• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengkajiaan dan Pelayanan Resep di RS X

Dalam dokumen Erika Hidayanti FKIK (Halaman 92-104)

BAB IV METODE PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit X

5.2.1 Gambaran Pengkajiaan dan Pelayanan Resep di RS X

Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen pengkajian dan

pelayanan resep di RS X dibagi menjadi dua yaitu pelayanan rawat inap

dan pelayanan rawat jalan. Masing-masing dari pelayanan tersebut

memiliki apotik atau depo obat masing-masing.

Secara umum syarat dalam pengkajian dan pelayanan resep di RS

X meliputi:

1. Persyaratan Administrasi

a. Nama, umur, dan berat badan pasien

b. Nama, no.izin, alamat, dan paraf dokter

c. Tanggal resep

d. Ruangan atau poliklinik asal

e. SJP, protokol terap (jika perlu) untuk pasien askes

f. Nota kredit untuk pasien jaminan/asuransi

g. Pengantar berobat atau nota kredit untuk pasien

karyawan RS X

2. Persyaratan farmasetik

a. Bentuk dan kekuatan sediaan

b. Dosis, jumlah obat, dan lama pemakaian obat

78 d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan

3. Persyaratan klinis

a. Ketepatan dosis dan penggunaan obat

b. Duplikasi pengobatan

c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat

d. Kontraindikasi

e. Kondisi khusus lainnya

Sedangkan untuk alur proses pelayanan resep akan diulas satu per

satu sebagai berikut:

1. Pelayanan di Rawat Inap

Proses pelayanan resep panat unit rawat inap telah

menggunakan sistem Unit Dose Dispensing (UDD) kecuali untuk di

ruang perawatan anak dan perawatan kebidanan. Hal ini dikarenakan

pada dua ruangan tersebut banyak resep berupa obat racikan dan

injeksi sehingga agak repot jika menggunakan sistem UDD.

Kalau untuk kedua ruangan itu ya kami masih kerepotan kalau UDD karena banyak obat racikan, lagi pula waktu pasien pulangnya lebih cepat dari ruangan lain biasanya,INF 1

“Iya semua sudah UDD, florstock di ruangan hanya untuk

obat-obat emergency. Kaya ini semua dikasih obat per hari untuk pasien terus untuk cairan juga begitu dari ruangan

79

kasih kebutuhan kita berapa cairan atau alat kesehatan yang

dibutuhkan hari itu,” AP

Proses UDD dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian

(TTK). Setiap TTK dalam setiap shift sudah diberi tanggung jawab

ruangan masing-masing. Pada awalnya, resep diterima oleh petugas

dari setiap ruangan, kemudian dibaca dan dilakukan entry. Jika, obat yang diberikan lebih dari lima jenis obat maka dilakukan pengecekan

interaksi obat oleh apoteker. Setelah itu obat dikemas dan disiapkan.

Obat dikemas menggunakan plastik klip warna-warni. Setiap warna

menunjukan waku minum obat yang berbeda. Di antaranya warna

merah untuk diminum pagi hari, warna hijau ntuk siang, warna putih

untuk siang di bawah pukul 18.00 WIB sebelum makan dan setelah

makan, lalu yang terakhir warna biru untuk diminum di atas pukul

18.00 WIB.

Selain di entry untuk tagihan dan dokumentasi. Resep juga ditulis oleh TTK pada file khusus. File tersebut tersedia untuk

masing-masing pasien. Setelah semua proses tersebut selesai,

kemudian dilakukan pengcekan oleh apoteker. Barulah obat diantar

ke ruangan oleh petugas UDD. Petugas yang menyiapkan dan

mengantar obat seharusnya berbeda agar dapat ada pengecekan

silang antar petugas. Namun, berdasarkan hasil observasi ada

80 ini disebabkan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan TTK dan

apoteker saat itu.

“Jadi yang mengantar dan menyiapkan itu berbeda agar

bisa saling cek,” INF 1

Iya, di sini memang sudah ada tugasnya masing-masing untuk UDD, tapi semuanya juga saling membantu kalau ada temannya yang sedang kerepotan,AP

“Kalau semua sudah dicek kita langsung antar ke ruangan,

ya di sini kerjanya mobile pokoknya kalau yang lagi kosong saling bantu, tapi yang paling utama selesaika dulu pekerjaan UDD ke ruangannya, baru bantu yang lain,” RN 2

Setelah itu petugas ke ruangan sambil membawa obat dan

file riwayat obat pasien. Di ruangan petugas UDD kemudian

mencocokan catatan mereka dengan catatan perawat atau disebut

form implementasi keperawatan dan penggunaan obat pasien.

Selain itu, petugas UDD juga menulis permintaan perawat terkait

obat yang ada di dalam file perawat. Ia juga mengecek apakah ada

obat yang harus ditambah dan dihentikan sesuai perintah dokter.

Petugas UDD akan melakukan konfirmasi kepada perawat

jika ada catatan yang berbeda. Berdasarkan hasil observasi,

81 Mereka dapat bekerjasama ketika sedang dilakukan proses UDD.

TTK dengan aktif menanyakan hal yang terlihat tak jelas dalam

catatan perawat. Selesai mengecek, petugas UDD kemudian

menyimpan obat-obat itu di dalam kotak obat pasien yang sudah

tersedia di ruangan. Kotak tersebut sudah diberi label nama

masing-masing pasien, sehingga nantinya perawat tinggal

mengambil obat dari kotak tersebut dan memberikannya pada

pasien.

Sembari menyimpan obat, petugas juga melakukan

pemeriksaan apakah ada obat yang tersisa atau tidak, jika ada,

petugas akan mengambil obat yang tersisa itu. Obat sisa biasanya

merupakan obat pasien yang sudah pulang dan tak terapinya telah

dihentikan oleh dokter.

“Petugas UDD nanti yang akan melakukan serahan obat ke

ruangan, sekaian cek terapi obatnya dari file perawat sama

file dari farmasi dicocokan” INF i

“Petugas juga nanti mengecek apakah ada obat sisa atau tambahan dari file yang ada di perawat,” AP

“Iya kaya gini saya cocokan, kalau obat sisa biasanya itu

pasiennya sudah pulang atau beli sendiri nanti disimpan di

82 Proses UDD ini dibagi menjadi pagi dan sore. Hal ini

dikarenakan kurangnya petugas sehingga untuk menyiasatinya

proses UDD dibagi dua. Pada pagi hari UDD dilakukan di ruangan

kelas 1 dan 2 untuk laki-laki dan perempuan, lalu ruangan kelas 3

untuk perempuan. Sedangkan, UDD sore dilakukan untuk ruang

kelas 3 laki-laki, ruang utama, dan ruang VIP.

Sedangkan untuk obat berupa cairan, biasanya dilakukan

amprahan oleh perawat. Amprahan artinya perawat mencatat

kebutuhan cairn setiap pasien lalu diminta ke bagian farmasi untuk

disiapkan setiap harinya. Cairan kemudian akan diantar oleh

petugas UDD.

Berdasarkan hasil observasi dalam proses peresepan,

petugas mengaku sering menerima resep yang tidak lengkap dan

tidak jelas. Bila hal ini terjadi, maka petugas akan bertanya kepada

sesama temannya, jika tidak ada yang tahu baru dilakukan

kofirmasi kembali kepada dokter yang menulis resep.

Ya, setiap hari ada aja resep gak jelas, kita lakukan langsung konfimasi ke dokter yang bersangkutan, kadang kendalanya juga suka ada miskom sama petugas di ruanganAP

“Biasanya sih saya ngeceknya tanya dulu sama teman,

kalau gak ada yang tahu juga langsung telfon dokter,” RN 2

83 “Langsung konfirmasi dengan dokter, tapi kadang bisa

terkendala oleh perangkat yang tak berfungsi, misalnya telfon yang tak berfungsi sehingga dokter tak bisa

dihubungi,” INF 1

2. Pelayanan di Rawat Jalan

Pelayanan resep di rawat jalan menerapkan sistem individual prescribing. Resep dibawa ke farmasi oleh pasien kemudian diterima petugas, setelah itu dilakukan billing lalu dilakukan assement

terhadap kelengkapan resep kalau tidak ada kendala langsung

dilakukan billing diminta persetujuan terhadap pasien terkait harga. Jika pasien memiliki jaminan atau asuransi minta persetujuan pada

penjamin terkait obat yang ada di luar jaminan atau yang harganya

mahal. Jika, sudah dikonfirmasi langsung diberikan untuk dibayar ke

kasir atau langsung diterima jika semuanya ditanggung oleh

penjamin.

Setelah itu, resep akan diterima oleh petugas yang berada di

dalam outlet. Ia akan membaca resep dan mengecek kembali

kelengkapan resep. Setelah itu resep dibagi dua alur, yang langsung

kemas dan yang melalui racikan. Standar yang diterapkan dari pasien

memberikan resep sampai menerima obat di RS X adalah 20 menit. “Harus maksimal 20 menit agar pasien tak emnunggu terlalu lama, namun kadang kendalanya kalau resep tak jelas harus dilakukan konfirmasi ulang kepada dokter,” RJ 1

84 “Pokoknya dalam 20 menit obat harus diserahkan ke pasien,

paling yang lama itu waktu diserahkan, kadang ada pasien yang harus dipanggil berulang kali kalau sedang ramai,” RJ 2

Setelah selesai disiapkan dan diperiksa oleh apoteker, obat

kemudian diberikan kepada pasien. Pada proses pemberian obat

dilakukan pula penjelasan terkait dosis dan penggunaan obat. Pada

proses penyerahan diusahakan dilakukan oleh apoteker, namun,

berdasarkan hasil observasi di RS X jika sedang ramai, penyerahan

dan pemberian informasi obat juga bisa dilakukan oleh TTK demi

mengefisienkan waktu.

Sedangkan, rata-rata kegiatan paling padat dan banyak

dilakukan adalah saat penyerahan obat. TTK atau apoteker juga

memanggil pasien manual tanpa pengeras suara sehingga terkadang

ada pasien yang harus dipanggil berulang kali karena berisik dan

suara memanggil tidak jelas.

3. Kelengkapan resep

Kelengkapan resep di RS X dilihat dari sample yang

diambil sebanyak 295 resep. Sebelumnya penulis telah melakukan

observasi terhadap pengkajian dan pelayanan resep. Kemudian

menentukan sample dari resep yang diterima pada 10 Januari 2017.

85 Tabel 3.4 Kelengkapan Administrasi Resep RS X Persyaratan administrasi Kelengkapan

Jumlah Presentase 1. Nama pasien 294 99.66% 2. Umur pasien 199 67.46% 3. Jenis kelamin 287 97.29% 4. Berat badan 70 23.73% 5. Tinggi badan 76 25.94% 6. Nama dokter 254 86.10% 7. Nomor izin 230 77.97% 8. Alamat 295 100% 9. Paraf dokter 186 67.80 % 10.Tanggal resep 210 71.19 % 11.Ruang/unit asal resep 199 67.46% Rata-rata 71.33%

Dari hasil analisis pada 295 sample resep maka didapatkan

hasil seperti di atas. Secara umum persyaratan adimistrasi resep di

RS X sudah cukup. Untuk alamat semuanya terdapat alamat karena

yang dianalisis adalah resep dalam RS X sehingga alamat sudah

ada dalam form resep. Dari 295 sampel hanya ada satu sampel

yang nama pasiennya tertulis ―pasien‖ sehingga resep ini dihitung

tak memiliki nama pasien. Jenis kelamin dalam resep ditulis oleh

dokter dengan keterangan ―Ny‖, ―Nn‖, atau ―Tn‖. Rata-rata yang tak memiliki keterangan itu adalah pasien anak-anak. Sedangkan

untuk nama dokter dan nomor izin dokter biasanya tertera dari

86 Keterangan tinggi badan dan berat badan pasien paling

rendah yaitu 25,94% dan 23,73%. Berdasarkan hasil analisis resep

yang menggunakan keterangan tinggi badan dan berat badan hanya

untuk pasien anak-anak.

Selain itu jumlah resep yang lengkap memuat umur pasien

hanya 67,46%, paraf dokter 67,80%, tanggal resep 71,19%, dan

asal ruangan juga hanya menunjukan 67,46%. Dari hasil analisis

resep yang memuat umur pasien hanya pada pasien dengan umur

tua dan anak-anak. Sedangkan tanggal resep dan asal ruangan

banyak yang luput dan tidak diisi terutama pada resep rawat jalan.

Tabel 5.5Kelengkapan Farmasetik Resep RS X

Persyaratan Farmasetik Jumlah Presentase

1. Nama obat 295 100% 2. Bentuk obat 266 90.17% 3. Kekuatan sediaan 265 89.83% 4. Dosis 293 99.32% 5. Stabilitas - - 6. Jumlah obat 292 98.98%

7. Aturan dan cara penggunaan

256 86.78%

Rata-rata 81%

Sedangkan untuk persyaratan farmasetik resep sudah baik

karena kelengkapan rata-rata di atas 80% meski yang diharapkan

adalah 100%. Dokter di RS X kebanyakan sudah menulis dengan

87 dokter telah menulis nama obat, terlepas dari jelas atau tidaknya

tulisan. Sedangkan, pada persyaratan bentuk obat sirup, tablet, atau

puyer lengkap sebesar 90.17%, kekuatan sediaan 89,83%, dosis

hanya ada dua obat yang taj tertera sehingga kelengkapannya

99,32%, jumlah obat 98,98%, dan aturan serta cara penggunaan

hanya sebesar 87,78%, sebenarnya dalam semua resep sudah ada

persyaratan tersebut hanya terkadang dokter luput menuliskannya

pada beberapa jenis obat, misalnya di dalam resep ada 5 jenis obat,

lalu ada satu obat yang tak tertulis aturan atau cara penggunaannya.

Sedangkan untuk stabilitas obat memang tidak dibubuhkan

dalam resep. Stabilitas obat sudah menjadi hal yang umum dan

diketahui oleh dokter dan apoteker RS X. Masing-masing apoteker

RS X telah memiliki catatan tersendiri terkait stabilitas obat.

Tabel 5.6 Kelengkapan Persyaratan Klinis Resep RS X

Berdasarkan sampel yang diambil kelengkapan persyaratan

klinis pada resep di RS X masih kurang. Pencantuman reaksi alergi

Persyaratan klinis Jumlah Presentase

1. Indikasi 139 47.12%

2. Duplikasi pengobatan - -

3. Kontraindikasi - -

4. Waktu penggunaan 289 97.97%

5. Alergi dan Reaksi

Obat yang Tidak

Dikehendaki (ROTD)

80 27.12%

88 hanya sebesar 27.12%, padahal sudah ada kolom dalam form resep

yang harus diisi oleh dokter terkait ada atau tidaknya alergi pada

pasien. Sedangkan untuk indikasi hanya sebesar 47,12%. Hanya

waktu penggunaan yang jumlahnya di atas 90% yakni 97.97%.

Sedangkan untuk duplikasi pengobatan diberikan

keterangan oleh apoteker ketika terjadi duplikasi obat sehingga

nantinya resep akan dikaji lagi dan dikonfirmasi ulang kepada

dokter. Lalu, keterangan indikasi dan kontraindikasi sebenarnya

dijelaskan oleh apoteker saat melakukan penyerahan obat. Pada

form resep juga telah terdapat daftar keterangan atau informasi obat

apa saja yang sudah diberikan dan diterima pasien termasuk

indikasi dan kontraindikasi obat. Namun, masih ada daftar

keterangan yang tidak diisi tetapi ditandatangan oleh pasien,

sehingga hal ini bias dan sulit diukur apakah benar pasien sudah

mendapatkan informasi terkait obat atau tidak.

Berdasarkan hasil wawancara apoteker dan petugas TTK

memberi keterangan bahwa mereka selalu memberikan informasi

terkait obat yang digunakan kepada pasien baik rawat jalan maupun

rawat inap.

“Petugas wajib memberikan keterangan terkait obat saat penyerahan obat pada pasien,” INF 1

“Kalau untuk informasi obat kita beritahu cara penggunaan,

89 “Setelah dikemas dan akan diserahkan pasien pasti diberi

dulu penjelasan terkait obat termasuk indikasi dan

kontraindikasinya juga,” RJ 1

Secara umum berdasakan hasil observasi pengkajian dan

pelayanan resep di RS X baik di rawat inap maupun rawat jalan

petugasnya mengaku bahwa sering kesulitan dalam membaca resep

dokter. Banyak resep yang tidak jelas penulisannya. Meski lengkap

tetapi tidak jelas instruksinya.

“Setiap hari ada aja yang kurang jelas kalau resep,” RJ 2 “Ada sih pasti yang tidak jelas, ya kita langsung telfon dokternya atau perawatnya juga kan nyatet,” RN 2

Permasalahan yang terjadi pada proses pengkajian dan pelayana

resep adalah selalu ditemukan resep yang tak terbaca dengan jelas.

Selain itu, pada persyaratan administrsi resep pun tak ada satu pun

resep yang lengkap sesuai dengan sayarat yang ada pada PMK no.

58 tahun 2014.

Dalam dokumen Erika Hidayanti FKIK (Halaman 92-104)

Dokumen terkait