• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Majalengka

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu wilayah yang berada di Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1 204.24 kilometer persegi merupakan 2.71 persen dari luas Provinsi Jawa Barat, yaitu 44 357 kilometer persegi. Berdasarkan topografinya, Kabupaten Majalengka terbagi menjadi tiga zona daerah, yaitu daerah pegunungan, daerah perbukitan, dan daerah dataran rendah. Daerah pegunungan mendominasi total luasan daerah di Kabupaten Majalengka yaitu sebesar 40.03 persen. Daerah perbukitan yaitu sebesar 31.27 persen dari total wilayah. Sementara itu, wilayah dataran rendah relatif lebih kecil yaitu sebesar 28.70 persen.

Sektor pertanian menjadi salah satu pendorong perekonomian Kabupaten Majalengka dikarenakan masih banyak penduduk yang memilih bekerja di sektor pertanian. Selain itu, Kabupaten Majalengka termasuk merupakan wilayah agraris dengan luas lahan sawah mencapai 42 persen, lahan bukan sawah sebesar 40 persen, dan lahan bukan pertanian sebesar 18 persen. Disamping itu, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB sekitar 27 persen dengan sub kategori tanaman pangan makanan merupakan sub sektor yang paling unggul peranannya, dengan komoditas utama adalah tanaman padi dan palawija. Komoditas bawang merah menjadi salah satu komoditas unggulan Kabupaten Majalengka dengan luas tanam 2 558 hektar dan luas panen 2 562 hektar dengan capaian produktivitas 9 ton per hektar (Bappeda Majalengka 2015). Sentra tanaman bawang merah tersebar di Kecamatan Argapura, Kertajati, Cingambul, Rajagaluh, Jatitujuh, Dawuan, Kadipaten, dan Majalengka. Areal penanaman bawang merah di Kabupaten Majalengka dibagi menjadi dua, yaitu pada areal pesawahan dan pada areal tegalan. Pola tanam yang diterapkan petani bawang merah di Kabupaten Majalengka dibagi berdasarkan pada jenis lahan, yaitu pada lahan sawah pada saat musim kemarau dan pada lahan tegalan penanaman bawang merah dilakukan sepanjang tahun. Varietas bawang merah yang dominan digunakan oleh petani pada lahan sawah adalah varietas bima dan ilocos sedangkan pada lahan tegalan menggunakan varietas balikaret.

Karakteristik Petani dan Usahatani Bawang Merah

Penelitian ini dilakukan kepada petani bawang merah yang merupakan penduduk asli Kabupaten Majalengka dan termasuk pada petani daerah pengembangan kawasan penanaman hortikultura khususnya komoditas bawang merah yaitu sebanyak 37 responden. Karakteristik petani responden terdiri dari usia, pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, status kepemilikan lahan, luas penguasaan lahan untuk bawang merah, pengalaman sebagai petani bawang merah, serta keikutsertaan dalam penyuluhan. Keragaman karakteristik tersebut dapat mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani bawang merah.

Karakteristik petani dianggap penting karena dapat berpengaruh pada dalam pelaksanaan usahatani dalam hal ini adalah komoditas bawang merah. Usia petani responden merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam melakukan usahatani. Pada data yang diperoleh, usia petani bawang merah di Kabupaten Majalengka sekitar 30 tahunan sampai dengan usia 71 tahun. Jika dilihat dari seluruh pelaku usahatani sebagai responden, sebagian besar usahatani

bawang merah berada pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu 40.54 persen diikuti dengan kelompok usia 30-40 tahun dengan persentase 32.43 persen, 51-60 tahun dengan persentase 16.22 persen dan kelompok usia 61-70 yaitu 8.11 persen, serta kelompok usia terkecil adalah pada usia 71 tahun ke atas yaitu 2.70 persen. Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa petani bawang merah di Kabupaten Majalengka yang menjadi responden termasuk pada usia produktif, sehingga petani responden dikatakan masih mampu melakukan kegiatan ekonomi. Karakteristik petani bawang merah di Kabupaten Majalengka dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan pada Tabel 5 selain usia, karakteristik lainnya adalah tingkat pendidikan formal yang merupakan salah satu karakteristik yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan informasi petani responden komoditas bawang merah. Berdasarkan pada Tabel 5, persentase pendidikan formal petani responden tertinggi yaitu pada tingkatan Sekolah Dasar atau sederajat yaitu sebesar 70.27 persen, diikuti dengan tingkatan Sekolah Menengah Atas atau sederajat yaitu sebesar 13.51 persen, Sekolah Menengah Pertama atau sederajat sebesar 10.81 persen, perguruan tinggi sebesar 2.70 persen dan terakhir tidak sekolah yaitu 2.70 persen. Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa rata-rata pendidikan yang dimiliki oleh petani responden adalah sekolah dasar atau sederajat. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan petani responden komoditas bawang merah di Kabupaten Majalengka secara umum masih rendah, namun petani dapat membaca dan menulis.

Karakteristik selanjutnya yaitu berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Berdasarkan Tabel 5, sebagian besar petani responden memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 45.95 persen dari 17 orang petani. Selain itu, 15 petani dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 orang, dengan persentase 35.14 persen. Selanjutnya sebanyak 5 petani dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 13.51 persen. Kemudian jumlah tanggungan dari 2 petani adalah 4 orang dengan persentase 5.41 persen. Hal ini menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani relatif cukup rendah.

Dari data yang didapatkan, rata-rata status kepemilikan lahan petani bawang merah di Kabupaten Majalengka adalah sewa, dengan jumlah persentase sebesar 59.46 persen. Sistem penyewaan lahan yang dilakukan yaitu penyewa akan membayarkan sejumlah uang kepada pemilik tanah sebagai biaya sewa untuk digunakan berusahatani dalam jangka waktu tertentu, misalkan dalam satu musim tanam yang kemudian hasil panen sepenuhnya menjadi milik penyewa. Biaya sewa yang dikeluarkan oleh petani per musim sekitar Rp. 800 000 sampai dengan Rp. 5 500 000 sesuai dengan luas lahan yang disewa.

Mutu benih yang digunakan petani bawang merah di Kabupaten Majalengka, berdasarkan pada Tabel 5 adalah 97.30 persen masih menggunakan benih tidak berlabel, sedangkan hanya 2.70 persen yaitu 1 dari 37 orang petani yang sudah menggunakan benih berlabel. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar petani responden, menggunakan benih atau bibit dari hasil panen sebelumnya dengan tujuan untuk menekan biaya untuk bibit. Harga benih atau bibit bawang merah dapat lebih besar dari hasil produksi, yaitu sekitar Rp. 20 000 per kilogram, sehingga petani lebih memilih menggunakan benih atau bibit sendiri.

Tabel 5 Karakteristik petani bawang merah di Kabupaten Majalengka

Karakteristik Petani Jumlah petani (orang)

Persentase (%)

Berdasarkan usia (tahun)

a. 30-40 12 32.43

b. 41-50 15 40.54

c. 51-60 6 16.22

d. 61-70 3 8.11

e. ≥ 70 1 2.70

Berdasarkan pendidikan formal

a. Tidak sekolah 1 2.70

b. SD/sederajat 26 70.27

c. SMP/sederajat 4 10.81

d. SMA/sederajat 5 13.51

e. Perguruan Tinggi 1 2.70

Berdasarkan tanggungan keluarga (orang)

a. 1 5 13.51

b. 2 17 45.95

c. 3 13 35.14

d. 4 2 5.41

Berdasarkan status kepemilikan lahan

a. Milik 15 40.54

b. Sewa 22 59.46

Berdasarkan penggunaan mutu benih

a. Berlabel 1 2.70

b. Tidak berlabel 36 97.30

Berdasarkan luas lahan yang digunakan (hektar)

a. ≤ 0,γ5 6 16.216

b. 0,36-0,50 7 18.919

c. 0,51-0,70 3 8.108

d. 0,71-0,99 9 24.324

e. ≥ 1 12 32.432

Berdasarkan pengalaman bertani bawang merah (tahun)

a. 1-5 2 5.41 b. 6-10 8 21.62 c. 11-15 8 21.62 d. 16-20 10 27.03 e. 21-25 6 16.22 f 26-30 3 8.11

Berdasarkan keikutsertaan dalam penyuluhan

a. Turut Serta 12 32.43

Berdasarkan pada Tabel 5, luas lahan yang digarap oleh petani bawang merah, baik petani yang menyewa lahan dan petani yang memiliki lahan dengan

persentase paling besar adalah petani dengan luas lahan di atas sama dengan 1 hektar yang terdiri dari 1 hektar, 1.5 hektar, dan 2 hektar yaitu sebesar 34.43

persen. Selanjutnya dengan persentase 24.32 persen yaitu petani dengan luas lahan garapan 0.71 hektar sampai dengan 0.99 hektar, persentase 18.92 persen dengan luas lahan garapan 0.36 hektar sampai dengan 0.5 hektar, kemudian persentase 16.22 persen untuk luas lahan garapan di bawah 0.35 hektar, dan persentase 8.11 persen untuk luas lahan garapan 0.51 hektar sampai dengan 0.7 hektar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa petani bawang merah di Kabupaten Majalengka yang termasuk dalam kawasan pengembangan hortikultura cenderung menggarap lahan dengan luas lahan di atas 1 hektar.

Pengalaman berusahatani bawang merah yang dimiliki oleh petani responden dapat mempengaruhi kemampuan petani dalam pengetahuan teknik budidaya dan kemampuan adopsi pada kegiatan usahatani yang dijalankan. Pengalaman memungkinkan petani untuk dapat mengalokasikan penggunaan input lebih efisien, baik efisien secara teknis maupun alokatif. Berdasarkan lama pengalaman petani responden pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden memiliki pengalaman berusahatani bawang merah yang cukup lama, yaitu sekitar 16 sampai dengan 20 tahun dengan persentase 27.03 persen. Selanjutnya pengalaman petani responden didominasi dengan pengalaman bertani 11 sampai 15 tahun dan 6 sampai dengan 10 tahun dengan persentase yang sama, yaitu 21. 62 persen.

Pengetahuan dalam melakukan usahatani dapat diperoleh dari keikutsertaan petani dalam penyuluhan. Penyuluhan yang diberikan oleh pembina mengenai pelatihan dan pengetahuan dalam budidaya, penanganan hama dan penyakit tanaman, penggunaan pupuk yang baik, dan pengetahuan serta pelatihan lainnya untuk meningkatkan produksi bawang merah. Berdasarkan pada Tabel 4, sebanyak 25 petani responden tidak ikut serta dalam penyuluhan dengan jumlah persentase sebesar 67.57 persen. Sedangkan sebanyak 12 petani responden dengan persentase 32.43 persen mengikuti kegiatan penyuluhan. Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar petani responden tidak berpartisipasi ketika diadakannya penyuluhan.

Keragaan Usahatani Bawang Merah Kabupaten Majalengka

Keragaan usahatani dikaji untuk menggambarkan kondisi aktual dari usahatani bawang merah di Kabupaten Majalengka. Analisis keragaan usahatani bawang merah dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis tersebut meliputi; pola tanam, penggunaan input, teknik budidaya, dan output yang dihasilkan.

Pola Tanam

Pola tanam bawang merah yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Majalengka dibagi menjadi dua, karena ditanam pada jenis lahan yang berbeda. Jenis lahan yang pertama yang sering digunakan untuk memproduksi bawang merah adalah lahan sawah, berikut pola tanam yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Pola tanam pada lahan sawah di Kabupaten Majalengka

Bawang merah biasanya ditanam pada saat musim kemarau dengan waktu tanam sekitar 45-60 hari. Sedangkan jenis lahan kedua adalah lahan tegalan, dengan pola tanam sepanjang tahun rata-rata digunakan untuk bawang merah, selanjutnya

Gambar 12 menunjukkan pola tanam pada lahan tegalan.

Gambar 12 Pola tanam pada lahan tegalan di Kabupaten Majalengka Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bawang merah pada lahan tegalan adalah 75-90 hari, lebih lama dibandingkan pada lahan sawah. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya perbedaan ketinggian lahan, perbedaan jenis lahan, dan perbedaan varietas bawang merah yang digunakan petani.

Penggunaan Input

Penggunaan input bawang merah yang dibutuhkan pada usahatani bawang merah di Kabupaten Majalengka umumnya terdiri dari lahan, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan usahatani, dan permodalan.

Penggunaan Lahan

Lahan yang digunakan oleh petani responden di Kabupaten Majalengka untuk melakukan usahatani bawang merah dibagi menjadi dua, yaitu lahan sawah dan lahan tegalan. Luas lahan yang digunakan petani bawang merah di Kabupaten Majalengka rata-rata 0.721 hektar (Lampiran 2). Status kepemilikan lahan yang digunakan oleh petani bawang merah di Kabupaten Majalengka adalah sewa, dengan biaya sewa yang dikeluarkan petani per musim sekitar Rp 800 000 sampai dengan Rp 5 500 000 sesuai dengan luas lahan yang disewa. Selain petani

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Padi Padi Bawang

merah

Padi

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Bawang merah Bawang merah Bawang merah Ubi jalar/jagung L u as l ah an L u as l ah an Bulan Bulan

penyewa, terdapat petani pemilik lahan. Petani pemilik lahan, biasanya melakukan pembayaran pajak lahan rata-rata sebesar Rp 50 000 per tahun.

Penggunaan Bibit

Bibit yang digunakan petani responden, pada umumnya diperoleh dari pembelian bibit dari pedagang. Namun terdapat sebagian petani yang menggunakan bibit dari hasil panen bawang merah sebelumnya yang telah dipilih untuk dijadikan bibit. Mayoritas jenis bibit yang digunakan petani bawang merah di Kabupaten Majalengka adalah dalam bentuk umbi, dengan sumber bibit yang diperoleh adalah lokal dengan pertimbangan kecocokan dengan lahan.

Varietas bawang merah yang biasa digunakan petani bawang merah di Kabupaten Majalengka, yaitu Bima Brebes, Balikaret, Bima Curut, dan Ilocos. Pada jenis lahan sawah, varietas bawang merah yang biasa digunakan adalah varietas Bima Brebes, Bima Curut, dan Ilocos. Alasan petani menggunakan varietas tersebut adalah kecocokan dengan lahan, kemudahan akses mendapatkan bibit, kualitas yang baik, jumlah anakan yang banyak, dan masa tanam yang lebih pendek dibanding dengan varietas sumenep. Sedangkan pada jenis lahan tegalan, varietas yang digunakan oleh petani bawang merah di Kabupaten Majalengka adalah varietas Balikaret, dengan alasan ukuran yang lebih besar, warna yang lebih cerah, cocok di segala jenis tanah dan tidak membutuhkan banyak perawatan, termasuk pada varietas unggul dan memiliki selisih harga penjualan dengan varietas bima sampai dengan 40 persen.

Dalam penggunaan bibit, rata-rata jumlah bibit yang dibutuhkan petani responden untuk varietas Bima dan Ilocos adalah 800 kilogram per hektar, sedangkan untuk varietas Balikaret rata-rata jumlah bibit yang dibutuhkan adalah 1000 kilogram per hektar. Perbedaan jumlah tersebut disebabkan karena varietas Balikaret memiliki ukuran dan bobot yang lebih besar dibandingkan dengan varietas Bima dan Ilocos.

Penggunaan Pupuk

Dalam penggunaan pupuk, petani responden menggunakan pupuk kimia dan pupuk organik. Pupuk yang digunakan oleh petani bawang merah di Kabupaten Majalengka adalah pupuk urea, TSP, ZA, Phonska, KCL, NPK, dan pupuk organik. Namun penggunaan pupuk organik oleh petani responden cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia. Tabel 6 merupakan rata-rata penggunaan pupuk per hektar sepanjang musim tanam yang diperoleh dari toko saprotan dan kios pertanian yang terdapat di sekitar tempat tinggal petani.

Tabel 6 Rata-rata penggunaan pupuk per hektar pada bawang merah di Kabupaten Majalengka

No. Jenis pupuk Rata-rata jumlah pupuk yang digunakan

(kilogram) 1 Pupuk Urea 138 2 Pupuk ZA 228 3 Pupuk TSP 86 4 Pupuk Phonska 62 5 Pupuk KCL 77 6 Pupuk NPK 187 7 Pupuk Organik 998

Berdasarkan pada Tabel 6, rata-rata penggunaan pupuk untuk komoditas bawang merah di Kabupaten Majalengka. Secara angka, rata-rata jumlah penggunaan pupuk organik lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia. Hal tersebut terjadi dikarenakan pupuk organik digunakan sebagai pupuk dasar, sehingga penggunaannya lebih banyak.

Penggunaan Pestisida

Hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman bawang merah adalah ulat tanah, ulat daun, ulat grayak, kutu daun, nematoda akar, menguninngnya daun, dan bercak daun. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan adalah

dengan cara penggunaan pestisida dan lampu perangkap yang biasa disebut (night

trap). Pestisida yang digunakan petani bawang merah berbentuk cair dan padat.

Namun pada proses penggunaan pestisida padat, melalui proses pencairan terlebih dahulu. Rata-rata penggunaan pestisida kimia oleh petani responden adalah 16 kilogram untuk pestisida padat dan 9 liter untuk penggunaan pestisida cair. Pestisida yang digunakan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu insektisida, fungsida, dan herbisida. Pengendalian hama dan penyakit ini biasanya dilakukan setiap hari oleh petani sampai dengan masa panen. Hal ini dilakukan sebagai tindakan preventif untuk menekan tingkat kerugian petani, karena untuk memproduksi bawang merah membutuhkan dana yang besar, sehingga terdapat ketakutan petani terhadap seranga hama dan penyakit.

Selain penggunaan pestisida, pengendalian hama yang dilakukan petani

adalah dengan penggunaan night trap atau lampu perangkap. Cara kerja night trap

adalah dengan pemasangan lampu di lahan bawang merah dan jarak pemasangan

antara night trap biasanya adalah 3 sampai dengan 5 meter. Pemasangan night

trap dilakukan untuk menangkap beberapa serangga malam yang biasanya

hinggap di daun bawang merah yang menyebabkan bercak daun yang lama kelamaan akan membuat umbi bawang menjadi busuk. Gambar 13 memperlihatkan perangkap lampu yang biasa digunakan petani bawang merah untuk menangkap hama pada malam hari.

Gambar 13 Perangkap lampu (night trap) yang digunakan petani responden untuk

menangkap hama pada malam hari

Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja memiliki peranan penting dalam melakukan suatu usaha untuk menghasilkan suatu produk. Pada usahatani bawang merah tenaga kerja yang digunakan melakukan proses dalam memproduksi bawang merah mulai dari persiapan lahan bahkan sampai dengan pasca panen. Terdapat dua sistem yang

digunakan petani bawang merah di Kabupaten Majalengka dalam penggunaan tenaga kerja pada proses produksi bawang merah yaitu, sistem borongan dan sistem pada setiap proses produksi. Sistem borongan biasanya dilakukan untuk persiapan awal lahan, hal ini dilakukan untuk menghemat biaya karena persiapan awal lahan sangat membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Oleh karena itu, sistem borongan dalam hal upah dijadikan strategi untuk meminimalisir biaya upah tenaga kerja dalam proses produksi bawang merah. Namun, terdapat beberapa petani dalam penggunaan tenaga kerja borongan untuk melakukan semua proses produksi bawang merah mulai dari persiapan lahan sampai dengan pasca panen. Rata-rata jumlah penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata penggunaan tenaga kerja produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka

No. Proses Budidaya TKLK TKDK

HKP HKW HKP HKW

1 Persiapan dan pengolahan lahan 101.45 0.00 4.81 0.00

2 Penanaman 0.86 20.29 0.15 0.36 3 Penyiraman 80.45 0.00 30.35 6.53 4 Pemupukan 6.53 0.32 2.54 0.59 5 Penyemprotan 22.70 0.00 10.45 0.00 6 Pemetikan ulat 3.08 9.41 4.14 2.18 7 Pemanenan 7.01 22.94 0.45 0.38 Total 222.07 52.95 52.88 10.05

Sistem kedua yang digunakan dalam penggunaan tenaga kerja pada proses produksi bawang merah adalah sistem pemberian upah pada setiap proses produksi menggunakan tenaga kerja harian. Upah yang diterima oleh tenaga kerja dalam satu hari untuk tenaga kerja pria adalah Rp 60 000 sampai dengan Rp 70 000 per tenaga kerja pria. Sedangkan upah tenaga kerja wanita petani per hari di Kabupaten Majalengka adalah Rp 35 000 sampai dengan Rp 55 000.

Penggunaan Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam proses usahatani bawang merah tidak berbeda dengan tanaman sayuran lainnya. Secara garis besar, peralatan yang digunakan dalam produksi bawang merah adalah parang, cangkul, keranjang, gacok, meteran, tali penarik, ember, pompa air, selang air, tangki penyemprot, terpal, dan timbangan. Penggunaan peralatan yang tepat diharapkan dapat mengurangi kehilangan hasil dan pencapaian produktivitas yang maksimal, serta menghasilkan kualitas umbi bawang merah yang sesuai dengan standar.

Permodalan

Modal yang digunakan pertani responden sebagian berasal dari modal pribadi dan lembaga keuangan. Namun terdapat beberapa petani yang melakukan pinjaman kepada lembaga keuangan, yaitu Bank. Mayoritas petani melakukan pinjaman modal kepada pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan kisaran jumlah pinjaman adalah Rp 30 000 000 sampai dengan Rp 100 000 000 dengan bunga pinjaman yang diberikan adalah 2 persen per tahun. Dalam pemberian kredit kepada petani biasanya petani mengajukan kepada bank, kemudian bank

melakukan survey, selanjutnya dilakukan pencairan dana. Jangka waktu pinjaman yang diajukan petani responden yaitu 2 sampai dengan 18 bulan, tergantung pada kesepakatan awal. Namun terdapat beberapa petani responden yang tidak melakukan peminjaman modal kepada lembaga keuangan. Hal ini terjadi karena petani memiliki anggapan bahwa proses dan syarat peminjaman modal di lembaga keuangan sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Jika petani sangat membutuhkan modal dan mengalami kekurangan, biasanya petani responden meminjam kepada kerabat bahkan tengkulak (dengan bunga 2 sampai dengan 2.5 persen per tahun), karena proses pencairan yang mudah dan cepat dengan berlandaskan azas kepercayaan.

Teknik Budidaya

Keberhasilan dalam memproduksi bawang merah salah satunya adalah dari teknik budidaya yang digunakan. Teknik budidaya yang digunakan petani dapat mempengaruhi hasil produksi bawang merah. Peningkatan produksi dapat terjadi jika teknik budidaya yang digunakan tepat, sehingga dapat mengurangi kehilangan yang terjadi.

Tanaman bawang merah lebih cocok tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Bawang merah sangat membutuhkan penyinaran

cahaya matahari yang maksimal (minimal 70 persen), dengan suhu udara 25–32

derajat Celcius, dan kelembaban 50-70 persen (Sutarya dan Grubben 1995). Tanaman bawang merah dapat ditanam dan tumbuh di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1 000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 meter di atas permukaan laut (Sutarya dan Grubben 1995).

Persiapan Bibit atau Benih

Dalam memproduksi bibit atau benih bawang merah, terdapat dua cara, yaitu berasal dari biji atau bisa disebut Tuk Tuk atau TSS dan dalam bentuk umbi. Kualitas bibit atau benih yang digunakan akan mempengaruhi output yang dihasilkan. Umur bibit bawang merah berkualitas baik yaitu bibit yang telah disimpan selama 30-40 hari setelah panen dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih terdapat daunnya). Bibit yang berkualitas baik memiliki ukuran sedang, sehat, keras, dan permukaan kulit luar yang licin atau mengkilap. Jika bibit yang digunakan berukuran terlalu kecil, maka output yang dihasilkan pun ukurannya akan kecil. Ukuran umbi bibit yang optimal berukuran sedang yaitu 5-10 gram per umbi. Varietas yang digunakan oleh petani di Kabupaten Majalengka adalah Bima Brebes, Bima Curut, Bali Karet, Sumenep, dan Ilocos.

Ukuran umbi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas umbi bibit bawang merah. Berdasarkan ukuran umbu, umbi bibit digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu:

 umbi bibit besar (Ø ≥ 1.8 cm atau > 10 gram)

 umbi bibit sedang (Ø = 1.5-1.8 cm atau 5-10 gram)

 umbi bibit kecil (Ø ≤ 1.5 cm atau < 5 gram)

Secara umum kualitas umbi yang baik untuk digunakan sebagai bibit adalah umbi yang berukuran sedang. Umbi bibit berukuran sedang merupakan umbi ganda, yang rata-rata terdiri dari 2 siung umbi, sedangkan umbi bibit berukuran besar rata-rata terdiri dari 3 siung umbi (Rismunandar 1986).

Pengolahan Lahan

Tanaman bawang merah memerlukan kondisi tanah yang gembur dan subur. Pengolahan lahan dilakukan untuk menciptakan kondisi tanah yang sesuai untuk penanaman bawang merah. Pengolahan lahan dilakukan melalui empat tahapan, yaitu penaikkan tanah, pembalikan tanah, pembuatan bedengan dan parit, serta penggemburan. Gambar 14 memperlihatkan lahan yang sudah diolah dan siap ditanami bawang merah.

Gambar 14 Lahan yang sudah diolah dan siap untuk ditanami bawang merah di