• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Status Gizi BalitaUsia 12–59 Bulan Pada Keluarga Dengan Status Ekonomi Rendah Di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo

Gizi Kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Hasil

V.2.1 Gambaran Status Gizi BalitaUsia 12–59 Bulan Pada Keluarga Dengan Status Ekonomi Rendah Di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo

Kabupaten Bengkayang

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 36 responden dengan status ekonomi rendah,proporsi balita usia 12-59 bulan yang status gizi baik sebanyak 66,7%,dan gizi kurang baik sebanyak 33,3%.

Salah satu faktor utama yang kemungkinan masih menjadi penyebab utama masih tingginya angka status gizi kurang baik di Desa Lomba Karya adalah karena faktor ekonomi karena sebagian besar merupakan keluarga dengan status ekonomi rendah (pra sejahtera). Keluarga dengan ekonomi rendah memiliki keterbatasan dalam rangka memenuhi asupan gizi bagi balitanya. Ketersediaan pangan merupakan masalah tidak langsung yang menjadi penyebab masalah gizi (Unicef, 1998).

V.2.2 AnalisisHubungan Antara Kebiasaan Pengasuhan DenganStatus Gizi BalitaUsia 12-59 Bulan Di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang

Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara kebiasaan pengasuhan dengan

status gizi balita di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang, didapatkan data bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan pengasuhan dengan

status gizi balita umur 12-59 bulan (p> 0,05) dan OR 3,4 (0,8 – 14,4), berarti tidak

ada hubunganantara kebiasaan pengasuhan dengan status gizi balita usia 12-59 bulan.Walaupun tidak ada hubungan, hasil analisa statistik menunjukan data bahwa responden di Desa Lomba Karya dengan kebiasaan pengasuhan yang kurang baik mempunyai peluang 3,4 kali mempunyai balita usia 12-59 bulan dengan status gizi balita kurang baik.

Hal tersebut bertentangan dengan pendapat Engle (1997) yang menyatakan bahwa rangsangan psikosal melalui pengasuhan yang baik berkaitan dengan kesehatan anak sehingga secara tidak langsung mempengaruhi status gizi anak. Kualitas kebiasaan pengasuhan sendiri tergantung dari keadaan keluarga, masyarakat serta lingkungan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2016) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermaknaantara pola asuh psikososial dengan status gizi balitadi wilayah kerja Puskesmas Belimbing, serta penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008) yang juga menyatakan bahwatidak terdapat hubungan bermaknaantara pola asuh psikososial dengan status gizi

balitadi wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Sumatera Utara.

Dalam rangka mempertahankan status kesehatan balita pada keluarga, perilaku dan kebiasaan pengasuhan yang berhubungan dengan kesehatan yang wajib dilakukan diantaranya adalah memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak, melibatkan ayah dalam peran pengasuhan, melibatkan keluarga yang lebih luas dalam pengasuhan seperti, kakek, nenek, dan keluarga lainnya, serta selalu berhubungan baik dengan tetangga.

V.2.3 AnalisisHubungan Antara Kebiasaan Pemberian MakanDenganStatus Gizi BalitaUsia 12-59 Bulan Di Desa Lomba KaryaKecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang

Berdasarkan hasil uji Chi-Squareantara kebiasaan pemberian makan dengan status gizi balita di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang, didapatkan data bahwa ada hubungan antara kebiasaan pemberian makan dengan status gizi balita umur 12-59 bulan (p< 0,05) dan OR 18,3 (2,0 – 166,7). Hasil analisa statistik menunjukan data bahwa responden dengan kebiasaan pemberian makan yang baik mempunyai peluang 18,3 kali mempunyai balita usia 12-59 bulan dengan status gizi balita baik dibandingkan dengan responden dengan kebiasaan pemberian makan yang kurang baik.

Pola makan pada balita sangat berperanpenting dalam proses pertumbuhan pada balita,karena dalam makanan banyak mengandunggizi. Gizi menjadi bagian

yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi didalamnyamemiliki

Apabila terkena defisiensi gizimaka kemungkinan besar sekali anak akanmudah terkena infeksi.Gizi ini sangatberpengaruh terhadap nafsu makan. Jika polamakan tidak tercapai dengan baik pada balitamaka pertumbuhan balita akan terganggu,tubuh kurus,pendek bahkan bisa terjadi giziburuk pada balita (Purwani, 2013).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Frisda Turnip (2008) di Kabupaten Dairi Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

kebiasaan pemberian makan dengan status gizi balita umur 12-24 (p value

0,029<0,05)dan OR = 4,3.

Desa Lomba Karya berada di daerah yang relatif sulit dijangkau dari ibu kota Kecamatan Ledo, hal tersebut disebabkan oleh kondisi jalan darat yang belum memungkinkan dilalui, apalagi jika musim penghujan datang. Akses ke Desa Lomba Karya yang relatif lancar hanya melalui jalur sungai, dengan jarak tempuh kurang lebih 5 jam. Kondisi tersebut mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di desa tersebut dan desa-desa di sekitarnya. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang kebutuhan gizi keluarga menyebabkan asupan makanan yang diberikan kepada balita menjadi tidak terarah dan berpotensi mengakibatkan kekurangan gizi bagi balita.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap kelompok kontrol yaitu kelompok keluarga yang memiliki balita dengan status gizi kurang baik ditemukan kebiasaan pemberian mie instan dan makanan kaleng instan yang tidak memiliki nilai gizi yang baik, serta membiarkan anaknya makan tanpa ditemani orang tuanya. Kebanyakan keluarga pada kelompok ini bertempat tinggal yang

jauh dari sungai, dan masih disekitar rumahnya binatang peliharaan masih berkeliaran dengan bebas.

Pada kelompok kasus yaitu keluarga yang memiliki balita dengan status gizi baik juga memiliki kebiasaan pemberian makan yang sama dengan kelompok kontrol, yaitu sering memberikan anaknya makan dengan mie instan atau makanan kalengan, tetapi yang membedakan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol adalah, lokasi tempat tinggal kelompok kasus relatif berdekatan dengan sungai dan memiliki kebiasaan mencari ikan di sungai untuk dikonsumsi dan untuk dijual jika hasil tangkapan berlebih.

Jadi kebiasaan yang membedakan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah kebiasaan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya masing-masing. Walaupun sama-sama memiliki kebiasaan memberi makan balitanya dengan mie instan dan makanan kalengan lainnya, tetapi pada kelompok kasus memiliki kebiasaan makan ikan secara tidak langsung. Walaupun kebiasaan tersebut tidak disengaja tetapi dalam keterbatasan ekonomi, banyak hal yang masih tersedia di sekitar tempat tinggal yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, contohnya kebiasaan makan ikan. Ikan memiliki sumber gizi yang lebih baik dibandingkan makanan kemasan yang dijual di warung-warung.

V.2.4 Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Kebersihan DenganStatus Gizi BalitaUsia 12-59 Bulan Di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang

Berdasarkan hasil uji Chi-Squareantara kebiasaan kebersihan dengan status

didapatkan data bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan kebersihan dengan

status gizi balita umur 12-59 bulan (p> 0,05) dan OR 1,4 (0,35 – 14,4). Walaupun

tidak ada hubungan, hasil analisa statistik menunjukan data bahwa responden di Desa Lomba Karya dengan kebiasaan kebersihan yang kurang baik mempunyai peluang 1,4 kali mempunyai balita usia 12-59 bulan dengan status gizi balita kurang baik.

Kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan berperan penting bagi pertumbuhan anak, karena kebersihan perorangan dan kebesihan lingkungan berhubungan erat dengan infeksi penyakit. Lingkungan yang layak sangat penting untuk membuat rasa aman ibu atau pengasuh dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeploitasi lingkungan (Widaninggar, 2003).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusumawardhani (2012) di Manggarai Jakarta Selatan bahwa sanitasi tidak berhubungan dengan status kesehatan.

Kebiasan kebersihan menyangkut kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. Dalam rangka menjaga kesehatan balita, kebersihan dimulai dari kebersihan anak itu sendiri diantaranya dengan rutin mandi, mengganti pakaian, menggosok gigi, dan kebersihan kuku. Untuk menjaga kebersihan lingkungan dimulai dengan pemakaian air bersih (minimal air hujan) dan tidak menggunakan air sungai yang sudah tercemar serta tidak membuang air sembarangan dengan memanfaatkan jamban keluarga yang ada.

V.2.5 AnalisisHubungan Antara Kebiasaan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan DenganStatus Gizi BalitaUsia 12 - 59 Bulan di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang

Berdasarkan hasil uji Chi-Squareantara kebiasaan pelayanan kesehatan

dengan status gizi balita di Desa Lomba Karya Kecamatan Ledo Kabupaten Bengkayang, didapatkan data bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan

pelayanan kesehatan dengan status gizi balita umur 12-59 bulan (p> 0,05) dan OR

3.7 (0,52 – 25,78). Walaupun tidak ada hubungan, hasil analisa statistik menunjukan data bahwa responden di Desa Lomba Karya dengan kebiasaan pelayanan kesehatan yang kurang baik mempunyai peluang 3,7 kali mempunyai balita usia 12-59 bulan dengan status gizi balita kurang baik.

Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap terhadap status kesehatan. Penanganan yang cepat, dan selalu dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Dewi, 2010).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuliani, dkk (2013) di wilayah kerja Puskesmas Koto Besar Kabupaten Darmasraya bahwa pelayanan kesehatan tidak

berhubungan dengan status kesehatan (p value = 0,874).

Dalam rangka menjaga status kesehatan anak, kebiasaan pelayanan kesehatan yang harus dilakukan adalah dengan rutin mengunjungi fasilitas kesehatan secara berkala untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi balita. Pada saat balita sakit, tempat yang harus dikunjungi adalah fasilitas kesehatan dan bukan ke dukun.

V.2.6 Analisis Gambaran Perilaku Positive Deviance Ibu Terhadap Status

Dokumen terkait