• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Bengkel las Jalan Mahkamah Medan

Bengkel las Jalan Makamah Medan terletak di lingkungan 7 Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan Maimun Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Bengkel las terdiri dari 35 bengkel las dan jumlah pekerja sebanyak 154 pekerja. Setiap bengkel les memiliki jumlah pekerja yang berbeda-beda., satu bengkel las ada yang terdiri dari 2 sampai 8 pekerja. Pekerja di bengkel las Jalan Mahkamah Medan merupakan buruh harian lepas dan tinggal di sekitar Jalan Mahkamah Medan.

Bengkel las di Jalan Mahkamah Medan merupakan usaha yang dikelola secara perorangan yang menghasilkan berbagai produk seperti pagar pekarangan, pintu gerbang, jerjak pintu atau jendela rumah, aneka jenis permainan anak-anak yang terbuat dari besi dan lain-lain. Dalam Proses produksinya pengelasan menggunakan peralatan seperti las busur listrik, las oksi astilen, mesin gerinda, palu, kabel-kabel las, penjepit atau klem, dan perlengkapan-perlengkapan pendukung lainnya.

Proses kerja pengelasan diawali dengan pemilihan bahan yang sesuai dengan kebutuhan, setelah bahan diperoleh dilakukan pemotongan sesuai dengan kebutuhan, setelah ukuran bahan dipotong sesuai dengan kebutuhan maka material yang telah dipotong tersebut dibentukan sesuai dengan model yang diinginkan konsumen, setelah pembentukan selesai dilakukan pengelasan untuk menyambungkan material-material yang telah dibentuk tersebut, setelah pengelasan, material-material dipoles untuk menghasilkan bentuk yang menarik dan indah.

Dalam proses kerja, produk-produk las mengandung bahaya terhadap pekerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja karena mesin

pengelasan menggunakan mesin-mesin yang berhubungan dengan panas yang berasal dari mesin las, radiasi akibat proses pengelasan, listrik sebagai sumber tenaga mesin, mata pisau mesin gerinda.

4.2. Karakteristik Pekerja

Responden dalam penelitian ini adalah pekerja pengelesan dari masing-masing usaha pengelasan yang berada di Jalan Mahkamah Medan. Karakteristik pekerja meliputi usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Di bawah ini akan ditampilkan data dari hasil penelitian dari ketiga karakteristik tersebut dalam bentuk tabel.

4.2.1. Distribusi Frekuensi Usia Pekerja

Usia dikategorikan menjadi kurang dari 22 tahun, 23 sampai 27 tahun, 28 sampai 32 tahun, 33 sampai 37 tahun, 38 sampai 42 tahun dan 45-47 Tahun.

Tabel 4.1. Jumlah Pekerja Menurut Usia Pada Pekerja Pengelasan di Jalan

Mahkamah Medan Tahun 2011

Dari hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerja yang berusia kurang dari 22 tahun sebanyak 17 orang (37.8%), kategori 23 tahun sampai dengan 27 tahun sebanyak 14 orang (31.1%), kategori 28 tahun sampai 32 tahun sebanyak 8 orang (17.8%), kategori 33 tahun sampai 37 tahun sebanyak 3 orang (6.7%), kategori 38 tahun sampai 42 tahun sebanyak 1 orang (2.2%), kategori 43 tahun sampai 57 tahun sebanyak 2 orang (4.4%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok usia dengan kategori kurang atau sama dengan 22 tahun

Usia Jumlah Persentase (%)

≤ 22 tahun 17 37,8 23-27 tahun 14 31,1 28-32 tahun 8 17,8 33-37 tahun 3 6,7 38-42 tahun 1 2,2 43-57 tahun 2 4,4 45 100,0

4.2.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan

Pengelompokan karakteristik pekerja berdasarkan tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi 4 tingkat, yaitu: tamat SD, tamat SMP sederajat, tamat SMA sederajat, dan tamat Perguruan Tinggi.

Tabel 4.2. Jumlah Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Pekerja

Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan tabel diatas bahwa pekerja yang tamat SD sebanyak 2 orang (4.4%), tamat SMP/sederajat sebanyak 7 orang (15.6%), tamat SMA/sederajat sebanyak 35 orang (77.8%) dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak 1 orang (2.2%).

4.2.3. Distribusi Frekuensi Masa Kerja

Adapun di bawah ini merupakan tabel karakteristik pekerja berdasarkan masa kerja yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dari atau sama dengan 4 tahun dan di atas 4 tahun.

Tabel 4.3. Jumlah Pekerja Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja Pengelasan di

Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas bahwa pekerja dengan masa kerja kurang dari atau sama dengan 4 tahun sebanyak 24 orang (53.3%) sedangkan lebih dari 4 tahun sebanyak 21 orang (46.7%). Kategori tertinggi terdapat pada masa kerja kurang dari atau sama dengan 4 tahun.

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 2 4,4

SMP/Sederajat 7 15,6

SMA/sederajat 35 77,8

Perguruan Tinggi 1 2,2

45 100,0

Masa Kerja Jumlah Persentase (%)

≤ 4 tahun 24 53,3

> 4 tahun 21 46,7

4.3. Gambaran Perilaku Berisiko

Perilaku berisko yang dimaksud adalah tindakan tidak aman yang berpotensi menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja. Tindakan tidak aman pada pekerja bengkel las diambil dari teori Frank Bird.

Tabel 4.4. Perilaku Berisiko Pada Pekerja Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Perilaku Jumlah Persentase (%)

Perilaku Rendah 19 42,2

Perilaku Tinggi 26 57,8

45 100,0

Berdasarkan hasil kuesioner yang diisi oleh pekerja pengelasan Jalan Mahkmah Medan bahwa jumlah pekerja yang memiliki kerja tidak aman dengan kategori tinggi dalam bekerja sebanyak 26 orang (57.8%), sedangkan jumlah pekerja yang memiliki perilaku kerja tidak aman dengan kategori rendah dalam bekerja yaitu sebanyak 19 orang (42.2%).

Perilaku berisiko dibagi ke dalam beberapa ketegori dan disesuaikan dengan bengkel las kemudian dibagi ke dalam 5 kategori yakni:

4.3.1. Perilaku Berisiko Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja

Perilaku berisiko tidak menggunakan alat pelindung diri oleh pekerja, merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja di tempat kerja.

Tabel 4.5. Perilaku Berisiko Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja

Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Perilaku Beiriko Frekuensi Persentasi

Tidak Pernah Kadang-kadang Selalu 9 32 4 20% 71% 8,9% Total 45 100%

Berdasarkan pengolahan kuisioner diperoleh kategori tertinggi yakni kadang-kadang tidak menggunakan alat pelindung diri yakni sebanyak 32 orang (71%).

4.3.2. Perilaku Berisiko Melemparkan Peralatan Kerja Kepada Rekan Kerja

Dalam variabel ini perilaku berisiko dinilai dari perilaku pekerja yang melemaprkan peralatan kerja ketika memberikannya kepada rekan kerja.

Tabel 4.6. Perilaku Berisiko Melemparkan Peralatan Kerja Pada Pekerja Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan pengolahan kuisioner diperoleh data tidak pernah melemparkan peralatan merupakan kategori tertinggi yakni 26 orang (57.8%), walaupun demikian sebanyak 17 orang (37,8) menyatakan terkadang melemparkan peralatan kerja.

4.3.3. Perilaku Berisiko Merokok Pada Saat Bekerja

Variabel merokok pada saat bekerja juga merupakan salah satu perilaku yang dapat menyebabkan perilaku berisiko dan mengganggu konsentrasi kerja.

Tabel 4.7. Perilaku Berisiko Merokok Pada Pekerja Pengelasan Di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Perilaku Beiriko Frekuensi Persentasi

Tidak Pernah Kadang-kadang Selalu 10 30 5 22,2% 66,7% 11,1% Total 45 100%

Berdasarkan pengolahan kuisioner diperoleh bahwa perilaku berisiko yakni merokok pada saat bekerja lebih tinggi sebanyak 30 orang (66,7%).

Perilaku Beiriko Frekuensi Persentasi

Tidak Pernah Kadang-kadang Selalu 26 17 2 57,8% 37,8% 4,4% Total 45 100%

4.3.4. Perilaku Berisiko Bercanda Atau Berkelakar Pada Saat Bekerja

Sama dengan variabel merokok pada saat bekerja, berkelakar atau bercanda pada saat bekerja juga merupakan salah satu perilaku yang dapat menyebabkan perilaku berisiko dan mengganggu konsentrasi kerja.

Tabel 4.8. Perilaku Berisiko Bercanda Atau Berkelakar Pada Pekerja Pengelasan di

Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan pengolahan kuisioner diperoleh bahwa perilaku berisiko yakni mbercanda atau berkelakar pada saat bekerja lebih tinggi sebanyak 25 orang (55.6%).

4.3.5. Perilaku Berisiko Melakukan Pekerjaan Dengan Terburu-buru Dalam

Menyelesaikan Pekerjaannya.

Bekerja dengan terburu-buru juga salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Dengan bekerja terburu-buru maka pekerja sering kurang hati-hati dan dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Tabel 4.9. Perilaku Berisiko Bekerja dengan Terburu-buru Pada Pekerja Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Perilaku Beiriko Frekuensi Persentasi

Tidak Pernah Kadang-kadang Selalu 2 20 `23 4,4% 44,4% 51,1% Total 45 100%

Perilaku Beiriko Frekuensi Persentasi

Tidak Pernah Kadang-kadang Selalu 10 25 `10 22,2% 55,6% 22,2% Total 45 100%

4.4. Anteseden Yang Menyebabkan Terjadinya Perilaku Berisiko

4.4.1. Tingkat Pengetahuan Pekerja Pengelasan

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang tindakan aman dalam bekerja yang berpotensi untuk terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja pengelasan di Jalan Mahkamah Medan.

Tabel 4.10. Tingkat Pengetahuan Pekerja Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner diperoleh bahwa jumlah pekerja yang berpengetahuan buruk dalam bekerja dan perilaku risiko tinggi sebanyak 0 orang (0%). Jumlah pekerja yang berpengetahuan buruk dalam bekerja dan perilaku risiko rendah sebanyak 1 orang (2,2%). Jumlah pekerja berpengetahuan baik dalam bekerja dan perilaku risiko tinggi sebanyak 19 orang (42,2%). Jumlah pekerja yang berpengetahuan baik dan perilaku risiko rendah sebanyak 25 orang (55,6%).

4.4.2. Peraturan Tentang Tindakan Aman Dalam Bekerja Pada Pekerja

Bengkel las-Bengkel las di Jalan Mahkamah Medan ada yang telah memiliki peraturan atau tata tertib dan ada yang tidak. Peraturan atau tata tertib yang dimaksud adalah aturan-aturan atau tata tertib yang ada mengenai prosedur yang aman, dan hal-hal lain terkait keselamaan kerja di tempat kerja.

Pengetahuan

Kategori Perilaku Berisiko

Total Persentase (%) Tinggi Rendah n % n % Buruk 0 0% 1 2,2% 1 2,2% Baik 19 42,2% 25 55,6% 44 97,8% Total 19 42,2% 26 57,8% 45 100%

Tabel 4.11. Ada Tidaknya Peraturan Atau Tata Tertib di Tiap Unit Usaha Pengelasan Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner diperoleh bahwa pekerja yang menyatakan tidak ada peraturan dan perilaku berisiko kerja tinggi sebanyak 10 orang (22,2%). Jumlah pekerja yang menyatakan tidak ada peraturan dalam bekerja dan berperilaku risiko rendah sebanyak 12 orang (26,7%). Jumlah pekerja yang menyatakan ada peraturan dalam bekerja dan berperilaku risiko tinggi sebanyak 9 orang (20,0%). Jumlah pekerja yang menyatakan ada peraturan dan perilaku risiko rendah 14 orang (31,1%).

4.4.3. Pelatihan Tentang Juru Las Pada Pekerja Pengelasan

Pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan yang pernah diikuti oleh pekerja atau yang diberikan pihak unit usaha las sektor informal mengenai keselamatan dalam bekerja

Tabel 4.12. Ada Tidaknya Pelatihan Pada Pekerja Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Peraturan

Kategori Perilaku Berisiko

Total Persentase (%) Tinggi Rendah n % n % Tidak Ada 10 22,2% 12 26,7% 22 48,9% ada 9 20% 14 31,1% 23 51,1% Total 19 42,2% 26 57,8% 45 100% Pelatihan

Kategori Perilaku Berisiko

Total Persentase (%) Tinggi Rendah n % n % Tidak Ada 26 57,8% 19 42,2% 45 100% ada 0 0% 0 0% 0 0% Total 26 57,8% 19 42,2% 45 100%

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner dapat diperoleh bahwa pekerja yang tidak pernah mendapatkan pelatihan dan perilaku berisiko tinggi yakni 26 orang (57,8%). Jumlah pekerja pekerja yang tidak pernah mendapatkan pelatihan dan perilaku risiko rendah sebanyak 19 orang (42,2%).

4.4.4. Pengawasan Pada Pekerja Pengelasan

Pengawasan yang dinilai adalah ada atau tidaknya pengawasan yang diberlakukan di bengkel-bengkel las Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011.

Tabel 4.13. Ada Tidaknya Pengawasan Pada Pekerja Unit Usaha Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner diperoleh bahwa katjumlah pekerja yang menyatakan pengawasan di tempat kerja buruk dan perilaku risiko tinggi sebanyak 6 orang (13,3%). Jumlah pekerja yang menyatakan pengawasan di tempat kerja buruk dan perilaku risiko kerja rendah sebanyak 1 orang (2,2%). Jumlah pekerja yang menyatakan pengawasan di tempat kerja baik dan perilaku risiko kerja tinggi sebanyak 13 orang (28,9%). Jumlah pekerja yang menyatakan pengawasan di tempat kerja baik dan perilaku risiko kerja rendah sebanyak 26 orang (57,8%).

Pengawasan

Kategori Perilaku Berisiko

Total Persentase (%) Tinggi Rendah N % n % Buruk 6 13,3% 1 2,2% 7 15,6% Baik 13 28,9% 25 55,6% 38 84,4% Total 19 42,2% 26 57,8% 45 100%

4.4.5. Ketersediaan Fasilitas Penunjang Perilaku Aman dalam Bekerja Pada Pekerja Pengelasan

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dapat diketahui bahwa distribusi pekerja yang menyatakan bahwa fasilitas atau ketersediaan sarana dan prasarana seperti APD dan alat pengaman dan SOP.

4.4.6. Tabel 4.14. Ketersediaan Fasilitas di Tiap Unit Usaha Pengelasan di Jalan

Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdarakan hasil pengolahan kuisioner diperoleh bahwa jumlah pekerja yang menyatakan bahwa fasilitas kerja yang mendukung perilaku aman pekerja dalam bekerja buruk dan perilaku risiko tinggi sebanyak 4 orang (8,9%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa fasilitas kerja buruk dan perilaku risiko rendah 8 orang (17,8%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa fasilitas baik dan perilaku risiko tinggi sebanyak 15 orang (33,3%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa fasilias di tempat kerja mereka baik dan perilaku risiko mereka rendah sebanyak 26 orang (57,8%).

Ketersediaan Fasilitas

Kategori Perilaku Berisiko

Total Persentase (%) Tinggi Rendah N % n % Buruk 4 8,9% 8 17,8% 12 26,7% Baik 15 33,3% 18 40,0% 33 73,3% Total 19 42,2% 26 57,8% 45 100%

4.5. Konsekuensi Yang Mempengaruhi Perilaku Berisiko Pada Pekerja

Konsekuensi merupakan akibat yang ditimbulkan dari perilaku berisiko pekerja bengkel las. Konsekuensi terdiri dari sanksi dan penghargaan.

4.5.1. Sanksi Akibat Perilaku Berisiko Pada Pekerja Pengelasan

Peraturan dapat ditegakkan apabila ada sanksi yang tegas. Berikut ini adalah gambaran sanksi yang diterapkan unit usaha pengelasan di Jalan Mahkamah Medan. Tabel 4.15. Ada Tidaknya Sanksi Pada Pekerja Pengelasan di Jalan Mahkamah

Medan Tahun 2011

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner diperoleh bahwa jumlah pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada sanksi di tempat mereka bekerja dan perilaku risiko tinggi sebanyak 11 orang (24,4%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada sanksi di tempat mereka bekerja perilaku risiko rendah sebanyak 6 orang (13,3%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa ada sanksi dan perilaku risiko tinggi sebanyak 8 orang (17,8%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa di tempat mereka bekerja ada sanksi dan perilaku risiko rendah sebanyak 20 orang (44,4%).

Sanksi

Kategori Perilaku Berisiko

Total Persentase (%) Tinggi Rendah n % n % Tidak Ada 11 24,4% 6 13,3% 17 37,8% Ada 8 17,8% 20 44,4% 28 62,2% Total 19 42,2% 26 62,2% 45 100%

4.5.2. Penghargaan Akibat Perilaku Berisiko Pada Pekerja Pengelasan

Berikut ini gambaran penghargaan yang diberikan unit usaha pengelasan di Jalan Mahkamah Medan.

Tabel 4.16. Ada Tidaknya Penghargaan Pada Pekerja Pengelasan di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2011

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner diperoleh bahwa jumlah pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada penghargaan di tempat mereka bekerja dan perilaku risiko tinggi sebanyak 11 orang (24,4%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada penghargaan di tempat mereka bekerja perilaku risiko rendah sebanyak 14 orang (31,1%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa ada penghargaan dan perilaku risiko tinggi sebanyak 8 orang (17,8%). Jumlah pekerja yang menyatakan bahwa di tempat mereka bekerja ada sanksi dan perilaku risiko rendah sebanyak 212 orang (26,7%).

Penghargaan

Kategori Perilaku Berisiko

Total Persentase (%) Tinggi Rendah n % n % Tidak Ada 11 24,4% 14 17,8% 25 55,6% Ada 8 17,8% 12 40,0% 20 44,4% Total 19 42,2% 26 57,8% 45 100%

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Perilaku Berisiko

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner yang diisi oleh pekerja pengelasan Jalan Mahkamah Medan bahwa jumlah pekerja yang memiliki perilaku kerja tidak aman dengan kategori tinggi dalam bekerja yakni 26 orang (57.8%), sedangkan jumlah pekerja yang memiliki perilaku kerja tidak aman dengan kategori rendah dalam bekerja yakni 19 orang (42.2%).

Perilaku berisiko yang dimaksud adalah tindakan tidak aman yang dilakukan pekerja bengkel las yang berpotensi menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja. Tindakan tidak aman pada pekerja bengkel las diambil dari teori Frank Bird yang membagi tindakan tidak aman dalam beberapa ketegori dan disesuaikan dengan bengkel las dan dibagi ke dalam 5 kategori.

Perilaku berisiko pada pekerja dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pekerja, kecelakaan kerja yang umum terjadi pada pekerja bengkel las yakni terjepit klem pada saat pembentukan cincin tenda dan peralatan lainnya, terkena radiasi sinar dari alat las, terkena sayat alat gerinda, tersandung bahan-bahan produksi, tergores sudah menjadi bagian dari proses kerja. Mereka menyatakan bahwa kecelakaan kerja, terersebut bukan hal yang lain lagi bagi mereka ketika bekerja hampir setiap hari ada saja bagian tubuh mereka yang terluka baik luka kecil maupun luka besar. Untuk itu, mayoritas pekerja yang memiliki perilaku kerja tidak aman dengan kategori tinggi perlu diteliti lebih dalam mengenai hal-hal yang mempengaruhinya.

Menurut Suma’mur (2009) penyebab terjadinya kecelakaan kerja ada dua golongan. Yang pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, sedangkan golongan yang ke dua adalah manusia. Perilaku melemparkan peralatan kerja kepada rekannya termasuk dalam kategori golongan ke dua dimana faktor manusia lebih dominan menyebakan terjadinya kecelakaan kerja.

5.1.1. Perilaku Berisiko Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja

Berdasarkan pengolahan kuisioner diperoleh kategori tertinggi yakni kadang-kadang tidak menggunakan alat pelindung diri yakni sebanyak 32 orang (71%). Berdasarkan hasil wawancara terhadap pekerja yang menyatakan kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri dikarenakan malas menggunakan alat pelindung diri karena dengan menggunakan alat pelindung diri menghambat gerak mereka dalam bekerja. Sebagai contoh alat pelindung diri yang disediakan bengkel las berupa kacamata las, pekerja sering merasa terganggu melihat objek pengelasan karena kacamata yang digunakan tidak transparan. Selain itu pekerja juga menjelaskan bahwa penggunaan masker ketika mengelas menghambat pernafasan mereka sehingga mereka tidak menggunkan masker ketika mengelas.

Pemilik bengkel las harusnya memperhatikan keselamatan kerja pekerja, dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 diatur mengenai penggunaan alat pelindung diri, selain itu dalam Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.05/M/BW/97 diatur mengenai pengawasan alat pelindung diri pada pekerja.

5.1.2. Pekerja Melemparkan Peralatan Kerja Ketika Memberikannya Kepada Rekannya

Berdasarkan pengolahan kuisioner diperoleh data tidak pernah melemparkan peralatan merupakan kategori tertinggi yakni 26 orang (57.8%), walaupun demikian sebanyak 17 orang (37,8) menyatakan terkadang melemparkan peralatan kerja. Pekerja beralasan melemparkan peralatan kerja ketika memberikan kepada rekannya karena tidak terdapat pekerja lain di area mereka bekerja, dengan melemparkan peralatan kerja lebih mudah dan tidak merepotkan. Selain itu, jarak dari tempatnya ke rekan kerjanya tidak terlalu jauh. Sebagai contoh dari hasil wawancara terhadap pekerja yang menyatakan selalu melemparkan peralatan, rekan kerjanya membutuhkan piringan gerinda baru dan memina bantuannya pekerja tersebut memberikannya kepada temannya dengan cara melemparkannya. di waktu lain rekan kerjanya membutuhkan mata busur las, dengan alasan malas bergerak dan dekat dari posisinya bekerja pekerja tersebut juga melemparkannya ketika memberikannya kepada rekan kerjanya. Seberapa jauh atau dekat dan sebarapa luas ruang kerja tetap harus berhati-hati dalam bertindak, karena kelalaian dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Selain itu di area kerja tidak hanya dihuni oleh dua orang pekerja namun ada pekerja lain juga yang akan terkena akibat kelalaian pekerja dan menimbulkan kecelakaan kerja.

5.1.3. Pekerja Bekerja Sambil Bercanda Atau Berkelakar

Bercanda atau berkelakar saat bekerja, sebanyak 30 orang (66.7%) menyatakan kadang-kadang berkelakar atau bercanda sambil bekerja. Kebanyakan pekerja menyatakan alasan pekerja bercanda sambil bekerja adalah sebagai hiburan untuk menghilangkan kejenuhan, dan lebih santai dalam bekerja tetap saja perilaku

tidak aman ini membukakan ruang untuk menimbulkan suatu konsekuensi yang buruk yaitu kecelakaan kerja. Hal ini dapat diakibatkan saat bekerja sambil bercanda memungkinkan terjadinya kelalaian atau tidak berkonsentrasi.

5.1.4. Pekerja Bekerja Sambil Merokok

Berdasarkan pengolahan kuisioner diperoleh bahwa perilaku berisiko yakni merokok pada saat bekerja lebih tinggi sebanyak 30 orang (66,7%). Pekerja menyatakan mereka merokok pada saat bekerja karena mereka lebih mudah berkonsentrasi bekerja sambil merokok, selain itu alasan menghilangkan jenuh dan stres juga mendukung pekerja bekerja sambil merokok.

Selain karena alasan pribadi sebagai hiburan dan meningkatkan konsentrasi, pekerja juga menjelaskan bahwa masing-masing pemilik bengkel las tidak pernah menegur atau melarang pekerja yang bekerja sambil merokok.

5.1.5. Pekerja Bekerja Dengan Terburu-Buru

Pekerja selalu mengerjakan pekerjaannya dengan terburu-buru. Hal ini dikarenakan pekerjaan pengelasan merupakan pekerjaan borongan, untuk mengejat target sesuai dengan permintaan konsumen, pekerja berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan terburu-buru. Selain itu karena adanya antrian pesanan berikutnya menuntut pekerja untuk tepat waktu.

Diantara semua variable anteseden yang menimbulkan terjadinya perilaku berisiko yang tertinggi yakni perilaku berisiko karena tidak menggunakan alat pelindung diri yakni sebanyak 31 orang (72.1%). Sedangkan variable anteseden pada perilaku berisiko terendah pada pekerja disebabkan oleh karena tidak adanya pelatihan yang diperoleh oleh pekerja terbukti dengan diperolehnya data perilaku

risiko rendah paling banyak disebabkan oleh tidak adanya pelatihan sebanyak 19 orang (42.2%) dan tidak adanya penghargaan yang diperoleh pekerja dengan junlah pekerja yang berperilaku risiko rendah sebanyak 14 orang (31.1%).

5.2. Anteseden Yang Menyebabkan Terjadinya Perilaku Berisiko