• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. SAKRAMEN BAPTIS DALAM KEHIDUPAN MENGGEREJA

A. Sakramen Baptis dalam Gereja

4. Gambaran Singkat Tujuh Sakramen dalam Gereja Katolik

Prasetya (1999: 113-114) mengatakan bahwa di dalam Gereja Katolik ada tujuh sakramen, yaitu Sakramen inisiasi (Baptis, Krisma, dan Ekaristi), Sakramen Tobat, Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Sakramen Perkawinan dan Sakramen Imamat. Meskipun dibagi di dalam tujuh sakramen, sakramen-sakramen ini tetap membentuk satu keseluruhan organisme di mana setiap sakramen mendapat tempatnya yang khusus dan penting bagi kehidupan iman umat beriman Katolik. Gambaran singkat tujuh sakramen tersebut akan dipertegas sesuai dengan Kitab Hukum Kanonik.

a. Sakramen Baptis

Sakramen Baptis merupakan sakramen yang pertama dan utama dan merupakan pintu kehidupan kekal dari Kerajaan Allah. Melalui Sakramen Baptis maka manusia dipersatukan dengan Kristus. Hal ini berarti manusia mendapatkan pengampunan atau pembersihan dosa. Melalui pengampunan atau pembersihan manusia diciptakan menjadi ciptaan baru. Melalui Sakramen Baptis orang beriman dipersatukan dengan Tritunggal atau dengan kata orang beriman

mendapatkan kesatuan dan kebersamaan dengan Allah Tritunggal, kesatuan itu adalah anugerah semata-mata bukan karena jasa kita. Selain itu Sakramen Baptis juga memasukkan seseorang menjadi warga Gereja (Sumarno, 2013: 19-20).

Sakramen Baptis merupakan gerbang awal sakramen-sakramen Gereja. Dengan baptisan manusia dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah serta menjadi anggota Gereja secara penuh dan dijadikan serupa dengan Yesus Kristus. Sakramen Baptis hanya sah diterimakan dengan pembasuhan air dan dengan kata-kata yang sudah diwajibkan di dalam Gereja (KHK, kan. 849).

b. Sakramen Krisma

Krisma berasal dari kata Yunani chrisma, Krisma (pengurapan), yang kata kerjanya: chrio, chriein (=mengurapi) (Martasudjita, 2003: 245). Sakramen krisma harus diterima oleh semua orang beriman katolik yang sudah dibaptis, karena sakramen krisma melengkapi dan menyempurnakan rahmat sakramen Baptis. Dengan menerima sakramen krisma, orang beriman Katolik secara nyata diikutsertakan dalam tugas publik Gereja, yaitu mewartakan kabar keselamatan yang berasal dari Allah bagi dunia, seperti yang ditegaskan oleh Konsili Vatikan II: “Berkat Sakramen Krisma mereka terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa; dengan demikian orang yang sudah menerima sakramen Krisma semakin diwajibkan untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati” (Prasetya, 1999: 119-120).

Dengan menerima sakramen krisma seseorang semakin diperkaya anugrah Roh Kudus dan dipersatukan secara lebih sempurna sebagai anggota Gereja. Oleh

karena itu mereka yang semakin diperkaya dengan anugrah Roh Kudus diwajibkan menjadi saksi-saksi Kristus, menyebarkan dan membela iman mereka baik dalam perbuatan maupun perkataan (KHK, kan. 879).

c. Sakramen Ekaristi

Ekaristi berasal dari bahasa Yunani eucharista, yang berarti puji syukur. Eucharista merupakan terjemahan Yunani untuk bahasa Yahudi birkat yang dalam perjamuan Yahudi merupakan doa puji syukur sekaligus permohonan atas karya penyelamatan Allah. Makna dari ekaristi adalah puji syukur atas karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus (Martasudjita, 2003: 269).

Perayaan Ekaristi adalah perayaan iman yang berarti dalam perayaan Ekaristi diungkapkan iman seluruh Gereja akan penyelamatan Allah yang terjadi dalam Yesus Kristus. Sakramen Ekaristi biasa pula dimasukkan dalam rangkaian sakramen-sakramen inisiasi, karena dalam Ekaristi persatuan seseorang dengan Kristus dan Gereja diungkapkan secara nyata. Dengan demikian melalui Ekaristi seseorang semakin penuh digabungkan dengan dalam tubuh Kristus sendiri, yaitu Gereja. Perayaan Ekaristi sendiri biasanya juga dibagi dalam dua bagian besar yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Dalam liurgi Ekaristi, nampaklah ada dua unsur pokok yaitu perayaan syukur dan perjamuan. Ungkapan syukur dilaksanakan dalam perjamuan (Madya Utama, 2015: 20).

Sakramen Ekaristi adalah sakramen yang terluhur dan merupakan puncak seluruh ibadat kehidupan kristiani yang menandakan kesatuan umat Allah dengan Kristus, dimana Kristus Tuhan sendiri dihadirkan, dikurbankan serta disantap secara nyata dalam rupa roti dan anggur. Dalam Perjamuan Ekaristi pelayan yang

dapat melaksanakan sakramen Ekaristi, hanyalah imam yang ditabiskan secara sah (KHK, kan. 897).

d. Sakramen Tobat

Allah menciptakan manusia sangat istimewa, karena diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya. Namun dalam perjalanan hidupnya, sebagai ciptaan yang sangat istimewa, ternyata manusia sering jatuh dalam dosa yang menyebabkan relasinya dengan Allah terputus. Melihat hal ini tidak menjadikan Allah murka dan menghukum manusia, namun sebaliknya Allah tetap menjajikan keselamatan kepada manusia dengan melalui sakramen pertobatan. Melalui sakramen Tobat orang beriman Katolik “memperoleh pengampunan dari belas kasihan Allah atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka didamaikan dengan Gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa” (LG 11; Bdk. Prasetya, 1999: 127-128).

Dua hal yang perlu diperhatikan dalam Sakramen Tobat yaitu dari pihak yang melakukan dosa dituntut adanya penyesalan, pengakuan dosa, membuat silih atas dosa-dosanya (penitensi) serta memperbaiki diri dan hidupnya; kemudian dari pihak Gereja (uskup atau imam) berkat tahbisannya maka mendapatkan wewenang atau kuasa untuk memberi pengampunan terhadap segala dosa/memberikan absolusi atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus (Prasetya, 1999: 129).

Melalui Sakramen Tobat umat beriman mengakukan dosa-dosanya dengan rasa penyesalan dan berjanji ingin memperbaiki dirinya dihadapan imam yang memiliki kuasa atau wewenang untuk memberikan pengampunan. Dengan pengampunan yang diperoleh dari Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukannya,

seseorang kembali diperdamaikan dengan Gereja. Tempat semestinya untuk menerima sakramen Tobat adalah gereja atau ruang doa (KHK, kan. 959).

e. Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Sakramen pengurapan orang sakit adalah suatu kebiasaan yang ada dalam Gereja Katolik untuk mendoakan orang sakit. Sakramen ini tidak hanya diberikan bagi orang beriman Katolik yang sakit berat, baik karena usia lanjut maupun karena penyakit. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah penerimaan sakramen ini tidak dimaksudkan bagi orang beriman Katolik yang hampir meninggal tetapi hendaknya diberikan ketika sakitnya belum parah, dengan maksud agar orang yang bersangkutan dapat ikut serta dalam perayaan perminyakan suci ini. Sakramen pengurapan orang sakit ini dapat diterimakan berulang kali dalam diri orang beriman Katolik yang sama (Prasetya, 1999: 140-141).

Sakramen Pengurapan Orang sakit ini hanya boleh diterimakan oleh uskup atau imam, dengan mengoleskan minyak Oleum Infirmorum di dahi dan tangan orang beriman Katolik yang sakit, sambil mengucapkan kata-kata: “semoga dengan pengurapan suci ini Allah yang maharahim menolong saudara dengan rahmat Roh Kudus. Semoga ia membebaskan saudara dari dosa, menganugrahkan keselamatan, dan berkenan menabahkan hati saudara” inilah yang menjadi tanda dan kata-kata dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit (Prasetya, 1999: 142).

Pengurapan orang sakit adalah penyerahan orang yang menderita dan sakit berbahaya kepada Tuhan, agar diringankan penyakitnya dan diselamatkan dengan cara mengurapkan minyak kepada mereka serta mengucap kata-kata sesuai

dengan liturgi. Minyak yang digunakan dalam pengurapan adalah minyak yang sudah diberkati oleh Uskup atau imam. Pengurapan hendaknya dilakukan secara teliti dengan kata-kata, urutan dan cara tepat sesuai dengan liturgi yang sudah ada (KHK, kan. 998).

f. Sakramen Perkawinan

Perkawinan suami istri kristiani merupakan ikatan sakramental yang artinya ikatan yang menjadi simbol yang menghadirkan kasih dan kesetiaan Allah sendiri kepada umat-Nya. Perkawinan sakramental yang dihayati oleh suami istri Kristiani secara khusus melambangkan dan menghadirkan hubungan yang mesra dan mendalam antara Kristus dan Gereja-Nya (Martasudjita, 2003: 363-364).

Perkawinan katolik mempunyai sifat-sifat perkawinan yang hakiki, yaitu monogam dan tak terceraikan. Monogam artinya perkawinan yang terjadi antara seorang pria dan seorang wanita, sehingga menolak adanya poligami dan hubungan seksual dengan pihak ketiga. “Tak terceraikan artinya ikatan perkawinan ini tidak terputuskan, baik oleh kemauan suami istri itu sendiri maupun kuasa manusia, missal: orang tua, sanak keluarga, negara dan sebagainya, kecuali karena kematian pasangannya yang terjadi secara wajar” (Prasetya, 1999: 132).

Tanda rahmat dalam Sakramen Perkawinan yaitu janji perkawinan. KHK 1983 kanon 1057 par. 2. menjelaskan bahwa kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling menerimakan untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali. Jadi janji perkawinan adalah tindakan kemauan untuk saling memberi dan menerima antara laki-laki dan perempuan.

g. Sakramen Imamat

Menerima Sakramen Imamat berarti seseorang beriman Katolik diangkat untuk atas nama Kristus untuk menggembalakan Gereja dengan sabda dan rahmat Allah (LG 11). Dengan kata lain menerima sakramen imamat, orang beriman Katolik diangkat menjadi pemimpin resmi Gereja Katolik, baik dalam pelayanan sakramen-sakramen maupun dalam seluruh kehidupan dan kegiatan Gereja (Prasetya, 1999: 137).

Sakramen Imamat menurut ketetapan ilahi adalah kaum beriman kristiani yang diangkat menjadi pelayan-pelayan suci, dengan ditandai materai yang tak terhapuskan untuk melayani umat Allah menurut tingkatannya dengan dasar yang baru dan khusus (KHK, kan. 1008).

Dokumen terkait