• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

4. Gambaran Tingkat Kecemasan Suami terhadap Morning

Dibawah ini merupakan gambaran tingkat kecemasan suami terhadap morning

sickness ibu hamil trimester I yang mana dikategorikan menjadi 4, yaitu 1 = cemas

ringan, 2 = cemas sedang, 3 = cemas berat, dan 4 = panik. Berikut disajikan pada tabel 5.5 dibawah ini:

Tabel 5.5

Distribusi Tingkat Kecemasan Suami Terhadap Morning Sickness Ibu Hamil Trimester I Di Wilayah Rengas Dan Pondok Ranji

Tingkat Kecemasan Suami Frekuensi Persentase (%) Cemas Ringan 40 60,6 Cemas Sedang 22 33,3 Cemas Berat 4 6,1 Total 66 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui dari 66 suami dari ibu hamil primigravida trimester I dalam menghadapi morning sickness yang termasuk kedalam penelitian ini adalah lebih banyak pada kecemasan tingkat ringan, yaitu sebanyak 60,6%.

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tingkat kecemasan suami terhadap morning sickness ibu hamil

primigravida trimester I di wilayah kecamatan Ciputat Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2013 di wilayah kelurahan Rengas dan Pondok ranji dengan pengumpulan data menggunakan angket (kuesioner) yang dilakukan oleh peneliti kepada 66 responden suami dari ibu hamil primigravida. Berikut uraian pembahasan serta keterbatasan penelitian dari hasil penelitian yaitu analisa univariat.

A. Analisa Univariat 1. Gambaran Usia Suami

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 66 responden untuk karakteristik usia didapatkan responden terbanyak berada rentang umur 18 -29 tahun sebanyak 51,5%. Dari hasil penelitian didapatkan responden mayoritas berada pada dewasa dini (< 29 tahun). Responden yang diteliti pada penelitian ini adalah suami dari ibu hamil primigravida trimester I. Menurut Stuart dan Sudden (1998) menyatakan bahwa seseorang yang berumur lebih muda akan lebih mudah mengalami gangguan akibat stress daripada seseorang yang lebih tua (Stuart dan Sundeen, 1998).

Penelitian yang dilakukan oleh Tursilowati dan Sulistyorini (2007) tentang

pengaruh peran serta suami terhadap tingkat kecemasan ibu hamil primigravida

dalam menghadapi proses persalinan” didapatkan bahwa dari karakteristik responden berdasarkan usia dari ibu hamil mempunyai rentang 21 sampai 30 tahun, yaitu 88,4%, hal ini menunjukkan bahwa usia 20 sampai 30 tahun merupakan waktu yang baik

sedikit, sedangkan dengan wanita yang berusia 30 tahun keatas mereka memiliki resiko yang sangat tinggi dengan kehamilannya. Peneliti dapat melihat bahwa usia dari ibu hamil tidak berbeda jauh dengan usia suami, dari hasil penelitian tabel 5.1 gambaran karakteristik usia suami berkisar di usia dewasa dini (< 29 tahun) sebesar 51,5%.

Usia merupakan salah satu faktor yang dapat terjadinya kecemasan pada seseorang, hal ini sesuai dengan pendapat Fortinash (2004) dalam Miraswati (2006) yang mengatakan bahwa pada umumnya kecemasan seseorang berkembang pada usia remaja dan dewasa awal, kondisi ini dapat menjadi panik pada usia remaja akhir sampai usia 30 tahunan (Nurjanah & Indarwati 2013). Kaplan dan Sadock (1997) berpendapat bahwa kecemasan yang timbul karena faktor usia berkaitan dengan sedikit banyaknya pengalaman masa lalu terhadap hal yang sama yang dapat menyebabkan kecemasan (Mariyam & Kurniawan, 2008).

Pada penelitian yang dilakukan Nurjanah & Indarwati (2013) mengenai Tingkat Kecemasan Suami Saat Menghadapi Persalinan Istri di RSU Asy-Syifa,

diketahui bahwa rata-rata usia responden adalah 25 – 30 tahun yaitu sebanyak 45 responden (50%).

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pada usia responden ini rata-rata pada rentang usia ≤ 29 tahun. Menurut teori faktor yang mempengaruhi terhadap stress ataupun kecemasan adalah pada usia muda, hal ini juga sejalan dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Nurjanah & Indrawati (2013), yang menyatakan tingkat kecemasan pada suami saat menghadapi persalinan istri juga ada hubungan yang signifikan pula antara usia suami pada ibu hamil primigravida dalam menghadapi morning sickness.

2. Gambaran Pendidikan Suami

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan tinggi yaitu 47 responden sederajat SMA ataupun lebih dari SMA sebanyak 71,2%. Pendidikan pada setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada umumnya berguna dalam mengubah pola fikir, pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan (Notoatmodjo, 2000 dalam Simanjuntak & Daulay, 2006).

Pendidikan adalah faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan merupakan faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh sektor kehidupan, sebab kualitas kehidupan suatu bangsa sangat erat dengan tingkat pendidikan (Karsidi, 2005).

Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stressor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus (Jatman, 2000 dalam Simanjuntak & Daulay, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah & Indarwati, 2013 mengenai Tingkat Kecemasan Suami Saat Menghadapi Persalinan Istri di RSU Asy-Syifa diketahui

responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tinggi telah dilakukan telah dilakukan uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan seseorang.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan suami saat menghadapi morning sickness ibu

hamil primigravida. Hasil penelitian menujukkan bahwa pendidikan responden ini rata-rata mempunyai tingkat pendidikan ≥ SMA (71,2%), hal ini memungkinkan

bahwa responden yang berada di wilayah kelurahan Rengas dan Pondok Ranji telah mengetahui informasi tentang kehamilan istrinya yang menghadapi morning sickness karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi suami tidak terlalu khawatir dengan kehamilan istri yang sedang menghadapi morning sickness dengan begitu suami

tingkat kecemasan yang dialami suami pun dalam rentang ringan.

3. Gambaran Usia Kandungan Istri Suami

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui usia kandungan istri dari responden bervariasi, dari mulai bulan pertama sampai bulan ke tiga (trimester I), yaitu mayoritas dari usia kandungan ibu hamil yang mengalami morning sickness adalah pada bulan ke tiga (12 minggu) sebanyak 26 istri dari responden (87,9%).

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai dari konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Dari peristiwa kehamilan dikenal dengan istilah primigravida dan multigravida. Primigavida adalah wanita yang hamil pertama kali, sedangkan multigravida adalah ibu hamil yang sebelumnya sudah pernah hamil lebih dari satu kali. Dalam proses kehamilan terjadi perubahan anatomi fisiologi, selain perubahan tersebut ibu hamil mengalami ketidaknyamanan dalam kehamilan seperti kelelahan, keputihan, sering buang air kecil, dan morning sickness (Kusmiyati, 2009).

Perubahan ini terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen yakni hormon kewanitaan yang ada di dalam tubuh ibu sejak terjadinya proses kehamilan (Mandriwati, 2008). Beberapa keluhan yang membuat ibu merasa tidak nyaman diantaranya adalah mual dan muntah (Smith, 2007). Bagi 50% wanita hamil, morning sickness (rasa mual di pagi hari) menjadi bagian yang tidak

Menurut Prawirohardjo (2009), mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Morning sickness ini menyebabkan penurunan nafsu makan sehingga terdapat perubahan keseimbangan elektrolit dengan kaliaum, kalium dan natrium yang menyebabkan perubahan metabolisme tubuh menurun (Rose & Neil, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Elsa, W (2012) mengenai “hubungan paritas ibu hamil trimester I dengan kejadian emesis gravidarum di Puskesmas Teras”

menunjukkan bahwa ibu hamil primigravida yang mengalami emesisi gravidarum sebanyak 64%, menurut teori didapatkan bahwa pada sebagian besar primigravida belum mampu beradaptasi dengan hormon estrogen dan koreonik gonadotropin sehingga lebih sering terjadi emesis gravidarum.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa usia kandungan istri ini untuk melihat responden apakah peka terhadap usia kandungan istrinya. Setelah diperoleh hasil, bahwa sebagian besar usia kandungan ibu hamil primigravida terbanyak pada usia 12 minggu (3 bulan) yaitu sebesar 87,9%, hal ini diperkuat oleh teori dari Bobak (2004) bahwa kehamilan pada trimester I ditandai dengan reaksi tubuh berupa mual diwaktu pagi, ketegangan payudara, perubahan fisik, seksual, diet, pergerakan, peningkatan ukuran perut dan payudara. Pada keadaan emosi terjadi secara berfluktuasi, periode ini termasuk resiko terjadi gangguan psikologis misalnya reaksi terhadap kehamilannya, pengalaman kehamilan sebelumnya yang tidak menyenangkan, kehamilan yang motivasinya tidak jelas, kurangnya dukungan suami dan perubahan gaya hidup dan biasanya timbul pada kehamilan minggu I dan minggu II (Bobak, 2004).

4. Gambaran Tingkat Kecemasan Suami menghadapi Morning Sickness ibu hamil Primigravida Trimester I

Dari hasil penelitian terhadap 66 responden dapat dilihat tingkat kecemasan suami menghadapi morning sickness ibu hamil primigravida trimester I di wilayah Kecamatan Ciputat Timur lebih banyak mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak 40 responden (60,6%), cemas sedang 22 responden (33,3%), cemas berat 4 responden (6,1%), dan panik tidak ada.

Menurut Stuart dan Sundeen (2006), tingkat kecemasan ditandai dengan respon fisiologis masih ringan, seperti ketegangan otot ringan, respon kognitif seperti lapang pandang meluas, kesadaran yang pasif pada lingkungan, dan jika dilihat dari respon tingkah laku dan emosi seperti suara melemah, otot-otot wajah relaksasi mampu melakukan kemampuan/ keterampilan permainan secara otomatis, ada perasaan aman dan nyaman.

Tingkat kecemasan suami saat menghadapi morning sickness ibu hamil

primigravida trimester I sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat dalam tabel 5.5. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 66 responden dan didapatkan tingkat kecemasan yang berbeda-beda, dari cemas ringan sampai dnegan cemas berat. Sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak 60,6%. Bervariasinya tingkat kecemasan suami saat menghadapi morning sickness ibu hamil primigravida trimester I ini menguatkan pendapat Kapaln & Sadock, 1995 dalam Nurjanah & Indarwati (2013) yang menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dan dari pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba.

Penelitian ini dikembangkan oleh Stuart dan Sundeen (2006) yaitu teori interpersonal dimana dalam teori ini menggambarkan bahwa kecemasan timbul akibat

ketakutan atau ketidakmampuan terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Hal ini dikaitkan dengan trauma perkembangan, perpisahan, kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan ini dapat terjadi pada pasangan yang baru menikah, terutama yang menghadapi istri hamil trimester I disertai morning sickness. Pada awal kehamilan

istri akan mengalami keluhan yang dirasakannya, peran suami sangat diperlukan untuk dukungan psikologis istri (Sawitri & Sudaryanto, 2008).

Berdasarkan hasil dari tingkat kecemasan suami dalam peneltian ini dapat dilihat dari hasil kecemasan yang menunjukkan cemas ringan, hal ini menunjukkan suami sangat berperan untuk mengurangi kecemasan ibu hamil dalam kehamilannya, terutama pada pasangan primigravida, ibu hamil perlu diingatkan dan diberi kesempatan untuk beristirahat dengan cukup, sehingga suami harus siap apabila suami harus melakuakn kegiatan yang biasa dilakukan oleh istri. Perubahan emosi selama hamil bukan hanya terjadi pada ibu hamil saja, tetapi suami pun dapat mengalami perasaan yang tidak jauh berbeda dengan yang dirasakan oleh ibu hamil. Untuk mengatasi hal-hal ini sebaiknya suami maupun ibu hamil harus saling berbagi perasaan ketika mulai dihantui oleh perasaan cemas.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tursilowati dan Sulistyorini (2007) mengenai “pengaruh peran serta suami terhadap tingkat kecemasan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan di desa Jepat Lor Kecamatan Tayu” menyatakan bahwa peran serta suami pada ibu hamil sebesar 46,15%, dengan adanya keterlibatan peran suami sejak awal kehamilan sampai dengan persalinan akan mengurangi rasa takut ibu hamil dan dapat mempermudah dalam proses persalinan, keberhasilan ibu dalam masa kehamilan dengan disertai gejala morning sickness pada trimester I dapat dilihat dari seberapa besar perhatian

dan dukungan yang diberikan kepada ibu hamil sehingga dapat mengurangi kecemasan, rasa takut, dan juga dapat mengurangi rasa nyeri pada saat persalinan (Imam, 2005 dalam Tursilowati & Sulistyorini 2013).

Penelitian ini juga terdapat kesamaan dalam tingkat kecemasan yang dialami oleh suami dalam menghadapi persalinan, hanya saja yang menjadi perbedaanya adalah dalam penelitian yang dilakukan oleh Tursilowati & Sulistyorini ini menggambarkan tingkat kecemasan pada suami dalam menghadapi persalinan, dan tingkat kecemasan yang diperolehnya pun berada pada cemas ringan.

Hasil penelitian yang dilakukan kepada suami dari ibu hamil primigravida yang mengalami morning sickness berbeda ketika pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Ciputat Timur kepada salah satu suami dari ibu hamil yang sedang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas, penuturan dari suami ibu hamil primigravida tersebut mengatakan bahwa kecemasannya dalam menghadapi morning sickness isrinya berada pada tingkat sedang, namun ketika peneliti melakukan penelitian secara lanjut dengan menggunakan instrumen kuesioner, dari 66 responden, hasil analisa univariat menunjukkan bahwa tingkat suami menghadapi morning sickness ibu hamil primigravida berada pada tingkat ringan (60,6%), hal ini berarti respon kecemasan dari responden termasuk kedalam golongan adaptif.

Dokumen terkait