• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan tahun 2005, menunjukkan bahwa terdapat 75 trayek angkutan umum di Kabupaten Bogor. Setiap trayek memiliki jumlah angkutan umum yang berbeda-beda. Pada trayek Kampus Dalam jumlah kapasitas maksimal angkutan umum adalah sebesar 130 dan saat ini terdapat 110 angkutan umum yang masih aktif. Sedangkan pada trayek Leuwiliang jumlah maksimal angkutan umum adalah 440 angkutan umum dan saat ini terdapat 312 angkutan umum yang masih aktif. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa masih terdapat kemungkinan untuk mengalami kenaikan jumlah angkutan umum baik pada trayek Kampus Dalam maupun Leuwiliang karena daya tampung maksimal angkutan umum masih belum terisi penuh. Jumlah angkutan umum yang semakin banyak akan menyebabkan semakin tingginya persaingan antar pengemudi angkutan umum untuk mendapatkan penumpang. Semakin tingginya tingkat persaingan akan mengakibatkan terjadinya pengurangan pendapatan pada pengemudi angkutan umum. Selain itu, semakin tingginya jumlah angkutan umum akan menyebabkan semakin besar risiko untuk mengalami macet, polusi udara, dan bising.

Macet merupakan salah satu faktor yang akan berpengaruh terhadap tingkat stres. Menurut Looker dan Gregson (2005), kemacetan lalu lintas akan memancing kemarahan pada pengendara sehingga akan menyebabkan terjadinya stres. Pada trayek Kampus Dalam terdapat tiga titik kemacetan yaitu di perusahaan tekstil (Darmaga), perempatan Caringin, dan SD Insan Kamil. Sedangkan pada trayek Leuwiliang terdapat enam titik kemacetan, yaitu perusahaan tekstil (Darmaga), perempatan Caringin, SD Insan Kamil, Cibatok, Cemplang, dan di pertigaan situ udik (Cibungbulang). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa trayek Leuwiliang memiliki titik kemacetan yang lebih banyak dibandingkan dengan trayek Leuwiliang. Selain itu, trayek Leuwiliang memiliki jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan Kampus Dalam. Berdasarkan hasil survei jarak trayek Kampus Dalam adalah 5 km, sedangkan trayek Leuwiliang adalah 19 km. Kemacetan akan berpengaruh langsung terhadap intensitas contoh untuk terpapar panas, polusi udara, dan bising. Semakin lama tingkat kemacetan maka semakin lama terpapar panas, polusi udara, dan bising.

Kemacetan merupakan hal utama yang akan memicu timbulnya stres pada pengemudi angkutan umum.

Keadaan Sosial Ekonomi Umur Contoh

Menurut Hurlock (1980), masa dewasa dibedakan menjadi empat, yaitu masa dewasa dini, masa dewasa madya awal, masa dewasa madya lanjut, dan masa dewasa lanjut. Masa dewasa dini dimulai dari umur 18 sampai 39 tahun. Masa dewasa madya awal dimulai dari umur 40 sampai 49 tahun. Masa dewasa madya lanjut dimulai dari umur 50 sampai 59 tahun dan masa dewasa lanjut dimulai dari umur 60 tahun sampai kematian.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan kelompok umur Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Umur n % n % n % 30-39 tahun 14 46,7 9 30,0 23 38,3 40-49 tahun 10 33,3 17 56,7 27 45,0 50-59 tahun 3 10,0 4 1,3 7 11,7 > 60 tahun 3 10,0 0 0,0 3 5,0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa umur contoh berkisar antara 30 sampai 67 tahun dengan rata-rata umur contoh pada trayek Kampus Dalam adalah 43 tahun dan 42 tahun untuk contoh pada trayek Leuwiliang. Secara umum proporsi terbanyak umur contoh pada kedua trayek tersebut berkisar antara 40-49 tahun (umur dewasa madya awal), yaitu sebanyak 45,0%. Pada trayek Kampus Dalam kurang dari separuh contoh (33,3%) termasuk ke dalam kategori umur dewasa madya awal (40-49 tahun) sedangkan contoh pada trayek Leuwiliang lebih dari separuh contoh (56,7%) termasuk ke dalam kategori umur dewasa madya awal.

Pada penelitian ini, lebih dari separuh contoh (61,7%) termasuk ke dalam kategori umur dewasa madya (40-59 tahun). Menurut Marmor diacu dalam Hurlock (1980), umur dewasa madya merupakan masa yang penuh stres. Sumber stres selama umur ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti keadaan jasmani, keadaan ekonomi, dan kematian istri.

Contoh pada trayek Leuwiliang tidak ada yang termasuk ke dalam kategori umur dewasa lanjut (>60 tahun ) sedangkan pada trayek Kampus Dalam hanya 10% contoh termasuk ke dalam kategori umur dewasa lanjut. Uji beda dengan t–test menunjukkan bahwa umur contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,01). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran umur contoh pada kedua trayek tersebut tidak berbeda.

Pendidikan Contoh

Pendidikan contoh dibedakan menjadi empat kategori, yaitu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), dan PT (Perguruan Tinggi). Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan contoh menyebar dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Secara umum kurang dari separuh contoh (38,3%) pada kedua trayek berpendidikan SMA. Sebanyak 43,3% contoh pada trayek Kampus Dalam dan kurang dari separuh (33,3%) contoh pada trayek Leuwiliang berpendidikan SMA. Contoh pada trayek Kampus Dalam tidak ada yang menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi sedangkan contoh pada trayek Leuwiliang terdapat 3,7% contoh yang menempuh pendidikan sampai Perguruan Tinggi (PT). Uji beda Man-Whitney U test menunjukkan bahwa tingkat pendidikan contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan contoh pada kedua kelompok trayek pengemudi tidak berbeda.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Pendidikan n % n % n % SD 8 26,7 8 26,7 1 26,7 SMP 9 30,0 11 36,7 16 33,3 SMA 13 43,3 10 33,3 23 38,3 PT 0 0,0 1 3,7 20 1,7 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Pendidikan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Menurut Martianto & Ariani (2004), kelompok yang berpendidikan formal dan berpendapatan tinggi, cenderung mengonsumsi makanan lebih beragam dengan

kualitas dan kuantitas yang tinggi. Selain itu, menurut Situmorang (2005), ketika menghadapi stres kelompok yang berpendidikan tinggi cenderung menggunakan cara yang lebih bervariatif dibandingkan dengan kelompok yang berpendidikan rendah.

Pendapatan Keluarga Contoh

Menurut BPS Kabupaten Bogor tahun 2006, garis kemiskinan penduduk Kabupaten Bogor ditetapkan sebesar Rp.183.067/kapita/bulan. Dengan uang tersebut seseorang diasumsikan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lain seperti sandang, kesehatan, pendidikan, dan transportasi (Khomsan 2006).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Kategori Pendapatan n % n % n % Miskin 12 40,0 10 33,3 22 36,7 Tidak miskin 18 60,0 20 67,7 38 63,3 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Rata-rata ± SD 245.606±154.293 341.072±272.068 293.339±224.5003

Pendapatan contoh pada kedua trayek berkisar antara Rp.75.000 sampai Rp.1.350.000/bulan. Rata-rata pendapatan contoh pada trayek Kampus Dalam adalah Rp.245.606/bulan, sedangkan pendapatan contoh pada trayek Leuwiliang adalah Rp.341.072/bulan. Secara umum dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh (63,3%) pada kedua trayek termasuk ke dalam kategori keluarga tidak miskin dan hanya 36,7% contoh pada kedua trayek yang termasuk ke dalam kategori keluarga miskin. Lebih dari separuh contoh (60%) pada trayek Kampus Dalam dan 67,7% contoh pada trayek Leuwiliang termasuk ke dalam kategori penduduk tidak miskin. Kurang dari separuh contoh (40%) pada trayek Kampus Dalam dan 33,3% pada trayek Leuwiliang termasuk ke dalam penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin banyak terdapat pada trayek Kampus Dalam dibandingkan dengan trayek Leuwiliang. Uji beda dengan t–test menunjukkan bahwa pendapatan contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,01). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran pendapatan contoh pada kedua kelompok tidak berbeda.

Menurut Madanijah (2004), pendapatan secara langsung akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik akan meningkat. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli.

Besar Keluarga Contoh

Menurut BKKBN (1998) diacu dalam Marut (2008), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lain yang tinggal bersama dalam satu rumah. Besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang atau sama dengan empat orang. Keluarga sedang adalah keluarga yang jumlah anggota keluarganya antara lima sampai tujuh orang, sedang keluarga besar adalah keluarga yang jumlah anggota keluarganya lebih dari tujuh orang.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Besar Keluarga n % n % n % ≤ 4 orang 16 53,4 14 46,7 30 50,0 5-7 orang 13 43,3 13 43,3 26 43,3 > 7 orang 1 3,3 3 10,0 4 6,7 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Rata-rata ± SD 4,6±1,6 4,8±1,8 4,7±1,7

Besar keluarga contoh berkisar antara 2 sampai 12 orang. Besar keluarga pada kedua kelompok rata-rata lima orang. Persentase terbanyak besar keluarga contoh pada kedua trayek termasuk ke dalam kategori keluarga kecil, yaitu sebanyak 50%. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (53,3%) pada trayek Kampus Dalam dan hampir separuh contoh (46,7%) pada trayek Leuwiliang termasuk ke dalam kategori keluarga kecil. Hasil uji beda dengan t– test menunjukkan bahwa besar keluarga contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,01). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran besar keluarga contoh pada kedua trayek tersebut tidak berbeda.

Menurut Madanijah (2004), besar keluarga akan berpengaruh terhadap pendapatan perkapita dan pengeluaran untuk konsumsi makan. Semakin besar

keluarga, semakin banyak jumlah pangan yang perlu disediakan. Selain itu menurut Arianti (2002), jumlah anggota keluarga yang terlalu besar dapat menimbulkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan pokok yang pada akhirnya dapat meningkat tingkat stres dalam keluarga.

Persepsi Contoh terhadap Keadaan Ekonomi

Persepsi terhadap keadaan ekonomi meliputi persepsi terhadap pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, dan aset-aset yang dimiliki. Persepsi terhadap keadaan ekonomi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kurang, cukup, dan baik. Hasil penelitian (Tabel 9) menunjukkan bahwa persentase terbanyak persepsi contoh terhadap keadaan ekonominya adalah cukup, yaitu sebanyak 73,3%. Sebagian besar contoh (80%) pada trayek Kampus Dalam dan lebih dari separuh contoh (66,7%) pada trayek Leuwiliang memiliki persepsi yang cukup terhadap keadaan ekonomi. Persepsi cukup dapat diartikan bahwa contoh tidak hanya memiliki penilaian negatif terhadap keadaan ekonomi tetapi juga memiliki penilaian positif terhadap keadaan ekonomi.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap keadaan ekonomi Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Persepsi n % n % n % Kurang 4 13,3 4 13,3 8 13,3 Cukup 24 80,0 20 66,7 44 73,3 Baik 2 6,7 6 20,0 8 13,3 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Sebanyak 13,3% contoh pada kedua trayek memiliki persepsi kurang terhadap keadaan ekonominya. Persepsi kurang terhadap keadaan ekonominya menunjukkan bahwa contoh memiliki penilaian negatif terhadap keadaan ekonominya dan menganggap bahwa keadaan ekonominya banyak menimbulkan dampak negatif bagi kehidupannya. Disamping persepsi yang kurang, contoh juga memiliki persepsi yang baik terhadap keadaan ekonominya. Contoh pada trayek Kampus Dalam sebanyak 6,7% memiliki persepsi yang baik terhadap keadaan ekonominya, sedangkan pada trayek Leuwiliang terdapat 20% contoh yang memiliki persepsi baik terhadap keadaan ekonominya.

Contoh yang memiliki persepsi baik terhadap keadaan ekonominya banyak terdapat pada trayek Leuwiliang dibandingkan dengan Kampus Dalam.

Hal ini diduga karena contoh pada trayek Leuwiliang memiliki pendapatan rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh pada trayek Kampus Dalam (Tabel 7). Persepsi baik diartikan bahwa contoh memiliki penilaian positif terhadap keadaan ekonominya, dengan kata lain contoh beranggapan bahwa keadaan ekonominya (pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, dan aset) banyak menimbulkan dampak positif bagi kehidupan keluarganya. Sebaran contoh berdasarkan skor rata-rata persepsi contoh terhadap keadaan ekonomi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Uji beda dengan t–test menunjukkan bahwa persepsi contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang terhadap keadaan ekonominya tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,01). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran persepsi contoh terhadap keadaan ekonominya pada kedua trayek tidak berbeda, meskipun terdapat kecenderungan bahwa contoh pada trayek Leuwiliang memiliki persentase persepsi baik terhadap keadaan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan contoh pada trayek Kampus Dalam.

Menurut Atkinson et al. (2000), persepsi akan berpengaruh terhadap cara seseorang dalam menghadapi stres. Sebagian orang menganggap bahwa masalah stres merupakan masalah yang serius, sedangkan seseorang yang berada dalam masalah stres yang sama menganggap peristiwa tersebut sebuah sebuah tantangan.

Gaya Hidup Contoh Kebiasaan Merokok

Rokok adalah lintingan (gulungan) kertas rokok yang berisi tembakau kering yang telah dirajang halus, kemudian diberi bumbu berupa cengkeh dan bahan-bahan lainnya, tetapi ada juga yang tanpa diberi bumbu (Latifah et al. 2002b). Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan membantu menghilangkan rasa tegang akibat stres. Pada penelitian ini jumlah rokok yang dihisap dikategorikan menjadi tiga yaitu kurang dari 10 batang sehari, 10 sampai 20 batang sehari, dan lebih dari 20 batang sehari (Martini & Hendrati 2003).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Jumlah Rokok n % n % n % Tidak merokok 5 16,7 1 3,3 6 10,0 Merokok <10 batang 10 33,3 10 33,3 20 33,3 10-20 batang 13 43,3 12 40,0 25 41,7 >20 batang 2 6,7 7 23,4 9 15,0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase terbesar jumlah rokok yang dihisap oleh contoh pada kedua trayek adalah 10 sampai 20 batang sehari, yaitu sebesar 41,6%. Kurang dari separuh contoh (43,3%) pada trayek Kampus Dalam dan 40% contoh pada trayek Leuwiliang menghisap rokok antara 10 sampai 20 batang sehari. Menurut Martini dan Hendrati (2003), tidak ada perbedaan risiko hipertensi antara contoh yang merokok <10 batang per hari dengan contoh yang merokok antara 10 sampai 20 batang per hari.

Sebanyak 6,7% contoh pada trayek Kampus Dalam merokok lebih dari 20 batang setiap hari dan 23,3% contoh pada trayek Leuwiliang merokok lebih dari 20 batang setiap hari. Menurut Martini dan Herdrati (2003), seseorang yang merokok dengan jumlah lebih dari 20 batang setiap hari memiliki risiko sebesar 1,14 kali untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan yang merokok kurang dari 10 batang per hari. Menurut Davidson (2003) diacu dalam Permana (2006), seseorang dikatakan sebagai perokok ringan jika menghisap rokok kurang dari 10 batang sehari, sedang jika menghisap rokok antara 10 sampai 20 batang sehari, dan berat jika menghisap rokok lebih dari 20 batang perhari.

Hasil uji beda Man-Whitney U test menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dihisap contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang terdapat perbedaan yang nyata (p=0,075). Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah rokok yang dihisap oleh contoh pada trayek Leuwiliang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh pada trayek Kampus Dalam.

Menurut Wijayakusuma dan Dalimartha (2005), merokok mengakibatkan peningkatan LDL kolesterol dan trigliserida, serta menurunkan HDL darah. Pada akhirnya akan penyebabkan kelainan jantung dan pembuluh darah sehingga bisa berakibat penyakit jantung dan hipertensi.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan usia merokok Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Usia Merokok n % n % n % 6-15 tahun 3 12,0 10 34,5 13 24,1 16-18 tahun 9 36,0 5 17,2 14 25,9 19-35 tahun 13 52,0 14 48,3 27 50,0 Total 25 100,0 29 100,0 54 100,0

Tabel 11 menunjukkan bahwa proporsi terbanyak usia contoh mulai merokok adalah berusia antara 19 sampai 35 tahun, yaitu sebesar 50%. Lebih dari separuh contoh (52%) pada trayek Kampus Dalam dan hampir separuh contoh (48,3%) pada trayek Leuwiliang mulai merokok pada usia 19 sampai 35 tahun. Contoh pada trayek Kampus Dalam sebanyak 12% merokok pada usia 6-15 tahun, sedangkan contoh pada trayek leuwiliang sebanyak 34,5% merokok pada usia 6-15 tahun. Menurut Martini dan Hendrati (2003), seseorang yang mulai merokok pada umur 6 sampai 15 tahun mempunyai risiko terjadi hipertensi sebesar 0,79 kali dibandingkan dengan seseorang yang merokok pada umur 19-35 tahun.

Uji beda Man-Whitney U test menunjukkan bahwa usia mulai merokok contoh trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,01). Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa usia mulai merokok contoh pada kedua trayek tidak berbeda.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis rokok Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Jenis Rokok

n % n % n % Rokok Kretek 14 56,0 17 58,6 31 57,4 Rokok kretek Filter 11 44,0 10 34,5 21 38,9 Rokok kretek & Filter 0 0,0 2 6,9 2 3,7

Total 25 100,0 29 100,0 54 100,0

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh (57,4%) menghisap rokok jenis kretek. Sebanyak 56% contoh pada trayek Kampus Dalam dan lebih dari separuh contoh (58,6%) pada trayek Leuwiliang menghisap rokok kretek. Hal ini diduga karena rokok jenis kretek memiliki harga yang lebih murah dibandingkan rokok jenis filter. Sebanyak 6,9% contoh pada trayek

Leuwiliang menghisap jenis rokok kretek dan filter, sedangkan pada trayek Kampus Dalam tidak ditemukan contoh yang menghisap rokok kretek dan filter. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Permana (2003). Hasil penelitian Permana menunjukkan bahwa seseorang yang tinggal di daerah perkotaan dan memiliki pendapatan yang rendah cenderung menghisap jenis rokok kretek dan filter. Menurut Martini dan Hendrati (2003), seseorang yang merokok tanpa filter mempunyai risiko sebesar 1,75 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang merokok dengan filter.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan situasi merokok Trayek Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Situasi Merokok n % n % n % Setiap saat 7 28,0 5 17,3 12 22,2 Saat stress 0 0,0 1 3,5 1 1,8 Setelah makan 16 64,0 22 75,8 38 70,4 Setiap saat dan saat tegang 1 4,0 0 0,0 1 1,8 Setelah makan dan saat

mengobrol

0 0,0 1 3,4 1 1,8 saat diberi orang 1 4,0 0 0,0 1 1,8

Total 25 100,0 29 100 54 100

Pada penelitian ini contoh merokok pada berbagai situasi, akan tetapi proporsi terbanyak contoh merokok adalah setelah makan, yaitu sebanyak 70,4%. Lebih dari separuh contoh (64%) pada trayek Kampus Dalam dan sebagian besar contoh (75,8%) pada trayek Leuwiliang merokok setelah makan. Pada trayek Kampus Dalam tidak ada contoh yang menghisap rokok pada waktu stres sedangkan contoh pada trayek Leuwiliang sekitar 3,4% menghisap rokok saat stres. Sebaran contoh berdasarkan situasi merokok dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan bahaya merokok Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Bahaya Merokok

n % n % n %

Tidak 2 8,0 2 6,9 4 7,4

Ya 23 92,0 27 93,1 50 92,6

Sebaran contoh pada Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh pada kedua trayek mengetahui bahaya dari merokok. Pada trayek Kampus Dalam sebagian besar contoh (92%) mengetahui bahaya dari merokok dan hanya 8% contoh tidak mengetahui bahaya merokok. Sebanyak 93,1% contoh pada trayek Leuwiliang mengetahui bahaya dari merokok dan 6,9% tidak mengetahui bahaya dari merokok. Menurut Wijayakusuma & Dalimartha (2005), merokok menyebabkan kelainan jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) serta meningkatkan risiko penyakit jantung koroner maupun kematian otot jantung/miokard infrak.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dampak merokok Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang Dampak Merokok n % n % Jantung 10 43,5 11 40,7 Paru-paru 13 56,5 13 48,2 Gangguan Pernafasan 5 21,7 1 3,7 Batuk 4 17,4 5 18,5 Gangguan kehamilan 5 21,7 2 7,5 Impotensi 2 8,7 2 7,5 Kanker 1 4,3 4 14,8 Gangguan kesehatan 1 4,3 1 3,7 Stroke 1 4,3 0 0,0 TBC 1 4,3 0 0,0 Lain-lain 0 0,0 1 3,7

Rokok mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan seseorang. Konsumsi rokok secara berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya kelainan jantung dan pembuluh darah. Lebih dari separuh contoh (56,5%) pada trayek Kampus Dalam dan hampir separuh contoh (48,2%) pada trayek Leuwiliang menjawab bahwa dampak merokok adalah penyakit paru-paru. Contoh pada trayek Kampus Dalam hanya 4,3% yang menjawab bahwa dampak merokok adalah penyakit kanker, gangguan kesehatan, stroke,dan TBC. Sebanyak 3,7% contoh pada trayek Leuwiliang menjawab bahwa dampak merokok adalah batuk, gangguan kesehatan, dan lain-lain. Sebaran contoh dapat dilihat pada Tabel 15.

Kebiasaan Minum Alkohol

Menurut Hawari (2001) alkohol termasuk zat adiktif, zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan ketergantungan

(dependensi). Ketergantungan terhadap alkohol menimbulkan gangguan mental organik yang disebabkan oleh reaksi langsung alkohol pada neuro-transmitter sel-sel syaraf pusat (otak).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum alkohol Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Minum Alkohol

n % n % n %

Tidak 27 90,0 24 80,0 48 80,0

Ya 3 10,0 6 20,0 12 20,0

Total 30 100,0 30 100,0 54 100,0 Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa secara umum contoh pada kedua trayek tidak mengonsumsi alkohol dan hanya 20% contoh yang mengonsumsi alkohol. Pada trayek Kampus Dalam hanya 10% contoh yang mengonsumsi alkohol sedangkan pada trayek Leuwiliang contoh yang mengonsumsi alkohol dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan contoh pada trayek Kampus Dalam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Alkohol dapat memacu jantung sehingga jantung harus memompa darah dengan cepat. Apabila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan terjadinya hipertensi (Sustrani et al. 2004).

Hasil uji beda Man-Whitney U test menunjukkan bahwa konsumsi alkohol contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,01). Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa kebiasaan minum alkohol contoh pada kedua trayek tersebut tidak berbeda.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan alasan mengonsumsi alkohol Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Alasan Mengonsumsi Alkohol

n % n % n %

Coba-coba 1 33,3 1 16,7 2 22,2

Pergaulan 1 33,3 0 0,0 1 11,1

Mencegah Masuk Angin 1 33,3 2 33,3 3 33,3 Menghilangkan stress/

ketegangan

0 0,0 3 50,0 3 33,3

Total 3 100,0 6 100,0 9 100,0

Setiap orang memiliki alasan yang berbeda-beda untuk mengonsumsi alkohol. Secara umum kurang dari separuh contoh (33,3%) pada penelitian ini

mengonsumsi alkohol dengan alasan mencegah masuk angin dan menghilangkan stres. Separuh contoh (50%) pada trayek Leuwiliang mengonsumsi alkohol dengan alasan untuk menghilangkan stres/ketegangan sedangkan contoh pada trayek Kampus Dalam tidak ada yang mengonsumsi alkohol dengan alasan menghilangkan stres. Sebanyak 33,3% contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang mengonsumsi alkohol dengan alasan mencegah masuk angin. Sebaran contoh berdasarkan alasan mengkonsumsi alkohol dapat dilihat pada Tabel 17.

Kebiasaan Berolahraga

Olahraga merupakan latihan fisik yang dilakukan untuk menjaga kesehatan tubuh. Olahraga tingkat sedang secara teratur selama 30 menit sehari akan mengubah metabolisme tubuh dan menolong untuk memelihara berat badan yang diinginkan. Olahraga dapat meningkatkan jumlah HDL kolesterol dalam darah sampai 20 sampai 30%, sehingga kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol dapat meningkat selama melakukan olahraga (Looker & Gregson 2004).

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga Trayek

Kampus Dalam Leuwiliang TOTAL Olahraga

n % n % n %

Tidak 6 20,0 14 46,7 20 33,3

Ya 24 80,0 16 53,3 40 66,7

Total 30 100,0 29 100,0 54 100,0

Olahraga sangat penting bagi kesehatan. Pada penelitian ini lebih dari separuh contoh (66,7%) pada kedua trayek melakukan olahraga dan hanya 33,3% yang tidak melakukan olahraga. Pada trayek Kampus Dalam, sebagian besar (80%) contoh melakukan olahraga. Lebih dari separuh contoh (53,3%) pada trayek Leuwiliang juga melakukan olahraga. Contoh pada trayek Kampus Dalam lebih banyak yang melakukan olahraga dibandingkan dengan contoh pada trayek Leuwiliang. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga dapat dilihat pada Tabel 18.

Hasil uji beda Man-Whitney U test menunjukkan bahwa kebiasaan olahraga contoh pada trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang terdapat perbedaan yang nyata (p=0,030). Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa

kebiasaan olahraga contoh pada kedua trayek berbeda. Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa contoh pada trayek Kampus Dalam lebih banyak yang melakukan olahraga dibandingkan dengan contoh pada trayek Leuwiliang.

Menurut hasil penelitian, seseorang yang tidak melakukan olahraga

Dokumen terkait