• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN MALUKU TENGAH

4.4 Gambaran Umum Perikanan Maluku Tengah

Produksi perikanan Maluku Tengah sampai dengan tahun 2010 mencapai 83.314,9 ton. Tingkat produksi ini menunjukkan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya (2009) sebesar 14,73%. Namun, jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada tahun 2008, terjadi penurunan volume produksi sebesar 20,41% di tahun 2010. Sesuai nilai produksinya, perikanan Maluku Tengah menghasilkan produksi sebesar Rp. 244.960.513.000,- yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya (2009) sebesar 52,46%. Jika dibandingkan dengan nilai produksi tahun 2008, masih terjadi penurunan sebesar 24,72% di tahun 2010.

Perkembangan produksi perikanan ini, sebagian besar merupakan kontribusi dari perikanan laut. Berdasarkan volume produksinya, kontribusi yang

99

diberikan perikanan laut sebesar 99,59%, sedangkan berdasarkan nilai produksi, berkontribusi sebesar 94,60%. Kontribusi ini terkait dengan aktivitas usaha perikanan terfokus pada perikanan laut, terutama perikanan tangkap.

Secara spasial, distribusi produksi perikanan laut di Maluku Tengah bervariasi di tiap kawasan. Tujuh kawasan yang memiliki tingkat produksi paling tinggi, rata-rata kontribusi > 10,00%, meliputi: Leihitu, Salahutu, Tehoru, Kota Masohi, Banda, Amahai dan Saparua. Kawasan lainnya hanya berkontribusi di bawah 7,00% (Gambar 8). Kontribusi ini didukung dengan banyaknya aktivitas nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap, dukungan infrastruktur perikanan dan potensi pasar lokal yang cukup baik.

Gambar 8 Distribusi spasial produksi perikanan laut di Kabupaten Maluku Tengah,

Tahun 2010

Perkembangan produksi perikanan laut dalam lima tahun terakhir (2006 – 2010) menunjukkan adanya fluktuasi produksi untuk setiap jenis komoditas. Hasil identifikasi terhadap 11 jenis utama komoditas perikanan laut, Cakalang dan Tongkol dari kelompok ikan pelagis besar memiliki tingkat produksi yang tinggi, lebih dari 12.000 ton pada tahun 2009 atau rata-rata lima tahun terakhir lebih dari 11.600 ton. Pada kelompok ikan pelagis kecil tingkat produksi tertinggi pada komoditas layang dengan rata-rata produksi lebih dari 7.600 ton, serta teri dan lemuru lebih dari 4.000 ton (Tabel 9).

Tabel 9 Volume produksi 11 jenis utama komoditas perikanan laut di Kabupaten Maluku Tengah, Tahun 2006 - 2010

No Jenis

komoditas

Volume produksi (ton)

2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata 1 Cakalang 3,760.4 8,157.0 20,384.0 21,598.7 15,254.5 13,830.9 2 Tuna 2,112.8 4,041.7 5,870.4 6,586.2 4,303.4 4,582.9 3 Tongkol 3,854.0 6,957.2 15,897.3 19,613.4 12,137.4 11,691.9 4 Layang 5,130.4 7,475.5 9,786.9 10,048.2 5,637.9 7,615.8 5 Selar 3,678.8 2,718.2 2,580.0 2,927.4 1,693.6 2,719.6 6 Terbang 1,075.9 955.6 1,529.5 1,483.5 1,123.7 1,233.6 7 Kerapu 844.7 925.4 1,834.5 1,792.8 1,923.8 1,464.2 8 Lencam 2,118.7 2,204.2 3,068.3 3,672.5 1,235.0 2,459.7 9 Teri 2,771.8 4,691.1 4,515.8 4,471.7 3,680.6 4,026.2 10 Lemuru 199.4 216.4 7,733.4 9,055.5 5,558.6 4,552.7 11 Sunglir 224.2 259.4 562.5 569.5 1,638.9 650.9

Sumber: Laporan tahunan 2010, DKP Maluku Tengah (2011)

Hasil identifikasi untuk seluruh jenis utama menunjukkan tiga jenis dari kelompok pelagis besar, tujuh jenis dari kelompok pelagis kecil dan 1 jenis dari kelompok demersal. Hasil ini memberikan gambaran bahwa orientasi produksi perikanan laut di Kabupaten Maluku Tengah cukup terkonsentrasi pada komoditas dari kelompok ikan pelagis kecil. Walaupun demikian, berdasarkan volume produksinya, kontribusi komoditas dari kelompok ikan pelagis besar cukup tinggi. 4.4.2 Infrastruktur perikanan

Dinamika produksi perikanan di suatu kawasan ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah dukung infrastruktur perikanan. Hasil identifikasi distribusi infrastruktur perikanan di Kabupaten Maluku Tengah secara spasial menunjukkan eksistensinya hanya pada delapan kawasan saja, kawasan lain yang tidak memiliki infrastruktur perikanan yang memadai adalah kawasan Pulau Haruku (Tabel 10).

Hasil identifikasi lapangan memberikan gambaran distribusi infastruktur di setiap kawasan, didominasi oleh investasi swasta. Sejumlah infrastruktur perikanan yang dikelola oleh pemerintah berada dalam kondisi rusak. Hal yang disebutkan terakhir menjadi kendala bagi pengembangan usaha perikanan di wilayah ini.

101

Tabel 10 Distribusi spasial infrastruktur perikanan di Kabupaten Maluku Tengah

No Kawasan Jenis infrastruktur Jumlah

(unit) Kapasitas Kepemilikan

Kondisi actual 1 Amahai dan Kota Masohi

Coldstorage 2 1000 ton Swasta 1 berfungsi, 1

rusak

Coldstorage mini 1 300 ton Pemerintah Rusak

Katsuobushi 1 tad Swasta Tidak

berfungsi

PPI 1 Pemerintah Berfungsi

Pabrik es 1 15 ton Swasta Berfungsi

2 Tehoru Cold storage 1 500 ton Swasta Berfungsi

Pabrik es 1 10 ton Swasta Berfungsi

3 Seram Utara

Coldstorage 1 500 ton Swasta Berfungsi

Hatchery 1 2 Ha Swasta Berfungsi

Pabrik es 1 10 ton Swasta Berfungsi

4 Leihitu

Coldstorage-1 1 500 ton Swasta Berfungsi

Coldstorage-2 2 15 ton Swasta Tidak

berfungsi

TPI 1 Pemerintah Rusak

5 Salahutu

Pabriks es 1 600 ton Swasta Berfungsi

Cold storage 1 500 ton Swasta Berfungsi

Bangsal pengolahan 1 Pemerintah Rusak

6 Banda Cold storage mini 1 300 ton Swasta

Tahap pembangunan

TPI 1 Pemerintah Rusak

7 Saparua TPI 1 Pemerintah Rusak

Sumber: Hasil identifikasi lapangan, 2010

Infrastruktur yang umumnya dimiliki oleh kawasan-kawasan tersebut, antara lain: coldstorage, pabrik es, TPI dan PPI. Namun demikian, distribusinya tidak merata pada setiap kawasan. Kondisi ini memberikan gambaran adanya disparitas spasial eksistensi infrastruktur perikanan di Maluku Tengah.

Kawasan dengan kelengkapan infrastruktur terbanyak, khususnya yang mendukung usaha perikanan tangkap adalah Amahai, Leihitu dan Salahutu. Kelengkapan infrastruktur perikanan tangkap di Amahai didukung kedekatan dengan pusat kabupaten dan eksistensi beberapa sub kawasan basis perikanan tangkap seperti Amahai dan Makariki. Leihitu dan Salahutu merupakan basis perikanan tangkap yang berkontribusi cukup baik. Salah satu kawasan basis perikanan tangkap lainnya adalah Tehoru, namun fasilitas pelabuhan belum ada. 4.4.3 Pendapatan perkapita nelayan

Dinamika produksi perikanan di suatu kawasan memberikan dampak terhadap berbagai aspek, salah satu dampak langsungnya adalah pendapatan

nelayan. Kajian terhadap pendapatan nelayan dilakukan dengan pendekatan data pendapatan perkapita, setidaknya dari tahun 2006 sampai dengan 2010 (Tabel 11) yang menunjukkan perkembangnnya selama lima tahun.

Tabel 11 Perkembangan pendapatan perkapita nelayan Maluku Tengah (Rp) tahun 2006 – 2010 No Kawasan 2006 Rank 2006 2010 Rank 2010 r total (%) r total tahunan (%) 1 TNS 458.568,5 11 113.977 11 -75,15 -18,79 2 Banda 6.474.856,1 6 4.649.534 7 -28,19 -7,05 3 Saparua 3.347.095,5 9 4.417.938 8 31,99 8,00 4 P. Haruku 2.583.783,8 10 2.977.946 10 15,26 3,81 5 Leihitu 5.227.132,0 7 10.023.111 3 91,75 22,94 6 Salahutu 8.499.730,0 2 14.110.208 2 66,01 16,50 7 Amahai 6.836.767,0 3 6.732.516 5 -1,52 -0,38 8 Tehoru 3.736.479,3 8 4.238.853 9 13,45 3,36 9 Seram Utara 6.609.912,8 5 5.959.647 6 -9,84 -2,46 10 Nusalaut 6.760.952,6 4 7.193.331 4 6,40 1,60 11 K. Masohi 10.485.126,1 1 26.529.155 1 153,02 38,25

Sumber: DKP Maluku Tengah, 2007-2011

Pada tahun 2010, pendapatan perkapita nelayan tertinggi terdistribusi pada kawasan Kota Masohi, Salahutu dan Leihitu dengan rata-rata lebih dari 10 juta rupiah. Kawasan dimana nelayannya memiliki distribusi pendapatan perkapita terendah ialah TNS, tidak melebihi Rp. 115.000,-. Distribusi yang ditunjukan ini menggambarkan adanya disparitas pendapatan nelayan secara spasial. Terjadi perubahan rangking pendapatan perkapita nelayan hampir di seluruh kawasan selama lima tahun terakhir, kecuali Kota Masohi dan Salahutu dengan tingkat pendapatan yang tinggi serta TNS dengan tingkat pendapatan terendah.

Perkembangan tahunan dari tahun 2006 dan 2010 menunjukkan pola peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita nelayan di Maluku Tengah selama lima tahun mencapai 23,92% atau rata-rata tahunan 5,98%. Walaupun secara umum untuk Maluku Tengah terjadi pola peningkatan, namun pada beberapa kawasan pengembangan perikanan terjadi pertumbuhan pendapatan per kapita nelayan yang negatif, antara lain: TNS (-18,79%), Banda (- 7,05%), Amahai (-0,38%), dan Seram Utara (-2,46%).

103

Pertumbuhan tahunan pendapatan per kapita nelayan yang sangat cepat terjadi pada kawasan Kota Masohi (38,25%), Leihitu (22,94%) dan Salahutu (16,50%). Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita pada ketiga kawasan ini sangat didukung dengan peningkatan produksi perikanan tangkap dan aksesibilitas yang cukup baik terhadap pasar. Kondisi inilah yang menyebabkan pergerakan kegiatan ekonomi perikanan tangkap di kawasan bergerak dinamis.

4.4.4 Perizinan perikanan

Upaya penumbuhan iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan pada wilayah kabupaten Maluku Tengah, terutama yang diarahkan untuk mengakomodasi usaha perikanan rakyat, telah dikembangkan beberapa regulasi tentang perizinan di tingkat daerah dan sinkronisasi dengan regulasi di tingkat pusat. Beberapa regulasi di tingkat daerah yang berkaitan dengan sistem dan mekanisme perizinan meliputi:

1. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 1999 tentang Retribusi Tempat Pendaratan Ikan;

2. Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2003 tentang Izin Usaha Perikanan; 3. Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2003 tentang Retribusi Hasil Perikanan; 4. Keputusan Bupati Maluku Tengah Nomor 523-144 Tanggal 12 April 2005

tentang Harga Patokan Ikan.

Dalam Tahun 2010, tercatat 275 buah izin yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah. Seluruh izin ini dikelompok dalam empat komponen utama perizinan, masing-masing:

1. Surat Rekomendasi untuk usaha pengumpul dan pengangkutan sebanyak 17 buah;

2. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) untuk usaha penangkapan perpanjang 15 buah dan usaha penangkapan baru 26 buah;

3. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) untuk usaha penangkapan perpanjangan 52 buah, usaha penangkapan baru 76 buah, usaha budidaya perairan baru satu buah, usaha pengumpulan dan pengangkutan perpanjangan tiga buah, usaha pengumpulan dan pengangkutan baru 29 buah;

Secara total, untuk masing-masing kategori rekomendasi dan perizinan yang diterbitkan oleh pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dalam Tahun 2010 meliputi 17 buah rekomendasi untuk usaha pengumpulan dan pengangkutan ikan, 41 buah SIPI, 161 SIUP yang meningkat 143,94% dari tahun sebelum serta 56 buah SKA.

Berdasarkan data perizinan ini, konsentrasi perizinan paling tinggi pada usaha perikanan tangkap. Hal ini tergambar dari distribusi perizinan usaha perikanan tangkap sebesar 81,82% dari total izin yang diterbitkan. Hasil ini membuktikan bahwa upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tengah masih sangat tinggi. Namun demikian, perizinan yang diterbitkan juga harus didukung dengan informasi tentang daya dukung perairan Maluku Tengah terhadap tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan.

Perizinan di tingkat pusat yang tersinkronisasi dengan kebijakan daerah Maluku Tengah adalah Izin Usaha Perikanan (IUP). Khusus untuk IUP yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sampai dengan tahun 2010 mencapai 23 izin usaha. Dua puluh tiga izin usaha ini dikeluarkan untuk perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Maluku Tengah, dikategorikan dalam 23 pengusaha pengumpul/penangkapan ikan.

Dokumen terkait