• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANG PELAYANAN

C. Pengertian Pelayanan Dalam Konteks Kongregasi SS.CC

2. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Tutorial

Tabel 1. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Tutorial

Waktu Materi Peserta Metode

Minggu, 10.00 -11.00 Mendalami silabus Sekolah TK Bermain kreatif Belajar berhitung, menggambar, membaca 14.00-15.00 Mendalami Silabus Sekolah

Kelas I-IV SD Bermain, bercerita, informasi

15.00-16.30 Mendalami silabus Kelas V SD sampai SMA.

Informasi, group work

Pelayanan tutorial ini dilaksanakan setiap hari minggu jam 10.00 – 16.30 di Sekolah, di mana para calon SS.CC putra dan putri dididik, tempat lokasinya di daerah Sumber Sari. Setiap kali pertemuan disesuaikan dengan pelajaran yang mereka terima di sekolah. Khusus untuk anak yang tidak sekolah, para tutor memberikan program yang sesuai dengan kebutuhan pengetahuan peserta.

Pada tabel ga mbaran pelaksanaan Pelayanan Tutorial, pada Materi ditulis mendalami silabus. Maksudnya adalah untuk setiap kelas para tutor menyesuaikan pelajaran yang diberikan dengan silabus pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah. Di sini penulis akan memaparkan salah satu contoh dari silabus kelas V SD yang diambil dari buku Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI.

SILABUS KELAS V Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas /Semester :V/2

Tabel 2. Contoh Silabus Kelas V Standar Kompe tensi Kompe tensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembela Jaran

Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber/ bahan/alat (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Mema hami ke- bebasan berorga- nisasi 1.1Men- deskrip- sikan penger-tian organi-sasi Kebeba-san ber- organi-sasi Membaca buku ten- tang ke-bebasan berorga-nisasi 1. Mendefi- nisikan kebebasan berorga-nisasi 2. Memberi contoh-contoh kebebasan berorga- nisasi -Tes tertulis -Tes skala sikap 2 x 30’ Buku paket yang relevan 1.2 Men- yebut- kan contoh organi- sasi di lingku-ngan sekolah dan masya-rakat Organi- sasi sekolah Mendata organisasi yang ada di sekolah 1. Mampu menjelas-kan organisasi di lingku- ngan sekolah 2.Menun-jukkan peran serta organisasi di sekolah -Tes tertulis -Tes skala sikap 2 x 30’ Buku paket yang relevan 1.3 Menam-pilkan peran serta dalam memilih organi- sasi Organi- sasi sekolah Mendis-kusikan dalam memilih pengurus organisa-si di sekolah 1. Mampu menjelas-kan organi- sasi di ling- kungan sekolah 2.Menunjuk-kan peran serta orga- nisasi di sekolah. -Tes tertulis -Tes skala sikap 2 x 30’ Buku paket yang relevan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Standar Kompe tensi Kompe tensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembela Jaran

Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber/ bahan/alat 2.Meng- hargai keputu-san bersama 2.1 Menge- nal bentuk- bentuk keputu- san ber- sama Bentuk-bentuk keputu- san ber- sama Mendis-kusikan bentuk mempe- roleh ke- putusan bersama 1. Mendefi- nisikan keputusan bersama 2. Menjelas- kan bentuk-bentuk keputusan bersama -Tes tertulis -Tes skala sikap 2 x 30’ Tata tertib sekolah di mana mereka sekolah 2.2 Mema-tuhi ke- putusan bersama Bentuk-bentuk keputu- san sama Menerap- kan hasil keputusan bersama Menunjuk- kan sikap mematuhi keputusan bersama -Tes tertulis -Tes skala sikap 2 x 30’ Tata tertib sekolah di mana mereka sekolah Silabus ini digunakan sesuai dengan pelajaran yang dipelajari peserta tutorial di sekolah dengan tujuan, agar pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah dengan di tempat tutorial saling berkesinambungan. Para tutor menyusun jadual kapan mereka memberikan mata pelajaran Kewarganegaraan dan kapan memberikan mata pelajaran Matematika dan mata pelajaran lainnya. Setiap mata pelajaran yang diberikan oleh para tutor selalu mengikuti silabus yang ada di sekolah.

Program tutorial ini juga melibatkan orang tua dan anak didik, dengan mengadakan pertemuan dua kali dalam setahun sehingga program ini menjadi program bersama dengan masyarakat setempat. Pertemuan diadakan setiap awal semester di sekolah. Pelayanan tutorial diadakan setiap hari Minggu tetapi untuk di luar hari Minggu para suster juga menerima anak yang memerlukan bantuan secara pribadi. Untuk mendukung pertumbuhan motivasi belajar anak, para tutor

juga memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk rekreasi bersama, seperti belajar bersama di kebun binatang, belajar berenang bersama, nonton film bersama dll.

Singkatnya, Pelayanan atau service senantiasa terkait dengan sebuah keprihatinan akan realitas sosial. Maka, hakekat pelayanan itu sendiri selalu dalam arti “aku berbuat sesuatu bagi sesamaku, aku berbagi hidup dengan sesamaku atau aku mengambil bagian dalam pergulatan sesama ”. Wujud nyata dari sikap berbagi hidup itu, salah satunya adalah bagaimana menanamkan rasa cinta dan tanggung jawab seseorang akan hidupnya dan hidup sesamanya termasuk relasi yang harmoni dengan lingkungannya dalam konstelasi yang lebih luas.

Dalam tatanan pendidikan, yang pertama-tama dibangun adalah motivasi dari peserta didik untuk mencintai proses-proses edukasi (Oemar Hamalik, 2008: 157). Untuk menunjang tumbuhnya motivasi, dibutuhkan cara mengajar yang kreatif sekaligus memungkinkan tumbuhnya “k uriositas” dan “keterpesonaan” anak didik bagi nilai- nilai pendidikan. Dengan kata lain, setiap materi, dengan kandungan nilainya masing- masing, mesti dikemas dalam bentuk penyajian baik, kreatif dan inovatif sehingga arahnya semakin tepat dan jelas.

Para suster SS.CC di Bandung telah mengupayakan sebuah sistem edukasi yang kreatif dan menjangkau masyarakat lapis bawah. Berangkat dari keprihatinan sosial masyarakat di Blok Beas, Bandung, para suster ini membuka diri kepada warga sekitar dan memediasi berbagai kerinduan warga terutama di bidang pendidikan dan transformasi sosial. Bercermin pada sikap hati Ibu Pendiri, Henriette de la Chevalarie “I want to be consum like a candle” (Saya mau

memberi diri sepenuhnya seperti lilin) para suster terjun dengan sebuah semangat yang satu dan sama, berbagi hidup kepada sesama (Cahiers of Spirituality No.10, 2000: 117).

Henriette telah memperlihatkan sebua h totalitas pemberian diri bagi Allah dan sesama. Kekejaman Revolusi Perancis, era akhir abad 16, telah mengasah dan membentuk sikap hati Ibu Henriette menjadi semakin peka dan sejak itu pula ia mengupayakan sesuatu yang berguna bagi banyak orang yang menderita. Saat itu banyak anak-anak kehilangan orangtuanya, banyak orang hidup menggelandang di sekitar bangunan-bangunan kota. Henriette terpanggil untuk berbuat sesuatu bagi mereka. Bagaimana menyekolahkan mereka agar mereka lebih bertanggung jawab atas hid up mereka. Sejak itu, kongregasi SS.CC mengupayakan sekolah-sekolah gratis bagi anak-anak korban keganasan Revolusi Perancis. Pelayanan kepada Allah mesti menjadi nyata dalam keberpihakan kepada yang menderita. Itulah prinsip Henriette yang bersama Pater Pierre Coudrin mendirikan kongregasi Hati Kudus Yesus dan hati Tersuci Maria (SS.CC).

Pelayanan Tutorial bagi anak-anak di Blok Beas Bandung merupakan kelanjutan dari perjuangan para pendiri tarekat religius ini. Pelayanan edukatif ini juga merupakan sumbangan komunitas suster-suster SS.CC bagi realisasi kehadiran Kerajaan Allah dalam Gereja semesta melalui reksa pastoral Keuskupan Bandung, khususnya paroki St. Gabriel, Sumber Sari Bandung.

A. Pengertian Belajar dan Motivasi Belajar 1. Pengertian Belajar

Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian belajar, tetapi penulis akan memaparkan beberapa pengertian belajar berdasarkan pendapat dari beberapa ahli khususnya ahli pendidikan.

Menurut Slameto belajar adalah ”suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya meliputi jumlah ilmu pengetahuan melainkan bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap pengertian, penghargaan, minat dan penguasaan diri. Singkatnya perubahan itu mencakup segi kehidupan seperti sikap dan kebiasaan sehingga dengan belajar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan, termasuk juga dapat berusaha secara fungsional untuk kehidupannya (Slameto, 2003: 2-5)

Menurut Drs. Oemar Hamalik, belajar adalah “modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”. Dalam hal ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan sekedar hasil atau

tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan tingkah laku (Oemar Hamalik, 2008: 27-29).

Sardiman, (2007: 20) juga, memberikan definisi tentang belajar dalam tiga kelompok yaitu:

a. Definisi belajar menurut Cronbach: Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.(Belajar adalah perubahan yang nampak dalam perilaku/tindakan seseorang sebagai hasil dari pengalaman/belajarnya)

b. Batasan yang diberikan Harold Spears: Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Belajar adalah mengamati, membaca, mengikuti, mencoba sesuatu untuk diri saya, mendengarkan dan mengikuti pertunjuk)

c. Geoch, mengatakan: Learning is a change in performance as a result of practice. (Belajar adalah suatu perubahan dalam perbuatan sebagai hasil dari latihan yang dilakukan seseorang).

Dari tiga definisi di atas, Sardiman A.M mengartikan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, melihat dan lain sebagainya. Selain definisi tersebut, Sardiman juga memberikan definisi belajar dilihat dari dua sisi yaitu dalam arti sempit dan arti luasnya. Dalam pengertian luas, belajar diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi yang seutuhnya. Dalam arti sempit, belajar merupakan usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang juga merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Kedua definisi ini memberikan kesimpulan bahwa belajar adalah “penambahan pengetahuan”. Dalam realitas pengertian belajar ini banyak dianut oleh sekolah-sekolah. Para guru berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menurut keyakinan mereka, kegiatan siswa adalah untuk

menerima materi dan mengumpulkannya. Dalam hal ini, guru berperan sebagai ”pengajar” sehingga pengertian belajar itu sendiri menjadi terbatas. Di sini belajar diartikan sebagai menghafal, sehingga akibatnya, siswa belajar kalau akan ujian saja, atau mereka akan menghafal terlebih dahulu sebelum ujian. Pengertian seperti ini, sebenarnya tidak memadai.

Untuk melengkapi pengertian mengenai belajar, Sardiman, mengemukakan beberapa prinsip yang penting diketahui berkaitan dengan belajar antara lain:

a. Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.

b. Belajar memerlukan proses dan pengharapan serta kematangan diri para siswa.

c. Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/ kesadaran atau intrinsic motivation,( belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan

rasa tertekan dan menderita tidak akan efektif).

d. Dalam banyak hal, belajar merupakan proses mencoba (dengan kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning atau pembiasaan. e. Kemampuan belajar seorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran.

f. Belajar dapat dengan tiga cara: 1) diajar secara langsung;

2) kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung (seperti anak belajar bicara, sopan santun, dan lain- lain);

3) pengenalan dan/atau peniruan.

g. Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif dan mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis

dan lain- lain, bila dibandingkan dengan belajar secara hafalan saja. h. Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak mempengaruhi kemampuan belajar anak yang bersangkutan.

i. Bahan pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang kurang bermakna (Sardiman, 2007: 24-25).

Pengertian belajar di atas mendorong Slameto untuk memberikan beberapa ciri-ciri dari perubahan tingkah laku kedalam pengertian belajar ini, yaitu:

a. Perubahan terjadi secara sadar. Artinya seseorang yang belajar menyadari dan merasakan adanya perubahan dalam dirinya, contohnya ia merasakan bahwa pengetahuannya bertambah (Slameto, 2003: 3).

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Artinya perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan. Perubahan tersebut akan mempengaruhi perubahan berikutnya, yang akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Sebagai contoh, seorang anak yang belajar menulis, akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus-menerus sehingga anak tersebut akhirnya dapat menulis dengan baik dan rapi (Slameto, 2003: 3).

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Artinya perbuatan belajar tersebut senantiasa bertambah dan tertuju kepada perubahan sesuatu yang lebih baik daripada yang sudah ada sebelumnya (Slameto, 2003: 3-4).

d. Perubahan, mencakup seluruh aspek tingkah laku. Artinya perubahan yang diperoleh seseorang adalah perubahan secara keseluruhan. Hal ini meliputi perubahan sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya (Slameto, 2003: 4).

Pengertian belajar dari empat ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa belajar adalah suatu usaha/kegiatan/proses yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dalam memperoleh perubahan dan pengetahuan. Aspek perubahan tersebut berhubungan erat dengan aspek perubahan lainnya. Dari definisi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar itu ada tiga yaitu:

1) Untuk mendapatkan pengetahuan.

Pengetahuan seseorang dapat ditandai dengan kemampuan berpikir, berpengetahuan dan berkemampuan berpikir merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Artinya seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya tanpa memiliki pengetahuan, dan sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan seseorang. Dalam hal ini guru sebagai pendidik/pengajar sangat dibutuhkan, karena mendapat pengetahuan merupakan tujuan yang penting di dalam kegiatan belajar (Sardiman, 2007: 26).

2) Penanaman konsep dan keterampilan.

Berbicara dengan penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan, baik keterampilan jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmani yang dimaksudkan adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, yang menunjukkan penampilan tubuh seseorang ketika sedang belajar. Sedangkan keterampilan roha ni lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan hal-hal yang dapat dilihat, lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan (Sardiman, 2007: 27-28).

Untuk mencapai keterampilan diperlukan banyak latihan, demikian juga untuk mengungkapkan perasaan seseorang perlu banyak latihan, sebab dalam mengungkapkan perasaan, baik secara lisan ataupun tertulis tidak semata- mata tergantung pada banyaknya kosa kata atau tata bahasanya tetapi menyangkut kemampuan menyusun atau merangkai kata-kata itu dan ini perlu latihan.

3). Pembentukan sikap

Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, dibutuhkan kecakapan untuk mengarahkan motivasi dan cara berpikir dengan memanfaatkan pribadi guru itu sendiri sebagai teladan atau model. Dalam hal ini guru harus lebih bijak dan hati- hati dalam mengadakan pendekatan kepada para siswanya. Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai- nilai (transfer of values). Oleh karena itu, guru tidak hanya sekedar pengajar, tetapi betul-betul juga sebagai pendidik yang akan menularkan nilai- nilai itu kepada anak didiknya. Metode atau cara berinteraksi yang dapat digunakan antara lain, diskusi, demonstrasi, tanya jawab, sosiodrama, role playing dan sebagainya, sehingga pada anak didik/siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk mempraktekkan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya (Sardiman, 2007: 28-29).

Selain pengertian dan tujuan belajar di atas, juga akan dipaparkan beberapa cara belajar yang perlu diketahui untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Slameto, ada sebelas jenis belajar antara lain:

a). Belajar bagian (partlearning, fractioned learning)

Belajar bagian, pada umumnya dilakukan oleh seorang pelajar yang dihadapkan pada materi yang bersifat luas atau ekstensif, sebagai contoh pelajar yang mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti silat. Pesilat harus me nguasai seluruh materi pelajaran sehingga akhirnya menjadi bagian hidupnya. Bagian-bagian tersebut satu sama lain berdiri sendiri (Slameto, 2003:5).

b). Belajar dengan wawasan (learning by insight)

Berbicara tentang pengertian wawasan, penulis akan mengambil dari pengertian yang dikemukakan oleh G.A. Miller. Wawasan merupakan kreasi dari “rencana penyelesaian” (meta program) yang mengontrol rencana-rencana subordinasi lain (pola tingkah laku) yang telah terbentuk (Slameto, 2003: 5-6).

c). Belajar diskriminatif (descriminatif learning)

Belajar diskriminatif diartikan sebagai usaha untuk memilih sifat atau moment yang sesuai dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dalam arti belajar dari situasi yang ada (Slameto, 2003: 6).

d). Belajar global/keseluruhan (global whole learning)

Mempelajari bahan yang dipelajari secara keseluruhan dengan cara berulang-ulang sampai menguasainya dengan penuh (Slameto, 2003: 6).

e). Belajar insidental (incidental learning)

Belajar insidental adalah cara belajar tanpa harus mengikuti instruksi atau petunjuk mana yang harus dipelajari, tetapi pada saat ujian pelajar/siswa tersebut harus sudah mampu melakukannya dengan baik. Hal yang semacam ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari (Slameto, 2003: 6-7).

f). Belajar Instrumental (instrumental learning)

Pada belajar instrumental, seorang pelajar atau siswa akan tertarik untuk belajar apabila diikuti dengan tanda-tanda bahwa siswa tersebut akan mendapatkan hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Maka siswa tersebut akan belajar dengan adanya kekuatan atas dasar tingkah laku untuk mendapatkan hadiah. Di sini siswa diberi hadiah kalau ia bertingkah laku sesuai dengan tingk ah laku yang dituntut, dan sebaliknya ia dihukum bila memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku yang dituntut, sehingga terbentuk lah tingkah laku tertentu (Slameto, 2003: 7).

g). Belajar intensional (intentional learning)

Belajar intensional adalah belajar dalam arah tujuan, belajar intensional merupakan lawan dari belajar insidental (Slameto, 2003: 7).

h). Belajar latent (latent learning)

Disebut laten, karena perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera. Belajar laten ini ada dalam bentuk belajar insidental (Slameto, 2003: 7-8).

i). Belajar mental (mental learning)

Pada belajar mental, perubahan tingkah laku seseorang seringkali tidak cukup terlihat. Perubahan tersebut berupa perubahan proses pada perubahan kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Belajar mental lebih jelas terlihat pada

tugas-tugas yang bersifat motoris sehingga bisa dilihat melalui observasi atas tingkah laku orang tersebut (Slameto, 2003: 8).

j). Belajar produktif (productive learning)

Belajar produktif merupakan belajar dengan transfer yang maksimum. Dikatakan belajar produktif apabila orang tersebut mampu mentransfer prinsip-prinsip untuk menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain (Slameto, 2003: 8).

k). Belajar verbal (verbal learning)

Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal melalui latihan dan ingatan (Slameto, 2003: 8).

Dari sebelas jenis belajar di atas, tidak semua jenis belajar tersebut dapat digunakan oleh setiap individu, karena setiap individu memiliki jenis belajarnya sendiri-sendiri. Dalam hal ini para ahli psikologi mencoba memberikan teori- teori belajar yang cocok bagi manusia. Teori ini terlebih dahulu dicobakan kepada binatang dan setelah diketahui hasilnya baru diterapkan pada proses belajar-mengajar untuk manusia. Setelah dilihat dampaknya dan sesuai dengan yang diharapkan baru teori tersebut diterapkan pada proses belajar- mengajar untuk manusia di sekolah. Sebagaimana diketahui, kegiatan belajar itu merupakan suatu proses psikologis, yang terjadi dalam diri seseorang sehingga sulit diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya proses belajar tersebut. Dalam hal ini Sardiman A.M secara global mengemukakan tiga teori belajar antara lain:

(1). Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Daya.

Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari bermacam- macam daya. Setiap daya tersebut dapat dilatih dengan berbagai cara dan bahan untuk memenuhi fungsinya masing- masing. Yang penting dalam hal ini bukan penguasaan bahan atau materi tersebut melainkan pembentukan dari daya-daya tersebut. Contoh, untuk melatih daya ingat, dalam belajar siswa tersebut perlu menghafal seperti menghafal istilah-istilah asing yang ada dalam pelajaran yang dipelajarinya (Sardiman, 2007: 30).

(2). Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Gestalt

Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian /unsur. Teori ini juga beranggapan bahwa kegiatan belajar itu memerlukan pengamatan yang dilakukan secara menyeluruh. Dalam pengamatan tersebut diperlukan keterlibatan semua panca indra, sehingga hasil pengamatan tersebut mendapatkan insight nya. Timbulnya insight ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:

(a). Kesanggupan atau kemampuan inteligensia individu yang bersangkutan. (b). Pengalaman artinya, bila seseorang belajar tentu mendapatkan pengalaman,

dan pengalaman itu akan mempermudah seseorang untuk menemukan insight. (c). Taraf kompleksitas dari suatu situasi: semakin kompleks semakin sulit

dikuasai.

(e). Trial dan error artinya semakin sering melakukan percobaan dalam kegagalan yang seseorang lakukan dan akhirnya orang tersebut akan menemukan insight. Belajar menurut Ilmu Jiwa Gestalt, juga belajar memecahkan masalah karena teori ini diawali dengan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap (Sardiman, 2007: 30-32).

(3). Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi

Dari teori ini muncul dua teori yang sangat terkenal yaitu: (a). Teori Konektionisme.

Menurut Thorndike, bahwa dasar dari belajar itu adalah asosiasi antara kesan panca indra (sense impresion) dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Asosiasi ini juga dinamakan ”connecting” maksudnya bahwa belajar itu adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, antara aksi dan reaksi, dan hubungan ini akan erat terjadi kalau sering latihan.

(b). Teori Conditioning

Belajar menurut teori ini adalah atas dasar situasi dan kebiasaan. Sebagai contoh kalau seseorang melihat orang makan asam, orang yang melihat tersebut air liurnya langsung keluar, contoh lain kalau seseorang naik kendaraan di jalan raya, begitu lampu merah, ia berhenti. Dalam praktik kehidupan sehari- hari pola tersebut sering terjadi, dimana seseorang melakukan sesuatu kebiasaan karena adanya suatu tanda (Sardiman, 2007: 33-36).

Tiga teori belajar di atas yang dirumuskan sesuai Ilmu Jiwa Daya, Ilmu Jiwa Gestalt maupun Ilmu Jiwa Asosiasi ternyata berbeda-beda, namun ada beberapa persamaannya dan perbedaan tersebut merupakan teori-teori dalam hal kegiatan belajar. Persamaannya ialah, tiga-tiganya mengakui bahwa dalam belajar harus ada prinsip, antara lain:

(1)). Dalam kegiatan belajar, diperlukan adanya motivasi. (2)). Dalam belajar hampir selalu ada kesulitan

(3)). Dalam belajar diperlukan aktivitas

(4)). Dalam menghadapi kesulitan, sering terjadi bermacam- macam respon

Dokumen terkait