pengalaman bertani padi 10-30 tahun dan sisanya sebesar 25% petani memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun. Tidak ada petani padi perlakuan organik responden yang baru memiliki pengalaman bertani 1-5 tahun.

Dari lamanya pengalaman bertani petani padi perlakuan organik, penerapan usahatani padi secara organik baru beberapa tahun belakangan dilakukan oleh petani responden. Sejumlah 4 orang petani memiliki pengalaman usahatani padi organik selama 2-5 tahun, sejumlah 7 orang petani memiliki pengalaman usahatani padi organik 6-10 tahun dan hanya satu orang yang telah menerapkan usahatani padi organik selama lebih dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman petani dalam menjalankan usahatani padi organik masih terbilang sedikit. Sebaran pengalaman berusahatani padi secara organik petani responden ditunjukan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengalaman bertani padi secara organik petani responden di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga tahun 2014a

No Pengalaman Bertani Padi Secara Organik Jumlah (orang) Presentase (%)

1 2 - < 6 tahun 4 33.33

2 6 - < 10 tahun 7 58.33

3 ≥ 10 tahun 1 8.33

aSumber: data primer (diolah)

Pengalaman petani berusahatani padi secara organik awalnya didapatkan karena adanya informasi dari penyuluh mengenai usahatani padi secara organik.

28

Sejumlah 10 orang petani mengaku mendapatkan informasi mengenai padi organik dari penyuluh. Sisanya, sebanyak satu orang petani mendapatkan informasi mengenai padi organik dari kelompok tani dan satu orang petani mendapatkan informasi dari petani di luar kelompok tani. Sebaran asal informasi padi organik petani responden ditunjukan pada Tabel 8.

Tabel 8 Asal informasi padi organik petani responden di Kecamatan Cigudeg dan Jasinga tahun 2014a

No Asal informasi padi organik Jumlah (orang) Presentase (%)

1 Penyuluh 10 83.33

2 Kelompok tani 1 8.33

3 Petani di luar kelompok tani 1 8.33

aSumber: data primer (diolah) Jumlah tanggungan keluarga

Jumlah tanggungan keluarga dapat memengaruhi sikap petani dalam menentukan jenis usahatani yang dijalankan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin besar pula biaya yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga. Sehingga petani cenderung memilih kegiatan usahatani yang memberikan pendapatan lebih tinggi dengan risiko lebih kecil. Petani tidak mudah menerima teknologi baru bila risikonya akan dirasakan oleh semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani.

Sebagian besar petani responden padi perlakuan organik dan non-organik, memiliki jumlah tanggungan keluarga 4-5 orang. Jumlah petani padi perlakuan organik yang memiliki jumlah tangggungan 4-5 orang sebesar 58.33%, sisanya sebesar 25% memiliki jumlah tanggungan 1-3 orang dan 16.67% memiliki jumlah tanggungan diatas enam orang. Adapun petani padi perlakuan non-organik yang memiliki jumlah tangggungan 4-5 orang sebesar 57.89%, sisanya sebesar 21.05% memiliki jumlah tanggungan 1-3 orang dan 21.05% memiliki jumlah tanggungan diatas enam orang.

Status usahatani padi

Secara umum usahatani padi organik merupakan usaha sampingan sementara usahatani padi non-organik merupakan usaha utama bagi petani. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 dimana usahatani padi organik merupakan usaha sampingan bagi 58.33% petani padi organik, sementara bagi 52.63% petani padi non-organik, usahatani padi non-organik merupakan usaha utama.

Luas penguasaan lahan padi

Sebagian besar petani padi perlakuan organik, yakni sebesar 66.67%, menguasai lahan seluas 0.25-<0.5 ha. Tidak ada petani responden padi perlakuan organik yang menguasai lahan dibawah 0.25 ha. Rata-rata luas penguasaan lahan per petani padi perlakuan organik sebesar 0.47 ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani padi perlakuan organik tidak tergolong dalam petani kecil. Berdasarkan hasil seminar petani kecil pada tahun 1979 di Jakarta, petani lahan sempit ialah petani yang mengelola lahan lebih kecil dari 0.25 ha lahan sawah di pulau Jawa atau 0.5 ha di luar pulau Jawa (Soekartawi, 1985).

29 Berbeda dengan petani padi perlakuan non-organik dimana sebesar 47.37% masih tergolong petani kecil karena menguasai lahan dibawah 0.25 ha. Sisanya sebesar 31.58% menguasai lahan seluas 0.25-<0.5 ha, sebesar 10.53% atau sebanyak 1 orang menguasai lahan seluas 0.5-<1 ha, dan sebesar 10.53% atau sebanyak 1 orang menguasai lahan diatas 1 ha. Jika dirata-ratakan, penguasaan lahan per pertani padi perlakuan non-organik tidak jauh berbeda dengan petani padi perlakuan organik yakni seluas 0.40 ha.

ANALISIS USAHATANI PADI ORGANIK DAN PADI

Dokumen terkait